alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 06 Januari 2015

MODEL-PENDIDIKAN--YANG--MENGHASILKAN--INTELKTUAL--BERMUTU

MODEL PENDIDIKAN YANG
MENGHASILKAN   INTELEKTUAL   BERMUTU--
Oleh:Drs.Simon--Arnold--JUlian--Jacob
Sistem Pendidikan Modern

Pembangunan Indonesia memerlukan orang-orang pintar (cendikiawan-intelektual) yang bertanggung jawab, penuh dedikasi, bijaksana, jujur, ulet, berpikiran maju, berwibawa, menguasai segala permasalah yang timbul atau akan timbul dengan solusi yang tepat, disiplin, memiliki manajemen yang baik menguasai bidang-bidang seperti bidang politik, sosial budaya, ekonomi, keamanan, hukum dll, berani, dan tegas.
Orang-orang demikian tentu ditunjang dengan dasar pendidikan yang kuat. Oleh karena itu pendidikan menjadi sangat penting yang menghasilkan inteletual yang bermutu.
Tujuan dari pendidikan adalah, menjadikan seseorang menjadi jati drinya dan mandiri dalam berbagai peri kehidupannya. Maka secara sepintas disajikan secuil pengetahuan  tentang bagaimana persyaratan suatu bentuk pendidikan yang dianggap bermutu, selanjutnya ikuti uraian dibawah ini.

Pendidikan (Lat.; educare = mengantar ke luar). Proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan ke kecerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan baik yang formal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri, dan tentang dunia di mana mereka hidup.
Menurut caranya, pendidikan terbagi menjadi 3 macam ; .
  1. Dresur, yakni pendidikan yang berdasarkan paksaan; dilakukan pada kanak-kanak yang umumrnya belum 1 tahun;
  2. Latihan, dimaksudkan untuk membentuk kebiasaan; dilakukan sedapat-dapatnya secara sadar oleh anak didik;
  3. Pendidikan, dimaksudkan untuk membentuk kata hati; anak didik yang diajar berbuat menurut kesanggupan sendiri, dan menentukan kelakuan sendiri atas tanggung jawab sendiri pula.
Pendidikan dilakukan sampai saat anak didik sanggup menanggungjawab sendiri akan segala yang dilakukannnya.
Pada saat itulah pendidikan dianggap selesai.
Hakikat dan tujuan pendidikan erat hubungannya dengan tanggapan hidup  pendidik, demikian pula cara-cara melakukan  pendidikan dalam praktek. Tanggapan hidup pendidikan menjadi dasar  bagi cara  dan tujuan pendidikan yang diberikannya.
Yang pertama-tama bertanggung jawab  tentang pendidikan bagi seorang anak  ialah,
  1. orang tuanya,
  2. kemudian keluarga,
  3. masyarakat, dan
  4. akhirnya negara.
Dalam hubungan ini sangat penting artinya bagi pendidikan, ialah organisasi, surat kabar, dan media massa umumnya, buku bacaan, perpustakaan dll.

Beberapa segi dalam pendidikan :
  1. Pendidikan intelektual, meliputi pengajaran pelbagai pengetahuan dan kepandaian yang perlu bagi perkembangan akal;
  2. Pendidikan jasmani, agar badan tumbuh secara sehat dan menjadi kuat;
  3. Pendidikan kesusilaan, mengajarkan mana yang baik dan mana  yang buruk, dan agar  berbuat  menurut norma-norma  baik-buruk tersebut;
  4. Pendidikan keindahan, agar dapat menghargai  nilai-nilai keindahan yang terdapat di alam dan kehidupan, khususnya kesenian;
  5. Pendidikan sosial, agar dapat menghargai dan menerima nilai-nilai hidup bersama orang lain.
Dalam praktek pendidikan segi-segi tersebut  tidak dapat dipisahkan yang satu dari yang lain, sehingga dengan demikian jiwa anak didik berkembang dalam keselarasan.

Pendidikan dapat diwujudkan dalam berbagai cara; cara-cara posetif antara lain :
  1. memberi teladan baik,
  2. latihan untuk membentuk kebiasaan;
  3. memberi perintah;
  4. memberi pujian dan hadiah;
  5. menyalurkan hasrat berbuat  hingga menjadi kreativitas;
Cara-cara negatif antara lain :
  1. mengadakan pelbagai larangan;
  2. celaan dan teguran,
  3. hukuman.
(Sumber : Insklopedi Indonesia(EI)  Edisi Khusus, Buku 5 : 2627).
Sedang pada sisi yang lain, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia “Intellectual (intelektual) atau Cendekiawan adalah seseorang yang tidak saja mempunyai kemampuan nalar (reasoning power) yang tertarik kepada hal-hal rohani (things of mind), ia juga mempunyai kemampuan berfikir bebas.

