PBB DAN PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
A. Sejarah PBB
PBB
adalah suatu sebutan yang diciptakan oleh mendiang Presiden Franklin
D.Resolvelt. Sebutan pertama kali digunakan dalam pernyataan PBB pada
tanggal 1 Januari 1942, yakni ketika wakil-wakil dari dua puluh enam
bangsa-bangsa mengemukakan jaminan pemerintah-pemerintah mereka untuk
meneruskan peperangan bersama melawan Poros.
Persatuan
Bangsa-bangsa menurut catatan sejarah secara resmi didirikan sebagai
pengganti Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Oktober 1945. Para wakil
dari negara-negara Sekutu pada Perang Dunia Kedua, yaitu AS, Soviet,
Inggris, dan Perancis, dalam perundingan-perundingan selama perang
tersebut telah memulai persiapan pendirian PBB ini. Akhirnya, dalam
konferensi di San Fransisko, Amerika, para wakil dari 50 negara-negara
dunia menandatangani piagam pembentukan PBB. Tujuan utama didirikannya
PBB, seperti yang disinggung dalam piagam PBB, adalah untuk menjaga
perdamaian di dunia, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa,
memupuk kerjasama internasional untuk menyelesaikan berbagai masalah
ekonomi, sosial, dan budaya, serta mengembangkan penghormatan atas Hak
Asasi Manusia dan kebebasan.
Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut dipuji. Namun, adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis dan China, telah membuat kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB, selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut, khususnya AS. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi forum seluruh anggota PBB justeru tidak memiliki kekuatan yang berarti dibanding dengan Dewan Keamanan. Ketidakadilan inilah yang telah menghambat keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes dari banyak negara anggotanya.
Piagam PBB adalah konstitusi PBB. Ia ditanda tangani di San Francisco pada tanggal 26 Juni 1945 oleh kelima puluh anggota asli PBB. Piagam ini mulai berlaku pada 24 Oktober 1945 setelah ditandatangani oleh lima anggota pendirinya-Republik China (Taiwan), Perancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat -dan mayoritas penanda tangan lainnya. Sebagai sebuah Piagam ia adalah sebuah perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Selain itu, Piagam tersebut juga secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya. Ia diratifikasi oleh AS pada 8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung dengan PBB. Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara yang bergabung menjadi anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan kemerdekaannya masing-masing dan diakui kedaulatannya secara internasional, kecuali Vatikan.
Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut dipuji. Namun, adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis dan China, telah membuat kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB, selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut, khususnya AS. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi forum seluruh anggota PBB justeru tidak memiliki kekuatan yang berarti dibanding dengan Dewan Keamanan. Ketidakadilan inilah yang telah menghambat keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes dari banyak negara anggotanya.
Piagam PBB adalah konstitusi PBB. Ia ditanda tangani di San Francisco pada tanggal 26 Juni 1945 oleh kelima puluh anggota asli PBB. Piagam ini mulai berlaku pada 24 Oktober 1945 setelah ditandatangani oleh lima anggota pendirinya-Republik China (Taiwan), Perancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat -dan mayoritas penanda tangan lainnya. Sebagai sebuah Piagam ia adalah sebuah perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Selain itu, Piagam tersebut juga secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya. Ia diratifikasi oleh AS pada 8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung dengan PBB. Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara yang bergabung menjadi anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan kemerdekaannya masing-masing dan diakui kedaulatannya secara internasional, kecuali Vatikan.
B. Tujuan dan Asas PBB
Tujuan PBB :
• Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
• Mengembangkan
hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaan
derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan dalam
negeri negara lain.
• Mengembangkan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.
• Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya peperangan.
• Memajukan
dan menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau kemerdekaan
fundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan
agama.
• Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonis untuk mencapai tujuan PBB.
Asas PBB :
• Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota.
• Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota.
• Penyelesaian sengketa dengan cara damai.
• Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB.
• PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.
• Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota.
• Penyelesaian sengketa dengan cara damai.
• Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB.
• PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.
C. Sengketa Hukum dan Sengketa Politik
Dalam
studi hukum internasional publik, dikenal dua macam sengketa
internasional, yaitu sengketa hukum dan sengketa politik. Sebetulnya
tidak ada kriteria yang jelas dan diterima secara umum mengenai
pengertian kedua istilah tersebut. Namun ada tiga doktrin penting yang
berkembang dalam hukum internasional.
1. Pendapat Friedman
Pendapat
pertama adalah pendapat yang dikemukakan oleh golongan sarjana hukum
internasional Amerika Serikat dengan pemukanya Professor Wolfgang
Friedmann. Menurut beliau, meskipun sulit untuk membedakan kedua
pengertian tersebut, namun pembedaannya dapat tampak pada konsepsi
sengketanya. Konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal berikut.
a) Sengketa
hukum adalah perselisihan-perselisihan antara negara yang mampu
diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan
aturan-aturan hukum yang ada atau yang sudah pasti;
b) Sengketa
hukum adalah sengketa-sengketa yang sifatnya mempengaruhi kepentingan
vital negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau
kepentingan-kepentingan penting lainnya dari suatu negara;
c) Sengketa
hukum adalah sengketa dimana penerapan hokum internasional yang ada
cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan
antara negara dengan perkembangan progresif hubungan-hubungan
internasional;
d) Sengketa
hukum adalah sengketa-sengketa yang berkaitan dengan persengketaan
hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu
perubahan atas suatu hukum yang telah ada.
