MENGUSULKAN PENYUSUNAN “APBN PLUS” DAN
PEMBENTUKAN “KAS NEGARA SENTRAL”
(PELAYANAN KEUANGAN NEGARA SISTEM SATU PINTU)”
Oleh : Drs.Simon Arnold
Julian Jacob
Pengantar
Pada setiap tahun
Penyusunan Anggaran APBN, sudah menjadi tradisi atau “budaya pemerintah” selalu
menambah anggaran pembangunan dengan pinjaman luar negeri dengan mata uang
asing (dollar AS). Hal ini dikarenakan selain menambah dana untuk berbagai
infrastruktur, tetapi juga untuk membayar kembali kewajiban hutang luar
negeri yang tidak pernah surut, apalagi lunas.
Sistem APBN kita Ibarat : “Nafsu Kuda, Tenaga Kambing”. Artinya, berambisi sebanyak mungkin biaya pembangunan yang
dirancang, tetapi dana yang tersedia kurang alias defisit. Dananya hanya cukup “beli kambing”, tetapi
kepingin “beli Kuda”. Kalau dananya cukup untuk beli kambing sebaiknya beli
kambing saja jangan beli kuda. Akibatnya kekurangan dana harus ditutup dengan pinjaman
US Dolar. Biasanya Pemerintah mengambil jalan pintas, antara lain ialah dengan menaikan Harga BBM, yang
berdampak pada kenaikan harga dari barang dan jasa kebutuhan masyarakat umum,
sehingga terjadi banyak protes dan demo berbagai pihak. Memang usaha
atau upaya pinjam-meminjam sejak awal, sepertinya telah membuydaya, atau sudah
jadi adat atau diadatkan, jadi kalau tidak pinjam, rasanya seperti Alergi
(gatal tangan).
Ya… Ibaratnya kurang
lebih demikian.
Terdapat dua kemungkinan
yakni :
·
Budaya pinjaman luar negeri terus dilanjutkan seperti yang sudah
dianut selama ini, dengan
memperhitungkan untung – ruginya serta dampaknya atau;
·
Membangun dengan mengandalkan penerimaan 100
persen penerimaan
di dalam negeri saja.
Jika terus mengadakan
pinjaman luar negeri maka ibarat “Pinjam Kambing, Kembali Gajah”.
Hal ini karena kurs
dollar AS pada masa pelunasan jauh lebih besar dari pada saat peminjaman. Jadi hitungannya kita selalu
merugi. Dampak lainnya adalah, kemungkinan penyalahgunaannya, sehingga pinjaman
tersebut kurang membawa keuntungan
melebihi dari pinjaman tersebut atau tidak menghasilkan nilai plus. Sedang
cara yang kedua adalah, biaya pembangunan disesuaikan saja dengan
penghasilan dalam negeri. Artinya APBN sisi pengeluaran disesuaikan saja dengan
kemampuan penghasilan dalam negeri (balance). Dengan demikian tidak akan
terjadi defisit anggaran. Atau dengan cara, semua proyek yang direncanakan
dalam tahun anggaran senilai penerimaan APBN saja. Jika ada defisit, mungkin
tidak terlalu besar yang dapat di atasi dengan pinjaman dalam negeri saja.
Penerimaan Pajak perlu
dilakukan Intensifikasi dan ekstensifikasi, baik obyek maupun subyek pajaknya.
A.
PERLU PENYUSUNAN (APBN, PLUS APBD)
SE-INDONESIA
GUNA
MENGETAHUI PENERIMAAN TOTAL SECARA NASIONAL
Oleh Drs.Simon
Arnold Julian Jacob
Pada sisi lain, selama ini
rakyat tidak pernah tahu, berapa sebenarnya dana pembangunan di Indonesia
setiap tahunnya. Sebagaimana kita ketahui, bahwa selain APBN, juga terdapat APBD
Provinsi, APBD Kabupaten dan APBD Kota.
Hingga saat ini yang dipublikasikan
secara nasional hanya dana APBN, sedangkan Akumulasi dari seluruh APBD
Provinsi, APBD Kabupaten dan APBD Kota se Indonesia, tidak pernah dipublikasikan secara nasional.
