alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Kamis, 01 Oktober 2015

PBB DAN PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PBB DAN PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL



A.   Sejarah PBB
PBB adalah suatu sebutan yang diciptakan oleh mendiang Presiden Franklin D.Resolvelt. Sebutan pertama kali digunakan dalam pernyataan PBB pada tanggal 1 Januari 1942, yakni ketika wakil-wakil dari dua puluh enam bangsa-bangsa mengemukakan jaminan pemerintah-pemerintah mereka untuk meneruskan peperangan bersama melawan Poros.

Persatuan Bangsa-bangsa menurut catatan sejarah secara resmi didirikan sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Oktober 1945. Para wakil dari negara-negara Sekutu pada Perang Dunia Kedua, yaitu AS, Soviet, Inggris, dan Perancis, dalam perundingan-perundingan selama perang tersebut telah memulai persiapan pendirian PBB ini. Akhirnya, dalam konferensi di San Fransisko, Amerika, para wakil dari 50 negara-negara dunia menandatangani piagam pembentukan PBB. Tujuan utama didirikannya PBB, seperti yang disinggung dalam piagam PBB, adalah untuk menjaga perdamaian di dunia, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa, memupuk kerjasama internasional untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi, sosial, dan budaya, serta mengembangkan penghormatan atas Hak Asasi Manusia dan kebebasan.

        Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut dipuji. Namun, adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis dan China, telah membuat kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB, selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut, khususnya AS. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi forum seluruh anggota PBB justeru tidak memiliki kekuatan yang berarti dibanding dengan Dewan Keamanan. Ketidakadilan inilah yang telah menghambat keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes dari banyak negara anggotanya.

        Piagam PBB adalah konstitusi PBB. Ia ditanda tangani di San Francisco pada tanggal 26 Juni 1945 oleh kelima puluh anggota asli PBB. Piagam ini mulai berlaku pada 24 Oktober 1945 setelah ditandatangani oleh lima anggota pendirinya-Republik China (Taiwan), Perancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat -dan mayoritas penanda tangan lainnya. Sebagai sebuah Piagam ia adalah sebuah perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Selain itu, Piagam tersebut juga secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya. Ia diratifikasi oleh AS pada 8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung dengan PBB. Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara yang bergabung menjadi 
anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan kemerdekaannya masing-masing dan diakui kedaulatannya secara internasional, kecuali Vatikan.
B.      Tujuan dan Asas PBB
Tujuan PBB :
            Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
            Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaan    derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
            Mengembangkan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.
            Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya peperangan.
            Memajukan dan menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau kemerdekaan fundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama.
            Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonis untuk mencapai tujuan PBB.

Asas PBB :
•      Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota.
•      Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota.
•      Penyelesaian sengketa dengan cara damai.
•      Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB.
•      PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.


C.      Sengketa Hukum dan Sengketa Politik
Dalam studi hukum internasional publik, dikenal dua macam sengketa internasional, yaitu sengketa hukum dan sengketa politik. Sebetulnya tidak ada kriteria yang jelas dan diterima secara umum mengenai pengertian kedua istilah tersebut. Namun ada tiga doktrin penting yang berkembang dalam hukum internasional.

1.         Pendapat Friedman
Pendapat pertama adalah pendapat yang dikemukakan oleh golongan sarjana hukum internasional Amerika Serikat dengan pemukanya Professor Wolfgang Friedmann. Menurut beliau, meskipun sulit untuk membedakan kedua pengertian tersebut, namun pembedaannya dapat tampak pada konsepsi sengketanya. Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal berikut.
a)         Sengketa hukum adalah perselisihan-perselisihan antara negara yang mampu               diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan hukum yang ada atau   yang sudah pasti;
b)         Sengketa hukum adalah sengketa-sengketa yang sifatnya mempengaruhi kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan-kepentingan penting lainnya dari suatu negara;
c)         Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerapan hokum internasional yang ada cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan antara negara dengan perkembangan progresif hubungan-hubungan internasional;
d)        Sengketa hukum adalah sengketa-sengketa yang berkaitan dengan persengketaan hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu hukum yang telah ada.

2.         Pendapat Waldock
Pendapat kedua dikemukakan oleh para sarjana dan ahli hukum internasional dari Inggris yang membentuk suatu kelompok studi mengenai penyelesaian sengketa tahun 1963. Kelompok studi ini yang diketuai oleh Sir Humprey Waldock menerbitkan laporannya yang
sampai sekarang masih dipakai sebagai sumber penting untuk studi tentang penyelesaian sengketa internasional.
Menurut kelompok studi ini penentuan suatu sengketa sebagai suatu sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum, maka sengketa tersebut adalah
sengketa hukum. Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak membutuhkan patokan-patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum internasional, misalnya soal perlucutan senjata, maka sengketa tersebut adalah sengketa politik.

