LEMBAGA ADAT WARISAN PADA MASYARAKAT ROTE
Pengantar
Sebelum
membicarakan Pembagian Warisan menurut Adat masyarakat Rote perlu memahami
terlebih dahulu, sekilas tentang pengertian dan hak-hak tentang Hukum Benda sebagai suatu pengertian baku.
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat adat dapat memahami benda-benda dan hak-hak apa saja yang dimilikinya untuk
diwariskannya kepada para keturunannya (ahli warisnya). Untuk itu dibawah ini
dapat diikuti berbagai pengertian dan hak-haknya maupun Hukum
Warisannya menurut ketentuan UU yang berlaku sebagai berikut :
Hukum Benda : Manusia di dalam
pergaulan hidup memerlukan benda-benda baik untuk dipergunakan langsung ataupun
sekedar sebagai alat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Benda dalam arti Ilmu
Pengetahuan Hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum,
sedangkan menurut pasal 499 KUHS benda
ialah segala barang dan hak yang dapat menjadi milik orang (obyek hak milik).
Benda-benda tersebut dapat dibedakan menjadi :
Ø Benda tetap : ialah
benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya atau penetapan undang-undang
dinyatakan sebagai benda tak bergerak misalnya bangunan-bangunan, tanah
tanam-tanaman (karena sifatnya), mesin-mesin pabrik, sarang burung yang dapat
dimakan (karena tujuannya), hak opstal, hak erfpah, hak hipotek (karena
penentuan Undang-undang) dan benda-benda tetap lainnya..
Ø Benda bergerak : ialah
benda-benda yang karena sifatnya atau karena penentuan undang-undang dianggap
benda bergerak misalnya alat-alat perkakas, kendaraan, binatang (karena
sifatnya), hak-hak terhadap surat-surat berharga (karena undang-undang),
perhiasan dan benda bergerak lainnya.
Khusus hak-hak atas
tanah dapat berupa
: a..hak milik; b. Hak guna usaha; c. Hak guna bangunan; d. Hak pakai; e. Hak
sewa, berikut ini dijelaskan sbb:
Ø Hak milik adalah hak turun
temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan
mengingat bahwa semua hak atas tanah itu mempunyai fungsi sosial.
Ø Hak guna usaha : ialah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara, dalam jangka waktu paling lama 25
tahun (untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan untuk
waktu 35 tahun), waktu mana dapat diperpanjang.
Ø Hak guna bangunan : adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, waktu
mana dapat diperpanjang.
Ø Hak Pakai : adalah hak untuk
menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwewenang
memberikannya atau dalam perjanjian pengolahan tanah.
Ø Hak Sewa : Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak
sewa atas tanah apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai
sewa.
Benda-benda ini dapat
dimiliki oleh manusia dan karena itu diperlukan peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan manusia dengan benda-benda tersebut. Timbulnya
peraturan-peraturan tentang hukum kebendaan (zakelijke rechten) yang bersifat mutlah (absoluut recht) artinya dapat berlaku
dan harus dihormati oleh setiap orang.
Hukum Waris menurut UU
Hukum waris (Erfrecht, KUHS pasal 830 dst.) ialah hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan sesorang
setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang
lain. Tata Hukum memberi jaminan dan perlindungan terhadap perbuatan
sewenang-wenang atas kekayaan orang yang telah meninggal itu, dan menentukan
siapa yang berhak atas harta kekayaan tersebut.
Ada dua cara untuk
menyelenggarakan pembagian warisan yaitu :
Ø Pewarisan menurut Undang-undang : ialah pembagian warisan kepada orang-orang yang mempunyai hubungan darah
yang terdekat dengan sipewaris. Hubungan kekeluargaan sampai derajat keberapa
yang berhak menerima warisan, adalah ditentukan oleh undang-undang (= warisan
karena kematian = warisan ab
intestato). Pada pewarisan menurut undang-undang terdapat pengisian
tempat (plaatsvervulling) artinya apabila ahli waris yang
berhak langsung menerima warisan, telah mendahului meninggal dunia atau karena
sesuatu hal dinyatakan tidak patut
menjadi ahli waris; maka anak-anaknya berhak menggantikan menjadi ahli waris
dan demikianlah seterusnya. Apabila si pewaris meninggal dunia tidak
meninggalkan keturunan, suami atau istri maupun saudara-saudara, maka
terjadilah pecah dua (kloving),
artinya warisan harus dibagi dalam dua bagian yang sama yaitu satu bagian untuk
sekalian keluarga sedarah menurut garis pancar bapak lurus ke atas dan satu
bagian lain untuk keluarga yang sama garis pancar ibu.
