Sel surya “rasa” temulawak
Ketika tengah mencari artikel untuk kliping sel
surya di Blog ini, tidak sengaja saya menemukan secara berturut-turut
harian media online Kapanlagi.com,
edisi Senin, 16 April 2007 dan Kompas edisi Rabu 18 April 2007 lalu,
menurunkan berita menarik mengenai temuan staf pengajar Departemen Kimia
ITS yang membuat sel surya dengan mengunakan sari buah sebagai salah
satu komponennya. “…. upaya yang saya
lakukan cukup menjanjikan, karena teknologinya cukup mudah dan harganya
jauh lebih murah dibanding sel surya berbahan silikon…..,” papar sang penemu, Prof Dr Syafsir Akhlus M.Sc kepada kapanlagi.com.
Beliau membuat sel surya tersebut dengan menggunakan pelapis diantara dua kaca yang ditempel dengan oksida timah (SnO2), TiO2
(titanium dioksida), zat warna dari buah manji (di berita lain ditulis
buah mangsi), dan elektrolit. Jelas ini merupakan sebuah terobosan di
tengah sulit dan mahalnya proses pembuatan sel surya yang sudah dikenal
luas semisal sel surya silikon. Sel surya ini agakya cukup menjanjikan,
karena teknologinya cukup mudah dan harganya jauh lebih murah dibanding
sel surya berbahan silikon, tambah Pak Profesor. Guntingan beritanya
dapat di lihat di Kliping Sel Surya.
Murah meriah
Mencermati struktur komponen sel surya yang diceritakan ke media di atas, patut diduga bahwa sel tersebut ialah berjenis Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) yang disulihbahasakan menjadi Sel Surya Pewarna Tersensitasi (SSPT).
SSPT terdiri atas dua buah substrat kaca yang dilapisi oleh transparent conducting coating. Dua substrat kaca ini mengapit lapisan TiO2 yang bercampur dengan pewarna (dye), larutan elektrolit serta satu tambahan lapisan tipis platinum. Pada bagian (c) digambarkan posisi pewarna (dye) yang terserap di permukaan TiO2.
SSPT made in ITS ini serupa dengan struktur SSPT umum, namun dengan menggunakan pewarna dari ekstrak buah manji dan menggunakan SnO2 sebagai transparent conducting coating. Ketebalan lapisan transparent conducting coating pada
umumnya berkisar 0.5-1 mikrometer, lapisan TiO2 sekitar 5 – 10
mikrometer, dan ketebalan sel seluruhnya tidak lebih dari 2 sentimeter
sudah termasuk substrat kaca.
Gambar 1. Skema penampang melintang SSPT, (a) rangkaian sel, (b) penampang melintang sel, dan (c) perbesaran struktur TiO2 berpori dengan pewarna (dye). Sumber: Referensi [1].
SSPT ini ialah satu dari 10 jenis teknologi sel surya
yang tengah dikembangkan para peneliti dan industriawan. SSPT ditemukan
pada tahun 1991 oleh Prof. Michael Gratzel bersama-sama dengan
mahasiswanya Brien O’Regan dari Swiss Federal Institute of Technology,
Lausanne, Swiss [2]. Sel ini dikenal luas pula dengan sebutan Gratzel
cell sebagai sebuah penghargaan komunitas sel surya atas penemuan
berharga tersebut. Uniknya, dalam sebuah sesi tanya jawab Plenary Lecture di PVSEC-17 Fukuoka, Jepang, Prof.
Gratzel menerangkan bahwa SSPT benar-benar merupakan murni buah
keingintahuan dari suatu penelitian, meski fenomena foto-elektrokimia
sudah cukup diketahui secara luas sebelum penemuan SSPT [3]. Efisiensi
terbaik skala laboratorium dari SSPT ini ialah sekitar 10% sedangkan
untuk modul sebesar 5% [4].
Berbanding terbalik dengan sel surya jenis
silikon yang umum dikenal luas, sel surya jenis SSPT ini merupakan
teknologi sel surya yang paling baru serta paling pesat perkembangannya
karena cukup menjanjikan, baik dari segi biaya, kemudahan pembuatan
serta aplikasinya yang luas.
Sel jenis SSPT tidak membutuhkan teknologi
hampa udara (vakum) yang biasa dipakai untuk pembuatan setidaknya 9
jenis sel surya lain atau industri semikonduktor dan mikroelektronika,
sehingga menghemat biaya maupun mempersingkat waktu pembuatannya. Di
sisi lain, sel SSPT merupakan satu-satunya sel surya yang menggunakan
larutan cair sebagai komponen penyerap matahari. Sehingga sejak dari
pembuatan hingga penggunaan komponen penyusun sel, dapat dikata SSPT
merupakan yang termurah saat ini, meski baru dikomersialkan secara
terbatas.