3.         Pendapat Jalan Tengah ( Oppeinheim-Kelsen)
Pendapat ketiga adalah golongan yang penulis sebut sebagai pendapat jalan tengah. Mereka adalah sekelompok sarjana yang merupakan gabungan sarjana Eropa (seperti de Visscher, Geamanu, Oppenheim) dan Amerika Serikat (seperti Hans Kelsen).
 Menurut Oppenheim dan Kelsen, pembedaan antara sengketa politis dan hukum tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria obyektif yang mendasarinya. Menurut mereka setiap sengketa memiliki aspek-aspek politis dan hukumnya. Sengketa-sengketa tersebut biasanya terkait antar negara yang berdaulat. Sengketa-sengketa yang dianggap sebagai sengketa hukum mungkin saja tersangkut di dalamnya kepentingan poliitis yang tinggi dari negara-negara yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya. Sengketa-sengketa yang dianggap memiliki sifat politis, mungkin saja di dalamnya sebenarnya penerapan prinsip-prinsip atau aturan-aturan hukum internasional dimungkinkan.


D.     Penyelesaian Sengketa Internasional
Seperti termuat dalam Pasal 1 Piagam PBB, tujuan utama PBB adalah menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. PBB juga mendorong agar sengketa-sengketa diselesaikan melalui cara-cara penyelesaian secara damai.

Cara – Cara damai tersebut adalah :
·      Negosiasi
·      Pencarian Fakta
·      Jasa - jasa Baik
·      Mediasi
·      Konsiliasi
·      Arbitrase
·      Pengadilan Internasional





Cara – cara penyelesaian diatas dapat dikelompokkan lagi kedalam dua bagian, yaitu :

1.         Cara – Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Hukum
·          Arbitrase
 Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketasengketa internasional.
    Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire). Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter (Indonesia).
    Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya arbitrator yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral. Ia tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-bidang lainnya. Ia bisa insinyur, pimpinan perusahaan (manajer), ahli asuransi, ahli perbankan, dll.
   Setelah arbitrator ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of reference atau 'aturan permainan' (hukum acara) yang menjadi patokan kerja mereka. Biasanya dokumen ini memuat pokok masalah yang akan diselesaikan, kewenangan jurisdiks arbitrator dan aturan-aturan (acara) sidang arbitrase  sudah tentu muatan terms of reference tersebut harus disepakati oleh para pihak.
  Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat. Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno. Namun penggunaannya dalam arti modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1989 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu Permanent Court of Arbitration.


·            Pengadilan Internasional
Metode yang memungkinkan untuk menyelesaikan sengketa selain cara-cara tersebut di atas adalah melalui pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil.
Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Sebagai contoh pengadilan internasional permanen adalah Mahkamah Internasional (the International Court of Justice).
Kedua adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Dibandingkan dengan pengadilan permanen, pengadilan ad hoc atau khusus ini lebih populer, terutama dalam kerangka suatu organisasi ekonomi internasional. Badan pengadilan ini berfungsi cukup penting dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dari perjanjian-perjanjian ekonomi internasional.


2.         Cara – Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Diplomatik
·             Negosiasi
 Negosiasi atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa yang paling penting dan banyak ditempuh serta efektif dalam menyelesaikan sengketa internasional.2 Praktek negara-negara menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung untuk menggunakan sarana negosiasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketanya.
   Segi positif dari negosiasi ini adalah:
1.            Para pihak sendiri yang melakukan perundingan (negosiasi) secara langsung dengan    pihak lainnya;
2.            Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana penyelesaian secara negosiasi ini dilakukan menurut kesepakatan mereka;
3.            Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya;
4.            Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan-tekanan politik di dalam negeri;
5.            Dalam negosiasi para pihak berupaya mencari penyelesaian yang dapat diterima dan memuaskan para pihak sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah tetapi diupayakan kedua belah pihak menang.
6.            Negosiasi dimungkinkan dapat digunakan untuk setiap tahp penyelesaian sengketa dalam setiap bentuknya, apakah negosiasi secara tertulis, lisan, bilateral, multilateral, dan lain – lain.