Ø Pewarisan berwasiat : yaitu pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak menerima warisan
atas kehendak terakhir (wasiat) sipewaris. Wasiat
itu harus dinyatakan dalam bentuk tulisan misalnya dalam Akte Notaris (warisan testementer), Orang yang mewaris disebut pewaris (erflater),
orang yang menerima warisan karena
hubungan darah yang ditentukan dalam undang-undang disebut ahli waris (erfgenaam),
sedangkan orang yang menerima warisan karena wasiat disebut waris berwasiat (legataris) dan bagian warisan yang diterima oleh legataris disebut legaat.
Garis kekeluargaan
untuk menerapkan warisan dapat dibedakan jadi :
Ø Garis menegak (line), ialah garis kekeluargaan langsung satu sama lain
misalnya : bapak kakek-kakek---bapak---anak---cucu dihitung menurun, kalau
sebaliknya dihitung menanjak.
Ø Garis mendatar (zijline) : ialah garis kekeluargaan tak langsung satu sama lain, misalnya : paman
bapak---paman---keponakan---dan seterusnya.
Disamping itu ada bagian
harta kekayaan yang disebut lmegitiee portie (bagian menurut undang-undang) yaitu bagian
dari harta peninggalan yang menjadi hak ahli waris menurut garis menegak yang
tidak dapat diganggu gugat : artinya oleh si pewaris tidak boleh diberikan
kepada orang lain, baik pada masa hidupnya maupun sesudah ia meninggal. Ahli
waris yang berhak legitieme portie itu disebut legitimaris, seperti anak,
cucu, dan orang tua. (Sumber : Drs.C.S.T.Kansil,SH, Pengantar Ilmu Hukum Dan
Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, l980, hal.240).
Pewarisan
/ inheritance adalah Pemindahan atau penurunan sejumlah hak dan
kewajiban yang berupa harta benda kekayaan, tanah, pusaka, atau lainnya kepada
seseorang atau kelompok orang berdasarkan adat
atau hukum yang berlaku dalam
masyarakat yang diketahui pula bahwa si penerima warisan tersebut adalah
sebagai ahli waris. Sedang “Pusaka”/ heirloom, adalah segala benda yang dianggap berharga atau
benda-benda yang dipergunakan dalam upacara yang diwariskan secara turun
temurun, misalnya berupa tanah, rumah, senjata dan harta-harta lainnya. Harta Benda dalam
Perkawinan menurut UUP Pasal 35 s/d 37; dimana Pasal 35 UUP bahwa :
Ø Harta benda dalam
perkawinan menjadi harta bersama;
Ø Harta benda dari
masing-masing suami-istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai
hadiah atau warisan, adalah dibawah pengawasan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain.
Apabila perkawinan
putus,
maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya/adatnya masing-masing. Mengenai
harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah
pihak. Sedangkan mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai
hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya (pasal 36) Bila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya/adatnya
masing-masing.(Drs.C.S.T.Kansil,
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indsonesia, PN.Balai Pustaka, Jakarta,
l980,221).
Setiap Ahli Waris Berhak Atas Harta Peninggalan Orang
Tuanya
Menurut Hukum Perdata (KUHPdt)
Oleh Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Dalam Pasal 874 KUHPdt, dinyatakan bahwa segala harta kekayaan orang
yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya. Dalam
Pasal 833 ayat 1 KUHPdt, dinyatakan
bahwa sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik
atas semua harta kekayaan orang yang meninggal dunia (pewaris). Dalam
Pasal 874 KUHPdt, juga dinyatakan bahwa segala harta kekayaan
orang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut
undang – undang, Setiap ahli waris
berhak menuntut dan memperjuangkan hak warisnya, menurut Pasal 834 B.W. Seorang ahli waris
berhak untuk menuntut upaya segala apa saja yang termasuk harta peninggalan si
Meninggal diserahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris (heriditatis petito). Menurut
Pasal 1066 ayat 2 KUHPdt, setiap
ahli waris dapat menuntut pembagian harta warisan walaupun ada larangan untuk
melakukan itu. Jadi, harta warisan tidak mungkin dibiarkan dalam
keadan tidak terbagi, kecuali jika diperjanjikan tidak diadakan
pembagian, dan inipun tidak lebih lama
dari lima tahun.