Berfikir bebas dalam arti mencakup :
  1. pengamatan yang cermat terhadap gejala-gejala disuatu lingkungan,
  2. pemahaman tentang sebab gejala-gejala itu dan korelasinya dengan gejala-gejala lainnya dan,
  3. kemudian merumuskan suatu kesimpulan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain dengan bahasa yang jelas.
Para intelektual ini umumnya berasal dari lulusan Perguruan Tinggi. Sedikit sekali yang bukan berasal dari lulusan Perguruan Tinggi atau Lembaga Pendidikan Formal.
Sekalipun sudah memperoleh kemampuan berfikir bebas dengan mendapat latihan yang sistimatis dan terarah dalam Lembaga Pendidikan formal yang umumnya Westernized, tetapi banyak dari si intelektual kita hampir tak mungkin menghindari kekuatan kebudayaan sendiri sebagai pembentuk dunia perasaan dan pemikiran masa lampau di mana ia telah mengalami sosialisasi dalam kehidupan kebudayaan lingkungannya.
Jadi sulit baginya menghindari kekuatan yang membentuk jaringan-jaringan nilai, norma-norma yang meliputi pandangan hidupnya yang mendasar. Tetapi walaupun demikian tidak mengurangi kualitas sebagai intektual.
Malah Sultan Takdir Alisyahbana menyerang para inteletual yang ada ikatan tradisional dengan “bangsa kita berabad-abad katanya :
  1. kurang memakai otaknya,
  2. kurang egois,
  3. kurang materialistis.
  4. dalam hal intelek berabad-abad bangsa kita, parasiteren hidup seperti benalu pada masa yang silam”.
Kata-kata ini diucapkan pada tahun tigapuluhan, tetapi masih aktuil untuk tahun tujuhpuluhan hingga sekarang ini.
Sekalipun Koentjaraninggrat menegaskan “modernisasi” tidak memerlukan westernisasi dan hal ini banyak dibenarkan banyak orang.

Selanjutnya Koentjaraninggrat berkata :
  1. “unsur-unsur yang bermula berasal dari kebudayaan Barat itu dapat kita tiru,
  2. kita ambil alih,
  3. kita adaptasi,
  4. kita beli dengan tak usah menjadi seperti orang Barat........pakaian--sistem sekolahan, --teknologi dan sebagainya.” (Koentjaraninggrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta, l974, hal.135)
Suatu ironi para intektual kita (Indonesia umumnya) bersifat pasif, selalu tertinggal, (kalau ikut, belum dengan posisi yang orisinil) sehingga sejak awal perkembangannya hingga kini tetap didominir kalangan inteletual Barat. Ada kesan seakan-akan para intelektual kita  mempunyai sifat statis, enggan berubah. Dalam hal ini para intelektual kita sering menyalahkan faktor-faktor lingkungan sebagai penghambat kreativitas mereka, misalnya :
1.      faktor-faktor kultur,
2.      faktor sikap penguasa dan,
3.      faktor lembaga pendidikan sebagai keseluruhannya.
Pada hal kalau diteliti faktor penyebab terpenting terletak pada diri mereka sendiri, hanya hal ini kurang disadari.
Pada hal persyaratan untuk berfikir secara terbuka bagi intelektual adalah, keterbukaan untuk melihat kelemahan sendiri, terutama dalam sifat dan pikirannya.

