alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 20 Januari 2015

MOTIVASI AWAL MENUJU MODERNISASI DENGAN MENERAPKAN RUMUS M B M B

Motivasi Awal Menuju Modernisasi Dengan Penerapan,
RUMUS  :  “M B M B
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Disini kami membuat suatu rumus sederhana yang dapat menjadikan suatu bangsa atau seseorang  dapat memajukan dirinya,  apabila menerapkan rumus tersebut sebagai berikut :

RUMUS

M = “Melihat”
B  = “Berminat”
M = “Mencontoh/Meniru”
B  = “Berbuat Seperti”

Untuk memodernisasi diri sendiri, baik sebagai perorangan maupun suatu bangsa, maka, budaya tiru-meniru dalam segala lapangan atau sektor dari kebudayaan orang/bangsa  lain, adalah kunci awal mencapai suatu kemajuan yang lebih baik dari keadaannya sekarang atau sebelumnya.
Pertanyaannya :
Mengapa bangsa-bangsa atau negara-negara lain sudah maju, namun banyak sekali negara yang belum maju? Padahal mereka juga telah menguasai ilmu pengetahuan  dan teknologi, Sumber Daya Alam (SDA), serta Sumber Daya Manusia (SDM).

Jawabannya adalah.:
Karena di antara mereka, yang sudah “Melihat” tetapi “tidak Berminat”, atau tidak “Mencontoh/Memiru”, apalagi “Berbuat Seperti” Apa,  yang dilakukan oleh orang/negara yang sudah maju itu.  Maka untuk memajukan dirinya perlu mengikuti penjelasan rumus sederhana tersebut  dibawah ini yaitu  :

RUMUS : “(M B M B)”

·         (M) =“MELIHAT” = memperhatikan, berpikir, mengamati, mempelajari, meneliti, menekuni, mendiskusikannya;
·         (B) = “BERMINAT” =  termotivasi, menaruh perhatian, berkemauan, timbul hasrat dan   berkeinginan untuk memiliki, disertai dorongan psikologis untuk maju;
·         (M) = “MENCONTOH/MENIRU” = meniru, berjiwa kreatif, inovasi, mencoba membuat konsep, merancang, merekayasa apa yang dilihat,  dengan  penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,
·         (B) = “BERBUAT SEPERTI” APA YANG DILIHATNYA = melakukan, mengerjakan, membuat, mengolah, berproduksi, lalu menghasilkan seperti apa yang dilihatnya,  baik serupa maupun lebih modern.

Ini merupakan suatu proses yang berawal dari “melihat, mengamati sesuatu” (Fisik dan Non Fisik), hingga pada akhirnya dapat  “menghasilkan sesuatu menjadi kenyataan seperti apa yang Dilihatnya.” Kita di Indonesia, telah banyak “melihat” berbagai kemajuan hasil-hasil dari berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa-bangsa lain, tetapi banyak daripadanya, kita kurang “berminat”,”tidak
mencontoh/meniru”, apalagi “berbuat seperti” apa yang kita Lihat. Oleh karena itu, kita selalu ketinggalan, dengan negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan bangsa-bangsa Barat.

Contoh :  “Melihat hingga Berbuat Seperti”:
Dalam dunia Agama/Kepercayaa misalnya, ketika kaum muslim dari seluruh dunia naik haji ke Mekah, di Arab Saudi (Timur Tengah) “Melihat” berbagai bangunan Ibadah yang megah dan indah. Lalu “timbul minatnya/hasrat” untuk memiliki juga bangunan-bangunan ibadah seperti itu. Setelah kembali ke tanah air, mereka  “mencontoh/meniru” bangunan-bangunan ibadah itu, seperti yang dilihatnya di Tanah Suci Mekah. Kemudian mereka mulai “Membangun/Berbuat Seperti” bangunan-bangunan ibah yang dilihatnya tersebut. Oleh karena itu bangunan-bangunan tempat ibadah muslim yang ada di Indonesia maupun di negara-negara lainnya, banyak hampir/sama, atau serupa dengan bangunan-bangunan ibadah di Mekah (Timur Tengah). Sebenarnya kitapun bisa berbuat lebih banyak lagi, hal-hal lainnya seperti yang pernah kita lihat.

RUMUS : “M B M B
·         “Melihat” (M), lalu
·         “Berminat” (B), kemudian
·         “Mencontoh/Meniru” (M), dan terakhir
·         “Berbuat (B) Seperti” apa yang Dilihatnya,
·         Atau bila perlu “Berbuat Lebih Baik” dari apa yang “Dilihatnya” itu.

(Ini  adalah Rumus atau Langkah Awal Sederhana menuju 
Modernisasi).

