Masyarakat
Belanda Amat Menyukai
Buku
Kesusteraan dan Kemanusiaan
(Sebuah
Contoh Budaya Membaca Yang Baik Untuk
Ditiru)
Pengantar
Suatu pertanyaan penting, adalah mengapa pembangunan di Indonesia
terkesan lamban, oleh karena para intelektual kita, kurang memiliki pengetahuan
yang luas terhadap banyak masalah, akibat dari kurang membaca berbagai informasi yang disajikan oleh
berbagai buku ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai syarat dalam pengambilan
keputusan. Malahan mereka kurang sekali
memiliki buku-buku secara pribadi di rumahnya sendiri. Makin banyak membaca
buku, maka pengetahuannyapun dapat
diandalkan dalam lapangan pekerjaannya.
Hal ini
disebabkan masyarakat Indonesia budaya membaca tergolong rendah.
Jika banyak membaca buku, maka makin bertambah pengetahuannya, dan
mengambil banyak manfaat yang sangat berguan yang dapat dipakai dalam
kehidupannya maupun berguna untuk masyarakat maupun negara terutama kemajuan
pembangunan disegala bidang.
Berikut ini kami berikan
suatu contoh Negeri Belanda, suatu
masyarakat yang rakus buku, suka membaca, dan tidak tangung-tanggung membeli
berbagai buku yang tebal sebagai salah satu kebutuhan sebagai berikut :
Berikut
ini suatu contoh bagaimana masyarakat Belanda, sebagai salah satu masyarakat
yang “rakus buku”.Fenomena penerbitan buku di negara-negara maju semakin menarik
untuk diamati. Walaupun serangan sajian media massa elektronik (televisi dan
segenap variasinya) begitu gencar, tetapi industri penerbitan buku maupun
budaya baca seolah-olah tidak begitu terusik. Di era serangan gencar sajian
media massa elektronika, dunia penerbit justru semakin mantab dan
mengkristal.Masyarakat telah memposisikan sajian media massa elektronik sebagai sarana untuk mencari hiburan dan
informasi aktual sepintas.
Untuk memperoleh informasi aktual yang mendalam, masyarakat negara
maju mencarinya dari koran dan majalah.Sedangkan buku, memiliki posisi yang
berbeda, atau paling tidak, berada didepan.
Buku dianggap lebih mampu menambah wawasan, mempertajam kemampuan
analisis, memperluas cakrawala pemikiran dan memberi hiburan yang lebih
berkesan. Demikian halnya yang terjadi di Belanda.
Masyarakat Belanda yang telah relatif maju di segala bidang kehidupannya
semakin mantab tradisi bacanya, walaupun juga didera kemajuan komunikasi massa
dari elektronika
Penerbitan buku di negeri kincir angin tersebut kian hari kian
mantab. Jumlah judul buku beserta jumlah
ekssemplar buku yang beredar memperlihatkan perkembangan yang berarti. Bahkan
buku-buku terbitan Belanda mulai banyak yang dibutuhkan pembaca dari luar negeri..
Dan di sisi lain, penerbit-penerbit Belanda banyak menerbitkan buku-buku
terjemahan dari luar negeri. Tidak hanya buku-buku karangan penulis domistik
saja yang disukai di Belanda. Buku-buku terjemahan
pun memiliki penggemar yang kian banyak.
Kesusteraan—Kemanusiaan
Berbeda dengan kondisi di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang pada umumnya kurang menyukai buku-buku sastra, pembaca buku di
negeri Ratu Yuliana tersebut justru sangat menyukai buku-buku kesusasteraan. Menurut perhitungan
pengeluaran masyarakat untuk buku pada tahun 1992, jumlah uang yang dibelanjakan untuk buku terbanyak untuk
membeli buku-buku kesusteraan (147 juta
gulden). Sesudah itu menyusul buku kemanusiaan (humanities) dan sosial (126 juta gulden). Dan berikutnya buku yang berisi cerita yang menegangkan (112 juta gulden). Buku yang berisi kisah percintaan, hobi, buku
anak-anak dan lain-lain ada diperingkat berikutnya.Buku-buku untuk pelajaran
sekolah maupun teks di perguruan tinggi belum dimasukkan dalam perhitungan
tersebut. Kedua jenis buku teks tersebut
tentu memiliki pembeli/pembaca yang juga
cukup banyak mengingat tradisi intelektual di negeri Belanda sudah sangat maju.