Hal tersebut merupakan sikap dan pola berpikir intelektual kita juga yaitu :
1.     Dalam hal filsafatnya, logikanya sudah banyak menerima pengaruh pendidikan Barat, sedangkan dihatinya masih dipengaruhi oleh kebudayaan tradisionalnya sebagai akibat pengalaman sosialisasi, sehingga sulit dihindari kekuatan yang menentukan jaringan nilai dan norma-norma yang meliputi pandangan hidup yang mendasar.
·         Dilengkapi dengan sifat humanismenya maka dalam pandangan filsafat intelektual, yaitu asal sesuatu tersebut masih masuk akal dan tidak bertentangan dengan sistym religi/aspek religi, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang lama dari masyarakatnya, maka ia masih akan menerimanya.
·         Ia berusaha berdiri di atas obyektivitasnya rasio, tetapi tidak mengabaikan kehidupan budaya, adat, religi daripada masyarakatnya.
·         Keadaan inilah yang sering menimbulkan keraguan dalam sikap hidupnya terhadap segala masalah yang dihadapinya.
·         Bagaimanapun argumennya, para intelek mereka yang sedang membangun, tidak dapat menutup mata terhadap misi yang dipercayakan kepada mereka oleh masyarakat, yakni memakai intelek mereka yang terlatih itu untuk rakyatnya.
·         Memang sangat perlu akan adanya pola pikiran dan sikap yang baru di kalangan intelek yaitu, berfikir bebas, tapi tak perlu menjadi seperti orang Barat. Ia ingin netral dari ekstrimnya logika dan ekstrimnya sistem kebudayaan yang dianut.
2.     Dalam etika, para intelek, tidak banyak menghendaki perubahan tradisi aslinya, asal, misalnya sifat kaku akibat adanya stratifikasi sosial (dalam kalangan bangsawan/priyai, antara rakyat desa dengan kota), orientasi ke atas, dan sikap-sikap tradisi maupun tingkah-laku religi tidak berlebih-lebihan. Kewajaran bergaul sesama manusia yang sederajat dengan kewajaran adat sopan santun adalah merupakan hal yang masih disenangi. Tetapi menghilangkan sama sekali etik pergaulan adalah tidak dikehendakinya. Hanya para intelek tersebut sudah tidak mau mengkaitkan etika masyarakat dengan soal-soal kegaiban (mitos, magi dsb) memang mereka lebih bebas dalam etika ini dalam batas-batas yang wajar.
3.     Memang sejarahnya kaum intelektual mulai lahir setelah pemerintah jajahan Belanda melaksanakan “etische politiekterhadap bangsa Indonesia.
·            Untuk rakyat hanya cukup diberi pendidikan sampai Volk school” sampai dengan kelas III dengan tujuan agar bisa menggantikan tenaga-tenaga rendahan bangsa Belanda yang mahal.
·            Selanjutnya bagi anak-anak pegawainya yang loyal dengan pangkat terendah mantri polisi dan anak-anak bangsawan dapat bersekolah di HIS yang mengajarkan bahasa Belanda dengan lama pendidikan 7 tahun.
·            Bila lulus dapat diteruskan ke MULO terus ke AMS dan bisa meneruskan ke Perguruan Tinggi di negeri Belanda atau Perguruan Tinggi di Indonesia jurusan Teknik, Kedokteran, Hukum yang didirikan pada tahun l920.
·            Tetapi para lulusan Perguruan Tinggi ini yaitu para intelektual bangsa Indonesia banyak yang menjabat pada pemerintah Belanda.
4.     Tetapi Belanda sangat berhati-hati menempatkannya, khawatir akan menjadi senjata bumerang bagi dirinya.
·   Karenanya para intelektual tersebut diberi jabatan pelaksana saja, bukan yang bersifat memutuskan.
·   Di samping para intelektual bangsa Indonesia tersebut banyak pula kaum Aristokrat pribumi yang telah lebih dahulu bekerja pada Belanda.
·   Ada pula glongan intelektual yang tidak bekerja pada pemerintah Belanda, tetapi golongan ini bersama-sama dengan para pimpinan Islam merupakan kesatuan yang banyak mempelopori kebangkitan dan perjuangan Nasional.
·   Di dalam zaman penjajahan Belanda dan Jepang kaum intelektual selalu diawasi ketat oleh penguasa-penguasa penjajah tersebut. Penyusun konsep Pembukaan UUD l945 sampai sebagai penggerak dari revolusi.
Selain menghadapi Belanda, ternyata krisis politik dan militer melanda Republik muda ini, Idealisme romantis revolusi nasional waktu Orde Lama ternyata tidak memberi tempat yang bermanfaat kepada tenaga intelektual yang berfikir dan berpendapat bebas.

Pada masa Orde Baru yang berorientasi kepada Pembangunan Bangsa, kaum intelektual diberi peranan aktif dalam semua segi prosedurnya sejak dari pengumpulan data, merencanakan, menyusun program sampai dengan ke-implementasinya dan evaluasinya dalam fokus pembangunan di bidang ekonomi. 15 dari 22 menteri dalam Kabinet Presiden Soeharto (kecuali Presiden dan Wakil Presiden) adalah teknokrat/Profesor adalah juga intelektual. Penyiapan REPELITA I sampai dengan V kaum intelektual memegang peranan penting.
Sekarang ini dalam dunia pendidikan dikenal istilah “Pembelajaran Kontekstual dan Kecakapan Hidup” suatu gambaran proses dan hasil belajar dalam kurikulum berbasis Kompetensi.