2. Pendapat Waldock
Pendapat
kedua dikemukakan oleh para sarjana dan ahli hukum internasional dari
Inggris yang membentuk suatu kelompok studi mengenai penyelesaian
sengketa tahun 1963. Kelompok studi ini yang diketuai oleh Sir Humprey
Waldock menerbitkan laporannya yang
sampai sekarang masih dipakai sebagai sumber penting untuk studi tentang penyelesaian sengketa internasional.
Menurut
kelompok studi ini penentuan suatu sengketa sebagai suatu sengketa
hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang
bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa
hukum, maka sengketa tersebut adalah
sengketa
hukum. Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak
membutuhkan patokan-patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum
internasional, misalnya soal perlucutan senjata, maka sengketa tersebut
adalah sengketa politik.
3. Pendapat Jalan Tengah ( Oppeinheim-Kelsen)
Pendapat
ketiga adalah golongan yang penulis sebut sebagai pendapat jalan
tengah. Mereka adalah sekelompok sarjana yang merupakan gabungan sarjana
Eropa (seperti de Visscher, Geamanu, Oppenheim) dan Amerika Serikat
(seperti Hans Kelsen).
Menurut
Oppenheim dan Kelsen, pembedaan antara sengketa politis dan hukum tidak
ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria obyektif yang
mendasarinya. Menurut mereka setiap sengketa memiliki aspek-aspek
politis dan hukumnya. Sengketa-sengketa tersebut biasanya terkait antar
negara yang berdaulat. Sengketa-sengketa yang dianggap sebagai sengketa
hukum mungkin saja tersangkut di dalamnya kepentingan poliitis yang
tinggi dari negara-negara yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya.
Sengketa-sengketa yang dianggap memiliki sifat politis, mungkin saja di
dalamnya sebenarnya penerapan prinsip-prinsip atau aturan-aturan hukum
internasional dimungkinkan.
D. Penyelesaian Sengketa Internasional
Seperti
termuat dalam Pasal 1 Piagam PBB, tujuan utama PBB adalah menciptakan
perdamaian dan keamanan internasional. PBB juga mendorong agar
sengketa-sengketa diselesaikan melalui cara-cara penyelesaian secara
damai.
Cara – Cara damai tersebut adalah :
· Negosiasi
· Pencarian Fakta
· Jasa - jasa Baik
· Mediasi
· Konsiliasi
· Arbitrase
· Pengadilan Internasional
Cara – cara penyelesaian diatas dapat dikelompokkan lagi kedalam dua bagian, yaitu :
1. Cara – Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Hukum
· Arbitrase
Arbitrase
adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang
netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan
arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan
dalam menyelesaikan sengketasengketa internasional.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan
pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu
sengketa yang telah lahir; atau melalui pembuatan suatu klausul
arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire). Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter (Indonesia).
Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak.
Biasanya arbitrator yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai
pokok sengketa serta disyaratkan netral. Ia tidak selalu harus ahli
hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-bidang lainnya. Ia bisa insinyur,
pimpinan perusahaan (manajer), ahli asuransi, ahli perbankan, dll.
Setelah arbitrator ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of reference atau
'aturan permainan' (hukum acara) yang menjadi patokan kerja mereka.
Biasanya dokumen ini memuat pokok masalah yang akan diselesaikan,
kewenangan jurisdiks arbitrator dan aturan-aturan (acara) sidang
arbitrase sudah tentu muatan terms of reference tersebut harus disepakati oleh para pihak.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin
meningkat. Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani
kuno. Namun penggunaannya dalam arti modern dikenal pada waktu
dikeluarkannya the Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1989 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu Permanent Court of Arbitration.
· Pengadilan Internasional
Metode
yang memungkinkan untuk menyelesaikan sengketa selain cara-cara
tersebut di atas adalah melalui pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya
ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak
berhasil.
Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Sebagai contoh pengadilan internasional permanen adalah Mahkamah Internasional (the International Court of Justice).
Kedua adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Dibandingkan dengan pengadilan permanen, pengadilan ad hoc atau
khusus ini lebih populer, terutama dalam kerangka suatu organisasi
ekonomi internasional. Badan pengadilan ini berfungsi cukup penting
dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dari
perjanjian-perjanjian ekonomi internasional.
2. Cara – Cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Diplomatik
· Negosiasi
Negosiasi
atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa yang paling penting
dan banyak ditempuh serta efektif dalam menyelesaikan sengketa
internasional.2 Praktek negara-negara menunjukkan bahwa mereka lebih
cenderung untuk menggunakan sarana negosiasi sebagai langkah awal untuk
menyelesaikan sengketanya.