·               Pencarian Fakta
Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen untuk menyelidiki fakta-fakta yang menjadi sebab sengketa. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ditelitinya. Dengan adanya pencarian fakta-fakta demikian, diharapkan proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat segera diselesaikan.
Tujuan dari pencarian fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya ini adalah untuk :
1.            Untuk membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara;
2.            Untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional; dan
3.            Untuk memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional (Pasal 34 Piagam PBB).12 Misalnya saja pembentukan UNSCOM (United Nations Special Commission) yang dikirim ke wilayah Irak untuk memeriksa ada tidaknya senjata pemusnah massal.


·               Jasa Baik
Secara singkat, jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian dengan keikutsertaan dan jasa pihak ke-3 dalam suatu sengketa. Tujuan jasa baik ini adalah agar tetap terjamin adanya kontak langsung di antara para pihak. Tugas yang diembannya adalah mempertemukan para pihak yang berseng keta agar mereka mau berunding. Cara ini biasanya bermanfaat manakala para pihak tidak mempunyai hubungan diplomatik atau hubungan diplomatik mereka telah berakhir. Pihak ketiga ini bisa negara, orang perorangan, seperti mantan kepala negara, atau suatu organisasi, lembaga atau badan, misalnya Dewan Keamanan PBB.

·               Mediasi
Sama halnya dengan jasa-jasa baik, mediasi melibatkan pula keikutsertaan pihak ketiga yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Tujuannya adalah untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung di antara para pihak. Mediator bisa negara, individu, organisasi internasional, dll. Para mediator ini dapat bertindak alas inisiatifnya sendiri untuk menawarkan jasanya sebagai mediator. Atau, mediator dapat menerima tawaran untuk menjalankan fungsinya atas permintaan dari salah satu atau kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, kesepakatan atau konsensus dari para pihak untuk dapat berfungsinya mediator merupakan prasyarat utama.Dalam menjalankan fungsinya, mediator tidak tunduk kepada suatu aturan hukum acara tertentu. Ia bebas menentukan bagaimana proses penyelesaian sengketanya berlangsung.

·               Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratanpersyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak.


E.      Peran  PBB dalam Penyelesaian Sengketa Internasional
Dalam upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, PBB memiliki empat kelompok tindakan. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah sebagai berikut :

1.         Preventive Diplomacy
Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa di antara para pihak, mencegah meluaskan suatu sengketa atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB, Dewan Keamanan, Majelis Umum atau oleh organisasi-organisasi regional dengan bekerja sama dengan PBB. Misalnya adalah upaya yang dilakukan Sekjen PBB Kofi Anan dalam upayanya mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi sengketa terbuka mengenai keengganan Irak untuk mengijinkan UNSCOM memeriksa dugaan adanya senjata biologi atau pemusnah massal yang disembunyikan di wilayah Irak.

2.         Peace Making
Peace Making adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk sepakat, khususnya melalui cara-cara damai. Tujuan PBB dalam hal ini berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian. Diantara dua tugas ini terdapat kewajiban untuk mencoba membawa para pihak yang bersengketa agar tercapai kesepakatan dengan cara-cara damai.

3.         Peace Keeping
Peace Keeping adalah mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Bisanya PBB mengirimkan personil militer, polisi PBB dan juga personal sipil. Meskipun sifatnya militer, namun mereka bukan pasukan perang atau angkatan bersenjata (angkatan perang). Cara ini adalah suatu teknik yang ditempuh untuk mencegah konflik maupun untuk menciptakan perdamaian. Peace Keeping merupakan “penemuan” PBB. Sejak pertama kali dibentuk, peace keeping telah menciptakan stabilitas yang berarti di berbagai wilayah konflik.Sejak 1945 hingga 1992, PBB telah membentuk 26 kali operasi Peace Keeping. Sampai Januari 1992 tersebut, PBB telah menggelar 528.000 personil militer, polisi dan sipil. Mereka telah mengabdikan hidupnya di bawah bendera PBB. Sekitar 800 dari jumlah tersebut yang berasal dari 43 negara telah tewas dalam tugasnya.

4.         Peace Building
Peace Building adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur-struktur yang ada guna memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan berubah kembali menjadi konflik. Peace Building lahir setelah berlangsungnya konflik. Cara ini bisa berupa proyek-proyek kerja sama yang konkrit yang menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan di antara mereka. Hal demikian tidak saja menyumbang pembangunan, ekonomi dan sosial, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan yang merupakan syarat fundamental bagi perdamaian.

