Ganyang Saja, Indonesia Lemah Malaysia Agresif
Published: 10.10.11 00:23:15
Updated: 26.06.15 01:09:17
Hits : 950
Komentar : 3
Rating : 0
Kisah lepasnya Ligitan dan
Sipadan tampaknya akan terulang lagi. Kali ini sengketa klasik
perbatasan dengan Malaysia tentang daerah Wilayah Tanjung Datu dan Camar
Wulan memanas lagi. Cerita tersebut pasti akan membuat darah bangsa ini
memanas ketika daerah Status Quo itu sudah dikangkangi Malaysia. Kali
ini kembali seperti sebelumnya, Indonesia mengalah dan diam saja. Bila
ini terus terjadi maka Malaysia dengan tenang dan pasti akan selalu
bermanuver dan mencaplok setiap jengkal tanah air Indonesia.
Tampaknya
kisah lepasnya satu persatu wilayah Indonesia akan terjadi perlahan dan
pasti ketika Indonesia lemah dan Malaysia agresif. Siapapun warga
Indonesia pasti mendidih geram dan selalu mengorbarkan kalimat perang
dengan Malaysia. Tetapi tampaknya Indonesia impoten, semangat tinggi itu
selalu diikuti dengan perilaku dan sikap melunak ketika berhadapan
langsung dengan Malaysia. Semangat ganyang malaysia tampaknya harus
terus digelorakan dalam menghadapi Malaysia yang agresif dan tidak
beretika Internasional itu.Masalah perbatasan antara
RI-Malaysia di Camar bulan memanas setelah Gubernur Kalbar, Cornelis,
meradang begitu mengetahui patok-patok perbatasan di Camar Bulan telah
“mengangkangi” wilayah RI seluas 1.499 hektare. Wilayah Tanjung Datu dan
Camar Wulan di Kalimantan Barat ramai dibicarakan gara-gara diduga
‘dicaplok’ oleh Malaysia dari RI.
Sebenarnya daerah itu masih dalam
sengketa atau status quo. Dua wilayah Indonesia, yakni Camar Bulan
seluas 1.449 ha dan Tanjung Datu seluas 8.000 m3 di Provinsi Kalimantan
Barat (Kalbar), diberitakan diklaim Malaysia sebagai wilayah negeri itu.
Peristiwa tersebut, telah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu.
Langkah Malaysia itu adalah hal serius yang harus segera disikapi.
Karena akibatnya kita kehilangan garis pantai dan ribuan hektare wilayah
laut. Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, juga menemukan bahwa
terdapat sejumlah warga yang diusir dari kedua wilayah ini oleh patroli
Malaysia. Malaysia bilang, itu kampung Malaysia.Menurut Kementerian
Pertahanan RI menyatakan wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan merupakan
salah satu Outstanding Boundary Problems (OBP) yang masih dalam proses
perundingan RI-Malaysia atau masih status Quo.
Tanjung Datu sampai saat
ini masih dalam proses perundingan di JIM (The Joint Indonesia –
Malaysia Boundary Committee on The Demarcation and Survey International
Boundary) antara Delegasi Indonesia yang dipimpin Sekjen Kementerian
Dalam Negeri dan Malaysia. Jika wilayah itu masih status quo maka tidak
boleh dilakukan kegiatan-kegiatan fisik yang dilakukan oleh salah satu
negara. Namun karena wilayah Tanjung Datu, salah satu wilayah yang masih
bersengketa tapal batas dengan Indonesia-Malaysia rupanya tempat
pariwisata yang menarik, malaysia berusha mencaploknya. Menteri
Pelancongan dan Warisan Negeri, Datuk Seri Abang Johari Tun Openg
mengatakan, kerajaan telah merogoh kocek sebesar 20 juta ringgit
mmbangun kawasan Santubong.Tanjung Datu masuk ke dalam kawasan Santubong
tersebut. Malaysia berusaha menjadikan Santubong dan Tanjung Datu
sebagai salah satu unggulan pariwisata mereka. Kerajaan negeri juga
berusaha meningkatkan segala kemudahan infrastruktur dan logistik di
kawasan tersebut. Ini supaya sejumlah obyek wisata seperti Telaga Air,
Santubong dan Tanjung Datu bisa saling berhubungan.
Kerajaan juga
berupaya menggaet investor untuk membuka rute penerbangan ke daerah
tersebut.Wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia di Camar
Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat sebenarnya tak ada masalah.