Segi positif dari negosiasi ini adalah:
1. Para pihak sendiri yang melakukan perundingan (negosiasi) secara langsung dengan pihak lainnya;
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana penyelesaian secara negosiasi ini dilakukan menurut kesepakatan mereka;
3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya;
4. Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan-tekanan politik di dalam negeri;
5. Dalam
negosiasi para pihak berupaya mencari penyelesaian yang dapat diterima
dan memuaskan para pihak sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah
tetapi diupayakan kedua belah pihak menang.
6. Negosiasi
dimungkinkan dapat digunakan untuk setiap tahp penyelesaian sengketa
dalam setiap bentuknya, apakah negosiasi secara tertulis, lisan,
bilateral, multilateral, dan lain – lain.
· Pencarian Fakta
Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen untuk menyelidiki fakta-fakta yang menjadi sebab sengketa. Tujuan
utamanya adalah untuk memberikan laporan kepada para pihak mengenai
fakta yang ditelitinya. Dengan adanya pencarian fakta-fakta demikian,
diharapkan proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat
segera diselesaikan.
Tujuan dari pencarian fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya ini adalah untuk :
1. Untuk membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara;
2. Untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional; dan
3. Untuk
memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional
(Pasal 34 Piagam PBB).12 Misalnya saja pembentukan UNSCOM (United Nations Special Commission) yang dikirim ke wilayah Irak untuk memeriksa ada tidaknya senjata pemusnah massal.
· Jasa Baik
Secara
singkat, jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian dengan keikutsertaan
dan jasa pihak ke-3 dalam suatu sengketa. Tujuan jasa baik ini adalah
agar tetap terjamin adanya kontak langsung di antara para pihak. Tugas
yang diembannya adalah mempertemukan para pihak yang berseng keta agar
mereka mau berunding. Cara ini biasanya bermanfaat manakala para pihak
tidak mempunyai hubungan diplomatik atau hubungan diplomatik mereka
telah berakhir. Pihak ketiga ini bisa negara, orang perorangan, seperti
mantan kepala negara, atau suatu organisasi, lembaga atau badan,
misalnya Dewan Keamanan PBB.
· Mediasi
Sama
halnya dengan jasa-jasa baik, mediasi melibatkan pula keikutsertaan
pihak ketiga yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Tujuannya
adalah untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung di
antara para pihak. Mediator bisa negara, individu, organisasi
internasional, dll. Para mediator ini dapat bertindak alas inisiatifnya
sendiri untuk menawarkan jasanya sebagai mediator. Atau, mediator dapat
menerima tawaran untuk menjalankan fungsinya atas permintaan dari salah
satu atau kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, kesepakatan atau
konsensus dari para pihak untuk dapat berfungsinya mediator merupakan
prasyarat utama.Dalam menjalankan fungsinya, mediator tidak tunduk
kepada suatu aturan hukum acara tertentu. Ia bebas menentukan bagaimana
proses penyelesaian sengketanya berlangsung.
· Konsiliasi
Konsiliasi
adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding
mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak
ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak.
Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc
(sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratanpersyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun putusannya tidaklah
mengikat para pihak.
E. Peran PBB dalam Penyelesaian Sengketa Internasional
Dalam
upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, PBB
memiliki empat kelompok tindakan. Keempat kelompok tindakan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Preventive Diplomacy
Preventive Diplomacy adalah
suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa di antara para
pihak, mencegah meluaskan suatu sengketa atau membatasi perluasan suatu
sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB, Dewan Keamanan,
Majelis Umum atau oleh organisasi-organisasi regional dengan bekerja
sama dengan PBB. Misalnya adalah upaya yang dilakukan Sekjen PBB Kofi
Anan dalam upayanya mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi
sengketa terbuka mengenai keengganan Irak untuk mengijinkan UNSCOM
memeriksa dugaan adanya senjata biologi atau pemusnah massal yang
disembunyikan di wilayah Irak.
2. Peace Making
Peace Making adalah
tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk sepakat,
khususnya melalui cara-cara damai. Tujuan PBB dalam hal ini berada di
antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian. Diantara dua tugas
ini terdapat kewajiban untuk mencoba membawa para pihak yang
bersengketa agar tercapai kesepakatan dengan cara-cara damai.
3. Peace Keeping
Peace Keeping adalah
mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan
kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Bisanya PBB mengirimkan
personil militer, polisi PBB dan juga personal sipil. Meskipun sifatnya
militer, namun mereka bukan pasukan perang atau angkatan bersenjata
(angkatan perang). Cara ini adalah suatu teknik yang ditempuh untuk
mencegah konflik maupun untuk menciptakan perdamaian. Peace Keeping merupakan
“penemuan” PBB. Sejak pertama kali dibentuk, peace keeping telah
menciptakan stabilitas yang berarti di berbagai wilayah konflik.Sejak
1945 hingga 1992, PBB telah membentuk 26 kali operasi Peace Keeping.
Sampai Januari 1992 tersebut, PBB telah menggelar 528.000 personil
militer, polisi dan sipil. Mereka telah mengabdikan hidupnya di bawah
bendera PBB. Sekitar 800 dari jumlah tersebut yang berasal dari 43
negara telah tewas dalam tugasnya.
