SEJARAH SINGKAT
HADIRNYA INJIL DI PULAU ROTE
Selasa, 02 November 2010, 06:54 WIB, Penulis : Jersy Weltry Messakh
Pada awal abad ke 17, tepatnya pada tahun
1729 ketika FOE MBURA diangkat dan dilantik menjadi
Raja Nusak Thie ke V (1729 – 1746) menggantikan
ayahnya MBURA MESA, Raja Nusak Thie ke IV (1685 – 1729) saat itupun
seiring dengan pemimpin militer Inggris yang terkenal dan brilian (Oliver
Crom Well), dimana pada saat itu negeri terselatan Asia Pasifik ini di
bawah jajahan kerajaan Balanda, sungguh berada dalam suatu keberadaan yang
sangat memprihatinkan karena masyarakat pribumi di negeri terselatan Asia
Pasifik ini belum mengenal huruf, belum tahu membaca dan menulis bahkan jauh tertinggal
dan belum mempercayai adanya Tuhan Allah Tri Tunggal (senantiasa
menyembah berhala/Dintiu), sehingga sering terjadi
peperangan dan pencurian serta pembunuhan antar Suku dan antar Nusak/Kerajaan
yang menelan banyak korban baik manusia maupun harta benda.
Pada saat akhir masa jabatan Raja ke
IV, Mbura Mesa (ayah FOE MBURA), beliau mendapat sebuah tongkat berkepala perak dari Pemerintah
Hindia Belanda (VOC) dengan
tulisan POURA MESA RADJA VAN THIE 1726 karena
berhasil memimpin Kerajaan Thie saat itu dan dapat menekan pemberontakan,
Pencurian, Pembunuhan dan peperangan antar suku/Nusak di kerajaan Thie
khususnya.
Dengan
demikian setelah FOE MBURA (Raja ke V) Nusak Thie dilantik, yang
adalah anak dari Mbura Mesa (Raja ke IV), Ia merencanakan dan
berupaya agar kedepan Rakyatnya keluar dari keadaan seperti apa yang dialami
kakaknya Mbura Mesa, bahkan lebih dari itu ia sendiri memiliki
suatu pandangan yang jauh ke depan yang cukup brilian dan spektakuler dimana
ia menginginkan rakyat Nusak Thie bahkan rakyat Nusa Lote pada umumnya dapat
hidup sehat, aman, damai, sentosa, makmur serta dapat mengenal huruf, bisa
membaca, menulis, berhitung dan percaya adanya Tuhan Allah Tri Tunggal sehingga
tidak buta huruf, tidak mencuri, tidak membunuh, tidak berperang lagi antar
sesama Suku serta hidup rukun, aman, damai, makmur dan sentosa di dalam Nusak
yang diartikan dalam bahasa ibu (Sangga Ndolu sio, ma tungga lela falu)
seiring dengan ilmuwan terkemuka ( Matematika) saat itu di Inggris yakni Isaac Newton
.
Atas dasar pemikiran dan pandangan di atas
maka pada Medio 1729 FOE MBURA berupaya membuat sebuah
bahtera/perahu yang mirip dengan kapal Nina,Pinta dan Santa Maria
(Pinisi) di abad ke 15 yang dibantu oleh orang Sulawesi
(Bugis – Makasar) dan diberi nama Sangga
Ndolu (Cari Damai)
mana kala nama itupun diberikan oleh seorang anak gembala bernama Resi Boru.
Untuk diketahui pula bahwa seiring
berjalannya waktu setelah bahtera tersebut dibangun, maka pada medio 1730 berangkatlah 25 anak negeri Nusak Thie termasuk Ndi’i Hu’a (Raja Lole/sebagai
kunyadu/ipar kandung FOE
MBURA) dan Tou Dengga Lilo (Raja
Ba’a) serta Ndara Naong (Raja
Lelain) dimana keduanya sebagai anak
mantu FOE MBURA termasuk Pandi Mbura yang adalah adik
kandung FOE MBURA dan
dibawah pimpinan FOE
MBURA memulai pelayaran
perdana ke Batavia melalui
Pelabuhan OEmasik sekarang Sangga Ndolu selama lebih kurang
dua Bulan Perjalanan dan dalam pelayaran tersebut ikut pula (Resi Boru) sang pemberi nama bahtera
tersebut dalam misi pencari damai ke Batavia (Matabi/dialeg
Thie) Jakarta sekarang.