Pada hal, semua APBD-APBD
ini sangat penting diketahui seluruh rakyat,
oleh karena APBD adalah juga uang rakyat, yang perlu diumumkan secara
kolektif kepada rakyat sebagai suatu pertanggungjawaban pemerintah baik pusat
maupun daerah secara terpadu. Selama ini APBD Provinsi, APBD Kabupaten dan APBD
Kota, hanya menjadi konsumsi Pemerintah Daerah dan DPRD saja. Untuk
tujuan itu kami mengusulkan setiap tahun, perlu disusun “Anggaran
Terpadu” yang namanya “APBN PLUS”, artinya (APBN, PLUS APBD) seluruh Indonesia yang diumumkan,
secara nasional paling tidak sekitar bulan Agustus (saat pidato Kenegaraan
Petanggungjawaban Presiden setiap
tanggal 16 Agustus di hadapan DPR-MPR).
Pola
penyusunannya (Mekanismenya).
APBN di susun oleh Menteri
Keuangan,
Sedangkan Gubernur
sebagai koordinator di wilayahnya, menyususn Data gabungan (APBD Provinsi) + (APBD Kabupaten + APBD Kota), di
Provinsinya dan mengirim datanya ke Menteri Dalam Negeri. Menteri Dalam Negeri
setelah menerima laporan dari semua Provinsi, lalu mengkopilir data (APBD-APBD
Provinsi–Provinsi) + (APBD-APBD Kabupaten + APBD-APBD Kota se-Indonesia),
sehingga memperoleh data gabungan, yakni, APBD Provinsi, dan Gabungan data APBD
Kabupaten/Kota se Indonesia).
Kemudian Menteri Dalam
Negeri membuat Rakapitulasi data sbb :
A..APBD Povinsi se Indonesia……………………………… …………………...Rp…
B. APBD Kabupaten/Kota se
Indonesia…………………… …………………....Rp…..
C.Total APBD Provonsi dan
APBD Kabupaten/Kota se Indonesia (A+B)=C Rp…
Setelah itu, Menteri Dalam
Negeri mengirim total data C (A dan B) ke Menteri Keuangan guna dikompilir
dengan data APBN.
Kemudian Menteri Keuangan
menyusun hasil Rekap tersebut sbb :
I.Jumlah--APBN--Tahun Anggaran………………………………..............................................Rp......
II.Jumlah--APBD--Provinsi--se-Indonesia……………........................................................................Rp…..
III Jumlah APBD Kabupaten
se Indonesia…………………..…......Rp..
IV. Jumlah APBD Kota se Indonesia……………………………….Rp…
V. Total (APBN, PLUS
APBD), se Indonesia (I+II+III+IV) = 100%Rp….
Jumlah Total inilah
merupakan potensi nasional riil (100%)
untuk pembangunan Indonesia, pada setiap tahun anggaran, yang selama ini hanya
APBN yang diketahui rakyat, sedang APBD se-Indonesia tidak. Dari data (APBN PLUS APBD
se Indonesia) ini baru mendapat gambaran yang pasti, apakah perlu pinjaman luar
negeri atau tidak.
Klasifikasi
Provinsi-provinsi di Indonesia dapat dibedakan 3 golongan berdasarkan pada
potensi yang dimiliki yakni:
1.Provinsi Gemuk (provinsi
kaya potensi)
2.Provinsi Sedang (provinsi kaya potensi, tetapi masih dibawah
dari provinsi yang pertama)
3.Provinsi Miskin (
provinsi yang kurang/tidak memiliki potensi dibanding 1 dan 2 di atas).
Provinsi gemuk ini dapat
menyumbang sekian persen dananya ke APBN, jika diperlukan, maupun membantu APBD
provinsi miskin lainnya (sebagai bapak angkat) jika memumgkinkan.
Hal ini untuk pemerataan
dan partisipasi dalam anggaran. Penerimaan dalam negeri, jika digarap
dengan baik, maka seharusnya kita tidak perlu berhutang kepada dana luar
negeri.