5.         Peace Enforcement
Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Maksud istilah ini adalah wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi ini, dengan mendasarkan pada pasal 41 Piagam (Bab VII), Dewan berwenang untuk memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik atau militer. Bab VII yang membawahi pasal 41 Piagam ini dikenal pula sebagai "gigi-nya PBB" ("the teeth of the United Nations"). Contoh penerapan sanksi ini misalnya saja putusan Dewan Keamanan tanggal 4 November 1977. Putusan ini mengenakan embargo senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab VII Piagam sehubungan dengan kebijakan negara tersebut yang menduduki Namibia

Organ-organ utama PBB berdasarkan Bab III (Pasal 7 ayat 1) Piagam PBB yakni Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat, Mahkamah Internasional, ECOSOC, dan Dewan Perwalian (Saat Ini Tidak Akfif). Organ-organ ini berperan penting dalam melaksanakan tujuan dan prinsip-prinsip PBB, terutama dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Untuk tujuan tersebut, organ-organ tersebut berperan dalam mengupayakan penyelesaian sengketa internasional secara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hokum internasional. Berikut adalah organ-organ PBB yang berperan agak lebih menonjol (aktif) dalam penyelesaian sengketa tersebut. Organ-organ yang akan diuraikan adalah Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat (i.e., Sekretaris-Jenderal), dan Mahkamah Internasional.

·          Dewan Keamanan
Dewan Keamanan (‘Dewan’) adalah salah satu dari enam organ utama PBB. Negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB (Pasal 24 Piagam).
Pasal 38 Piagam memberikan wewenang kepada Dewan dalam hal menangani sengketa. Berdasarkan pasal ini, jika semua pihak yang bersengketa menghendakinya, Dewan dapat membuat rekomendasi atau anjuran kepada para pihak dengan tujuan untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai.

a.         Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Secara Negosiasi.
(1)   Sengketa Iran – Uni Sovyet (1946).
Pada bulan Januari 1946, Iran mengadukan kepada Dewan bahwa kehadiran tentara Uni Sovyet di wilayahnya telah mengancam perdamaian. Dalam sengketa in Dewan berhasil membujuk kedua pihak untuk berunding dan meminta para pihak untuk melaporkan hasil
perundingan mereka kepada Dewan. Bulan Mei 1946, Iran melapor Dewan Keamanan bahwa Uni Sovyet telah menarik pasukannya dari Iran.

(2)   Sengketa Yunani – Turki (1976).
Sengketa kedua negara menyangkut status laut Aegea. Dewan dalam menanganinya mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan No 395 (1976). Resolusi ini menyerukan kedua pihak untuk bernegosiasi ('to resume direct negotiations over their difference'). Dewan menyerukan pula mereka untuk berusaha sebisa mungkin untuk mencapai penyelesaian sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah pihak ('to do everything within their power to ensure that this result in mutually acceptable solutions.').

(3)   Sengketa Lainnya
Contoh lain di mana Dewan Keamanan meminta para pihak untuk menyelesaikan secara negosiasi tampak pada sengketa perbatasan antara Yaman dan the Federation of South Africa (1966), situasi Sahara Barat (1975), sengketa penyanderaan warga Amerika Serikat
di Iran (1979), sengketa kepulauan Falklands (Malvinas) 1982, Sengketa Iran-Irak (1987), dll.


b.         Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Melalui Mediasi
(1)   Sengketa Timur Tengah (1967)
Sengketa Timur Tengah tahun 1967 merupakan contoh peran Dewan Keamanan dalam menghadapi sengketa atau situasi yang dapat mengakibatkan friksi-friksi internasional. Perannya di sini adalah pelaksanaan dari Bab VI Piagam. Dalam menghadapi sengketa Timur Tengah ini, Dewan mengeluarkan Resolusi No 242 (1967) yang berisi:
a.kerangka usulan penyelesaian; dan
b. meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk seorang perwakilan khusus (Special Representatives).

Perwakilan ini ditugaskan ke Timur Tengah guna menciptakan dan memelihara hubungan (kontak) dengan negara-negara yang bersengketa. Tujuan dari permintaan Dewan Keamanan ini adalah untuk mencapai kesepakatan dan membantu upaya-upaya pencapaian penyelesaian yang damai dan dapat diterima para pihak atas dasar prinsip-prinsip yang tertuang dalam resolusi.