Cara kerja sel SSPT dimulai ketika cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel, diserap oleh larutan pewarna (dye) yang sensitif terhadap cahaya matahari (disebut pula dengan photosensitizer,
S) yang merupakan jantung dari SSPT (lihat Gambar 2 di bawah). Akibat
terserapnya energi cahaya matahari ini, elektron (e-) dari pewarna dapat
tereksitasi atau “terlepas” menuju ke lapisan TiO2 yang terus kemudian dialirkan ke kabel melalui lapisan tipis conducting glass atau transparent conducting coating (elektroda).
Sedangkan, kehilangan elektron pada larutan pewarna dikompensasikan
oleh adanya donasi elektron dari larutan elektrolit iodin melalui reaksi
reduksi-oksidasi (redoks) dengan lapisan tipis platinum (cathode/katoda).
Gambar 2. Skema proses konversi cahaya-listrik pada SSPT. Sumber: Referensi [3].
Inovasi ekstrak buah alami
Sisi yang luar biasa dari SSPT yang dikembangkan oleh ITS ini ada pada inovasi penggantian larutan pewarna (dye)
standar dengan larutan ekstrak buah manji. Seorang pengunjung Blog saya
menginformasikan bahwa tim ITS ini juga kabarnya berhasil menggunakan
ekstrak temulawak sebagai pewarna pada SSPT.
Gambar 3. Temulawak, ekstraknya berpotensi mengubah cahaya matahari menjadi listrik.
Perlu diketahui, larutan pewarna yang standar
digunakan saat ini ialah larutan kompleks dari Rhutenium (Ru) dan
sianida (CN), dengan nama komersial RuL’(CNS)3 complex atau tris(2,2’bipidryl-4,4’-carboxylate)rhutenium(II). Penulis pernah membeli larutan pewarna ini di tahun 2005 untuk keperluan sebuah science project dengan harga US$ 245 per 100 mg (perhatikan satuan milligram-nya).
Pewarna ini sangat penting dalam kerja sel SSPT karena perannya sebagai
penyerap cahaya matahari dan pengubah cahaya menjadi listrik. Gambar 4
merupakan pewarna standar yang pernah penulis beli dari Solaronix.
Gambar 4. Pewarna standar RuL’(CNS)3 complex, (a) ketika baru dilarutkan, (b) warna pewarna ketika semuanya terlarut. Sumber: Koleksi pribadi.
Jelas, jika kita dapat mengganti larutan pewarna
standar dengan pewarna alternatif yang jauh lebih murah, semisal ekstrak
buah manji ini, maka harga sel SSPT dapat ditekan, tentu dengan catatan, performa sel mengkonversi cahaya matahari menjadi listrik (efisiensi) juga sepadan.
Beberapa laporan penelitian internasional juga
mengindikasikan adanya usaha menekan harga sel SSPT dengan cara yang
identik, yakni mempergunakan ekstrak atau sari tumbuhan sebagai pewarna
alternatif di dalam SSPT. Para peneliti dari China menggunakan ekstrak
buah, daun dan bunga black rice, capsicum, erythrina variegate flower, rosa xanthina, dan kelp (maaf, penulis kurang paham bagaimana bentuk tanaman-tanaman ini-pen). Bahkan ada yang mencoba dengan blueberry dan bahan lain [5-8].
Hasil dari usaha ini cukup menjanjikan meski efisiensinya masih jauh
dari kata memuaskan jika dibandingkan dengan menggunakan pewarna
standar.
Penggantian pewarna atau zat photosensitizer
dengan sari buah manji ini dimungkinkan karena adanya karakteristik
warna dari buah manji sebagaimana ekstrak buah dari tumbuhan lain. Warna
dari ekstrak tumbuhan ini dapat menyerap maupun meneruskan spektrum
cahaya tampak (dikenal dengan “me–ji–ku–hi–bi–ni–u”), persis seperti kantong plastik dengan warna tertentu ketika terkena cahaya.
Bila plastik merah terkena cahaya, maka ia akan menyerap semua spektrum cahaya, namun meneruskan warna merah. Plastik
hijau meneruskan spektrum warna hijau namun menyerap semua spektrum
warna lain. Sedangkan plastik hitam menyerap seluruh spektrum cahaya
tampak. Buah manji yang dipergunakan sebagai photosensitizer SSPT made in ITS ini memiliki karakteristik warna yang dapat menyerap spekrum cahaya tertentu.