Pengertian dalam kelompok ‘Kecakapan Hidup’, antara lain memuat:
1.      pengertian-pengertian kompentensi dan hasil belajar,
2.      jenjang kompetensi,
3.      kecakapan hidup,  dan
4.      jenis kecakapan hidup serta,
5.      empat pilar pendidikan dari UNESCO.
Kompetensi merupakan :
1.      pengetahuan,
2.      ketrampilan, dan
3.      nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus,
4.      memungkinkan seseorang menjadi kompeten.
Dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan : “Apa yang harus :
1.      digali,
2.      dipahami, dan
3.      dikerjakan siswa”.
Hasil belajar merefleksikan keluasan, kedalaman dan kompleksitas (secara bergradasi) dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu.
Perbedaan antara Kompetensi dengan hasil belajar terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja siswa yang dapat diukur.:
1.      Kecakapan Hidup adalah Kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
2.      Kecakapan Hidup’ juga memiliki arti suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk menempuh perjalanan hidup atau untuk menjalani kehidupan.

‘Kecakapan hidup’ dapat dipilah menjadi ‘lima jenis’ yaitu :

1.    Kecakapan personal’ (personal skill), yang mencakup kecakapan mengenal diri (self awareness) dan ‘kecakapan berpikir rasional’ (thingking skill). Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan menyukuri kelebihan dan kekuarangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi  diri sendiri dan lingkungan.
2.    Kecakapan sosial’ (social skill). Kecakapan interpersonal (interpesonal skill)  mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati ( communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
3.    Kecakapan akademik’ (academic skill). Kecakapan Akademik (academic skill) yang seringkali disebut berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari ‘kecakapan berpikir rasional’. Kemampuan berpikir rasional masih bersifat umum dari  kecakapan akademik/keilmuan. Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu, merumuskan hipotetis terhadap suatu rangkaian kejadian, serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan.
4.    Kecakapan vokasional’ (vocational skill). Sering disebut pula dengan kecakapan kejuruan, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan yang terdapat di masyarakat.
5.    Pada pengelompokan yang lain, dicantumkan juga ‘kecakapan lingkungan’ (environmental skill) yaitu kecakapan berdialog secara baik dengan lingkungan alam sekitarnya, untuk menikmati keindahannya dan menjaga kerusakan-kerusakan karena ulahnya sendiri atau oleh manusia lainnya, serta kemampuan untuk menjaga diri dari pengaruhnya.

Sedang yang dimaksud dengan ‘Pembelajaran Kontekstual’, antaranya memuat pengertian-pengertian :
1.    constructivisme,
2.    multiple intelligence,
3.    contextual learning,
4.    quantum learning,.
Yang dirangkum dalam istilah PAKIEMM singkatan dari Pendekatan
1.    Aktif,
2.    Kreatif,
3.    Inovatif,
4.    Efektif,
5.    Menyenangkan dan,
6.    Mencerahkan.
Bahwa Reformasi pendidikan telah bergulir sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Dalam lingkup nasional ditandai dengan kebijakan otonomi daerah, yang didalamnya tercakup sektor pendidikan.
Dalam lingkup internasional ditandai dengan derasnya informasi (dalam konteks ini, ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya yang mengglobal, yang harus diantisipasi dalam bidang pendidikan).

Kecenderungan pendidikan dalam skala global, mengarah pada kecakapan hidup yang dicanangkan oleh UNESCO sebagai ‘empat pilar pendidikan’ yaitu :
1.    Learn To Know’ : Pembelajar memiliki keingintahuan yang tinggi dan trampil mencari tahu sumber informasi, mengolahnya dan menyimpulkannya, (academic skill melalui kecerdasan linguistic, logical-mathematical, visual-spacial dan naturalistic).
2.    Learn To Do : Pembelajar memiliki kemampuan berbuat sesuai dengan pengetahuannya, (vicational skill melalui kecerdasan bodily-kinestetic).
3.    Learn To Be : Pembelajar memiliki kepribadian yang tangguh, (personal skill sebagai akibat terasahnya kecerdasan intrapersonal, emotional dan spiritual).
4.    Learn To Live Together : Pembelajar memilki kemampuan hidup bersama (social skill sebagai akibat terasahnya kecerdasan interpersonal).

