Konversi agama sebagai penyakit kronis
Kasus konversi agama
seperti sebuah penyakit kronis tetapi tidak banyak pihak yang menyadarinya.
Bali yang dijadikan ladang misi sejak tahun 1630, mengalami panen besar sejak adanya pembabtisan bersejarah dan
menggemparkan di Tukad Yeh Poh, Untal-Untal Dalung 11 Nopember 1931. Sejak saat itu, Kekristenan terus merambah Bali
hingga konversi mencapai sekurangnya 27.500
jiwa. Angka ini baru yang berhasil dipanen oleh misi protestan, sementara Katolik diperkirakan mendapatkan pengikut
yang setara. Konversi agama ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan
dengan upaya yang terstruktur, sistematis dan dinaungi oleh badan misi dunia.
Sejumlah sumber
mengungkapkan, konversi agama di Bali terbagi atas tiga periode. Periode
pertama tahun 1597- 1928, periode
kedua tahun 1929-1936 berdasarkan
efektifitas usaha penginjilan yang dilakukan. Kemudian periode terakhir 1937-1949 sebagai masa persiapan
kelahiran Gereja Kristen Protestan Bali.
Periode pertama lebih
banyak merupakan periode persiapan, di mana sejumlah badan misi dunia, para
zendeling (misi Kristen) maupun misionaris (misi Katolik) mempelajari dan
datang ke Bali. Sejumlah pendeta datang ke Bali dengan menyamar sebagai turis
seperti Dr. H.W. Medhurst dan Dr. W.R. Baron Van Hoevall. Selain itu
sejumlah peneliti dikirim sebagai tahap persiapan seperti Van Der Tuuk. Ia dikirim oleh Perhimpunan Missi Utrecht (U.Z.W.)
yang bekerja sama dengan Lembaga Alkitab Belanda (N.B.G.). Van Der Tuuk bekerja di Bali tahun 1870–1873, di samping menerjemahkan injil juga membuat kamus bahasa
Bali.
Sejumlah ahli yang
sesungguhnya merupakan misionaris ini mempelajari dan mengkaji berbagai lontar
kuno di Bali. Ternyata di balik kokohnya sistem adat, dilaporkan oleh para
pekerja Kristen di Bali seperti Van
Hoevall, sejak tahun 1846, sudah
banyak masyarakat Bali yang tidak puas dengan system adat dan agama. Ditulis Hoeval banyak orang Bali merasakan sistem kasta yang ada dalam agama Hindu
Bali tidak adil dan banyaknya upacara
dan kewajiban sehubungan dengan penyelenggaraan upacara dan persembahyangan
menyebabkan mereka jadi miskin. Inilah yang dipandang oleh Hoeval sebagai celah masuk untuk
menyebarkan kekristenan di Bali.
Orang
Bali pertama yang menjadi Kristen.
Namun walau zending terus bergulir di Bali dengan
dikirimnya sejumlah penginjil, upaya pada tahap awal gagal. Tiga Pekabar Injil
Belanda yang dikirim, yaitu van Eck, de
Vroom, van der Jogt setelah 13 tahun usaha mereka, tahun 1873 hanya berhasil membabtis satu orang Bali yakni I Goesti Wajan Karangasem dari Bali
Timur, Jagaraga Singaraja.
I
Goesti Wajan Karangasem
ini yang diberi nama baptis Nicedemus.
Namun karena tidak kuat menanggung beban pengucilan dari keluarga dan
banjarnya, ia diduga membunuh De Room
tahun 1881. Sejak kejadian berdarah
yang menggemparkan itu, Belanda menutup aktivitas penginjilan dan Bali tertutup
untuk waktu sekitar 50 tahun. Selain
itu melalui perdebatan panjang, Belanda juga menerapkan kebijakan kebudayaan
dan pendidikan yang dikenal dengan Baliseering
(Balinisasi) yang dimulai tahun 1920-an
yang menyulitkan para penginjil mendapatkan surat ijin untuk masuk ke Bali.
Walau demikian badan misi
tidak menyerah. Di tengah tertutupnya aktivitas penginjilan, penginjil pribumi Salam Watias yang berasal dari Kediri, bekerja untuk Gereja Kristen
Jawi Wetan (G.K.J.W) datang ke Bali untuk menjual buku-buku Kristen. Watias menggunakan pendekatan cultural
dan mendekati orang-orang Bali karena sesama “Wong Majapahit.” Ia menjual buku-buku tersebut hingga ke
pelosok-pelosok desa khususnya di Bali utara.
