Masalah Perbatasan & Konflik Laut China Selatan
24 September 2012 - dalam MBP Asia Tenggara Oleh sartika-t--fisip10
Masalah Perbatasan & Konflik Laut China Selatan
- Konflik Perbatasan
Konflik perbatasan adalah perselisihan terus menerus dalam lingkup inter-state yang memicu adanya konfrontasi bersenjata (http://hiu.state.gov).
Ada kecenderungan pola konflik perbatasan yang berkembang di Asia
Tenggara banyak disebabkan oleh dua faktor: Pertama, faktor alamiah
yakni konflik perbatasan yang disebabkan oleh kondisi perbatasan yang
memungkinkan proses migrasi antar negara berjalan dengan intensif .
Kedua, faktor artifiasial yakni konflik perbatasan yang disebabkan oleh
adanya perubahan perbatasan sebelumnya setelah ada kebijakan baru. https://359.sitti.co.id/promo.
Ada empat bentuk konflik atau sengketa perbatasan yang biasanya
timbul di antara negara berdaulat, yaitu: persengketaan garis batas
teritorial, konflik mengenai posisi perbatasan, perselisihan atas
fungsi-fungsi perbatasan, dan sengketa perbatasan yang berkaitan dengan
sumber daya yang terdapat di daerah tertentu (Tuhulele 2011: 1). Amer
dan Thao (n,d.) membagi jenis konflik perbatasan yang terjadi di Asia
Tenggara, yaitu konflik perbatasan yang terselesaikan (settled disputes) dan yang belum terselesaikan (unsettled disputes).
Konflik perbatasan yang terselesaikan, diantaranya konflik perbatasan
Indonesia-Malaysia terkait garis batas kedua negara di kawasan timur
pulau Kalimantan terkait kedaulatan negara atas pulau Sipadan dan
Ligitan sejak tahun 1969, akhirnya terselesaikan melalui Mahkamah
Internasional (2002) dengan putusan Sipadan dan Ligitan jatuh ke tangan
Malaysia sebagai negara yang lebih kenservatif terhadap wilayah tersebut
(Tuhulele 2011: 1); konflik perbatasan daratan Laos-Vietnam melalui
penandatangan Border Treaty (2007) sebagai kelanjutan perjanjian
sebelumnya; konflik perbatasan Malaysia-Vietnam mengenai tumpah tindih
pengklaiman atas wilayah landas kontinen sepanjang wilayah bagian
barat-daya Vietnam ke bagian timur-laut pantai timur Malaysia Peninsular
yang berakhir dengan kesepakatan joint development (1992);
konflik perbatasan Laos-Myanmar mengenai batas wilayah daratan di
sepanjang sungai Mekong melalui konvensi tahun 1994; konflik perbatasan
Thailand-Vietnam mengenai batas landas kontinen dan ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) di daerah yang diperselisihkan yaitu di sepanjang Teluk
Thailand menuju bagian barat daya Vietnam dan juga bagian timur laut
Thailand yang diselesaikan melalui kesepkatan perbatasan (1997); konflik
perbatasan Indonesia-Vietnam mengenai perbatasan landas kontinen di
sepanjang wilayah bagian utara Pulau Natuna; konflik perbatasan.
Sedangkan konflik perbatasan yang belum terselesaikan,
diantaranya: pertama, konflik perbatasan Camboja-Thailand mengenai
pengklaiman tumpang-tindih atas batas zona Maritim di sekitar Teluk
Thailand; masih di wilayah yang sama terdapat konflik antara
Malaysia-Thailand-Vietnam. Kedua, permasalahan konflik perbatasan antara
Thailand dan Kamboja yang dipicu oleh klaim masing-masing pihak akan
kepemilikan kuil Preah Vihear sejak tahun 1962 dan puncaknya ketika United Nation Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO)
menetapkannya sebagai warisan dunia atas nama Kamboja.
Atas
pengklaiaman tersebut memicu bentrokan di antara kedua negara yang
memakan beberapa korban. Dalam tahap penyelesaiannya, Indonesia memegang
perhatian penting sebagai pemimpin ASEAN 2011 dengan terselenggaranya
pertemuan informal di jakarta dengan implementasi high council dan
rencana pengiriman pasukan ke daerah konflik. Ketiga, konflik perbatasan
Thailand-Myanmar terkait penerapan “Burney Treaty” di wilayah
perbatasan yang didasarkan pada aturan kolonialisasi Inggris sebelumnya,
konflik semakin menegang dengan terjadinya penyerangan di wilayah
perbatasan Burma.