c.          Dewan Keamanan Mengusulkan Penyelesaian Melalui Jasa-jasa Baik
(1).  Sengketa Republik Indonesia - Belanda (1947)
Pada tahun 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu badan yaitu Committee of Good Offices yang terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika Serikat. Badan ini bertugas mengembalikan upaya negosiasi mengenai kemerdekaan RI dan mengawasi pelaksanaan penghentian pertikaian senjata antara kedua negara. Beberapa sengketa berikut adalah contoh-contoh upaya Dewan Keamanan lainnya yang meminta Sekjen PBB untuk menggunakan jasa baiknya guna mencapai penyelesaian sengketa secara damai: Sengketa
perbatasan antara Yaman dan the Federation of South Arabia (1966), sengketa India  Pakistan (1971), sengketa di Siprus (1975), penyanderaan warga AS di Iran (1979), sengketa kepulauan Falklands (Malvinas) (1982). Dalam sengketa perbatasan Iran-Irak (1974), Dewan Keamanan mendukung usaha dan tawaran jasa baik Sekretaris Jenderal. Dewan juga menganjurkan Irak-Iran untuk bekerjasama dengan Sekjen sampai mencapai penyelesaian komprehensif, adil dan terhormat, serta dapat diterima oleh kedua belah pihak sesuai dengan prinsip-prinsip
Piagam PBB

d.         Dewan Keamanan Mengusulkan Pencarian Fakta/Penyelidikan
Dewan Keamanan telah pula menempuh upaya pencarian fakta dalam upayanya menyelesaikan sengketa (Pasal 43 Piagam) melalui suatu badan khusus. Biasanya tujuan pembentukan badan khusus ini adalah untuk menyelidiki bukti-bukti di tempat kejadian mengenai insiden atau sengketa yang ditangani Dewan.
Pada tahun 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu Consular Commission dan kemudian membentuk suatu Committee of Good Offices. Komisi ini bertugas menyelidiki sengketa antara Indonesia dan Belanda. Dalam sengketa India - Pakistan mengenai Kashmir, Dewan membentuk Komisi PBB yang terdiri dari 5 orang untuk menyelidiki sengketa tersebut dan kemudian menunjuk seorang perwakilan PBB (United Nations Representative) untuk membantu kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan.
Ketika Lebanon mengadukan campur tangan United Arab Republic dalam masalah dalam negerinya pada tahun 1958, Dewan mengirim peninjau ke Lebanon dan melaporkan hasilnya kepada Dewan. Pada tahun 1959 Dewan membentuk suatu sub-committee untuk menyelidiki tuduhan oleh Laos mengenai intervensi pemerintah Vietnam Utara dan bantuannya kepada kaum pemberontak di Laos.26 Pada tahun 1947 Dewan membentuk the Commission of Investigation untuk mencari fakta dan menyelidiki sengketa perbatasan Yunani - Turki (1947).
Di samping upaya-upaya penyelesaian sengketa di atas, Dewan Keamanan berperan pula dalam menghentikan suatu pertikaian. Dalam menghadapi peperangan, biasanya Dewan Keamanan akan bersidang, membuat keputusan dan menyerukan penghentian perang dengan segera. Dewan telah mengeluarkan seruan-seruan seperti ini antara lain dalam perang di Timur Tengah (1948, 1956, 1967, 1968, 1969, 1970.,1973, 1978, 1981, 1982, 1983), perang Pakistan - India (1948, 1971), perang di Siprus (1964, 1974), perang Inggris – Argentina mengenai kepulauan Falkland (1982), perang Iran-Irak (1980, 1982,
1983, 1986, dan 1987), dll.


e.          Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah Internasional
        Dewan Keamanan dalam melaksanakan fungsinya berdasarkan pasal 33 ayat (2) berwenang mengusulkan para pihak untuk menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada Mahkamah Internasional. Namun dalam prakteknya, upaya ini sangat jarang dilakukan. Selama ini baru dua kali saja Dewan mengusulkan cara ini, yaitu pada sengketa Inggris - Albania mengenai insiden Selat Corfu dan sengketa Laut.
        Pada tahun 1947, Inggris menyerahkan sengketanya dengan Albania kepada Dewan Keamanan. Sengketa ini berkaitan dengan rusaknya kapal-kapal perang Inggris berikut terlukanya beberapa awak kapal Inggris oleh ranjau-ranjau laut di terusan Corfu (the Corfu Channel) di bulan Oktober 1946. Inggris mengklaim bahwa Albania bertanggung jawab atas insiden tersebut. Albania menolak keras tuduhan dan sebaliknya menuduh Inggris telah melanggar perairan teritorialnya. Atas rekomendasi Dewan Keamanan, para pihak membawa sengketanya kepada Mahkamah Internasional.