Walaupun ahli waris
itu berhak atas harta warisan, dimana pada asasnya tiap orang meskipun seorang
bayi yang baru lahir adalah cakap untuk mewaris, hanya
oleh undang - undang telah ditetapkan, ada
orang-orang yang karena perbuatannya,
tidak patut (onwaardig) menerima
warisan. Hal
ini ditentukan dalam Pasal 838 KUHPdt
yang dianggap tidak patut jadi ahli
waris, sehingga dikecualikan dari pewarisan adalah antara lain, mereka yang telah menggelapkan, merusak,
atau memalsukan surat wasiat pewaris.
Selain itu, oleh
undang - undang telah ditetapkan bahwa ada orang – orang yang
berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya, maupun hubungannya
dengan si meninggal, tidak diperbolehkan
menerima keuntungan dari suatu
surat wasiat yang diperbuat oleh si meninggal. Selanjutnya
dalam Pasal 912 ditetapkan alasan –
alasan yang menurut pasal 838 tersebut
diatas, menyebabkan seseorang tidak patut menjadi waris. Besarnya pembagian warisan antarpara ahli waris adalah sama rata diantara mereka. Pembagian
harta peninggalan tersebut dilakukan melalui seorang Notaris. Bila terjadi sengketa antar para ahli waris, maka dapat
diajukan permohonan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat guna memberi
keputusan yang seadil-adilnya. Menurut
adat orang Rote, anak wanita bukan ahli waris, namun dewasa ini ada orang tua
tertentu, menentukan bahwa baik anak laki-laki maupun anak wanita ditetapkan
sebagai ahli waris juga, dan sama-sama berhak mendapat pembagian warisan sama
rata, tetapi hal ini tidak berlaku pada umumnya.
Penyerahan Warisan Dibawah Tangan
Bahwa pembagian warisan
orang tua kepada anak-anak kandungnya, tidak selalu dilakukan lewat Notaris
atau lewat Pengadilan Negeri, melainkan oleh orang tuanya secara langsung membaginya kepada
masing-masing anak dengan menentukan obyek harta yang dimilikinya. Ini
dilakukan oleh orang tuanya semasih
hidupnya. Dengan demikian masing-masing anak telah mengetahui obyek harta bagiannya dengan jelas. Dengan
demikian orang tua tidak lagi membuat wasiat
pembagian warisan untuk anak-anaknya lagi.
Adapun cara ini
dilakukan, agar supaya tidak mengeluarkan lagi biaya untuk Notaris, biaya pajak
dan biaya lainnya yang dianggap terlalu berat atau karena pertimbangan
praktisnya. Cara demikian lebih umum dilakukan dimasyarat kita dewasa ini, dan
tidak ada salahnya. Oleh karena
penunjukkan secara langsung oleh orang tuanya, maka hampir dapat dikatakan tidak akan terjadi sengketa diantara mereka,
baik dimasa orang tua masih hidup, maupun setelah meninggal dunia. Demikian
ketentuan KUHPdt tentang Hak seseorang ahli waris atas harta peninggalan Orang
Tua yang telah meninggal, atau Pembagian Warisan dilakukan semasa orang tua
masih hidup.
Pertanyaannya : Anda pilih cara yang mana?
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
HP.082135680644.
Jenis
Harta Pusaka Atau
Warisan
Orang Rote
Yang diutarakan
diatas adalah hukum waris menurut undang-undang. Bagaimana pembagian waris menurut hukum Adat orang Rote
sbb:
Pada
umumnya masyarakat di Rote meyelenggarakan lembaga adat warisan itu dengan
maksud bahwa harta pusaka itu sebagai
identifikasi nenek moyang. Oleh karena itu segala harta pusaka nenek moyang ini
harus dijaga jangan sampai kehilangan garis putus dari keturunan asalnya.
Masyarakat Rote mengenal dua jenis harta warisan dari orang tuanya.
Kedua jenis harta
warisan ini adalah :
Ø Harta warisan dari
nenek moyangnya.
Ø Harta warisan dari
ayahnya.
Harta warisan dari
nenek moyangnya ini adalah sebagai pengganti dari kakeknya.
Ø Harta ini diwariskan
secara turun temurun kepada anak cucunya dan tetap atas nama kakeknya. Harta
peninggalan kakek ini boleh dibagi-bagi lagi, tetapi tidak boleh dijual. Harta
peninggalan ini disebut harta pusaka.
Ø Menjual harta pusaka
merupakan “tabu”, oleh karena sama dengan menjual kakeknya atau sama
dengan memakan kakeknya sendiri.
