AGAMA ASLI ORANG ROTE

Agama asli orang Rote (Roti)

Agama Asli Orang Rote disebut dengan Halaik, atau sebagian menyebutnya dengan Ding Tiu / Jin Tiu. Dalam konsep kehidupan akan alam gaib, orang-orang Rote juga percaya akan adanya dewa, misalnya dewa Nutu Bek (untuk pertanian), dan dewa Nade Dio (dewa pemberi kemakmuran). Mengenai konsep wujud tertinggi tersebut dikenal apa yang disebut dengan Mane tua lain atau Lama Tua, sebagai suatu wujud tertinggi.

“Wujud tertinggi” terdapat dalam telu ama atau “tiga bapak” yang disebut dengan  “Mana Adu” sebagai pencipta. “Manafe” sebagai pengasih dan penyayang, dan “manasula” sebagai pengarah dan pengawas.

Atas dasar ini maka konsep “Tri Tunggal” pada saat masuknya agama Kristen mudah dan cepat diterima terutama dalam hal “inculturasi Religius”.

Proses penghormatan terhadap wujud tertinggi itu selalu dirumuskan dalam tata upacara atau liturgi adat yang biasanya diselenggarakan pada setiap tahun di daerah Kerajaan Dengka hingga saat ini yang disebut “Hus” pada suatu tempat yang disebut Limbe yang adalah tempat / pusat kegiatan, motor penggerak semua acara ritual.

Upacara ritual utama bagi orang Rote sebenarnya minta hujan yang dihubungkan dengan peran Mane songgo (pendeta adat) di rumah berhala yakni Uma Songgo .

Sebenarnya jauh peran wanita dalam upacara ritual tersebut, tradisi di Rote dikenal luas, pada saat upacara, lelaki Rote menunggang kuda dengan perhiasan atau datang ke tempat upacara  berjalan kaki.

Lelaki mengenakan pakaian adat lengkap dengan topi Ti’ilangga kemudian berjalan di depan diikuti oleh wanita yang memikul semua barang bawaan misalnya makanan dan minuman untuk pesta.

Karena bagaimana pun juga, pria tidak diperkenankan memikul beban tersebut menuju acara ritual maupun acara adat lainnya.

Acara-acara ritual juga berhubungan dengan peralihan usia dari lahir sampai meninggal dunia. (Inang, Alo Liliweri, Tim Penggerak PKK Propinsi NTT, l989, hal.l0-ll)