Kelompok pengertian ‘Pembelajaran Kontekstual’ adalah

1. Teori Multiple Intelligency; menurut Dr.Howard Gandener mengidentifikasi beberapa kecerdasan yang luas antara lain :
1.        Linguistic Intelligence : Kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan kata-kata;
2.        Logical-Mathematical Intelligence: Kemampuan berpikir (menalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistimatis;
3.        Vicual-SpacialIntelligence:-Kemampuan-berpikir menggunakan gambar, mengvisualisasikan hasil masa depan, membayangkan berbagai hal dalam mata pikiran;
4.        Musical Intelligence : Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat bernyanyi dengan baik, atau memahami dan mengekspresi  musik serta menjaga ritme;
5.        Bodily-Kenesthetic Intelligence : Kemampuan menggunakan tubuh secara trampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi;
6.        Interpersonal (Social Intelligence) : Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, dan memperlihatkan empati dan pengertian, memperhatikan motivasi dan tujuan bersama;
7.        Intrapersonal Intelligence : kemampuan menganalisis diri dan merenungkan diri,  mampu merenung dalam kesunyian, menilai prestasi seseorang, meninjau prilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana  dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal diri sendiri;
8.        Naturalistic Intelligence : Kemampuan mengenal fauna dan flora. Mengadakan pemilahan-pemilahan runut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan itu secara produktif;
9.        Selain itu, Danah Zohar memperkenalkan pula satu kecerdasan lagi yang disebut : Spiritual Intelligence : Kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar,. Inilah kecerdasan yang kita gunakan untuk mengetahui nilai-nilai dan secara kreatif menemukan nilai-nilai.

2.    Skema.

Secara rinci Piaget mengungkapkan bagaimana pengetahuan ini terbentuk dalam teorinya yang disebut “teori adaptasi intelek”. Dalam pikiran orang ada struktur pengetahuan awal ( struktur kognitif), yang disebut “skema . ‘Skema’ ini berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalaman-pengalaman baru. Melalui pengalaman baru, ‘skema’ dapat dikembangkan dan diubah. Skema dikembangkan melalui proses asimilasi. Dengan proses ini seseorang mengintegrasikan  persepsi atau pengalaman baru kedalam ‘skema’  yang sudah ada dalam pikirannya. Bila dalam proses itu, pengalaman baru itu tidak dapat diasimilasikan dengan skema tersebut, maka ‘skema’ harus dirubah. Proses ini disebut “akomodasi. Perubahan dilakukan sampai terjadi “equilibrium” atau “keseimbangan.

Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan : (a). pengetahuan fisis, (b). matematis-logis, dan (c). sosial.
Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu obyek atau kejadian seperti : bentuk, besar, kekasaran, berat dan bagaimana benda-benda itu beritegrasi. Pengetahuan fisis ini didapatkan dari abstraksi langsung suatu obyek.
Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu obyek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi, atau penggunaan obyek. Pengetahuan itu harus dibentuk dari perbuatan berpikir seseorang terhadap benda itu. Jadi pengetahuannya  tidak didapat langsung dari abstraksi bendanya. Misalnya konsep bilangan.
Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang secara bersama menyetujui sesuatu. Pengetahuan ini dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain. (Piaget l971 dalam Suparno, 2001)

3.Quantum Learning :

Adalah suatu pendekatan pembelajaran  dengan landasan filosofi E = mc2 dalam arti belajar dengan mengoptimalkan potensi diri (m) dan kecepatan tinggi (c), akan tetapi situasinya nyaman dan menyenangkan sehingga menjadi cahaya yang mencerahkan (E).
Quantum learning (QL) mempunyai visi menciptakan lulusan yang kuat fisiknya, besar jiwanya, dan terdidik pikirannya. Pada dasarnya QL adalah interaksi yang mempercepat belajar
a)  Dengan musik,
b). Mewarnai lingkungan;
c). Menyusun bahan ajar yang sesuai,
d). Efektifitas penyajian dan
 e).Pelibatan siswa secara aktif.

4.Pembelajaran kontekstual (Costextual Learning) : adalah konsep belajar yang membantu guru,
  1. mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan,
  2. mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya  dengan penerapannya  dalam kehidupan mereka sehari-hari,
  3. dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu : Konstruktivisme, bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Dalam praktek pembelajaran “kontekstual”, ada lima elemen yang harus diperhatikan :
1.    Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge);
2.    Pemerolehan pengetahuan baru (acguiring knoeledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya;
3.    Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, merevisi konsep tersebut dan mengembangkannya.
4.    Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),
5.    Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi  pengembangan pengetahuan tersebut.
Dalam wacana lain, dikatakan “kontekstual”  berangkat dari :
1.            percobaan konkret,
2.            kemudian mengobservasi dan,
3.            merefleksi sehingga terbentuk konsep abstrak dan generalisasi, dan akhirnya,
4.            menerapkan konsep tersebut dalam konkret yang baru.