f.           Dewan Keamanan Membentuk Pasukan Perdamaian PBB
Dalam upayanya memastikan agar penghentian peperangan tersebut tidak kembali pecah, Dewan Keamanan membentuk misi peninjau atau pengamat (observer mission) dan tentara pemeliharaan perdamaian PBB (peace keeping forces). Tugas mereka didasarkan pada perintah dan tugas Dewan. Mereka bertugas mengamati dan melaporkan adanya pelanggaran terhadap kesepakatan penghentian peperangan. Mereka biasanya membangun suatu buffer zone (zona penyangga).
Contoh seperti ini misalnya adalah pembentukan the United Nations Truce Supervision Organziation (UNTSO) di Palestina (1948) dan the United Nations Military Observer Group in India and Pakistan (UNMOGIP) (1949).
UNTSO bertugas mengawasi perbatasan Arab-Israel dan berupaya menyelesaikan insiden-insiden yang terjadi di sekitar perbatasan. Badan ini berupaya pula mengakhiri sengketa melalui seruan kepada kedua pihak untuk bernegosiasi.
Pada tanggal 4 Maret 1964, Dewan Keamanan memutuskan untuk membentuk the United Nations Force in Cyprus (UNFICYP) sebagai jawaban atas permintaan pemerintah Siprus mengenai semakin intensifnya sengketa di pulau tersebut. Tugas UNFICYP adalah mencegah peperangan dan berupaya memelihara ketertiban dan hukum.  
Badan lainnya yang dibentuk Dewan Keamanan misalnya adalah the United Nations Emergency Force untuk sengketa di Timur Tengah (1973), the United Nations Disengagement Observer Force (UNDOF) untuk sengketa antara Israel dan Syria (1974) dengan 1.300 personil tentara dari 4 negara; the United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) pada tanggal 19 Maret 1978 terdiri dari 7,000 personal dari 10 negara, dll.
 Operasi pemeliharaan perdamaian PBB ini (the United Nations Peace-Keeping Operations) telah terbukti berhasil dalam memelihara perdamaian setelah berlangsungnya konfrontasi bersenjata antara negara atau sengketa di dalam negara. keberhasilan keikutsertaan PBB dalam suatu sengketa mendorong cukup banyak negara untuk meminta PBB untuk mengirimkan pengamat dan pasukan pemeliharaan perdamaian PBB dalam berbagai sengketa.

g.            Dewan Keamanan Mengusulkan Upaya atau Prosedur Damai
Dewan Keamanan dapat pula menyelidiki setiap sengketa yang dapat menimbulkan friksi-friksi internasional. Berdasarkan pasal 36, Dewan Keamanan dapat mengajukan upaya-upaya atau prosedur-prosedur yang diperlukan untuk penyelesaian demikian itu.

h.            Dewan Keamanan Menjatuhkan Sanksi
Pasal 37 mensyaratkan para pihak yang bersengketa untuk menyerahkan sengketanya kepada Dewan Keamanan manakala penyelesaian melalui cara-cara yang terdapat dalam pasal 33 ternyata tidak mungkin terwujud.
 Dewan dapat pula menjatuhkan sanksi kepada suatu Negara dengan tujuan agar Negara tersebut menghentikan perbuatannya (yang diduga keras melanggar hukum internasional). Salah satu contoh adalah invasi Irak atas Kuwait pada tahun 1990. Pada tanggal 2 Agustus 1990, Irak menginvasi dan menjadikan Kuwait sebagai propinsinya yang ke 17. Dewan Keamanan segera mengecam aksi tersebut sebagai suatu tindakan pelanggaran perdamaian dan keamanan internasional.
Dewan Keamanan mensyaratkan Irak untuk menarik diri sesegera mungkin dan tanpa syarat dari wilayah Kuwait. Irak tidak mau menaati persyaratan tersebut. Dewan Keamanan kemudian mengeluarkan lebih dari 30 resolusi. Salah satunya adalah Dewan Keamanan menjatuhkan sanksi berupa embargo perdagangan dan senjata atas Irak. Untuk itu Dewan membentuk suatu komisi guna mengawasi pelaksanaan sanksi.