Di
dalam pelayaran perdana tersebut sebelum bahtera Sangga Ndolu tiba di
pelabuhan Batavia bahtera tersebut menyinggahi sebuah pulau kecil
yang mirip dengan pulau Rote karena terdapat juga banyak pohon lontar (tuak)
yang ada di Nusak Thie/Nusa Lote yang adalah merupakan Pohon Kehidupan (Tree of live) bagi orang Rote, maka turunlah beberapa orang
untuk melihat keadaan pulau tersebut termasuk Pandi Mbura (adik FOE MBURA) sambil mencari
sumber air untuk menambah persediaan menuju pelabuhan harapan Batavia dan
ternyata Pandi Mbura merasa tertarik akan pepohonan
lontar yang ada disana lalu berdiamlah Pandi Mbura di Pulau tersebut
yang namanya
Pulau Sabu (Nusa Savu) dan tidak mau mengikuti rombongan kakaknya ke Batavia,
hingga sekarang dimana salah satu turunannya adalah keluarga Riwu Kaho dari
oyangnya Pandi Mbura (Padi Bura/dialeg Sabu) maka waktu itulah FOE
MBURA kehilangan seorang adik kandung.
Dikala
misi pencari damai itu tiba di Batavia, FOE MBURA bertemu dengan
Gubernur Hindia Belanda saat itu (Gubernur
Jenderal Mr. Diria Van Cloon) dan ia melaporkan tentang keadaan dan keberadaan
rakyat nusak Thie khususnya dan rakyat Rote pada umumnya yang
masih sangat miskin, bodoh, buta huruf, tidak berpendidikan
dan belum mengenal ALLAH TRI TUNGGAL sehingga senantiasa terjadi
pencurian, pembunuhan dan peperangan antar suku dan nusak yang
banyak menelan korban jiwa dan harta benda. Alhasil kedatangan mereka disambut
baik oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia dan kepada FOE
MBURA di bekali Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Pemerintahan serta pengetahuan
akan Injil (Kepercayaan kepada Jesus Kristus) sebagai bekal untuk
melanjutkan dan meningkatkan taraf hidup rakyat Thie pada khususnya dan Rote
pada umumnya.
Selama
berada di Batavia tepatnya pada bulan purnama di medio tahun 1732, FOE MBURA di baptis oleh
Tuan DIDERIK DURVEN (Pendeta Belanda) dengan nama Benyamin Messakh dan pada akhir tahun 1732 anak-anak pencari damai dari
negeri terselatan Asia Pasifik ini dibawah pimpinan Raja Thie FOE
MBURA mengangkat sauh/jangkar dan mengepak layar bahtera Sangga Ndolu bertolak kembali
menuju Nusa Fua Funi, Nusa Ndalu Sita, Nusa Lote tercinta dengan membawa
seperangkat Ilmu Pengetahuan dan Rohani berupa Alkitab/Injil, Buku Tulis,
Batu Tulis dan alat tulis (mata pena/kapur tulis), tinta, sebuah meriam, sebuah kursi Raja, sebuah Tongkat berkepala Emas
dan 2 (dua) buah lonceng gereja yang sampai saat ini
masih dipergunakan oleh Gereja
TudamedaNusak Thie dan Gereja Menggelama Nusak Ba’a sebagai pemberian dan
tanda terima kasih Pemerintah Hindia Belanda atas kunjungan anak negeri
terselatan Asia Pasifik tersebut.
Pada
saat keberangkatan bahtera dan rombongan anak negeri dari Batavia untuk kembali
ke Nusa Lote, ditinggalkanlah seorang anak negeri yang juga adalah Kepala Suku Kana Ketu yang dijadikan
sebagai tumbal untuk kembalinya rombongan pencari damai dari
Batavia ke Nusa Lote, karena pada saat keberangkatan ke Batavia dari Pelabuhan
OEmasik/Sangga Ndolu, seorang anak
gadispun (Pingga Ngga) telah
dijadikan sebagai korban persembahan atau
tumbal untuk keberangkatan misi itu ke Batavia, namun
sebelum bahtera dan rombongan anak negeri tersebut tiba di Pelabuhan Sangga
Ndolu Rote, yang namanya Kepala Suku Kana Ketu yang ditinggalkan di
Batavia untuk menjadi tumbal persembahan di maksud, telah
berada pula di Pelabuhan Sangga Ndolu dan menurut ceritera legenda, yang
bersangkutan mempergunakan ikan hiu sebagai alat transportasi, sehingga sampai
dengan saat ini keluarga dari Suku Kana Ketu tidak memakan daging ikan hiu
(Sang penolong bagi suku Kana Ketu), dan ternyata sebagai pengganti tumbal
kepulangan rombongan ke Nusa Lote/ Pelabuhan Sangga Ndolu adalah satu-satunya
anak kandung / Putera Tunggal Raja FOE MBURA( Henu FoE) yang menjadi
korban (meninggal dunia).