- Konflik Laut China Selatan
Selain itu, wilayah Laut China Selatan juga menjadi salah
satu pemicu terjadinya konflik regional di wilayah Asia Tenggara. Laut
China Selatan (Nanhai) merupakan wilayah perairan yang terletak
di bagian utara Selat Taiwan, bagian barat daratan Asia Tenggara,
bagian timur Filipina, dan bagian selatan Selat Malaka dengan dibatasi
oleh 10 negara yang ada di sekitarnya, termasuk China, Taiwan, Filipina,
Malaysia, Brunei, Indonesia, Vietnam, Thailand, Singapura dan Kamboja.
Wilayah Laut China Selatan dikenal dengan sumber daya alamnya yang
sangat melimpah terutama kandungan minyak mentahnya (Wang dalam Akpan
2003: 3). Kepulauan Spratly merupakan salah satu wilayah Laut China
Selatan yang banyak mendapat pengklaiman dari negara-negara di sekitar
Laut China Selatan karena alasan sumber dayanya yang melimpah, strategis
dan juga alasan politik. Sehingga timbul masalah termasuk pengamanan
berkelanjutan atas ekosistem melalui pengawasan multilateral,
administrasi dan pelaksanaan standar (). Terjadinya konflik pengklaiman
wilayah di Laut China Selatan diawali ketika China memperbesar kegiatan
angkatan lautnya di wilayah tersebut, kemudian AS juga ikut terlibat
yang membuat terjadinya konfrontasi China-AS atas wilayah tersebut (hal
3).
Terdapat sejumlah konflik yang ada di wilayah Laut China Selatan, di
antaranya: konflik/ perselisihan Filipina-Vietnam yang mengklaim
kepulauan Spratly sebagai bagian dari wilayah negara mereka, demikian
juga Malaysia, China dan Taiwan yang mengklaim wilayah kepulauan
tersebut; pengklaiman Brunei atas Karang Louisa yang juga diklaim oleh
Vietnam sebagai bagian dari kepulauan Spratly; pengklaiman Vietnam atas
kepulauan Spratly dan kepulauan Paracel yang juga diklaim oleh Taiwan
(Amer dan Thao n,d.). Berkaitan dengan konflik di Laut China Selatan,
Indonesia menyatakan diri sebagai bukan dari bagian yang terlibat dalam
sengketa tetapi ikut berpartisipasi dalam penyelesaian konflik, seperti
halnya turut berpartisipasi dalam pengesahan “Declaration on the Conduct of the Parties in the South China Sea”
tahun 2002.
Demikian pula dengan berpartisipasi dalam ASEAN Ministerial
Meeting dan Regional Forum yang dilaksanakan di Bali (2011) dengan
hasil kesepakatan menciptakan formulasi code of conduct (surat perizinan terhadap penelitian saintifik, penyerangan terhadap perompakan, mencegah drug-trafficking tanpa melibatkan isu kedaulatan) terhadap sengketa Laut China Selatan (http://www.kontannasional.co.id).
Selain itu, terdapat juga penyelesaian melalui kerjasama antar-negara
dengan perantara perusahaan-perusahaan minyak seperti China melalui
China National Offshore Corporation, Filipina melalui Philippine
National Oil Company, Vietnam melali PetroVietnam berupa sharing
informasi mengenai survei seismik
- Solusi dan Respon ASEAN
Menurut Hasyim (Anggota Dewan Maritim Nasional), terdapat
tiga sasaran penyelesaian konflik perbatasan, yaitu: pertama, belajar
untuk bekerja sama; kedua, mendorong terjadinya dialog antara pihak
untuk menyelesaikan perbedaan; ketiga, mengembangkan rasa saling percaya
yang diciptakan melalui atmosfir kerjasama (http://www.hukumkita.com).
