Rabu, 12 Januari 2011
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI
Cara penyelesaian sengketa internasional secara damai
Untuk
mencegah penggunaan kekerasan oleh negara dalam suatu persengketaan
dengan negara lain perlu ditempuh suatu penyelesaian secara damai. Usaha
ini mutlak diperlukan sebelum perkara itu mengarah pada suatu
pelanggaran terhadap perdamaian. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
memberikan kewajiban kepada negara anggotanya bahkan kepada
negara-negara lainnya yang bukan anggota PBB untuk menyelesaikan setiap
persengketaan internasional secara damai sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan perdamaian keamanan internasional serta keadilan.
Penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan melalui :
a. Penyelesaian sengketa internasional secara politik
1). Negosiasi
Negosiasi merupakan teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional
dan paling sederhana. Teknik negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga,
hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
terkait. Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh kedua belah pihak akan
diperoleh jalan keluar dan menyebabkan pemahaman atas inti persoalan
menjadi lebih mudah untuk dipecahkan. Karena itu, dalam salah satu pihak
bersikap menolak kemungkinan negosiasi sebagai salah satu cara
penyelesaian akan mengalami jalan buntu.
2). Mediasi dan jasa-jasa baik (Mediation and good offices)
Mediasi merupakan bentuk lain dari negosiasi, sedangkan yang
membedakannya adalah keterlibatan pihak ketiga. Pihak ketiga hanya
bertindak sebagai pelaku mediasi (mediator), komunikasi bagi pihak
ketiga disebut good offices. Seorang mediator merupakan pihak ketiga
yang memiliki peran aktif untuk mencari solusi yang tepat guna
melancarkan terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai.
Mediasi hanya dapat terlaksana dalam hal para pihak bersepakat dan
mediator menerima syarat-syarat yang diberikan oleh pihak yang
bersengketa.
Perbedaan antara jasa-jasa baik dan mediasi adalah persoalan tingkat.
Kasus jasa-jasa baik, pihak ketiga menawarkan jasa untuk mempertemukan
pihak-pihak yang bersengketa dan mengusulkan (dalam bentuk syarat umum)
dilakukannya penyelesaian, tanpa secara nyata ikut serta dalam
negosiasi-negosiasi atau melakukan suatu penyelidikan secara seksama
atas beberapa aspek dari sengketa tersebut. Mediasi, sebaliknya pihak
yang melakukan mediasi memiliki suatu peran yang lebih aktif dan ikut
serta dalam negosiasi-negosiasi serta mengarahkan pihak-pihak yang
bersengketa sedemikian rupa sehingga jalan penyelesaiannya dapat
tercapai, meskipun usulan-usulan yang diajukannya tidak berlaku terhadap
para pihak.
3). Konsiliasi (Conciliation)
Menurut the Institute of International Law melalui the Regulations the
Procedur of International Conciliation yang diadopsinya pada tahun 1961
dalam Pasal 1 disebutkan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian
bersifat internasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh
pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan
proses penyelesaian pertikaian. Istilah konsiliasi (conciliation)
mempunyai arti yang luas dan sempit. Pengertian luas konsiliasi mencakup
berbagai ragam metode di mana suatu sengketa diselesaikan secara damai
dengan bantuan negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan
komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Pengertian sempit,
konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komite untuk
membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi penyelesaian
sengketa tersebut.
Menurut Shaw, laporan dari konsiliasi hanya sebagai proposal atau
permintaan dan bukan merupakan konstitusi yang sifatnya mengikat. Proses
konsiliasi pada umumnya diberikan kepada sebuah komisi yang terdiri
dari beberapa orang anggota, tapi terdapat juga yang hanya dilakukan
oleh seorang konsiliator.
4). Penyelidikan (Inquiry)
Metode penyelidikan digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah
sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari
dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang
relevan dengan permasalahan. Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan
yang timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang
disertai dengan penyelesaiannya.