4. Peace Building
Peace Building adalah
tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur-struktur yang
ada guna memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah
didamaikan berubah kembali menjadi konflik. Peace Building lahir
setelah berlangsungnya konflik. Cara ini bisa berupa proyek-proyek kerja
sama yang konkrit yang menghubungkan dua atau lebih negara yang
menguntungkan di antara mereka. Hal demikian tidak saja menyumbang
pembangunan, ekonomi dan sosial, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan
yang merupakan syarat fundamental bagi perdamaian.
5. Peace Enforcement
Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Maksud
istilah ini adalah wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk
menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap
perdamaian atau adanya suatu tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi
ini, dengan mendasarkan pada pasal 41 Piagam (Bab VII), Dewan berwenang
untuk memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik atau militer. Bab VII
yang membawahi pasal 41 Piagam ini dikenal pula sebagai "gigi-nya PBB"
("the teeth of the United Nations"). Contoh penerapan sanksi ini
misalnya saja putusan Dewan Keamanan tanggal 4 November 1977. Putusan
ini mengenakan embargo senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab
VII Piagam sehubungan dengan kebijakan negara tersebut yang menduduki
Namibia
Organ-organ utama PBB berdasarkan Bab III (Pasal 7 ayat 1) Piagam PBB yakni Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat, Mahkamah Internasional, ECOSOC, dan Dewan Perwalian (Saat Ini Tidak Akfif). Organ-organ
ini berperan penting dalam melaksanakan tujuan dan prinsip-prinsip PBB,
terutama dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Untuk
tujuan tersebut, organ-organ tersebut berperan dalam mengupayakan
penyelesaian sengketa internasional secara damai, sesuai dengan
prinsip-prinsip keadilan dan hokum internasional. Berikut adalah
organ-organ PBB yang berperan agak lebih menonjol (aktif) dalam
penyelesaian sengketa tersebut. Organ-organ yang akan diuraikan adalah
Dewan Keamanan, Majelis Umum, Sekretariat (i.e., Sekretaris-Jenderal),
dan Mahkamah Internasional.
· Dewan Keamanan
Dewan
Keamanan (‘Dewan’) adalah salah satu dari enam organ utama PBB.
Negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggung jawab utama kepada
Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai
dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB (Pasal 24 Piagam).
Pasal
38 Piagam memberikan wewenang kepada Dewan dalam hal menangani
sengketa. Berdasarkan pasal ini, jika semua pihak yang bersengketa
menghendakinya, Dewan dapat membuat rekomendasi atau anjuran kepada para
pihak dengan tujuan untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai.
a. Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Secara Negosiasi.
(1) Sengketa Iran – Uni Sovyet (1946).
Pada
bulan Januari 1946, Iran mengadukan kepada Dewan bahwa kehadiran
tentara Uni Sovyet di wilayahnya telah mengancam perdamaian. Dalam
sengketa in Dewan berhasil membujuk kedua pihak untuk berunding dan
meminta para pihak untuk melaporkan hasil
perundingan
mereka kepada Dewan. Bulan Mei 1946, Iran melapor Dewan Keamanan bahwa
Uni Sovyet telah menarik pasukannya dari Iran.
(2) Sengketa Yunani – Turki (1976).
Sengketa
kedua negara menyangkut status laut Aegea. Dewan dalam menanganinya
mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan No 395 (1976). Resolusi ini
menyerukan kedua pihak untuk bernegosiasi ('to resume direct negotiations over their difference').
Dewan menyerukan pula mereka untuk berusaha sebisa mungkin untuk
mencapai penyelesaian sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah
pihak ('to do everything within their power to ensure that this result in mutually acceptable solutions.').
(3) Sengketa Lainnya
Contoh
lain di mana Dewan Keamanan meminta para pihak untuk menyelesaikan
secara negosiasi tampak pada sengketa perbatasan antara Yaman dan the Federation of South Africa (1966), situasi Sahara Barat (1975), sengketa penyanderaan warga Amerika Serikat
di Iran (1979), sengketa kepulauan Falklands (Malvinas) 1982, Sengketa Iran-Irak (1987), dll.
b. Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Melalui Mediasi
(1) Sengketa Timur Tengah (1967)
Sengketa
Timur Tengah tahun 1967 merupakan contoh peran Dewan Keamanan dalam
menghadapi sengketa atau situasi yang dapat mengakibatkan friksi-friksi
internasional. Perannya di sini adalah pelaksanaan dari Bab VI Piagam.
Dalam menghadapi sengketa Timur Tengah ini, Dewan mengeluarkan Resolusi
No 242 (1967) yang berisi:
a.kerangka usulan penyelesaian; dan
b. meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk seorang perwakilan khusus (Special Representatives).