Tetapi dalam kenyataannya, kebanyakan orang, hanya “Melihat” sesuatu (benda fisik atau non fisik apa saja bentuknya) tetapi hanya sekedar ingin tahu saja, dan mungkin berminat juga, tetapi tidak dilaksanakan (Dicontoh) apalagi “Berbuat Seperti” yang “Dilihatnya” itu. Keadaan seperti contoh sederhana ini, mengakibatkan seseorang maupun suatu bangsa/negara tidak pernah maju, apalagi dikatakan modern. Kondisi seperti ini hanya menjadikan Indonesia  sebagai “Negara konsumen” belaka,  dan tidak pernah menjadi “ Negara produsen” (“Berbuat Seperti” itu).  Bahwa kebudayaan dunia sekarang ini adalah berawal dari “sifat tiru-meniru” dan menimba ilmu dan teknoloigi dari kebudayaan bangsa-bangsa lainnya dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan rakyat”..Kita memiliki banyak tamatan seperti, Sarjana
Elektronik/Teknilk, dll misalnya, namun tidak pernah menghasilkan secara massal misalnya “Hand Pone” yang hanya terdiri dari serangkaian beberapa mili meter (mm) kabel atau beberapa lempengan logam yang sangat kecil, yang tersusun dalam sebuah kotak kecil, ataupun membuat “radio Made In Indonesia” dan masih banyak contoh lainnya  lagi. 

Contoh lainnnya : Kita banyak memiliki ahli dibidang Pertambangan, tetapi mengapa hingga kini Hasil Tambang  di perut bumi Indonesia, dikuasai oleh Bangsa Barat? Apakah  kita hanya  dijadikan sebagai penonton saja?  Apakah Intelektual kita masih Bodoh  soal Pertambangan? Namun kenyataannya lebih banyak tenaga kita yang di operasikan  di lokasi-lokasi pertambangan tersebut.  Kapan Bangsa Indonesia Bisa Mandiri untuk mengurus kekayaan Alamnya sendiri sesuai amanah  Pasal 33 UUD 1945?  
Ya… akabat dari hanya “Melihat” saja, tetapi tidak  pernah Mencoba
“Berbuat Seperti” apa  yang “Dilihatnya”. Karena itu Indonesia masih tertinggal jauh, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, apalagi dibanding dengan bangsa-bangsa Barat. Akibatnya Indonesia lebih banyak sebagai “konsumen” belaka, “(Importir)” sehingga terpaksa barang-barang impor produksi luar negeri membanjiri Indonesia.

Contoh lain misalnya, Jepang, Korea, Cina, Taiwan, dll telah bangkit sebagai negara-negara  “produsen” barang-barang elektronik, mobil dll, yang semula meniru produk-poroduk negara-nagara Barat, yang akhirnya mereka membuat lebih canggih dari barang-barang yang ditiru itu, dan malahan menjadi negara eksportir ke negara-negara Barat. (Ini sebagai akibat dari setelah mereka  “Melihat”, lalu “Berminat”,  mencoba “Mencontoh/Meniru” kemudian  “Berbuat Seperti Apa yang mereka Lihat—(Rumus MBMB)”. Kesimpulan singkatnya adalah, bahwa kita (Indonesia)  lebih banyak berstatus sebagai ‘penonton’, tetapi tidak pernah  sebagai ‘pemain utama dilapangan’, diberbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang nota bene telah kita kuasai juga. Karena itu, Indonesia masih tergolong sebagai “negara tradisional” dan belum memasuki “era modernisasi”  dalam arti yang sesungguhnya. Kata Pepatah Kuno :  Keadaan  Indonesia saat ini  masih seperti  ibarat : “Katak Dbawah  Tempurung”.

Intelektual, Tetapi Berbudaya Tradisional

Banyak orang, tetapi tidak semua orang, mengartikan bahwa “Individulisme” itu sebagai mementingkan diri sendiri, yang sebenarnya awal sejarahnya berkonotasi sebagai “setiap orang berlumba-lumba menjadi orang nomor satu dalam sesuatu bidang tertentu”. Inilah menjadi kebanggaan tersendiri bagi yang bersangkutan. Dengan demikian setiap orang memacu dirinya—termotivasi,  untuk menciptakan—menemukan  sesuatu yang baru, dan bermanfaat untuk banyak orang.  Orang-orang semacam ini menyukai “tantangan” apapun bentuknya, lalu berusaha untuk mengatasinya dengan menerapkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki dalam segala kehidupannya
Dalam sejarah bangsa–bangsa Eropa, kita banyak mengenal tokoh-tokoh misalnya nama-nama besar para pengeliling dunia yang menemukan benua-benua baru untuk menjalani hidup barunya, para penemu berbagai teknologi, dengan munculnya revolusi industri dll. Masing-masing orang ingin menjadi nomor satu dalam sesuatu bidang adalah sifat utama orang Barat dalam memajukan dirinya. 
Di Indonesia, masih mengandalkan  ‘Persatuan kelompok’ (kekerabatan tradisional) yang paling dominan seperti terlihat pada sistem “gotong royong” bahwa, segala sesuatu kebutuhanya dipenuhi melalui kerja sama kelompok kekerabatan, dan sistem seperti ini disebut “solidaritas mekanis”