Tujuan dari penyelidikan, tanpa membuat rekomendasi-rekomendasi yang
spesifik untuk menetapkan fakta yang mungkin diselesaikan dengan cara
memperlancar suatu penyelesaian yang dirundingkan. Pada tanggal 18
Desember 1967, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan
resolusi yang menyatakan pentingnya metode pencarian fakta (fact
finding) yang tidak memihak sebagai cara penyelesaian damai dan meminta
negara-negara anggota untuk lebih mengefektifkan metode-metode pencarian
fakta. Serta meminta Sekertaris Jenderal untuk mempersiapkan suatu
daftar para ahli yang jasanya dapat dimanfaatkan melalui perjanjian
untuk pencarian fakta dalam hubungannya dengan suatu sengketa.
5). Penyelesaian di bawah naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Amanat yang disebutkan dalam Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
salah satu tujuannya adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional. Tujuan tersebut sangat terkait erat dengan upaya
penyelesaian sengketa secara damai. Isi Piagam PBB tersebut di antaranya
memberikan peran penting kepada International Court of Justice (ICJ)
dan upaya penegakannya diserahkan pada Dewan Keamanan. Berdasarkan Bab
VII Piagam PBB, DK dapat mengambil tindakan-tindakan yang terkait dengan
penjagaan atas perdamaian. Sedangkan Bab VI, Dewan Keamanan juga
diberikan kewenangan untuk melakukan upaya-upaya yang terkait dengan
penyelesaian sengketa.
Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
Negara-negara
bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka
secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin digunakan adalah
cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui
kekerasan antara lain :
a). Perang
Tujuan
perang adalah menaklukan negara lawan dan membebankan syarat-syarat
penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki
alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata yang tidak dapat
disebut perang juga banyak diupayakan, secara sederhana perang
merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara
lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa.
Konsepsi ini sejalan dengan pendapat Karl von Clausewitz yang mengatakan
bahwa perang adalah perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh
salah satu pihak untuk menundukan lawannya guna memenuhi kehendaknya.
b). Retorsi (Retortion)
Retorsi
adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan
tidak pantas atau tidak patut dari negara lain. Balas dendam tersebut
dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di
dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina. Misalnya
merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilige diplomatik, atau
penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.
c). Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals)
Pembalasan
merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan
melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara
tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang
pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan
retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan
oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya
suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu.
d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)
Pada
waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat
perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai
adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang
digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan
untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan
ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.
e). Intervensi (Intervention)
Hukum
internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan dengan
urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu
tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari
pada mediasi atau usulan diplomatik.
Menurut
Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum internasional apabila: (a)
campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah di mana setiap
negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan (b) campur
tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan
cara-cara paksa, khususnya kekerasan.
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INTERASIONAL
Ditinjau
dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan
sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum,
atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya
ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik
mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda
Karakteristik dari Sengketa Internasional adalah:
1.
Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum internasional (a
Direct International Disputes), Contoh: Toonen vs. Australia. Toonen
menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah mengeluarkan
peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian. Dan
menurut Toonen pemerintah Australia telah melanggar Pasal 2 ayat (1),
Pasal 17 dan Pasal 26 ICCPR. Dalam kasus ini Komisi Tinggi HAM
menetapkan bahwa pemerintah Australia telah melanggar Pasal 17 ICCPR dan
untuk itu pemerintah Australia dalam waktu 90 hari diminta mengambil
tindakan untuk segera mencabut peraturan tersebut.
2.
Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena
sifat dari kasus itu menjadikan sengketa itu sengketa internasional (an
Indirect International Disputes). Suatu perisitiwa atau keadaan yang
bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa internasional
adalahaadanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA yang
dilakukan pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan WN Amerika
Serikat di Freeport.
Kedamaian
dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada
kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan
dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini,
kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan
beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan
merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menempatkan negosiasi sebagai cara pertama dalam menyelesaikan sengketa.
Perundingan
merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
Segi positif/kelebihan dari negosiasi adalah:
1. Para pihak sendiri yang menyelesaikan kasus dengan pihak lainnya;
2.
Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana cara
penyelesaian melalui negosiasi dilakukan menurut kesepakatan bersama;
3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaian;
4. Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
Segi negatif/kelemahan dari negosiasi adalah:
1. Negosiasi tidak pernah akan tercapai apabila salah satu pihak berpendirian keras;
2.
Negosiasi menutup kemungkinan keikutsertaan pihak ketiga, artinya kalau
salah satu pihak berkedudukan lemah tidak ada pihak yang membantu.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak
ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa
tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi
diantara mereka.
4. Mediation (mediasi)
Pihak
ketiga campur tangn untuk mengadakan rekonsiliasi tuntutan-tuntutan
dari para pihak yang bersengketa. Dalam mediasi pihak ketiga lebih
aktif.
5. Consiliation (Konsiliasi)
Merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa dengan cara enquiry dan mediasi.
6. Arbitration (arbitrasi)
Pihaknya
adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih
flexible dibanding dengan penyelesain sengketa melalui pengadilan.
7. Penyelesain sengketa menurut hukum
Dalam
penyelesaian ini para pihak yang bersengketa akan mengajukan masalahnya
ke Mahkamah Internasional. Mahkamah internasional ini bertugas untuk
menyelesaikan tuntutanyang diajukan dan mengeluarkan keputusan yang
bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internasional merupakan
bagian integral dari PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya.
8. Badan-badan regional
Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri.
9. Cara-cara damai lainnya
Dari
9 penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara
hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian
sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement.
Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik
adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional
publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke
dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.
Pada
dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian
sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat
saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan
peradilan internasional seperti International Court of Justice
(ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi,
mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur
apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur
penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan
prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada
mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian
secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.
PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DIPLOMATIK
YANG DAMAI
Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai adalah:
1. Prinsip itikad baik (good faith);
2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa;
3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa;
4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa;
5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus);
6.
Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk
menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local remedies);
7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.
Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat tambahan, yaitu:
1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak;
2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;
4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik
Seperti
yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian
sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan;
mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode
tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.'
Penyelesaian sengketa internasional secara paksa
Negara-negara
bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka
secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin digunakan adalah
cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui
kekerasan antara lain :
a). Perang
Tujuan
perang adalah menaklukan negara lawan dan membebankan syarat-syarat
penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki
alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata yang tidak dapat
disebut perang juga banyak diupayakan, secara sederhana perang
merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara
lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa.
Konsepsi ini sejalan dengan pendapat Karl von Clausewitz yang mengatakan
bahwa perang adalah perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh
salah satu pihak untuk menundukan lawannya guna memenuhi kehendaknya.
b). Retorsi (Retortion)
Retorsi
adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan
tidak pantas atau tidak patut dari negara lain. Balas dendam tersebut
dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di
dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina. Misalnya
merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilige diplomatik, atau
penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.
c). Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals)
Pembalasan
merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan
melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara
tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang
pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan
retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan
oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya
suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu.
d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)
Pada
waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat
perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai
adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang
digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan
untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan
ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.
e). Intervensi (Intervention)
Hukum
internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan dengan
urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu
tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari
pada mediasi atau usulan diplomatik.
Menurut
Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum internasional apabila: (a)
campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah di mana setiap
negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan (b) campur
tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan
cara-cara paksa, khususnya kekerasan.
Cara-cara Pemecahan konflik
Usaha
manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai
kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian
saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama.
Bentuk-bentuk akomodasi :
1.
Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu
tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh
diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka,
mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan
hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2.
Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak
ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua
belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali
di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak
ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3.
Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak
diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan
perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4.
Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang
berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia
tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen Tenaga Kerja.
Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh,
hari-hari libur, dan lain-lain.
5.
Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan
memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak
saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak
mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
1.
Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di
dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami
mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2.
Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai
kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya.
Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan
bagi pihak-pihak yang terlibat.
3.
Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting
untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4.
Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima
dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama
sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama
dengan kelompok mayoritas.
5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6.
Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali
pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua
pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.