·             Majelis Umum
Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan sarandan rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam (Pasal 9 - 14 Piagam).
Pasal terpenting adalah pasal 10. Pasal ini menyatakan bahwa Majelis dapat membicarakan segala persoalan yang termasuk ke dalam ruang lingkup Piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi sesuatu badan seperti yang terdapat dalam Piagam. Dan dengan tunduk pada pasal 12, Majelis dapat mengajukan rekomendasi kepada anggota PBB atau Dewan Keamanan atau kepada kedua badan tersebut mengenai masalah atau persoalan.  
Termasuk di dalam wewenang Majelis Umum tersebut adalah menyelesaikan sengketa, kecuali sengketa yang secara esensial menjadi urusan dalam negeri suatu negara (Pasal 2 ayat 7).
.
Kewenangan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa mencakup:
1.            Membahas setiap masalah atau urusan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam atau yang berkaitan dengan kekuasaan atau fungsi dari organ-organ yang terdapat dalam Piagam, termasuk masalahmasalah yang terkait dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional yang dibawa ke hadapannya oleh Negara anggota atau Dewan Keamanan dan dapat membuat rekomendasi mengenai masalah atau urusan tersebut (Pasal 10, pasal 11 ayat 2);
2.            Mengangkat sesuatu situasi yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional ke hadapan Dewan Keamanan (Pasal 11 ayat 3);
3.            Mempertimbangkan prinsip-prinsip umum mengenai kerja sama dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan membuat rekomendasi guna mendorong perkembangan progresif hokum internasional dan pengkodifikasiannya (Pasal 13);
4.            Memberikan rekomendasi mengenai upaya-upaya untuk penyelesaian sengketa setiap situasi yang tampaknya dapat membahayakan kesejahteraan umum atau hubungan-hubungan bersahabat antar negara (Pasal 14).

·             Sekretaris Jenderal
Upaya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB dalam penyelesaian sengketa termuat dalam dua pasal penting, yaitu pasal 98 dan 99 Piagam PBB. Pasal 98 merupakan fungsi Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), dan Dewan Perwalian yang didelegasikan kepada Sekjen.
Pemberian wewenang ini merupakan praktek umum. Tidak jarang pula Sekjen mendapat tugas politik tertentu untuk menyelesaikan suatu sengketa. Misalnya pada tanggal 26 Mei 1982, Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 505 yang meminta Sekjen PBB, pada waktu itu Javier Perez de Cuéllar, untuk menggunakan jasa baiknya untuk menyelesaikan sengketa kepulauan Falklands (Argentina/Inggris).
Contoh lainnya adalah pada tahun 1954 ketika Majelis Umum menugaskan Sekjen PBB, pada waktu itu Dag Hammersjold, untuk membebaskan 11 sandera (penerbang) dan beberapa anggota PBB yang ditahan oleh pemerintah Cina. Atas upaya baik dan kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal yang melaksanakan fungsi dan tujuan PBB, akhirnya pemerintah Cina membebaskan sandera tersebut.
Dalam prakteknya, fungsi jasa baik ini semakin meningkat. Fungsi ini dilakukan baik atas undangan para pihak, bekerja sama dengan badan atau organisasi lain, atau kadang kala Sekjen menunjuk seorang wakil khusus Sekjen (Special Representative) untuk membantu mencari penyelesaian sengketa atas masalahtertentu.
Pasal 99 Piagam memberi kekuasaan kepada Sekjen untuk membawa kepada Dewan Keamanan sengketa-sengketa yang menurut pendapatnya dapat mengancam perdamaian dan keamanan interansional. Sekjen telah memainkan peran cukup penting dalam menyelesaikan berbagai sengketa internasional. Peran yang menonjol adalah fungsinya sebagai jasa baik terhadap para pihak yang bersengketa.

Uraian berikut adalah beberapa contoh peran Sekjen dalam melaksanankan jasa baik tersebut:
a.  Sengketa Cyprus (1980)
     Pada tahun 1980 dalam sengketa Cyprus ini Sekjen telah berhasil mencegah pertumpahan darah berkelanjutan dari perang yang telah berlangsung lebih dari 20 tahun antara etnis Turki dan Yunani di Siprus. Sekjen telah mengupayakan agar para pihak yang bersengketa untuk bernegosiasi secara langsung untuk penyelesaian sengketa mereka dengan cara membentuk suatu struktur pemerintahan konfederasi yang diterima para pihak.

b. Sengketa Afganistan (1980-an)
Sengketa ini melibatkan tiga negara yaitu Afganistan, Uni Sovyet dan Pakistan. Dalam upaya penyelesaian sengketa ini Sekjen menunjuk dan mengutus wakilnya Jenderal Diego Cordovex. Cordovez berupaya mengadakan negosiasi di antara para pihak yang bersengketa. Negosiasi yang dinilai berhasil ini telah memulangkan tentara-tentara Uni Sovyet dari Afganistan. Dalam kasus Afganistan ini, sebagaimana juga dalam kasus Siprus, jasa-jasa baik yang dilaksanakan oleh Sekjen PBB tidak hanya mengupayakan dialog di antara para pihak, tetapi juga memberikan usulan-usulan untuk mencapai kesepakatan.