Karena orang Bali mempunyai
kesenangan membaca pelajaran-pelajaran agama, maka ribuan buku terjual. Buku
yang paling digemari adalah Injil Lukas
yang ditulis dalam bahasa Bali. Tidak tertutup kemungkinan para pendukung Surya Kanta yang tidak puas dengan
kondisi riil adat dan agama Bali menjadi pembeli dari buku Salam Watias.
Sekitar 80 orang Bali akhirnya minta dibabtis
oleh Watiyas. Namun pekerjaan yang
dinilai sangat berhasil dilakukan oleh Dr.
R.A. Jaffray, Ketua C.M.A.,
dengan mempekerjakan Penginjil Tiongkok
yang bernama Tsang Kam Fuk, yang
kemudian menyebut dirinya Tsang To Hang.
Tsang To Hang berhasil masuk ke Bali tahun 1931 setelah CMA
berhasil mendapatkan surat ijin khusus untuk menginjil orang-orang Tionghoa di
Bali. Mereka telah menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan surat ijin masuk
ke Bali, tetapi karena ijin itu tidak kunjung didapatkan, mereka menyiasati
dengan meminta ijin untuk penginjilan terbatas pada orang-orang Tionghoa dan
Belanda akhirnya mengabulkan permohonan itu.
Pan
Loting.
Setelah satu setengah tahun
upaya mereka di Denpasar hanya mampu membawa empat orang Tionghoa masuk
Kristen, To Hang secara sadar
melanggar surat ijin yang diberikan dan mulai menginjili orang-orang Bali.
Melalui seorang wanita
Bali, istri seorang Tionghoa, ia berkenalan dengan beberapa orang Bali yang
ingin keluar dari tradisi Hindu-Bali. Panen besar pun diperoleh dengan
pembatisan yang menggemparkan Tanggal 11
November 931, Dr. Jaffray membabtis 12
orang Bali yang dipimpin oleh Pan Loting,
di Sungai Yeh Poh.
Pan
Loting
adalah dukun sakti dan tokoh leak dari Buduk, yang oleh To Hang disebut sebagai tukang sihir. Pan Loting yang bernama asli I
Made Gepek memiliki pengaruh yang luas karena ia dianggap orang sakti
balian yang bisa membuat maupun menyembuhkan penyakit. Awalnya ia beradu ilmu
dengan Tsang To Hang, tetapi kalah
dan berikutnya debat teologis yang berakhir pada kekalahan sang tokoh leak.
Sampai To Hang diusir Belanda tahun 1933
ia telah berhasil membaptiskan sekitar 260
orang Bali. Setelah itu, Bali semakin terbuka dengan penginjilan dan
puluhan badan misi terus bekerja di Bali untuk menambah pengikut dan jumlah
gereja.
Dewasa ini, penginjilan
bukan saja dilakukan dengan upaya propaganda, tetapi juga melalui badan-badan
dan kegiatan besar yang dikemas menarik seperti Bali Gospel Festival yang digelar di GOR Ngurah Rai Denpasar.
Kegiatan ini berupa penyembuhan masal dengan menggunakan doa-doa yang diisi
dengan lagu-lagu pujian, ceramah dan persekutuan Kristen dari berbagai daerah
di Bali.
Sejarah
Kelam Kekristenan diBali
Agama Kristen menyadari
adanya sejarah kelam kekristenan di Bali, di mana Kristen bukan saja lambat
diterima di Pulau Dewata, tetapi dengan penolakan keras.
Ketua
Sinode GKPB Bali
saat ini Pdt. Drs. I Wayan Sudira
Husada.MM mengatakan Kristen tengah berupaya memperbaiki sejarah kelam
kekristenan di Bali, yakni kekristenan masuk dengan cara kasar dan menolak
secara total sistem adat, sehingga mendapat pertentangan keras oleh orang Bali
yang setia dengan adat. Dr. Jaffray
dan Tsang To Hang meminta pemeluk
kristen baru untuk membongkar sanggah karena dianggap pemujaan berhala yang
sia-sia, tempat setan dan iblis dan melarang mengambil bagian pada kegiatan
adat. Hal ini tentu saja menimbulkan ketersinggungan orang Bali yang pada
akhirnya menjadi konflik berkepanjangan.