 Jika ingin maju, maka setiap individu dari kelompok, harus melepaskan ikatan komunitas yang bersifat “solidaritas mekanis” menjadi “solidaritas organis” dimana masing-masing individu sudah mulai melakukan kegiatan “berspesialisasi” dan” berdifirensiasi”.  Indonesia banyak memiliki kaum intelektual, baik tamatan dalam negeri maupun luar negeri. Juga banyak menghasilkan pimpinan-pimpinan nasional  yang berasal dari kaum intelektual ini. Namun tidak sedikit dari mereka yang pola pikirnya,  masih dipengaruhi oleh pola-pola tradisional, sehingga dalam banyak keputusannya atau tindakannya tidak selalu menggambarkan ketegasan yang obyektif, selalu abu-abu. Hal ini dijelaskan pada bagian lainnya.Terdapat istilah di Jawa dimasa lalu : “Makan tidak makan, kita kumpul”. Itulah contoh karakter “budaya pedalaman/ daratan/agraris” kita.  

Budaya ‘pedalaman-agraris’ ini umumnya segala sesuatunya  sangat bergantung pada  inisiatip dan kemampuan orang yang ditokohkan misalnya “raja”, tokoh adat, maupun tokoh agama. Rakyat akan menunggu,  “Apa titah raja”, maka  pihak rakyat akan melaksanakannya tanpa pamrih. Malahan segala petuah tokohnya dipakai sebagai “pegangan hidupnya”. Ya… pola ini mematikan kreatifitas  masyarakat yang diwariskan hingga kini. Walaupun banyak diantara mereka memiliki inisiatif yang luar biasa, tetapi tidak berani mengemukakan, karena takut “salah” atau nanti dianggap “menggurui “sang raja/tokohnya”, adalah haram.   Sedang karakter “budaya bahari” atau budaya pantai  lebih “dinamis” dan menantang, mengajar kita berani menghadapi ganasnya arus dan gelombang laut, antara mati dan hidup, tetapi  berpeluang untuk mengenal dunia luar dari dekat dan memberi kesempatan untuk meraih berbagai keuntungan  dan manfaat daripadanya.

Budaya tradisional kita dalam sistem kekerabatan yang bersifat “solidaritas “Mekanis”diakui sangat berpengaruh hingga kini, dimana tua-tua adat atau kepala suku begitu berperan dalam kelompoknya, menyebabkan anggota-anggota kekerabatan, tidak inovatif  atau kreatif, walaupun ada berpeluang untuk itu. Tindakan mereka akan dicap sebagai “melawan adat”, adalah haram. Pola inipun dibawah ke-bidang Politik, terutama dalam pemilihan Pimpinan Nasional dimana tidak pernah mencalonkan “Generasi Muda”  sebagai Capres atau Wapres hingga dewasa ini, walaupun kaum muda sekarang ini tidak kalah peranannya seperti kaum tua atau tokoh-tokoh tua di bidang politik.
Hal ini disebabkan oleh karena di Indonesia pengaruh budaya tradisional  yang bersifat Solidaritas Mekanis tetap dipertahankan dan  masih dominan, dimana kaum tua masih  berperan  sebagai penentu dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat termasuk di bidang politik,  adalah hak mereka. Dengan demikian tidak ada harapan bagi kaum muda untuk berpeluang memegang jabatan tertinggi misalnya sebagai presiden sekalipun. Oleh karena itu perlu ada Perubahan pola pikir  kaum intelektual kita  yakni dari pola pikir tradisional menmjadi pola pikir modern yang lebih dinamis dan progresif  dalam segala hal dimasyarakat.  Padahal untuk menjadi lebih modern diperlukan masyarakat yang memiliki sifat “solidaritas organis” yang disyaratkan harus, “berspesialisasi” dan “berdiferensiasi” dalam segala usaha dan lapangan pekerjaannya. Disini adat-istiadat sudah mulai longgar dan individu telah memiliki kebebasan untuk memajukan dirinya sendiri.