Buku-buku kesusasteraan dan kemanusiaan merupakan jenis buku yang
digemari di Belanda, ada keterkaitannya dengan tingkat kehidupan dan kemajuan yang diraih bangsa tersebut. Problem
keuangan dan kebutuhan pokok sudah tidak menjadi persoalan lagi bagi Bangsa
Belanda (asli). Boleh dikata, mereka tinggal mengapresiasi kehidupan. Masyarakat Belanda secara umum memang
termasuk masyarakat yang “rakus” buku.
Konsumsi mereka terhadap buku cukup tinggi. Dan buku-buku yang dikonsumsi tidak hanya dijadikan pajangan, melainkan
dibaca sungguh-sungguh. Kondisi masyarakat Belanda yang demikian ini
sesungguhnya tak jauh berbeda dengan kondisi
masyarakat kawasan Eropa lainnya, seperti Jerman, dan Inggris. Mereka
beranggapan bahwa informasi dari bukulah
yang dapat diandalkan dan langsung memacu kemajuan. “Kerakusan” masyarakat Belanda
terhadap buku dilihat dari banyaknya judul buku yang terbit setiap tahunnya,
maupun oplag buku yang terjual dimasyarakat. Dalam hal buku asing yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda
saja, pada tahun 1991 ada 4.300 judul buku asing yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Jumlah buku yang ditulis oleh pengarang
domistik tentu saja jauh lebih banyak.
Karena “kerakusan”nya,
terhadap buku, konsekuensinya penulis-penulis domistik kurang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat Belanda akan buku. Maka jadilah negeri yang datarannya
lebih rendah daripada laut tersebut, sebagai importir terbesar buku. Dari suatu
penelitian yang baru-baru ini dilakukan, terbukti Belanda merupakan importir
buku asing yang terbesar dikawasan Eropa. Pengeluarannya mencapai 183 juta gulden atau 11,45 persen dari nilai pasaran buku di
seluruh Belanda. Buku-buku impor yang diperlukan masyarakat Belanda kebanyakan
buku berbahasa Inggris. Masyarakat Belanda mengkonsumsi buku berbahasa Inggris 5 kali lebih banyak dibandingkan
masyarakat negara lain dikawasan Eropa.
Buku-buku berbahasa lainnya kurang memiliki pasaran yang baik, mengingat keterbatasan
kemampuan berbahasa asing mereka.
Karena itu, buku-buku berbahasa asing bukan bahasa Inggris, pada umumnya harus
diterjemahkan dahulu ke dalam bahasa Belanda, bila ingin dibaca oleh banyak
warga masyarakat.
Tebal-tebal
Buku-buku
yang terbit di Belanda.
Tidak sedikit yang tebal atau berhalaman banyak. Namun demikian,
masyarakat tetap banyak yang mampu membelinya. Hal semacam ini jelas cukup
mengherankan bagi kita yang berada di Indonesia. Bagi kita, buku tebal pasti
akan menguras uang saku lebih banyak dan akibatnya mengganggu stabilitas
moneter keluarga. Masyarakat Belanda yang terbiasa mengkonsumsi buku nampaknya
tak begitu direpotkan oleh hal ini. Dengan
kondisi masyarakat sebagaimana tergambar
di atas, secara otomatis industri penerbit buku di negeri Belanda
tersebut selalu mantab.
“Kerakusan”
masyarakat terhadap buku, yang lantas dicukupi oleh buku impor dan
buku terjemahan, tidak menjadi persoalan. Dengan cara demikian bangsa tersebut
justru semakin diperkaya wawasannya. Impor buku dan penterjemahan buku asing berarti pengayaan
intelektual. (HH/Herman
ST)b-(SK.Kedaulatan Rakyat-Jogja-1994).
Catatan Penulis :
Ini adalah contoh
yang baik, dan perlu ditiru oleh
masyarakat Indonesia agar meningkatkan
budaya bacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.