Selama ini kedua negara sepakat menggunakan peta Belanda Van Doorn tahun
1906. Malayasia pun tak mempermasalahkannya apabila mengacu kepada
garis batas peta Belanda Van Doorn tahunn 1906 , peta Sambas Borneo (N
120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated Malay State Survey tahun
1935. Masalah baru timbul dalam MoU antara team Border Comeete Indonesia
dengan pihak Malayasia. Garis batas itu dirubah dengan menempatkan
patok-patok baru yang tak sesuai dengan peta tua tersebut di atas. Dan
akibat kelalaian team ini, Indonesia akan kehilangan 1490 Ha di wilayah
Camar Bulan, dan 800 meter garis pantai di Tanjung Datu.Pangkal masalah
kasus ini muncul karena Indonesia dan Malaysia menggunakan alat bukti
perbatasan yang berbeda.
Jika Indonesia menggunakan Traktat London, maka
Malaysia memggunakan batas alur sungai. Menurut Traktat London 1824,
yakni perjanjian antara Kerajaan Inggris dan Belanda terkait pembagian
wilayah administrasi tanah jajahan kedua negara, Camar Bulan masuk
wilayah Indonesia. Batas negara didasarkan pada watershead. Artinya,
pemisahan aliran sungai atau gunung, deretan gunung, batas alam dalam
bentuk punggung pegunungan sebagai tanda pemisah. Sedangkan sesuai MoU
dalam pertemuan RI-Malaysia di Semarang 1978, disepakati batas wilayah
mengalami perubahan, yakni sesuai dengan patok yang ada sekarang.
Pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam pertemuan di Semarang, Jawa
Tengah, pada 1978 menyepakati penentuan koordinat batas wilayah tersebut
tidak menggunakan metode devide watershed. Alasannya, Camar Bulan
bertopografi landai atau datar.
Jadi, penentuan koordinat dipatok dari
dataran tertinggi di wilayah itu, dan kemudian ditarik lurus. Ini
merupakan keputusan politik yang telah disepakati kedua negara.Devide
wathershed merupakan metode penentuan titik koordinat berdasarkan
pemisah air. Metode ini jamak digunakan dalam penentuan batas wilayah
daratan antara Indonesia dan Malaysia. Penggunaan metode tersebut
merujuk pada traktat 1891 antara Pemerintah Kolonial Belanda dan
Inggris. Berdasarkan ketentuan itu, seluruh wilayah Camar Bulan
seharusnya masuk ke wilayah Indonesia. Legalitas ini juga diperkuat
dengan Traktat London pada 1824. Namun, penggunaan metode devide
watershed dianulir dalam pertemuan terakhir di Semarang.Perubahan metode
dalam penentuan batas wilayah ini merugikan Indonesia.
Sebab, kawasan
seluas 1.499 hektare (ha) di Camar Bulan, yang sebelumnya menjadi
wilayah Indonesia akhirnya masuk bagian teritorial Malaysia.Wilayah NKRI
mempunyai dasar daerah yang dulunya negara jajahan Hindia-Belanda yang
kini jadi NKRI merupakan suatu konsep yang sah untuk diakui negara lain.
Selama ini Indonesia menggunakan Traktat London, sedangkan mereka
menggunakan pengukuran batas yang menggunakan alur sungai yang digunakan
dan diklaim batas tertentu. Tapi seharusnya Indonesia menolak karena
menggunakan Traktat yang dibuat pada 1900 an.Kasus Serupa Sipadan Dan LigitanKasus
Tanjung Datu dan Camar Wulan tampaknya serupa dengan Sipadan-Ligitan.
Awalnya posisi kita kuat dalam persengketaan itu tetapi Malaysia lebih
agresif mencaplok wilayah itu. Tapi, karena Indonesia taat pada hukum
internasional yang melarang mengunjungi daerah status quo, ketika
anggota kita pulang dari sana membawa laporan, malah dimarahi. Sedangkan
Malaysia malah membangun resort di sana.Sengketa Sipadan dan Ligitan
adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap
kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas:
50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E /
4.1146833°LU 118.6287556°BT / 4.1146833; 118.6287556 dan pulau Ligitan
(luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E / 4.15°LU
118.883°BT / 4.15; 118.883. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah
ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk
menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah
Internasional.Sipadan dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, gara-gara di
dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di
atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti
wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi
hampir 20 buah.
Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum
bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa
memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta
agar pembangunan di sana disetop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan
itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Nah, soal ini
pula, antara lain, yang gaungnya sampai ke DPR pekan lalu. Soal ini
bukan hanya memancing ketidaksenangan beberapa wakil rakyat, tapi juga
Menhankam L.B. Moerdani. Dalam kesempatan rapat kerja dengan Komisi I,
Moerdani mengkritik Malaysia yang cenderung tidak mengindahkan
kesepakatan status quo atas kedua pulau itu, bahkan ceroboh membiarkan
daerah tersebut dijadikan obyek pariwisata. Namun, kasus dua pulau itu
bukan satu-satunya soal yang akhir-akhir ini mengganggu hubungan dua
negeri sesama rumpun Melayu itu.