“Kemiskinan” yang terjadi sekarang ini, oleh karena terlalu berpola pada usaha-usaha yang diwariskan nenek moyangnya tanpa bervariasi.  Jika ia seorang petani, maka yang diharapkan adalah  hasil taninya saja,  tanpa memandang pada sektor lain, yang memberi harapan tambahan. Sebagai petani tradisional, peralatannya pun sangat sederhana, tanpa penerapan teknologi yang memadai, sehingga produksi dan produktivitasnya pun belum maksimal.  Akibatnya jika terjadi “kegagalan panen” karena berbagai sebab, maka  akan “menyerah pada nasip”, dan mungkin dianggap sebagai “takdir dan pasrah”. Untuk itu, maka marilah kita padukan dua pola aktivitas dengan dua budaya yaitu
·         budaya daratan/pedalaman/agraris dan,
·         budaya bahari atau budaya pesisir
Artinya bukan saja, kita panen di darat, tetapi juga panen di laut lepas. Istilah-istilah ini sebagai suatu “simbol”  yang berdimensi banyak,  dapat diterjemahkan lebih banyak lagi. Sejarah tentang, “budaya bahari” berubah menjadi, “budaya daratan/pedalaman/ agraris”, akan kami sajikan berikut ini, dimana akibat historisnya berpengaruh hingga Indonesia memperoleh kemerdekaannya dan dirasakan hingga sekarang.

Marilah kita terinspirasi oleh  cara-cara kerja bangsa-bangsa Barat.
Indonesia negara kaya-raya, tetapi ibarat :
·         Tikus mati diatas lumbung.
·          Kita kaya raya, tetapi mengapa kita harus berhutang  dan miskin.
Potensi laut, potensi perut buminya, potensi hutan, potensi hasil perkebunan, hasil buminya, panorama alamnya, potensi sumber daya manusianya, jumlah penduduknya dan sebagainya. Jika dikelola dengan sungguh-sungguh, maka Indonesia tidak morat-marit seperti sekarang ini.  Indonesia lebih suka meminjam keluar negeri, ketimbang menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang kaya raya tak terbatas, malahan yang mengambil keuntungan adalah pihak asing.

Setiap Tahun Anggaran selalu meminjam (HG=Harap Gampang) (berutang dengan nilai dollarAS) tetapi ibarat “Pinjam Kambing, kembali Gajah”), oleh karena kurs dollar AS saat pelunasan sudah berlipat kali ganda jika dibanding dengan kurs saat peminjaman. Jadi sama dengan kita menyerahkan sebagian besar dari kekayaan Indonesia kepada pihak asing, tanpa nalar rasional atau hanya bekerja keras untuk kepentingan pemodal luar negeri yang hanya duduk manis di kantor/negaranya.. (Kebodohan?). Seperti pengalaman sekarang ini, bahwa  berbagai potensi alam atau Sumber Daya Alam kita lebih banyak diserahkan pengelolaannya atau malahan di jual kepada orang asing atau dikuasai orang asing,(privatisasi) dan hal ini memberi petunjuk, bahwa kita kurang percaya diri sendiri  (PD=Percaya Diri) dalam mengelola potensi kita sendiri.  Akibatnya orang asinglah yang lebih beruntung dari kita sendiri.  Budaya pinjaman luar negeri ini kapan baru berakhir? Apakah menunggu sampai kucing keluar tanduk?
Semua ini akibat dari :
·         “Budaya SU” (Salah Urus), dan
·         “Budaya  HG” (Harap Gampang),
·         “KKN”  (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Dengan memanfaatkan jabatan dan kekuasaan yang ada dapat menyebabkan seseorang menjadi orang kaya-raya mendadak, dengan cara “KKN” (Koropsi, Kolusi dan Nipotisme), dan  bukan karena hasil usaha dan prestasi atau, bekerja keras seperti digambarkan di atas. 
Kita ibarat sekarang ini saling “berebut tulang”, sedang “orang luar” yang mengambil “dagingnya”. (Karena kebodohan)?

Mengapa Indonesia tidak begitu cepat berkembang jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Salah satu faktor utamanya adalah kurang berminat atau peduli dengan sejarah bangsa sendiri maupun bangsa-bangsa lainnya, tentang perkembangan suatu masyarakat dan pembangunan yang dihadapinya.
Seperti kata Presiden Soekarno “Jangan Lupa Sejarah.”  Dengan berbekal berbagai sejarah, kita dapat mengevaluasinya dan berusaha menemukan jalan yang lebih baik  (Sinergi) untuk suatu kemajuan. Tentang sejarah dan perjuangan raja-raja zaman Hindu dalam  mempersatuakan wilayah Nusantara maupun “keruntuhannya” oleh kekuasaan penjajahan Kolonial Belanda, terutama raja-raja di “Jawa” akan diuraikan sejarahnya secara singkat sebagai berikut.
Penulis : Des.Simon Arnold Julian Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.