Perwakilan
ini ditugaskan ke Timur Tengah guna menciptakan dan memelihara hubungan
(kontak) dengan negara-negara yang bersengketa. Tujuan dari permintaan
Dewan Keamanan ini adalah untuk mencapai kesepakatan dan membantu
upaya-upaya pencapaian penyelesaian yang damai dan dapat diterima para
pihak atas dasar prinsip-prinsip yang tertuang dalam resolusi.
c. Dewan Keamanan Mengusulkan Penyelesaian Melalui Jasa-jasa Baik
(1). Sengketa Republik Indonesia - Belanda (1947)
Pada tahun 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu badan yaitu Committee of Good Offices yang
terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika Serikat. Badan ini bertugas
mengembalikan upaya negosiasi mengenai kemerdekaan RI dan mengawasi
pelaksanaan penghentian pertikaian senjata antara kedua negara. Beberapa
sengketa berikut adalah contoh-contoh upaya Dewan Keamanan lainnya yang
meminta Sekjen PBB untuk menggunakan jasa baiknya guna mencapai
penyelesaian sengketa secara damai: Sengketa
perbatasan antara Yaman dan the Federation of South Arabia (1966),
sengketa India Pakistan (1971), sengketa di Siprus (1975),
penyanderaan warga AS di Iran (1979), sengketa kepulauan Falklands
(Malvinas) (1982). Dalam sengketa perbatasan Iran-Irak (1974), Dewan
Keamanan mendukung usaha dan tawaran jasa baik Sekretaris Jenderal.
Dewan juga menganjurkan Irak-Iran untuk bekerjasama dengan Sekjen sampai
mencapai penyelesaian komprehensif, adil dan terhormat, serta dapat
diterima oleh kedua belah pihak sesuai dengan prinsip-prinsip
Piagam PBB
d. Dewan Keamanan Mengusulkan Pencarian Fakta/Penyelidikan
Dewan
Keamanan telah pula menempuh upaya pencarian fakta dalam upayanya
menyelesaikan sengketa (Pasal 43 Piagam) melalui suatu badan khusus.
Biasanya tujuan pembentukan badan khusus ini adalah untuk menyelidiki
bukti-bukti di tempat kejadian mengenai insiden atau sengketa yang
ditangani Dewan.
Pada tahun 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu Consular Commission dan kemudian membentuk suatu Committee of Good Offices.
Komisi ini bertugas menyelidiki sengketa antara Indonesia dan Belanda.
Dalam sengketa India - Pakistan mengenai Kashmir, Dewan membentuk Komisi
PBB yang terdiri dari 5 orang untuk menyelidiki sengketa tersebut dan
kemudian menunjuk seorang perwakilan PBB (United Nations Representative) untuk membantu kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan.
Ketika Lebanon mengadukan campur tangan United Arab Republic
dalam masalah dalam negerinya pada tahun 1958, Dewan mengirim peninjau
ke Lebanon dan melaporkan hasilnya kepada Dewan. Pada tahun 1959 Dewan
membentuk suatu sub-committee untuk menyelidiki tuduhan oleh Laos
mengenai intervensi pemerintah Vietnam Utara dan bantuannya kepada kaum
pemberontak di Laos.26 Pada tahun 1947 Dewan membentuk the Commission of Investigation untuk mencari fakta dan menyelidiki sengketa perbatasan Yunani - Turki (1947).
Di
samping upaya-upaya penyelesaian sengketa di atas, Dewan Keamanan
berperan pula dalam menghentikan suatu pertikaian. Dalam menghadapi
peperangan, biasanya Dewan Keamanan akan bersidang, membuat keputusan
dan menyerukan penghentian perang dengan segera. Dewan telah
mengeluarkan seruan-seruan seperti ini antara lain dalam perang di Timur
Tengah (1948, 1956, 1967, 1968, 1969, 1970.,1973, 1978, 1981, 1982,
1983), perang Pakistan - India (1948, 1971), perang di Siprus (1964,
1974), perang Inggris – Argentina mengenai kepulauan Falkland (1982),
perang Iran-Irak (1980, 1982,
1983, 1986, dan 1987), dll.
e. Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah Internasional
Dewan
Keamanan dalam melaksanakan fungsinya berdasarkan pasal 33 ayat (2)
berwenang mengusulkan para pihak untuk menyerahkan penyelesaian
sengketanya kepada Mahkamah Internasional. Namun dalam prakteknya, upaya
ini sangat jarang dilakukan. Selama ini baru dua kali saja Dewan
mengusulkan cara ini, yaitu pada sengketa Inggris - Albania mengenai
insiden Selat Corfu dan sengketa Laut.
Pada tahun 1947, Inggris menyerahkan sengketanya dengan Albania kepada
Dewan Keamanan. Sengketa ini berkaitan dengan rusaknya kapal-kapal
perang Inggris berikut terlukanya beberapa awak kapal Inggris oleh
ranjau-ranjau laut di terusan Corfu (the Corfu Channel) di
bulan Oktober 1946. Inggris mengklaim bahwa Albania bertanggung jawab
atas insiden tersebut. Albania menolak keras tuduhan dan sebaliknya
menuduh Inggris telah melanggar perairan teritorialnya. Atas rekomendasi
Dewan Keamanan, para pihak membawa sengketanya kepada Mahkamah
Internasional.
f. Dewan Keamanan Membentuk Pasukan Perdamaian PBB
Dalam
upayanya memastikan agar penghentian peperangan tersebut tidak kembali
pecah, Dewan Keamanan membentuk misi peninjau atau pengamat (observer mission) dan tentara pemeliharaan perdamaian PBB (peace keeping forces).