Ø Mereka percaya, kalau
siapa diantara ahliwaris, berani menjual harta pusaka ini umurnya menjadi
pendek, kata mereka, “ tatahenda lutu de dai lane” atau
“manna
pusaka”.
Ø Ada pula yang mengatakan bahwa yang
bersangkutan ada saja mendapat kemalangan dalam hidupnya, tidak tenteram, atau
mendapatkan berbagai penyakit yang aneh-aneh dan sulit disembuhkan. (sakit
penyakit dan halangan karena memakan pusaka).
Yang berhak membagi-bagi waris adalah ketua adat “ mane Leo” (Kepala Suku) marga yang
bersangkutan.
Harta pusaka itu dapat
dibayarkan sebagai “belis” (bahasa Rote) atau mas kawin, sebab harta pusaka itu juga
sebagai “nggati matek” (ganti mata)
yang berarti penggati rupa kakek dan neneknya.
Dengan
demikian gadis yang dibayar dengan harta pusaka itu disebut juga mengganti
neneknya. Harta pusaka yang diwariskan
ada tiga macam:
Ø Harta milik sendiri dari ayah berupa pusaka.
Ø Harta milik ibu berupa,
Ø Harta milik sendiri
Ø Milik “ bua fua uma” (milik bawaan)
Ø Harta “Ue Malak” ( harta milik hasil usaha bersama)
Kalau
istrinya meninggal maka harta bawaan berupa kebun, sawah, ladang atau serumpun
pohon lontar sebagai hadiah orang tuanya saat ia menikah, harus
dikembalikan kepada clan istrinya karena bersifat titipan saja selama
istri masih hidup, untuk menunjang ekonomi keluarganya.
Suami
tidak berhak menjual harta bawaan ini, kecuali atas izin dari istrinya. Ini pun
seharusnya tidak terjadi. Ahli waris
didasarkan atas garis keturunan dari pihak ayah. Oleh karena itu, hanya anak
laki-laki saja yang berhak menerima warisan (pewaris). Mengapa demikian, oleh
karena wanita dianggap setelah menikah ia otomatis akan memiliki semua harta milik suaminya
juga. Dengan demikian prinsipnya harta pusaka/warisan tetap dikuasai oleh
keturunan lurus mulai dari kakeknya, orang tuanya (bapaknya) dan menurun
keturunan lurus kebawah pihak laki-laki saja. Menurut adat orang Rote, wanita
bukan pewaris. Namun kepadanya dapat diberi hadiah barang-barang titipan saja
yang sifatnya sementara selama hidupnya saja (khusus untuk barang tidak
bergerak saja). Sedang barang bergerak adalah menjadi milik untuk selamanya..
Disamping
itu diantara anak laki-laki ahli waris, anak sulunglah yang menjadi “kaak
manita kata” (yang berhak
menerima lebih banyak). Juga anak laki-laki paling bungsu, akan memperoleh
warisan paling istimewa karena secara langsung dapat memiliki dan berkuasa atas
rumah ayah dan ibunya. Kalau yang paling
bungsu itu kebetulan wanita, anak laki-laki termudalah yang berhak atas rumah
itu, disamping warisan lainnya.
(12.4). “ANAK ANGKAT” = “ANAK
PELIHARAAN”
Anak angkat pada
masyarakat Rote disebut anak peliharaan.
Mereka tidak mau menyebut anak angkat
atau “ niana nolan”, kalau demikian menurut anggapan mereka anak itu termasuk “banda zat tungga lenak”
yaitu seperti hewan tanpa pemiliknya, yang berarti tidak diketahui asal
keturunannya “mauali mamengok”. Oleh
karena itu masyarakat Rote hanya mengenal “anak peliharaan”.Anak peliharaan
laki-laki diambil kalau seseorang tidak
mempunyai anak. Kemudian atas dasar musyawarah diantara keluarga clan sukunya
orang tersebut dapat memelihara anak dari saudara laki-laki ayahnya. Anak
peliharaan itu diharapkan nanti kalau
sudah dewasa dan berkeluarga, dapat memelihara orang tua yang memeliharanya.
Orang tua itu memelihara anak untuk maksud nanti kalau sudah tua renta dapat menitipkan
dirinya untuk mendapatkan perawatan seperti orang tua itu merawat anak itu pada
waktu kecil. Biasanya anak peliharaan
itu tidak dijanjikan warisan harta kekayaan orang tua piaraannya, (“pengampu”).