Perundingan penetapan landas kontinen
tahun 1969 gagal menetapkan status pemilik kedua pulau tersebut.
Indonesia berpendirian, bila garis batas lurus dibuat dari Pulau
Sebatik, yang sudah dibagi dua dengan Malaysia, dua pulau itu mestinya
masuk wilayah Indonesia. Malaysia berpendapat, garis batas itu hanya
sampai Pulau Sebatik, sehingga kedua pulau itu bisa diklaim sebagai
wilayah Sabah. Karena gagal dicapai kesepakatan, akhirnya, disepakati
pulau itu bersifat status quo. Artinya, tidak ada kegiatan apa pun di
sana sebelum ada penyelesaian. Namun, Desember 1979, Malaysia mengklaim
dua pulau itu sebagai miliknya berdasar peta baru. Walau Indonesia sudah
mengirim nota protes, negara tetangga itu menegaskan de facto dan de
jure, kedua pulau itu miliknya, meski ada juga kesediaan mereka untuk
berunding. Belum lagi perundingan dibuka, Indonesia sudah membuat nota
peringatan kembali tahun 1988 karena adanya kegiatan di Sipadan.Kasus
Tanjung Datu dan Camar Wulan tampaknya cerita lama dari kisah tragis
Indonesia kehilangan Sipadan-Ligitan.
Awalnya posisi indonesia kuat
dalam mengklaim wilayah. Tetapi karena malaysia lebih agresif dan lebih
berani bermanuver maka Indonesia selalu dikangkangi. Indonesia selal;u
mendewakan aturan nternasional sedangkan Malaysia tidak peduli dengan
mengangkangi wilayah status Quo. Bukan hanya dengan bermanuver dengan
kapal perang dan pesawat tempur tetapi yang lebih membuat geram bangsa
ini Malaysia bahkan berani membangun wilayah itu. Indonesia meski
kekuatan militer terbatas tidak harus kalah dalam gertak menggertak.
manuver Malaysia yang menyakitkan emosi kebangsaan rakyat, harus
diimbangi dengan provokasi yang lebih hebat lagi. Pemerintah Indonesia
dan militer Indonesia harus lebih keras lagi dalam berseteru dengan
Malaysia.Indonesia jangan sok menjadi anak alim yang patuh aturan yang
bersembunyi di bawah ketiak aturan dan tata krama Internasional. Karena,
Malaysia sudah terlalu kurang ajar bermanuver bahkan menduduki tanah
sengketa atau wilayah status Quo. Indonesia harus berkaca pada
kepemimpinan "Ganyang malaysia" Soekarno yang sangat garang melawan
manuver Malaysia.
Jangan anggap bahwa semangat "Ganyang malaysia" adalah
sikap anarkis dan tidak berbudaya. Sikap patriotisme itu harus
digelorakan ketika ada tetangga bangsa ini yang sangat agresif dan tidak
bertatakrama Internasional terus menggerogoti wilayah bangsa ini.
Memang dalam kehidupan masyarakat Internasional yang berbudaya harus
mengedepankan perdamaian, kompromi dan menjauhkan perang. Tetapi
tampaknya strategi bermoral itu tidak dapat digunakan dalam mengahdapi
sikap amoral malaysia yang terus mengangkangi wilayah negeri ini. Sikap
"Ganyang Malaysia" tidak harus berarti konfrontasi perang secara terbuka
dan luas.
Tetapi upaya "Non Diplomasi' terakhir yang harus dipilih
untuk menggertak Malaysia, bila malaysia selalu tidak mengerti bahasa
diplomasi.Dahulu Sipadan dan Ligitan, berikutnya Ambalat sekarang
Tanjung Datu dan Camar Wulan. Setiap malaysia mencaplok wilayah baru,
maka wilayah didekatnya akan menjadi incaran Malaysia karena diklaim
sebagai jangkauan negerinya dengan batas wilayah baru itu.
Bila sikap
Indonesia yang lemah dan sok alim itu terus dipelihara, maka tidaklah
heran satu persatu wilayah ini akan tercaplok oleh Malaysia yang agresif
dan rajin bermanuver. Kelemahan sikap Indonesia ini tampaknya
dimanfaatkan oleh Malaysia. Coba tengok ketika semangat "Ganyang
Malaysia" terus digelorakan Soekarno, Malaysia pasti akan berpikir
seribu kali bila akan menguasai bahkan melirik tanah air Indonesia.
Tampaknya semangat "Ganyang Malaysia" harus selalu digelorakan bila
melihat sikap Malaysia yang sangat agresif dan tidak beretika tatanan
internasional itu terus memprovokasi Indonesia.
http://www.kompasiana.com/sandiazyudhasmara/ganyang-saja-indonesia-lemah-malaysia-agresif_550e2886a33311b42dba7eca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.