Penghancuran
merajan/sanggah ini oleh Bishop Sudira
merupakan kekeliruan dan kekristenan lebih bisa diterima jika dilakukan dengan
cara-cara yang lebih lembut dan santun. Sehingga tidak heran di Gereja Abianbase, Mengwi, setiap sebulan
sekali jemaat datang ke gereja mengenakan pakaian adat Bali, kebaktian
dilakukan dengan bahasa Bali.
Demikian
pula dengan jemaat di gereja di Buduk dan Dalung.
Selain itu mereka juga
turut melestarikan budaya Bali seperti gamelan dan tari Bali. Upaya ini sebagai
jalan untuk meluruskan sejarah kelam kekristenan, di mana pada tahap awal
Kristen identik dengan Eropa dan menganggap kehidupan orang Bali sarat dengan
pemujaan berhala yang sia-sia, kabut gelap sehingga harus ditolak.
Faktor
Utama Penyebab Konversi Agama di Bali
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, sekurangnya terdapat delapan factor utama penyebab orang Bali
melakukan konversi, yakni :
Pertama.
Ketidakpuasan atas system adat dan agama.
Sejak dulu sebagian kecil
masyarakat Bali menunjukkan ketidakpuasan terhadap sistem adat dan agama.
Selain itu, kelompok - kelompok yang ada di masyarakat memperlihatkan kepekaan
yang berbeda terhadap doktrin keagamaan tertentu. Kerumitan banten yang
dikaitkan dengan ekspresi keimanan, aturan adat yang kaku serta tidak adanya
kelonggaran bagi anggota masyarakat untuk menjalankan ajaran agama menjadi
keluhan yang belum terjawab. Hal ini menimbulkan goncangan sosial yang pada
akhirnya menimbulkan anomi. Para penderita deprivasi ekstrim dan anomi
memperlihatkan daya tanggap yang besar terhadap agama yang mengkhotbahkan pesan
keselamatan.
Kedua.
Krisis individu.
Manusia kerap mengalami
krisis yang disebabkan oleh banyak hal seperti kondisi ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan hidup, keretakan keluarga, perceraian, korban kekerasan atau perasaan
berdosa karena merasa telah melakukan perbuatan tercela. Orang yang mengalami
krisis cenderung mencari nilai baru, guna mendapatkan pemecahan dari persoalan
yang dihadapi. Agama Kristen
termasuk agama yang menawarkan pesan keselamatan yang membawa seseorang pada
rasa damai sejahtera. Perpindahan agama diharapkan mampu membawa perubahan
dalam hidupnya.
Ketiga.
Ekonomi dan lingkungan sosial.
Faktor ekonomi menjadi
salah satu penyebab seseorang pindah agama. Meletusnya Gunung Agung tahun 1963 diiringi dengan gelombang wabah
dan kegagalan panen menimbulkan paceklik hampir di seluruh Bali. Hal itu
dimanfaatkan oleh badan misi Kristen untuk memberikan bantuan seperti gandum
dan alat-alat dapur maupun memberikan keahlian dengan tujuan imbalan masuk
Kristen. Selain itu, banyak orang Bali karena belitan kemiskinan bersedia masuk
Kristen dengan harapan mendapatkan bantuan dan terjadi peningkatan ekonomi.
Kristen memiliki lembaga ekonomi yang mapan yakni Maha Bhoga Marga (MBM) yang memberikan kredit ringan bahkan bantuan
Cuma Cuma untuk peningkatan ekonomi masyarakat kecil. MBM berdiri sejak 15 Januari 1963 yang pendanaannya
berasal dari diakonia (dana yang terhimpun dari umat Kristen). Selain itu masih
banyak lembaga sosial yang memiliki misi serupa, selain badan penyiaran seperti
radio Kristen.
Keempat.
Pengaruh ilmu kebatinan, Kehausan rohani dan janji keselamatan.
Ilmu kebatinan yang
diajarkan Raden Atmaja Kusuma di
Singaraja menjadi loncatan awal bagi kekristenan di Bali. Ajaran mistik ini
sepintas mirip dengan ajaran Kristen di mana pencapaian spiritual dapat dicapai
dengan pencerahan rohani, bukan dengan upacara yang besar. Umat Hindu yang
mengalami kehausan rohani dulunya memang sulit mendapatkan jawaban, karena
sedikitnya tokoh yang bisa memberikan pelayanan rohani.