Anak piaraan hanya berhak dan berkuasa “memelihara” harta kekayaan “pengampu”nya. Apalagi ayah
pengampunya meninggal pada waktu anak itu masih kecil, ia berhak mendapat
warisan berdasarkan kerelaan dari
saudara-saudara ayah peliharaannya. Kalau saudara ayah peliharaannya tidak mau memberi tidak bisa menuntut secara
adat.
(12.5). Ahli Waris Yang Lain
Kalau seseorang meninggal dunia dengan tidak mempunyai keturunan,
maka harta warisan, jatuh kepada kaum
kerabatnya yang terdekat.
Ø kalau keluarga terdekat sudah tidak ada , harta warisan jatuh kepada kerabat
yang lebih jauh lagi, demikian seterusnya.
Ø ahli waris yang lain selain kaum kerabatnya adalah istri.
Ø kalau sudah tak beristri, harta warisan jatuh kepada orang tua mereka
(pihak suami),
Ø kalau orang tuanya sudah tidak ada, yang berhak menerima warisan anak-anak
dari saudara-saudara sekandungnya dari
pewaris. Kalau anak-anak saudara sekandung inipun sudah tiada, harta warisan
jatuh kepada cucu-cucu dari saudara-saudara sekandung.
Ø Ahli-ahli waris itu berhak atas kepengurusan dan penguburan pewarisnya.
Ø Andaikata semua kaum kerabat baik yang dekat maupun jauhpun sudah tiada,
maka yang berhak mengurus adalah teman yang terdekat.
Ø Oleh karena itu harta warisannya pun akan jatuh kepada teman yang mengurus
penguburannya.
Dari lukisan tersebut diatas ahli-ahli waris berhak atas harta kekayaan pewaris dapat
digolongkan sebagai berikut:
Ø Golongan pertama terdiri dari anak-anak
laki-laki dan jandanya.
Ø Golongan kedua
terdiri dari orang tuanya, saudara-saudara sekandung serta anak keturunannya.
Ø Golongan ketiga terdiri dari kakek dan neneknya.
Ø Golongan keempat
terdiri dari kaum kerabat yang telah jauh dan tidak termasuk pada golongan ke-l
sampai ke-3.
Ø Sahabat-sahabat atau tetangga yang mengurus penguburannya.
Pembagian Warisan
Pembagian warisan
dilaksanakan apabila ayah dan ibu telah
meninggal . Apabila ayah yang terlebih dahulu meninggal, istrilah yang menjadi
penguasa semua harta warisan.. Biasanya lambang kesatuan orang tua seperti “ela esa itoi esa” (suatu
ikatan yang hanya maut yang memisahkannya).
Ø Oleh karena itu yang berpisah karena bercerai jarang sekali. Kalau kedua
orang tuanya telah meninggal barulah
ahli waris membuka warisan.
Ø Terlebih dahulu kepala suku mengumpulkan seluruh ahli waris.
Ø Biasanya warisan dibuka setelah satu bulan orang tuanya meninggal oleh
karena segala urusan tentang kematian sudah selesai.
Ahli waris dengan
dipimpin oleh anak laki-lakinya yang
tertua menghadap dan menyerahkan pembagian harta warisan itu kepada “mane
leo” (kepala suku).
Ø Mula-mula yang dipersoalkan adalah segala utang-piutang dari pewaris.
Ø Kemudian dibicarakan tentang
masing-masing ahli waris, demikian harta kekayaan yang diambil dari harta
warisan.
Ø Pelunasan hutang-hutang pewaris dilunasi dari harta warisnnya yang ditinggalkan,
sebelum dibagikan kepada pewaris yang berhak.
Ø Setelah semua dilunasi oleh harta kekayaan pewaris, sisanya barulah
dibagikan kepada para ahli waris.
Semua ahli waris
menerima kebijaksanaan yang telah diputuskan oleh kepala suku (mane leo= raja suku).
Akan tetapi apabila ada
yang tidak mematuhi keputusan kepala suku itu
dan timbul huru-hara,
Ø kepala suku memanggil dewan orang-orang Tua-tua untuk menyelesaikannya.
Ø kalau belum bisa terselesaikan, pesoalan tersebut dibawa kepada raja, dan
kini kepada Pemerintah (Pengadilan Negeri).
Segala ongkos pembiayaan
raja/Pengailan Negeri, dalam rangka penyelesaian ini harus ditanggung oleh
bersama para ahli waris.