B. KAS NEGARA SEBAGAI “KAS NEGARA
SENTRAL”
ATAS SEMUA PENERIMAAN
NEGARA TERMASUK BUMN NON BANK
Selama ini “Kas Negara”
hanya berfungsi menampung berbagai penerimaan yang berasal dari pajak dan non
pajak. Sedang penerimaan yang berasal dari berbagai BUMN Non Bank, selama ini
dikelola sendiri oleh masing-masing
BUMN-BUMN tersebut. Berdasarkan pengalaman selama ini, banyak terjadi penyelewengan
terhadap pengelolaan sendiri dana-dana tersebut oleh masing-masing BUMN,
seperti terjadinya korupsi, atau dengan tidak melaporkan penerimaan yang
sesungguhnya dan atau pencatatan fiktif
terhadap berbagai pengeluaran, bahkan terdapat laporan yang merugi. Untuk kepentingan ini, maka mulai (tahun 2015-2016 dan seterusnya), ada baiknya jika berbagai
bentuk penerimaan dari berbagai BUMN non Bank, agar di setorkan ke Kas Negara
juga, dan tidak lagi dikelola sendiri secara otonom oleh BUMN-BUMN tersebut.
Oleh karena itu “fungsi
Kas Negara” sekarang perlu ditingkatkan statusnya menjadi “Kas Negara Sentral” (Sistem Penerimaan dan Pengeluaran 1 (Satu) Pintu)
yang manampung selain penerimaan pajak dan non pajak, tetapi juga penerimaan
dari semua BUMN non Bank, dengan nama, maupun dalam bentuk apapun. BUMN-BUMN
dimaksud antara lain seperti : Pertaminan, PLN, Telekomunikasi, Kereta Api,
Pelni, BUMN Perkebunan, Perhutani, Pertanian, Damri, perusahaan Semen, Perum
Angkasa Pura, Garuda, Pabrik Pupuk, Aneka Tambang, Pos dan Telekom, Taspen, Jamsostek, ASKES, Asuransi Jiwasraya,
dan Penerimaan dari Proyek Jalan Tol, Angkasa Pura dll, yang
dikuasai Negara. Dengan demikian seluruh potensi penerimaan Negara mudah
terpantau dengan jelas selama setahun anggaran
Sistem Penerimaan Satu Pintu atau
“(SPSP)”.
Mengenai pengeluaran biaya operasinal
dan lain-lain dari masing-masing BUMN tersebut dapat diajukkan permohonannya ke
“Kas Negara Sentral” dengan mempergunakan mekanisme pengajuannya seperti pada
instansi-instansi pemerintah yang berlaku hingga kini. Menurut pengalaman,
berbagai penerimaan BUMUN non Bank, tersebut di depositokan di Bank dengan
memakai nama pribadi pimpinannya, atau lainnya, sehingga bunganya diselewengkan
oleh penyimpannya. Jika seandainya deposito tersebut tidak terpantau, maka
dana-dana tersebut menjadi milik pribadi oknum-oknum pejabat tersebut alias “korupsi”,
sehingga negara dirugikan hingga triliunan rupiah.
Dengan pola ini, memudahkan
pemeriksaan dari BPK, BPKP, KPK, dan instandi terkait lainnya. Untuk
kepentingan tersebut, DPR-RI perlu segera membuat Undang-Undang baru tentang “Pengelolaan
Keuangan Negara” dengan sistem “Satu Atap atau Satu
Pintu (KAS NEGARA SENTRAL)”” yakni di bawah
pengawasan Menteri Keuangan secara langsung. Sistem tersebut akan menekan
terjadinya KKN di berbagai BUMN, yang begitu
otonom, yang mengatur dana-dana penerimaannya
dengan seenaknya selama ini.
C Kewajiban Penyusunan Laporan
Pertanggungjawab rutin
Oleh BUMN Non Bank
Dengan demikian penerimaan dan
pengeluaran berbagai BUMN-BUMN non Bank tersebut juga berkewajiban menyusun
Laporan Pertanggunganjawab secara rutin tiap bulan, sama seperti yang dilakukan
oleh intansi-instansi pemerintah selama ini.
Sistem ini merupakan sistem untuk
membendung atau meniadakan KKN. Dan memudahkan untuk mengetahui pemasukan negara
dalam berbagai sektor selama setahun anggaran secara utuh 100% baik oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun oleh BUMN Non Bank . Selama in
hanya dana di APBN saja diketahui
oleh masyarakat, sedang besarnya penerimaan dari berbagai BUMN Non Bank tidak
bisa terpantau, berapa pemasukannya dalam setahun. Diharapkan sistem tersebut
mulai diberlakukan terhitung tahun 2015-2016 dan
selanjutnya. Dengan perubahan sistem ini maka mulai sekarang dipikirkan
mekanisme pelaksanaannya secara terkoordinasi antara Menteri Keuangan dan Menko
BUMN maupun dengan jajarannya lainnya yang terkait.