c. Sengketa Irak - Amerika Serikat (1998)
Sengketa kedua negara disebabkan kekeras-hatian pemerintah Irak untuk melarang peninjau PBB (UNSCOM) memeriksa ada tidaknya senjata pemusnah massal dan bilogi di wilayah Irak. Ancaman militer AS telah sempat mengkhawatirkan negara-negara di dunia
tentang kemungkinan pecahnya perang terbuka di Timur Tengah. Namun berkat inisiatif dan jasa baik Sekjen PBB Kofi Anan akhirnya tercapai kesepakatan baru yaitu kesediaan membuka dan mengijinkan wilayah-wilayahnya dikunjungi dan diperiksa oleh tim pengawas PBB. Dalam upayanya menyelesaikan sengketa ini, Kofi Anan menunjukkan bahwa masyarakat internasioal nyaris selalu bias berhasil apabila seluruh dunia bekerja sama untuk
menyelesaikannya. Sekjen memberi contoh sumbangan dan kerja sama yang diberikan berbagai negara sehingga upaya diplomatiknya membawa sukses besar dalam menyelesaikan sengketa Irak - UNSCOM.

 Beberapa negara yang dimaksud misalnya adalah:
1) Amerika Serikat dan Inggris. Kedua negara menunjukkan keteguhannya dan mempersiapkan kekuatan militer;
2) Presiden Uni Sovyet Boris Yeltsin dan Menteri Luar Negeri Yevgeny Primakov yang telah mengirim utusannya selama satu bulan di Baghdad untuk mencari penyelesaian politik.
3) Presiden Perancis Chirac mengirim seorang utusan untuk bertemu dan bekerja sama dengan pemimpin Irak guna mencari penyelesaian diplomatik. Presiden Chirac telah pula meminjamkan pesawatnya kepada Kofi Anan untuk mempermudah transportasi;
4) Negara-negara lain seperti Qatar dan Kanada juga menawarkan transportasi kepada Sekjen untuk mempermudah misinya. Presiden Mesir Mubarak, Raja Husein dari Jordania dan lain-lain, termasuk Paus Johannes Paulus II dari Vatican juga mendukung upaya
diplomatik Kofi Annan.


·                    Mahkamah Internasional

            Dalam proses penyelesaian sengketa Mahkamah Internasional bersifat pasif artinya hanya akan bereaksi dan mengambil tindakan-tindakan bila ada pihak-pihak berperkara mengajukan ke Mahkamah Internasional. Dengan kata lain Mahkamah Internasional tidak dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memulai suatu perkara.
Dalam mengajukan perkara terdapat 2 tugas mahkamah yaitu menerima perkara yang bersifat kewenangan memberi nasihat (advisory opinion) dan menerima perkara yang wewenangnya untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh negara-negara (contensious case).
Sebenarnya hanya negara sebagai pihak yang boleh mengajukan perkara kepada Mahkamah Internasional. Karena itu perseorangan, badan hukum, serta organisasi internasional tidak dapat menjadi pihak untuk berperkara ke Mahkamah internasional.
Dalam upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah Internasional bukanlah merupakan kewajiban negara namun hanya bersifat fakultatif. Artinya negara dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui berbagai cara lain seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang dilakukan secara damai. Dengan demikian penyelesaian perkara yang diajukan ke Mahkamah Internasional bersifat pilihan dan atas dasar sukarela bagi pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 (1) Piagam PBB.
Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan organ utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui Mahkamah Internasional.
Sebagai contoh dalam perkara Kepulauan Malvinas tahun 1955 dimana Inggris menggugat Argentina dan Chili ke Mahkamah Internasional namun Chili dan Argentina menolak kewenangan Mahkamah Internasional untuk memeriksa perkara ini. 
Perlu dicatat bahwa para hakim yang duduk di Mahkamah Internasional tidak mewakili negaranya , namun dipilih dan diangkat berdasarkan persyaratan yang bersifat individual seperti keahliannya dalam ilmu hukum, kejujuran serta memiliki moral yang baik. Penunjukan para hakim ini diusulkan dan dicalonkan oleh negara-negara ke Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB.

Pengajuan perkara ke Mahkamah Internasional dapat menggunakan 2 cara yaitu :
1. Bila pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus (special agreement) maka perkara dapat dimasukkan dengan pemberitahuan melalui panitera Mahkamah.
2. Perkara dapat diajukan secara sepihak (dalam hal tidak adanya perjanjian/persetujuan tertulis).
http://sugipratiwi.blogspot.co.id/2011/12/pbb-dan-penyelesaian-sengketa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.