alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Jumat, 02 Januari 2015

PERANTAU ASAL PUILAU ROTE OGAH PULANG KAMPUNG

Perantau Asal pulau Rote
Ogah Pulang Kampung
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Pengantar

Para perantau asal Pulau Rote saat ini umumnya sbb :
Ø  Tidak mengenal lagi keluarganya maupun silsilah kekerabatannya yang berada di pulau Rote.
Ø  Tidak mengenal lagi  dimana bekas rumah dan bekas kuburan  kakeknya atau leluhurnya
Ø  Tidak mengenal lagi  dimana letak dan luas tanah warisan leluhurnya di kampungnya.
Ø  Rumah orang tuanya tanpa penghuni lagi karena semuanya pergi merantau, dan ketika orang tuanya semuanya mati, biasanya dibiarkan kosong, dan lama kelamaan runtuh dan tanpa bekas lagi
Ø  Para perantau umumnya tidak pernah membangun rumahnya sendiri dikampung halamannya, sehingga tidak memiliki daya tariknya untuk sesekali pergi berlibur.
Ø  Tidak pernah berivestasi dalam  bentuk apapun di kampungnya.
Ø   Ketika telah memiliki keturunan di rantau, tidak pernah berlibur dengan anak cucunya untuk menjenguk keluarganya di Rote
Ø  Para perantau, lebih mementingkan perhitungan ekonomisnya lebih daripada sifat kekeluargaannya di Rote,  dimana pertimbangannya   daripada membuang  biaya yang dipakai  berlibur ke Rote, lebih baik untuk keperluan keluarga seperti sekolah dan kebutuhan hidup lainnya.
Ø  Karena lama merantau rasa rindu dan kangen kampung sudah pudar.
Ø  Para perantau juga tidak pernah lagi berkomunikasi dengan kekerabatannya dan keluarganya di kampung, sehingga dapat dikatakan putus hubungan keluarga secara fisik.
Ø  Yang paling parah, para perantau sendiri  tidak tahu dimana letak Pulau Rote itu.
Ø  Tanah sawah dan kebunnya, ketika merantau diserahkan digarap oleh keluarganya atau oleh penyakapnya, ketika dia mati,  tanah-tanah tersebut secara langsung atau tidak langsung menjadi milik penyakapnya. Dengan demikian hilang haknya atas tanah-tanah tersebut.
Ø  Tanah-tanah warisan yang ditinggalkan, yang diawasi oleh keluarganya, saat ini mereka telah menjualnya, baik sebagian atau seluruhnya karena kebutuhan hidup,  kepihak lain  (pihak pendatang)  yang  terkadang semula  hanya sebagai gadai, tetapi karena  tidak bisa ditebus maka akhirnya jatuh kepada pelepas uang,  tanpa hak dan tanpa persertujuan pewaris di rantau.
Ø  Para perantau umumnya pola berpikirnya  bahwa dia sudah tidak cocok lagi  berdomisili di Rote, oleh karena dianggap sebagai kampung yang tidak cocok dengan karier dan jabatannya lagi.
Ø  Walaupun mereka tinggal di Kupang (Timor) yang begitu dekat di Rote hanya 4 jam pelayaran dengan Fery dan 1,5 jam dengan fery cepat, tetapi banyak diantara mereka  belum pernah menginjakkan kakinya di negeri leluhurnya, apalgi mereka yang di Jawa atau di Indonesia Bagian Barat lebih tidak mustahil lagi.
Ø  Selama ini tidak terdapat suatu motifasi tertentu  baik dari pihak keluarganya sendiri maupun dari Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, ataupun organisias keluarga Rote di rantau untuk memberi semangat kepada warga rantau untuk sesekali pulang kampung di Rote.
Ø  Namun ada seorang Rote Drs.ECW Nellooe, pernah pulang Rote saat menyerahkan sumbangan seperangkat komputer untuk SMU Negeri di Ba’a Rote. Dia menghimbau kepada para perantau asal Rote, untuk pulang kampung dan mengatakan “MAI FALI  YEEE, (Mari kita pulangeee) MAMA HALA ITA FALI YEE (Mama panggil kita pulangeee); BOLELEBO ITA NUSA LE MALOLE (Bolelebo, Negeri/Pulau Rote Kita Lebih Baik).”
Ø   Nelloe mengatakan orang Rote  yang merantau lebih banyak dari yang tinggal di Rote, banyak diantara mereka sudah sukses, dan menghimbau untuk Ikut membangun Rote. 
Ø  To’o  & Te’o, mari kita buka dompet ramai-ramai untuk membangun Rote tercinta. Kalau bukan kita, siapa lagi dan kalau bukan sekarang kapan lagi. “SEMOGA”