Tugas mereka didasarkan pada perintah dan tugas Dewan. Mereka bertugas
mengamati dan melaporkan adanya pelanggaran terhadap kesepakatan
penghentian peperangan. Mereka biasanya membangun suatu buffer zone (zona penyangga).
Contoh seperti ini misalnya adalah pembentukan the United Nations Truce Supervision Organziation (UNTSO) di Palestina (1948) dan the United Nations Military Observer Group in India and Pakistan (UNMOGIP) (1949).
UNTSO
bertugas mengawasi perbatasan Arab-Israel dan berupaya menyelesaikan
insiden-insiden yang terjadi di sekitar perbatasan. Badan ini berupaya
pula mengakhiri sengketa melalui seruan kepada kedua pihak untuk
bernegosiasi.
Pada tanggal 4 Maret 1964, Dewan Keamanan memutuskan untuk membentuk the United Nations Force in Cyprus (UNFICYP)
sebagai jawaban atas permintaan pemerintah Siprus mengenai semakin
intensifnya sengketa di pulau tersebut. Tugas UNFICYP adalah mencegah
peperangan dan berupaya memelihara ketertiban dan hukum.
Badan lainnya yang dibentuk Dewan Keamanan misalnya adalah the United Nations Emergency Force untuk sengketa di Timur Tengah (1973), the United Nations Disengagement Observer Force (UNDOF) untuk sengketa antara Israel dan Syria (1974) dengan 1.300 personil tentara dari 4 negara; the United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) pada tanggal 19 Maret 1978 terdiri dari 7,000 personal dari 10 negara, dll.
Operasi pemeliharaan perdamaian PBB ini (the United Nations Peace-Keeping Operations)
telah terbukti berhasil dalam memelihara perdamaian setelah
berlangsungnya konfrontasi bersenjata antara negara atau sengketa di
dalam negara. keberhasilan keikutsertaan PBB dalam suatu sengketa
mendorong cukup banyak negara untuk meminta PBB untuk mengirimkan
pengamat dan pasukan pemeliharaan perdamaian PBB dalam berbagai
sengketa.
g. Dewan Keamanan Mengusulkan Upaya atau Prosedur Damai
Dewan
Keamanan dapat pula menyelidiki setiap sengketa yang dapat menimbulkan
friksi-friksi internasional. Berdasarkan pasal 36, Dewan Keamanan dapat
mengajukan upaya-upaya atau prosedur-prosedur yang diperlukan untuk
penyelesaian demikian itu.
h. Dewan Keamanan Menjatuhkan Sanksi
Pasal
37 mensyaratkan para pihak yang bersengketa untuk menyerahkan
sengketanya kepada Dewan Keamanan manakala penyelesaian melalui
cara-cara yang terdapat dalam pasal 33 ternyata tidak mungkin terwujud.
Dewan
dapat pula menjatuhkan sanksi kepada suatu Negara dengan tujuan agar
Negara tersebut menghentikan perbuatannya (yang diduga keras melanggar
hukum internasional). Salah satu contoh adalah invasi Irak atas Kuwait
pada tahun 1990. Pada tanggal 2 Agustus 1990, Irak menginvasi dan
menjadikan Kuwait sebagai propinsinya yang ke 17. Dewan Keamanan segera
mengecam aksi tersebut sebagai suatu tindakan pelanggaran perdamaian dan
keamanan internasional.
Dewan
Keamanan mensyaratkan Irak untuk menarik diri sesegera mungkin dan
tanpa syarat dari wilayah Kuwait. Irak tidak mau menaati persyaratan
tersebut. Dewan Keamanan kemudian mengeluarkan lebih dari 30 resolusi.
Salah satunya adalah Dewan Keamanan menjatuhkan sanksi berupa embargo
perdagangan dan senjata atas Irak. Untuk itu Dewan membentuk suatu
komisi guna mengawasi pelaksanaan sanksi.
· Majelis Umum
Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan sarandan rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam (Pasal 9 - 14 Piagam).
Pasal
terpenting adalah pasal 10. Pasal ini menyatakan bahwa Majelis dapat
membicarakan segala persoalan yang termasuk ke dalam ruang lingkup
Piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi sesuatu badan
seperti yang terdapat dalam Piagam. Dan dengan tunduk pada pasal 12,
Majelis dapat mengajukan rekomendasi kepada anggota PBB atau Dewan
Keamanan atau kepada kedua badan tersebut mengenai masalah atau
persoalan.
Termasuk di dalam wewenang Majelis Umum tersebut adalah menyelesaikan sengketa, kecuali sengketa yang secara esensial menjadi urusan dalam negeri suatu negara (Pasal 2 ayat 7).
.