 5. PAKIEMM

Dalam petunjuk kegiatan belajar mengajar KBK, pendekatan pembelajaran diistilahkan dengan “Pendekatan Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, Menyenangkan, Mencerahkan”  disingkat “(PAKIEMM)” dijelaskan sebagai berikut :
  1. Aktif, membentuk pengetahuan sesuai dengan teori konstruktivisme;
  2. Kreatif, memanipulasi (produk atau proses, konkret atau abstrak) menjadi sesuatu  yang baru;
  3. Inovatif, berkarya atau berpikir secara original, yang dapat diterapkan dalam kehidupan;
  4. Efektif, tepat menuju tujuan yang jelas;
  5. Menyenangkan, dan
  6. Mencerahkan sesuai dengan Quantum Learning.

Pada akhirnya, ‘pembelajaran’ adalah ‘proses ‘
  1. pembentukan kebiasaan berpikir,
  2. bersikap dan,
  3. bertindak dalam mengadapi perjalanan hidup.
Dalam wacana lain, dapat dikatakan pembelajaran adalah ‘learn how to learn’, yaitu,
  1. learn to know,
  2. learn to do,
  3. learn to be,
  4. learn to live together.
Demikianlah pengetahuan awal secara garis besar yang perlu dipahami, sebagai latar belakang dalam melaksanakan ‘pembelajaran kontekstual’ agar tercapai ‘kecakapan hidup’. (Drs.Mohammad Soleh, M.Ed, Bahan Ceramah,  Jakarta, Mei 2003)
Reformasi pendidikan telah bergulir, sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Dalam lingkup nasional, ditandai dengan kebijakan otonomi daerah, yang didalamnya tercakup sektor pendidikan.
Dalam lingkup internasional ditandai dengan derasnya arus informasi (dalam konteks ini, ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya) yang mengglobal, yang harus diantisipasi dalam bidang pendidikan.
 Sementara itu, penelitian internasional, telah memaparkan hasil pendidikan dari berbagai negara, misalnya dalam Tema :
1.      Indeks Pembangunan Manusia, (IPM);
2.      Indeks Daya Saing, (IDS);
3.      Indeks Pencapaian Teknologi, (IPT);
4.      Third International Mathematics and,
5.      Science Studies.

Dalam hal ini posisi Indonesia sangat terpuruk :
1.      IPM                 102/163,
2.      IDS                 37/57,
3.      IPT                  60/63,
4.      Maths             34/38,
5.      Sciense         32/38.
Demikian juga penelitian nasional, menunjukkan mutu hasil belajar siswa sangat rendah..Dalam nuansa tersebut, sejalan dengan kebijaksanaan otonomi daerah, Departemen Pendidikan Nasional mulai benah diri, antara lain dengan dirancang ulang VISI, MISI, TUJUAN DAN STRATEGI PENDIDIKAN.

Salah satu kebijaksanaan mendasar yang paling menyentuh sekolah adalah dikembangkannya gagasan MBS dengan didahului MPMBS, dan KBK. Secara singkat dapat dikatakan, paradigma pendidikan bergeser dari,
  1. “schooling” (persekolahan) ke-
  2. learning (pembelajaran).
Managemen schooling” lebih berorientasi pada melaksanakan aturan/kebijakan yang telah digariskan, khususnya pada kurikulum dan ujian nasional (input-output analysis-education production function).
Managemen learninglebih berorientasi pada memberdayakan partisipasi dari seluruh stake holder dalam rangka melaksanakan proses yang menuju pada output (dampak belajar) tidak sekedar output (hasil belajar).
Karena itu, kurikulum harus fleksibel dalam hal isi, proses dan penilaian pembelajaran, namun dalam hal ketercapaian hasil belajar harus standar yaitu berupa ‘kompetensi’ yang menuju ‘kecakapan hidup’.
  1. Salah satu “ciri schooling adalah mengutamakan target penyelesaian kurikulum dan menghasilkan ketamatan (selesai sekolah).
  2. Sedangkan “ciri learning adalah mengutamakan ketuntasan belajar menghasilkan kelulusan (kompeten/cakap).

Standar Kompetensi memuat kompetensi yang harus dicapai siswa,.
1.      Penilaian Berbasis Kelas memuat petunjuk melakukan penilaian ketercapaian kompetensi dengan proses autentic assessment (tes, kinerja, produk dan portofolio).
2.      Kegiatan Belajar Mengajar memuat petunjuk proses pembelajaran kontekstual dalam rangka menuju ketercapaian kompetensi.
3.      Pengolahan Kurikulum Berbasis Sekolah memuat petunjuk managemen partisipatif (MBS/MPMBS) dalam mendukung proses pembelajaran, dan proses penilaian, dalam rangka pencapaian komptensi.