Pola ini kita namakan suatu “Revolusi” di bidang “Pengelolaan Keuangan Negara.”
Kesimpulan & Saran
Pemerintah perlu menyusun (APBN, PLUS
APBD) se Indonesia setiap tahun anggaran dan mengumumkan kepada rakyat setiap
bulan Agustus oleh Presiden. Dengan demikian rakyat mengetahui potensi keuangan
negara (APBN Plus APBD) yang bersumber dari rakyat akan diketahui secara
transparan, yang selama ini masyarakat hanya mengetahui data APBN saja.
“Kas Negara Sentral” adalah satu-satunya wadah
“Sistem Penerimaan Uang Negara Satu Pintu (SPSP)” untuk penerimaan selain
pajak dan bukan pajak, tetapi juga penerimaan dari semua penerimaan BUMN non
Bank, yang dikuasai oleh Negara, baik dengan nama atau dalam bentuk
apapun. Dengan demikian sistem
pertanggungjawaban tentang penerimaan dan pengeluaran uang oleh semua BUMN non
Bank akan terkontrol dengan baik dan
tidak ada bedanya seperti sistem
pertanggungjawaban pada dinas-dinas
pemerintah selama ini atas semua penerimaan dan pengeluaran negara Upaya .penggalian dana dalam negeri dengan sistem
intensifikasi dan ekstensifikasi, sehingga mengurangi pinjaman dari luar
negeri, oleh karena hingga saat ini
terlalu mengharapkan pinjaman dari luar, sehingga penerimaan dalam negeri
kurang tergali atau dikuasai pihak asing, tanpa kontrol yang ketat.. Guna
perubahan sistem ini, maka DPR RI perlu menyususun sebuah undang-undang baru
yang mengatur mekanismenya.
Ini sebuah Revolusi dalam sistem
pengelolaan dana dan anggaran di Indonesia di masa mendatang.
Pola atau Sistem Perencanaan
Penerimaan Pajak Perlu Dirubah
Selama ini Direktorat Pajak dalam merencanakan Penerimaan
Pajak untuk tahun berikutnya, biasanya hanya menambah suatu persentasi tertentu
terhadap penerimaan tahun lalu, misalnya menetapkan kenaikan sebesar 10% -25%.
Perencanaan Penerimaan Pajak dengan perhitungan semacam
ini, tidak realistis, hanya cari gampangnya saja.
Seharusnya yang
lebih tepat adalah Perencanaan Penerimaan Pajak harus dilakukan dengan suatu
prediksi atas siklus perputaran Ekonomi, baiak atas barang dan jasa maupun
keaungan dan lainnya selama tahun berjalan secara matematik, sehingga
akan memperoleh suatu angka yang lebih riil daripada sistem taksiran
yang hanya menambahkan sekian % (persen) dari realisasi penerimaan tahun lalu.
Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pajak perlu
mengumpulkan data sebanyak mungkin dari bebagai kegiatan ekonomi maupun dari
berbagai sumber, gunanya akan dipakai sebagai dasar Perencanaan Penerimaan
Pajak untuk tahun berikutnya. Ini namanya suatu Revolusi dalam hal Perencanaan Pajak Tahunan. Sistem Perencanaan
masa lalu kita namakan saja sistem Tradisional dan saat ini kita menginjak
sistem baru yang lebih Modern. Karena itu Menteri Keuangan perlu menata kembali sistem Perencanaan Penerimaan Pajak yang
lebih progresif dan dinamis oleh
Dit.Jen.Pajak “SEMOGA”
(Penulis
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob).
Alamat
: Jln.Jambon I, No.414 J, RT.10–RW.03– Kricak-Jatimulyo—Jogjakarta (55242) Telp.0274.588160 – HP.082135680644.
Pensiunan
Kantor Pelayanan Pajak JakartaKramatjati, Jakarta Timur Ditjen Pajak, Dep Keu
RI) 1 Mei 1996.
Alumus
UNDANA Kupang (1985)-
Sekarang
Konsultan Pajak.& Penulis.
Email :
saj_jacob1940@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.