Besarnya Pembagian Waris
Pembagian didasarkan atas dasar keturunan patrilineal,
maka anak laki-laki yang tertualah yang memperoleh warisan yang lebih besar.
Ø Hal ini didasarkan oleh karena anak
laki-laki yang tertua itu yang paling besar tanggung jawabnya terhadap keutuhan keluarganya, sebab ia pengganti ayahnya.
Ø Anak laki-laki yang sulunglah yang menjadi kepala keseluruhan keluarga sebagiai kesatuan dari sukunya. Jika anak sulung adalah seorang anak wanita, maka anak laki-laki yang paling besar dari urutan atas, dianggap
sebagai anak sulung,
Ø jika yang ini pun telah meninggal, maka anak laki-laki urutan berikutnya
dapat dianggap sebagai pengganti anak sulung dan seterusnya demikian pula.
Ia bertanggung jawab atas semua belis, harus dibayarnya
dan yang diterimanya dari saudara-saudaranya.
Dalam pembagian tersebut,
Ø anak laki-laki tersulung akan mendapat pembagian 1,5 ( satu setengahnya)
bagian dari seluruh harta warisan,
Ø sedang saudara laki-laki lainnya, hanya akan menerima 1 (satu bagian),
Ø kecuali anak laki-laki, yang paling bungsu / termuda akan memperoleh
tambahan rumah ayah ibunya..
Anak-anak wanita sama
sekali tidak menerima warisan apa-apa karena anak wanita tidak termasuk ahli waris. Wanita hanya mendapat hadiah
dapat berupa harta tetap saat memasuki pernikahannya, sebagai barang bawaan,
yang sifatnya sebagai barang titipan untuk dapat menunjang ekonomi keluarganya
selama hidupnya. Setelah ia meninggal harta bawaan itu kembali ke klen ayahnya
atau ke saudara-saudara lelakinya, kemudian dibagikan anatara mererka
berdasarkan kesepakatan
bersama.
Suatu contoh Pembagian Waris
Seorang pewaris mempunyai tanah pertanian yang menjadi
harta warisan seluas 6 Ha. Ahli warisnya ada 5 orang
laki-laki. Pembagian harta warisan
tersebut
sebagai berikut:
- Anak laki-laki tersulung / tertua akan menerima l,5 x 6/5 = 3/2 x 6/5
= l,8 Ha.
- Anak laki-laki yang lain akan mendapat 6 – l,8 : 4 = l,05 Ha.
- Anak laki-laki paling bungsu / termuda akan mendapat l,05 Ha,
ditambah rumah orang tuanya.
Demikian juga pembagian harta warisan berupa ternak dan
lain sebagainya.
Ø Setelah ketentuan luas tanah ditetapkan, semua ahli waris, Kepala suku,
Tua-tua adat berangkat ke tanah yang
akan dibagi-bagi itu. Disana ditetapkanlah mana-mana bagian masing-masing ahli
waris.
Ø Selesai pembagian dan pengukuran dan menyerahkan kepada masing-masing ahli
waris, kemudian mengumpulkan semua binatang ternak sisa pesta penguburan dan upacara-upacara
lainnya.
Ø Kemudian dibagi-bagi lagi dan diserahkan kepada masing-masing yang berhak.
Bagi anak-anak wanita
walaupun bukan termasuk pewaris dan tidak mendapat warisan dari orang tuanya,
tetapi sebagai imbangan biasanya pada
waktu kawin akan mendapat hadiah. Hadiah tersebut berupa perhiasan,
sawah, ladang dan kebun. Pemberian berupa hadiah ini sifatnya sementara (khusus harta tetap sebagai harta titipan) kecuali perhiasan dan
alat-alat rumah tangga lainnya, menjadi milik wanita.
Pemberian berupa harta tetap (titipan sementara)
berupa sawah/ladang/kebun untuk menjamin hidupnya sehari-hari dengan
keluarganya dan hanya selama ia masih hidup saja. Hadiah-hadiah bersifat barang
titipan sementara itu, selama istrinya masih hidup, ini tidak boleh dijual oleh suaminya. Kalau
ia meninggal semua hadiah (benda/harta tetap) itu harus dikembalikan kepada
ahli warisnya (saudara-saudara laki-lakinya), untuk kemudian mereka akan
membagi-bagikan lagi sesuai peraturan pembagian yang disebutkan diatas..(Drs.Hidayat
Z..M,.Masyarakat dan Kebudayaan suku-suku bangsa di NTT, l976 dan catatan
tambahan penulis,2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.