Kelima.
Keretakan keluarga dan urbanisasi.
Keluarga yang tidak
harmonis mendorong terjadinya konversi. Anggota keluarga yang merasa terlempar
dari ikatan keluarga dan merasa sebatang kara tanpa ada yang memperhatian
cenderung akan mencari komunitas baru yang dapat dijadikan tempat untuk berbagi
dalam kehidupannya.
Keenam.
Perkawinan dan urutan kelahiran dalam keluarga.
Perkawinan seringkali
menimbulkan terjadinya konversi agama. Wanita Bali yang kawin dengan pria
Kristen sebagian besar akan mengikuti agama suami karena sistem patrialistik
dari masyarakat Bali. Namun tidak sedikit justru pria Hindu yang mengikuti
agama calon istrinya. Selain itu, urutan kelahiran dalam keluarga sangat
berpengaruh. Di mana anak laki-laki yang bukan merupakan pewaris keluarga lebih
mudah untuk beralih agama karena tidak terikat tanggung jawab dalam
keluarganya. Juga mereka bukan penanggung jawab utama baik dalam melakukan
pengabenan bagi orang tuanya maupun mengurus sanggah dan warisan keluarga.
Ketujuh.
Kegiatan penginjilan yang agresif.
Kristen memang merupakan
agama missioner. Tugas penginjilan bukan hanya dilakukan oleh penginjil
profesional, tetapi juga oleh seluruh gereja dan jemaat. Banyak warga yang
masuk Kristen karena kegiatan penginjilan yang mempropagandakan kehidupan yang
lebih baik.
Kedelapan.
Lemahnya pemahaman teologi (Brahmavidya).
Masyarakat Hindu di Bali
yang menjalani agama cenderung dengan berbagai upacara menyebabkan teologi
tidak mendapatkan tempat yang layak dalam pelajaran agamanya. Ketidaktahuan ini
tentu saja merugikan dialog antar pemeluk agama maupun dengan penginjil yang
memang mapan dalam berdebat.
Delapan factor utama diatas
sesungguhnya berpangkal pada lemahnya pemahaman atas ajaran Hindu, sehingga
para converts dengan mudah meninggalkan Hindu.
Dialog
yang intensif.
Delapan faktor utama itu
ternyata tidak berdiri sendiri, melainkan konversi terjadi karena akumulasi
banyak faktor. Dari penelitian yang dilakukan, salah satu konversi bisa terjadi
karena perkawinan, ditambah dengan adanya dialog yang intensif dan pembelajaran
serta lemahnya pemahaman atas agama Hindu.
Atau dengan terjadinya
krisis individu yang tidak mendapatkan jawaban dalam pandangan hidup lama,
ditambah dengan lemahnya pemahaman teologi dan kuatnya daya tarik komunitas
Kristen yang tidak mengenal sanksi baik moral maupun material seperti dalam
sistem adat Bali. Namun sebagian besar converts mengakui tidak pernah belajar
Hindu secara baik dan tidak memahami teologi Hindu.
Hampir tidak ada konversi
yang terjadi tanpa didahului dialog dengan mempertanyakan agama lama dan
keunggulan agama Kristen. Dalam dialog dengan pemahaman yang minim, penganut
Hindu memang sering kewalahan dengan umat Kristen yang dengan jelas mampu
memaparkan keimanan, ibadah maupun teologi kekristenan. Olehnya sudah
selayaknya para pemuka Hindu, majelis Hindu maupun tokoh-tokoh Hindu memikirkan
penanaman teologi dan pentingnya dialog dalam pergaulan di era global yang
tidak dapat dihindari ini.
Tulisan
ini dipetik dari tesis: Konversi Agama Masyarakat Bali (Studi Kasus Konversi
agama Hindu ke Kristen Protestan di Kelurahan Abianbase Kecamatan Mengwi
Badung), Ni Kadek Surpi, IHDN Denpasar 2009
- Judul
asli: “Penyakit Kronis” di Bali Manfaatkan Kelemahan Pemahaman Agama dan
Pelaksanaan Adat
- Oleh:
Surpi Aryadharma
- Sumber: Konversi
Agama mirror
1
Lihat pula:
- Tsang
To Hang
- Kata
kunci google: "tsang to hang bali"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.