ASEAN sebagai organisasi kerjasam regional telah berusaha menciptakan
komunitas keamanan dengan menjadwalkan pertemuan rutin dari ADMM (ASEAN
Defence Ministers’ Meeting) dan memperkuat kerjasama dalam ARF (ASEAN
Regional Forum) untuk mewujudkan stabilitas keamanan di kawasan Asia
Tenggara, di antaranya menangani masalah-masalah perbatasan termasuk
konflik yang timbul dari wilayah Laut China Selatan. Namun, pada
kenyataannya ARF masih sangat jauh dari penyelesaian konflik walaupun
ARF memiliki peluang sebagai wadah mendiskusikan isu keamanan dan
kolaborasi antara negara Asia Tenggara. Akpan (2003) menjelaskan
terdapat beberapa kelemahan ARF berhubungan dengan penyelesaian masalah
Laut China Selatan. Di mana, ASEAN sendiri belum mampu menciptakan balance of power untuk menyokong kekuatan China, adanya sindrom lowest-common-denominator (kelemahan dalam setiap kebijakan menghadapi kelompok kepentingan yang sedang berkonflik) dan kegagalan membentuk common-front seperti China.
Kesimpulan dan Opini
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
masalah perbatasan dan konflik Laut China Selata merupakan salah satu
pemicu krusial adanya ketegangan di antara negara kawasan Asia Tenggara.
Hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan perbatasan ataupun adanya
kepentingan yang dikejar terkait pengklaiman atas suatu wilayah, seperti
halnya yang terjadi di Laut China Selatan. Sampai saat ini, konflik
tersebut tetap sangat kompleks, ASEAn pun belum dapat diandalkan untuk
menyelesaikan konflik tersebut.
Menurut penulis, konflik perbatasan tidak seharusnya
terjadi terkait setiap negara telah memiliki batas-batas teritorial yang
telah ditetapkan ketika suatu negara telah dinyatakan merdeka. Hanya
saja, seringkali ada ketidakjelasan batasan dan kesalahan persepsi atas
ketentuan batas-batas wilayah, terutama yang menyangkut perbatasan
perairan. wilayah perbatasan seringkali jauh dari jangkauan pusat,
menimbulkan berbagai usaha-usaha ilegal yang rawan dimasuki oleh
negara-negara lain serta perluasan wilayah secara ilegal dari negara
lain dengan menggeser pembatas wilayah.
Hal ini menjadi pertanda tidak
adanya kepercayaan dan kerjasama untuk saling menghargai salah satu
bagian dari persyaratan suatu negara diakui yaitu teritori. Adanya
kelimpahan sumber daya alam di daerah persengketaan seperti di Laut
China Selatan tidak terlepas menjadi salah satu pemicu pengklaiman atas
wilayah sekitar perbatasan. Secara logika, memang akan terjadi perebutan
wilayah untuk menguasai sumber daya alam yang ada.
Referensi
Narine, Shaun. 1998. “ASEAN and the Management of Regional Security”.
Pacific Affairs; Summer; 71,2; ProQuest Asian Business, hal. 195-213
Akpan Rita. 2003. “ China, The Spratly Islands Territorial Dispute
and Multilateral Cooperation- An Exercise in Realist Rhetoric or Mere
Diplomatic Posturing? A Critical Review.
Amer, Ramses & Nguyen, Hong, Thao. ----. “Regional Conflict
Management: Challenges of the Border Disputes of Cambodia, Laos, and
Vietnam”. Austrian Journal of South-East Asian Studies/ Society for
South-East Studies
Humanitarian Information Unit. -----. “Southeast Asia: Conflicts
Without Borders, Sub-national & Transnational Conflict-Affected
Areas Januari 2008-2009. Tersedia dalam http://hiu.state.gov [diakses pada 2 April 2012]
Tuhulele, Popi. 2011. “Pengaruh Keputusan Mahkamah Internasional
dalam Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan Terhadap Penetapan Garis
Pangkal Kepulauan Indonesia”. Jurnal Sasi, Vol. 17 No. 2 bulan
April-Juni 2011
Winarto, Yudho. 2011. “Indonesia dan Vietnam Segera Tuntaskan Sengketa Batas Laut” [online] tersedia dalam http://www.kontannasional.co.id [diakses pada 2 April 2012]
Anon. 2011. “Komitmen RI dalam Diplomasi Perbatasan Tidak Pernah Kendur”, [online] tersedia dalam http://www.hukumkita.com [diakses pada 2 April 2012]
[online] tersedia dalam https://359.sitti.co.id/promo [diakses pada 2 April 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.