Oleh
karena itu pada saat bahtera tersebut merapat di Pelabuhan Sangga Ndolu,FOE
MBURA tidak rela untuk turun dari bahtera tersebut ke Nusa Fua Funi /
Pelabuhan Sangga Ndolu, karena ia mendengar kabar bahwa putera tunggal
satu-satunya (Henu Foe) telah di panggil Sang Pencipta, maka isak
tangis FOE MBURA dan semua anak negeri di bahtera sangga Ndolu
tersebut terdengar sampai ke bibir pantai Sangga Ndolu dan juga para tua-tua adat,
maneleo, sanak keluarga dan masyarakat Thie yang berada di Pantai/Pelabuhan
Sangga Ndolu yang dirundung mendung kelabu serta diselimuti isak
tangis yang merebak di sepanjang pantai Fiulain sambil terdengar tuturan adat
yang memilukan dari hati seorang Raja FOE MBURA karena
kehilangan adik kandungnya dan juga putra tunggalnya dengan tuturan
adat sebagai berikut : “Balun neu tungga baukoli, ma neu sangga tui sina, de balun ana di’u
dua, te lurik neni mbule ulu, ma sangga neni boa sosan, de nasakedu ma mamatani
boa sosan ma mbule ulu” yang artinya “Pada saat kami berangkat ke
Batavia adik saya Pandi Mbura turun di tanah orang (pulau Sabu) dan terpisahlah
dari rombongan kami (saya kehilangan adik Pandi Mbura), dan kini saat
kami kembali dan tiba di nusa fua funi,
anakku Henu FoE dipanggil kembali ke pangkuan Sang Pencipta (saya
kehilangan lagi anak kandung), mungkin Tuhan tidak mengijinkan saya untuk
kembali lagi di Fiulain Nusak Thie, jadi biarlah saya bersama dengan semua anak
negeri yang berada di dalam bahtera ini melanjutkan perjalanan kami entah
kemana di bawa angin dan desiran ombak, mungkin kesanalah akan kami
melabuhkan bahtera kami,
…………… n a m u n ……………
semua
tua adat, tokoh masyarakat dan anak-anak di NUSAK
THIE membunyikan nafiri (Toik), Tambur (Labu), Gong (Meko) disertai
tangisan yang keras dengan tuturan adat yang mengatakan: “
Boso masake’du ma boso mamatani, te Pandi Mbura ana sambu, ma Henu FoE ana
lalo, te hu bei ela falu ina nusak thie, ma ana mak inggu sepelangga, de bei
ramahena neu ba’u koli, ma rakabani neu tui sina, de hema metipinu ma hari
mama’da o lun, te ha’dak nae o sama leo lamatuak, ma amak, ma meser
de konda leo, fo ko’o malan ka’a fadi, te’o ina, ma ifa mala falu ina ma ana
mak, fo leo be na, lamatuak fe baluk mai tia meti fo konda ela
baluk leo, te ta na ai basan dadi neu ana mak sama leo koana sepelangga, ma ai
falu ina deta leo nggia ana timu dulu, de neu ko ai neni
ndundu tofak, ma ai sambu lalo, de konda leo lamatuak susuek” artinya bahwa kalau Tuan
tidak turun di Nusa Fua Funi Nusak Thie, maka pasti kami akan
kehilangan seorang ayah, Raja, Guru dan Pelaut juga sebagai pengayom
dan pelindung anak-anak negeri Nusak Thie dan akhirnya kamipun akan menjadi
piatu dan tidak mempunyai ayah, Raja dan Guru serta apa-apa lagi dan pada
gilirannya kami semuapun akan susah sengsara dan mati nantinya”.
Setelah sang Raja mendengar rintihan dan tangisan
anak negeri yang disertai Toik, Tambur
dan Gong di Fiulain, tersentaklah dan luluh lantahlah hati sang
Raja, maka dengan hati yang penuh duka cita yang dalam, turunlah Sang Raja yang
diusung diatas sebuah kursi yang dibawanya dari Batavia dan disambut oleh Tokoh
adat, 25 Tokoh
Adat (Maneleo) Nusak Thie bahkan sanak saudara di sertai bunyi to’ik, tambur dan gong serta
ratap tangis atas kembalinya FOE
MBURA dari Batavia di nusa fua funi Fiulain.