Sebagai contoh, ekstrak black rice
dalam laporan penelitian dari China tersebut memiliki warna gelap
kehitaman, sehingga ia menyerap seluruh spektrum cahaya yang datang ke
arahnya. Sedangkan ekstrak capsicum memiliki warna kemerahan,
sehingga menyerap seluruh spektrum cahaya namun meneruskan warna merah.
Hasil observasi mereka berkaitan dengan respon ekstrak terhadap cahaya
saya kutip di gambar di bawah ini.
Gambar 5. Pola penyerapan cahaya oleh pewarna, (kiri) pewarna alami, (kanan) pewarna standar RuL’(CNS)3 complex. Sumber: Referensi [5 dan 7].
Perhatikan bahwa sumbu y merupakan Absorption yakni
berapa besar persentase cahaya yang terserap/terabsorp. Semakin besar
nilai absorption-nya, maka intensitas spektrum cahaya yang terserap
semakin besar. Sedang sumbu x menerangkan panjang gelombang dari spektrum cahaya. Spektrum warna biru berada pada panjang gelombang 300-450 nm, warna hijau pada 450-600 nm, dan merah
pada rentang > 600 nm, ketiganya merupakan warna pokok atau primer,
sedangkan warna lain merupakan gabungan atau irisan dari warna-warna
primer tersebut.
Dibandingkan dengan warna pewarna (dye) standar RuL’(CNS)3
complex, maka kira-kira seperti itulah warna ideal dari photosensitizer
pada SSPT, sebagaimana yang pernah saya foto beberapa tahun lalu
(Gambar 4 di atas).
Ekstrak buah manji ataupun temulawak memiliki
karakter menyerap spektrum warna tertentu. Mungkin ekstrak buah manji
berwarna gelap seperti tinta (konon dikenal dengan buah tinta) sehingga
dapat menyerap mayoritas spektrum warna cahaya tampak. Pola grafik
absorption-nya dapat dipastikan mirip-mirip dengan gambar di atas,
sehingga dapat menyerap sebagian atau mayoritas spektrum cahaya tampak,
dan dapat dipergunakan sebagai photosesitizer pada SSPT.
Hanya saja, di luar usaha pencarian pewarna
alternatif, penelitian dan pengembangan sel SSPT ini menemui tantangan
yang tidak sedikit. Pertama, sel SSPT memiliki kelemahan dari segi enkapsulasi yang berujung pada bocornya larutan elektrolit ke luar sel, kedua
kestabilan sel dan pewarna dalam jangka waktu yang panjang cenderung
menurun jika sel dipergunakan pada daerah dengan suhu udara yang panas, ketiga persoalan efisiensi yang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan sel surya jenis lain.
Bila teknologi SSPT yang dikembangkan di ITS
dilanjutkan dengan langkah serius, mudah-mudahan upaya dan hasil yang
diperoleh dapat menjadi rujukan masyarakat pemerhati sel surya dunia.
Gambar 6. Sel SSPT yang sudah dikembangkan. Perhatikan warna merah kecoklatan yang merupakan paduan dua warna dari dye dan larutan elektrolit.
Sumber : dari sini.
Referensi
[2] Brian O’Regan, Michael Gratzel, A low-cost, high efficiency solar cell based on dye-sensitized colloidal TiO2 films, Nature, 353 (1991) Hal. 737-739.
[3] Michael Gratzel, Conversion of sunlight to electric power by nanocrystalline dye-sensitized solar cells, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, 164 (2004) Hal. 3-14.
[4] Martin A. Green, Keith Emery, David L. King, Yoshihiro Hisikawa and Wilhelm Warta, Solar Cell Efficiency Tables (Version 27), Progress in Photovoltaics: Research and Application 14 (2006) Hal. 45–51.
[5] Sancun Hao, Jihuai Wu, Yunfang Huang, Jianming Lin, Natural dyes as photosensitizers for dye-sensitized solar cell, Solar Energy 80 (2006) Hal. 209–214.
[6] Greg P. Smestad, Education and solar conversion: Demonstrating electron transfer, Solar Energy Materials and Solar Cells 55 (1998) Hal. 157–178
[7] Michael Grätzel, Dye-sensitized solar cells, Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews, 4 (2003) Hal. 145–153
[8] Q. Dai, J. Rabani, Photosensitization of nanocrystalline TiO2 films by anthocyanin dyes, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry 26 (2002), Hal. 421–429.
https://energisurya.wordpress.com/2008/01/24/sel-surya-%E2%80%9Crasa%E2%80%9D-temulawak/
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.