‘Konpetensi Lulusan’ :

 

Merupakan pernyataan tentang pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu diharapkan memiliki kemampuan paling tidak seperti berikut :

  1. Meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan;
  2. Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya dan memanfaatkan lingkungan secara bertanggungjawab;
  3. Berpikir secara logis, kritis, kreatif, inovatif, memecahkan masalah, serta berkomunikasi melalui berbagai media;
  4. Menyenangi dan menghargai seni;
  5. Menjalankan pola hidup bersih, bugar, dan sehat;
  6. Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cermin dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.

Sedangkan dalam Kompetensi Lintas Kurikulum diharapkan :

  1. Siswa sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa menyadari bahwa setiap orang mempunyai hak untuk dihargai dan merasa aman.
  2. Dalam kaitan ini siswa memahami hak-hak dan kewajibannya serta menjalankannya secara bertanggungjawab;
  3. Siswa menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi serta untuk berinteraksi dengan orang lain;
  4. Siswa memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep dan teknik-teknik numerik dan spasial serta mampu mencari dan menyusun pola, struktur dan hubungan;
  5. Siswa menyadari kapan/apa teknologi dan informasi yang diperlukan, ditemukan dan diperolehnya dari berbagai sumber dan mampu menilai, menggunakan, dan berbagai informasi dengan orang lain;
  6. Siswa memahami dan menghargai dunia fisik, makluk hidup, dan teknologi, dan mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat;
  7. Siswa memahami konteks budaya, geografi dan sejarah, serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupannya, serta berinteraksi dan berkontribusi dalam masyarakat dan budaya global;
  8. Siswa memahami dan berpartisipasi dalam kegiatan kreatif di lingkungannya untuk saling menghargai karya artistik, budaya dan intelektual serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab;
  9. Siswa menunjukkan kemampuan berpikir konsekuen, berpikir lateral, memperhitungkan peluang dan potensi, serta menghadapi berbagai kemungkinan;
  10. Siswa menunjukkan motivasi dan percaya diri dalam belajar, serta mampu bekerja mandiri sekaligus dapat bekerja sama.
Bahwa tujuan dan manfaat pendidikan adalah  untuk mencetak kaum intektual dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang handal dan berkualitas demi pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
Pertanyaannya : Bagaimana dengan sisetem pendidikan kita dewasa ini, sudahkah mencetak inteletual  yang mandiri dan bertanggung jawab baik pada dirinya sendiri maupun kepada pembangunan bangsa dan negara?
****(Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob).

Pendidikan Dasar, Kuantitas Vs Kualitas
Salah satu konsesus dunia dalam bidang pendidikan adalah :

Menjamin 100 persen anak bisa menyelesaikan pendidikan dasarnya selambat-lambatnya tahun 2015, (MDGs 2015). Tingkat pendidikan dasar gerakan Education For All (EFA) juga bertujuan meningkatkan keadilan mendapatkan pendidikan bagi anak perempuan, kelompok yang kurang beruntung, dan peningkatan kualitas hasil pendidikan.
Independent  Evaluation Group (IEG), sebuah lembaga penelitian di bawah Bank Dunia, menjadikan tema  kualitas hasil pendidikan dasar ini sebagai isu utama, dalam laporan From Schooling Acces to Learning Outcomes; An Unfinished Agenda, 2006.
Penekanan terhadap  kualitas hasil pendidikan dasar dimunculkan sebagai isu utama dalam arahan pembangunan pendidikan dasar dunia ke depan. Sebab, perolehan keterampilan  dan pengetahuan  dasar seperti membaca, dan berhitung sesuai standar merupakan asset berharga untuk membebaskan individu dari jeritan lingkaran kemiskinan yang tak berkesudahan.

Dilema Kebijakan

Dalam konteks Indonesia, krisis ekonomi tahun 1997 menurunkan capaian angka partisipasi murni pendidikan dasar terutama pada keluarga miskin pedesaan yang pada tahun l988 mencapai 99,6 persen (BPS l998).
Pemerintah lalu mengintervensi suplai dengan membangun gedung-gedung sekolah dua shift, dan program guru kontrak.
Adapun intervensi sisi demand dilakukan melalui :
1.      Program pengurangan biaya sekolah,  beasiswa dan,
2.      Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dalam APBN 2007, jumlah anggaran pendidikan untuk semua program mencapai Rp.90,01 triliun (sekitar 11,8 persen), masih jauh dari amanat UUD Amandemen, yaitu 20 persen dari APBN.