Kewenangan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa mencakup:
1. Membahas
setiap masalah atau urusan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam
atau yang berkaitan dengan kekuasaan atau fungsi dari organ-organ yang
terdapat dalam Piagam, termasuk masalahmasalah yang terkait dengan
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional yang dibawa ke
hadapannya oleh Negara anggota atau Dewan Keamanan dan dapat membuat
rekomendasi mengenai masalah atau urusan tersebut (Pasal 10, pasal 11
ayat 2);
2. Mengangkat
sesuatu situasi yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan
internasional ke hadapan Dewan Keamanan (Pasal 11 ayat 3);
3. Mempertimbangkan
prinsip-prinsip umum mengenai kerja sama dalam pemeliharaan perdamaian
dan keamanan internasional dan membuat rekomendasi guna mendorong
perkembangan progresif hokum internasional dan pengkodifikasiannya
(Pasal 13);
4. Memberikan
rekomendasi mengenai upaya-upaya untuk penyelesaian sengketa setiap
situasi yang tampaknya dapat membahayakan kesejahteraan umum atau
hubungan-hubungan bersahabat antar negara (Pasal 14).
· Sekretaris Jenderal
Upaya
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB dalam penyelesaian sengketa termuat
dalam dua pasal penting, yaitu pasal 98 dan 99 Piagam PBB. Pasal 98
merupakan fungsi Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial
(ECOSOC), dan Dewan Perwalian yang didelegasikan kepada Sekjen.
Pemberian
wewenang ini merupakan praktek umum. Tidak jarang pula Sekjen mendapat
tugas politik tertentu untuk menyelesaikan suatu sengketa. Misalnya pada
tanggal 26 Mei 1982, Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 505 yang
meminta Sekjen PBB, pada waktu itu Javier Perez de Cuéllar, untuk
menggunakan jasa baiknya untuk menyelesaikan sengketa kepulauan
Falklands (Argentina/Inggris).
Contoh
lainnya adalah pada tahun 1954 ketika Majelis Umum menugaskan Sekjen
PBB, pada waktu itu Dag Hammersjold, untuk membebaskan 11 sandera
(penerbang) dan beberapa anggota PBB yang ditahan oleh pemerintah Cina.
Atas upaya baik dan kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal yang
melaksanakan fungsi dan tujuan PBB, akhirnya pemerintah Cina membebaskan
sandera tersebut.
Dalam
prakteknya, fungsi jasa baik ini semakin meningkat. Fungsi ini
dilakukan baik atas undangan para pihak, bekerja sama dengan badan atau
organisasi lain, atau kadang kala Sekjen menunjuk seorang wakil khusus
Sekjen (Special Representative) untuk membantu mencari penyelesaian sengketa atas masalahtertentu.
Pasal
99 Piagam memberi kekuasaan kepada Sekjen untuk membawa kepada Dewan
Keamanan sengketa-sengketa yang menurut pendapatnya dapat mengancam
perdamaian dan keamanan interansional. Sekjen telah memainkan
peran cukup penting dalam menyelesaikan berbagai sengketa internasional.
Peran yang menonjol adalah fungsinya sebagai jasa baik terhadap para
pihak yang bersengketa.
Uraian berikut adalah beberapa contoh peran Sekjen dalam melaksanankan jasa baik tersebut:
a. Sengketa Cyprus (1980)
Pada tahun 1980 dalam sengketa Cyprus ini Sekjen telah berhasil mencegah pertumpahan darah berkelanjutan dari perang yang telah berlangsung lebih dari 20 tahun antara etnis Turki dan Yunani di Siprus. Sekjen telah mengupayakan agar para pihak yang bersengketa untuk bernegosiasi secara langsung untuk penyelesaian sengketa mereka dengan cara membentuk suatu struktur pemerintahan konfederasi yang diterima para pihak.
b. Sengketa Afganistan (1980-an)
Sengketa
ini melibatkan tiga negara yaitu Afganistan, Uni Sovyet dan Pakistan.
Dalam upaya penyelesaian sengketa ini Sekjen menunjuk dan mengutus
wakilnya Jenderal Diego Cordovex. Cordovez berupaya mengadakan negosiasi
di antara para pihak yang bersengketa. Negosiasi yang dinilai berhasil
ini telah memulangkan tentara-tentara Uni Sovyet dari Afganistan. Dalam
kasus Afganistan ini, sebagaimana juga dalam kasus Siprus, jasa-jasa
baik yang dilaksanakan oleh Sekjen PBB tidak hanya mengupayakan dialog
di antara para pihak, tetapi juga memberikan usulan-usulan untuk
mencapai kesepakatan.
c. Sengketa Irak - Amerika Serikat (1998)
Sengketa
kedua negara disebabkan kekeras-hatian pemerintah Irak untuk melarang
peninjau PBB (UNSCOM) memeriksa ada tidaknya senjata pemusnah massal dan
bilogi di wilayah Irak. Ancaman militer AS telah sempat mengkhawatirkan
negara-negara di dunia
tentang
kemungkinan pecahnya perang terbuka di Timur Tengah. Namun berkat
inisiatif dan jasa baik Sekjen PBB Kofi Anan akhirnya tercapai
kesepakatan baru yaitu kesediaan membuka dan mengijinkan
wilayah-wilayahnya dikunjungi dan diperiksa oleh tim pengawas PBB. Dalam
upayanya menyelesaikan sengketa ini, Kofi Anan menunjukkan bahwa
masyarakat internasioal nyaris selalu bias berhasil apabila seluruh
dunia bekerja sama untuk
menyelesaikannya.