Selama
berada di Fiulain Nusak Thie, Raja FOE
MBURA memulai mengimplementasikan Ilmu Pengetahuan yang dibawanya
dari Batavia dengan membangun Sekolah umum dan Agama pertama di Fiulain pada
akhir tahun 1732 dan pada medio 1733 Pendidikan pertama di buka untuk
kalangan anak-anak raja se nusak Rote sebanyak 74 orang sedangkan pada tahun 1734
dibuka untuk kalangan umum yang kemudian berkembanglah pendidikan dan injil
secara luas di pulau Rote, Timor, Alor, Flores, Sabu hingga saat ini.
Untuk diketahui pula bahwa setelah sekolah Injil/Alkitab pertama di Fiulain
pada abad ke 18 tepatnya 1732, maka
secara bertahap dan seiring perkembangan zaman dan waktu berpindahlah sekolah
Alkitab dari Fiulain ke Negeri Timor Tengah Selatan (Soe) pada awal abad ke 19 dan sesudah itu berpindah
lagi ke Tarus Kabupaten Kupang dan di akhir abad 19 menjadi Sekolah Tinggi Theologia di OEsapa Kota Kupang dan
sesudah itu berkembang lagi menjadi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang (1985) hingga saat ini, sehingga di
sinilah FOE MBURA pantas
dan layak dijuluki sebagai Raja,
Guru dan Penginjil (Pembawa berita Injil) dan Pelaut yang unggul dari negeri
terselatan Asia Pasifik (Nusa Sejuta Lontar, Rote Ndao tercinta).
Oleh
karena itu kami anak cucu Nusak Thie pada khususnya dan anak cucu Nusa
Rote, (Nusa Sejuta Lontar) pada umumnya patut memberikan Proficiat
yang setinggi-tingginya kepada FOE MBURA yang sudah berperan
sebagai Raja, Guru, Penginjil (Pembawa Injil), dan Pelaut yang
unggul itulah inilah impian yang brilian dan spektakuler FOE
MBURA setelah ia di lantik menjadi Raja ke V Nusak Thie benar-benar dapat
tercipta dan berangsur-angsur mengantar masyarakatnya keluar dari dunia yang
gelap dan menjadi anak-anak terang (FOE MBURA mendi manggaledok soa ita
basa nai nusa
Rote/dialeg Rote), bahkan banyak Pendeta dan Guru yang berkiprah
sampai ke ujung Nusantara ini adalah cikal bakal dari Fiulain yang di bawa dan
disebar oleh FOE MBURA dari
Batavia .
Oleh sebab itu tempat dimana kita berpijak saat ini
di sini (Bukit Fiulain) patut dijadikan sebagai momentum religius yang monumental yang terkandung makna
terdalam bagi Pertumbuhan Iman
Kristiani khususnya sehingga patutlah tempat yang berbasis religious ini menjadi destinasi
wisata Pilgrim / rohani di Indonesia bagian Timur pada umumnya dan NTT pada
khususnya, yang artinya ada kaitannya dengan agama, sejarah, adat – istiadat
dan kepercayaan umat/sekelompok masyarakat atau masuknya injil di Pulau Rote.
Pada
akhirnya kami sebagai Penerus dan Penulis masuknya Injil ke Pulau Rote yang di
bawa oleh Moyang kami FOE MBURA,
sungguh menyadari bahwa kesempurnaan itu berada pada Yang Maha Kuasa dengan
suatu harapan mungkin goresan/tuturan hati Buyut FOE MBURA ini dapat menggugah dan mengingatkan kembali etos
kepahlawanan seorang FOE MBURA yang
adalah Raja, Guru, Penginjil dan Pelaut yang unggul terhadap
masyarakat Rote Ndao khususnya bahkan sebelum lahirnya NKRI tercinta, semoga
bermanfaat.
Demikianlah
sejarah singkat hadirnya Injil di Pulau Rote melalui gerbang selatan Asia
Pasifik, Fiulain Nusak Thie, Nusa
Sejuta Lontar, Rote Ndao tercinta.
Kiranya Tuhan Jesus memberkati.
Tua
su’uk-OEbafok, 07 Juni 2010
Buyut
FOE MBURA,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.