(Penulis : Anggaran Pendidikan sebesar 11,8% saja, sudah banyak bocornya, apalagi 20% menurut UU Amandemen—tidak akan terbayangkan)?
Guna menjamin kemajuan dibidang lainnya, maka anggaran pendidikan yang ditetapkan 20% menurut Undang-Undang, mungkin dalam penerapannya dengan sistem selang-seling, yaitu misalnya diberlakukan selama 3-4 tahun, kemudian diturunkan lagi menjadi misalnya 13%, sehingga kelebihan yang 7% itu dimanfaatkan atau dianggarkan lagi  kesektor non pendidikan, sehingga bidang-bidang lainnya tidak tertinggal (keseimbangan anggaran dalam pembangunan).
Dengan demikian anggaran pendidikan tidak selamannya harus tetap 20%, setiap tahun anggaran, mengingat sektor-sektor lainpun harus diperhatikan, seperti bidang Pertahanan Keamanan, sarana dan prasarana Kelautan dan Perikanan, Perhubungan laut, sarana jalan dan jembatan di pedesaan, penanggulangan kemiskinan dll.
Jika anggaran pendidikan sepanjang tahun ditetapkan 20% dari anggaran APBN, maka akan terjadi kekurangan dana pada sektor lainnya, sehingga terpaksa harus berhutang ke luar negeri, yang pada akhirnya juga menjadi beban APBN. (Penulis)***

Meski program JPS-Bidang Pendidikan berperan besar memulihkan tingkat daftaran SD, krisis yang belum sepenuhnya pulih menyisihkan sejumlah angka putus SD. Penelitian terkini menyebutkan, meski tidak bersekolahnya anak-anak usia pendidikan dasar adalah jauhnya jarak sekolah dengan rumah, factor  kemiskinan rumah tangga, tetap menjadi kontribusi utama (Elvindri dan Davy 2006).
Jangan lupa, program EFA juga mengamanatkan perbaikan kualitas output pendidikan (outcome learning),  terutama bagi anak-anak keluarga miskin.

Rendahnya kualitas pendidikan menjadi akar masalah rendahnya kualitas hasil pendidikan.
Gaung pemantauan kualitas pendidikan dasar jarang diperdengarkan  Pemerintah Indonesia.
Program subsidi bertarget cukup memberi kontribusi positif kepada perbaikan kualitas hasil belajar anak-anak dari kelompok warga miskin dengan anak-anak kelompok warga lainnya.
Selain itu, perbaikan, manajemen sekolah- introduksi program peningkatan kualitas guru dan,  monitoring evaluasi hasil pembelajaran, kepada pimpinan sekolah, juga menjadi syarat keberhasilan program. Pengawasan yang lebih ketat terhadap kemajuan hasil belajar siswa per grup karakteristik social ekonomi juga akan menjadi poin penting program.

Relasi Komplementer

Sebenarnya, relasi kualitas-kualitas, yang selama ini diterima sebagai relasi subtitusi, dapat diubah menjadi relasi yang bersifat komplementer. Peningkatan kualitas yang menjadi program berkesinambungan dan  memakan waktu tetap mengharuskan siswa hadir di sekolah.
Program monitoring pembelajaran  tidak akan bisa berjalan, apalagi  mencapai hasil jika siswa tiba-tiba  drop-out.
Selanjutnya hukum demand akan berlaku dengan sendirinya. Saat standar kualitas telah tercapai, dengan sendirinya diharapkan kualitas akan terjaga.
Hal inilah yang menjadi factor penjelas, mengapa sekolah swasta favorit tidak pernah sepi peminat. Bahkan pada beberapa kasus, orang tua kaya kini harus mengantre untuk mendaftarkan anak yang masuk SD, 2-3 tahun ke depan.
Hal sebaliknya, banyak orang tua kurang beruntung. Ada gaumnya, anak mereka sekolah atau tidak, setelah itu nasib mereka tidak berubah. (Davy Hendri, Dosen Jurusan Ekonomi Islam IAIN Imam Bonjol, Padang, Kompas,30 Juli 2007)..

Berbagai Analisis dari  Para Ahli berbagai bidang tentang kualitas pendidikan terhadap modernisasi dapat dikuti pada Bab.-Bab terakhir dan mengambil Provinsi Nusa Tengga Timur sebagai suatu sample kemiskinan di Indonesia akibat dari rendahnya tingkat pendidikan. (Penulis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.