Sekjen memberi contoh sumbangan dan kerja sama yang diberikan berbagai
negara sehingga upaya diplomatiknya membawa sukses besar dalam
menyelesaikan sengketa Irak - UNSCOM.
Beberapa negara yang dimaksud misalnya adalah:
1) Amerika Serikat dan Inggris. Kedua negara menunjukkan keteguhannya dan mempersiapkan kekuatan militer;
2)
Presiden Uni Sovyet Boris Yeltsin dan Menteri Luar Negeri Yevgeny
Primakov yang telah mengirim utusannya selama satu bulan di Baghdad
untuk mencari penyelesaian politik.
3)
Presiden Perancis Chirac mengirim seorang utusan untuk bertemu dan
bekerja sama dengan pemimpin Irak guna mencari penyelesaian diplomatik.
Presiden Chirac telah pula meminjamkan pesawatnya kepada Kofi Anan untuk
mempermudah transportasi;
4)
Negara-negara lain seperti Qatar dan Kanada juga menawarkan
transportasi kepada Sekjen untuk mempermudah misinya. Presiden Mesir
Mubarak, Raja Husein dari Jordania dan lain-lain, termasuk Paus Johannes
Paulus II dari Vatican juga mendukung upaya
diplomatik Kofi Annan.
· Mahkamah Internasional
Dalam proses penyelesaian sengketa Mahkamah Internasional bersifat pasif artinya hanya akan bereaksi dan mengambil tindakan-tindakan bila ada pihak-pihak berperkara mengajukan ke Mahkamah Internasional. Dengan kata lain Mahkamah Internasional tidak dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memulai suatu perkara.
Dalam
mengajukan perkara terdapat 2 tugas mahkamah yaitu menerima perkara
yang bersifat kewenangan memberi nasihat (advisory opinion) dan menerima
perkara yang wewenangnya untuk memeriksa dan mengadili perkara yang
diajukan oleh negara-negara (contensious case).
Sebenarnya hanya negara sebagai pihak yang boleh mengajukan perkara kepada Mahkamah Internasional. Karena itu perseorangan, badan hukum, serta organisasi internasional tidak dapat menjadi pihak untuk berperkara ke Mahkamah internasional.
Sebenarnya hanya negara sebagai pihak yang boleh mengajukan perkara kepada Mahkamah Internasional. Karena itu perseorangan, badan hukum, serta organisasi internasional tidak dapat menjadi pihak untuk berperkara ke Mahkamah internasional.
Dalam
upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah Internasional bukanlah merupakan
kewajiban negara namun hanya bersifat fakultatif. Artinya negara dalam
memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui berbagai cara lain
seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang
dilakukan secara damai. Dengan demikian penyelesaian perkara yang
diajukan ke Mahkamah Internasional bersifat pilihan dan atas dasar
sukarela bagi pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini sesuai dengan Pasal
33 (1) Piagam PBB.
Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan organ utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui Mahkamah Internasional.
Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan organ utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui Mahkamah Internasional.
Sebagai
contoh dalam perkara Kepulauan Malvinas tahun 1955 dimana Inggris
menggugat Argentina dan Chili ke Mahkamah Internasional namun Chili dan
Argentina menolak kewenangan Mahkamah Internasional untuk memeriksa
perkara ini.
Perlu dicatat bahwa para hakim yang duduk di Mahkamah Internasional tidak mewakili negaranya , namun dipilih dan diangkat berdasarkan persyaratan yang bersifat individual seperti keahliannya dalam ilmu hukum, kejujuran serta memiliki moral yang baik. Penunjukan para hakim ini diusulkan dan dicalonkan oleh negara-negara ke Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB.
Perlu dicatat bahwa para hakim yang duduk di Mahkamah Internasional tidak mewakili negaranya , namun dipilih dan diangkat berdasarkan persyaratan yang bersifat individual seperti keahliannya dalam ilmu hukum, kejujuran serta memiliki moral yang baik. Penunjukan para hakim ini diusulkan dan dicalonkan oleh negara-negara ke Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB.
Pengajuan perkara ke Mahkamah Internasional dapat menggunakan 2 cara yaitu :
1. Bila pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus (special agreement) maka perkara dapat dimasukkan dengan pemberitahuan melalui panitera Mahkamah.
1. Bila pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus (special agreement) maka perkara dapat dimasukkan dengan pemberitahuan melalui panitera Mahkamah.
2. Perkara dapat diajukan secara sepihak (dalam hal tidak adanya perjanjian/persetujuan tertulis).
http://sugipratiwi.blogspot.co.id/2011/12/pbb-dan-penyelesaian-sengketa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.