Sekilas Penjelasan dan Gambaran Perantau Asal Pulau Rote sbb :
Gerson Poyk & perantau lainnya  :

Mereka adalah contoh dari sekian ratus ribu perantau asal pulau Rote (Roti) Nusa Tenggara Timur, yang telah sukses ditanah orang, tetapi tidak pernah pulang menengok keluarga dan kampung kelahirannya di pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. 
Jangankan pulang, berkirim surat dengan keluarga di kampung pun tidak pernah dilakukannya, apalagi mengirim sesuatu sebagai tanda ingat dan kasih-sayang.
Dapat dikatakan, nyaris para perantau itu, tak pernah berkomunikasi dengan pihak keluarganya di kampung kelahirannya. Sehingga terkesan seolah-olah jika seseorang asal pulau Rote telah melangkahkan kakinya meninggalkan tanah leluhur mereka (pulau Rote), kedaerah seberang dimana saja, entah untuk mencari ilmu, bekerja mencari nafkah atau tujuan lainnya, maka kepergiannya itu berati :

Pergi dan tidak untuk kembali lagi ke-Pulau Rote”.

Ini Kenyataannya demikian.
Berbagai alasan yang sering dikemukakan para perantau Rote : adalah  antara lain :
a.    Alasan ekonomis; biaya pejalanan berlibur ke-kampung sangat besar apalagi bermukim di luar NTT seperti di Bali, Jawa dan di Indonesia Bagian Barat lainnya. Biaya  sebesar itu dianggap lebih berguna jika dipakai untuk biaya anak sekolah, keperluan hidup rumah tangga, menabung sebagai uang jaga-jaga jika terjadi sesuatu terhadap keluarga mereka.
b.    “Ketidak tahuan”. Karena telah lama merantau, melahirkan keturunannya di daerah rantau,  ketika orang tuanya sudah tiada, maka generasi berikutnya tidak lagi mengenal kampung asalnya, apalagi kepada sanak keluarga orang tuannya di kampung mereka di Rote.
c.    Terkadang lebih parah lagi, Nama dan letak pulau Rote sendiri tidak diketahuinya.
d.    Ikatan Batinnya Kurang”. Walaupun ia masih mengenal keluarganya di Rote, namun karena jarang pulang, ikatan batinnya makin lama makin jauh sehingga niat liburnya ke kampunya dirasa tidak begitu penting lagi (merasa asing di kampung sendiri).
e.    Harta Warisan”. Masalah harta peninggalan/warisan orang tua ;  biasanya menjadi masalah yang sangat pelik dan kebanyakan menjadi penyebab permusuhan dengan keluarga yang mengurusnya yang  tinggal di kampung (di Rote).
f.     Walaupun ada kerinduan untuk menengok kampungnya di Rote, namun tidak memiliki dana/ongkos.
g.    Mereka yang tinggal di kampung, merasa selama ini harta-harta tersebut dipelihara dan diawasinya dengan bersusah payah, tetapi dipihak lain para pewaris yang tinggal dirantau tidak pernah memperhatikan kebutuhan mereka, maupun dalam hal berkomunikasi, dan tiba-tiba muncul ke Rote, lalu menuntut hak warisnya  dengan kurang bijaksana (terkadang memicu keributan antar mereka). Jika tidak bijaksana dari pewaris perantau tadi, apalagi dengan cara-cara kekerasan ataupun sampai menyinggung perasaan keluarganya yang di kampung, maka tidak segan-segan mereka bertindak dengan kekerasan dan bisa jatuh korban diantara keduannya.
h.    “Tanpa Keluarga dan Tanpa rumah”. Keluarga dan rumah di kampungnya (Rote) juga sudah tidak ada lagi. Biasanya ada keluarga-keluarga yang lebih dahulu merantau dan sudah jadi. Lalu anak-anak dari pihak keluarga lainnya di kampung menyusul dan tinggal bersama mereka dan biasanya ikut membiayai sekolahnya hingga tamat, bekerja dan berkeluarga. Di kampung, hanya tinggal orang-orang usia tua semuanya dan pada suatu ketika tentu akan meninggal dunia semuanya. Kini rumah orang tua mereka tanpa penghuni setelah ditinggal mati, karena para pewaris semuanya merantau dan memperoleh pekerjaan yang menjamin hidupnya lebih layak, maka tidak mungkin ia akan kembali ke-kampung. Akhirnya mereka menitipkan rumah dan harta orang tuanya  kepada tetangga, sekedar mengawasinya saja. Karena rumah tidak pernah dihuni dan tertutup terus, maka lama kelamaan ramuan rumah itu menjadi lapuk dan akhirnya roboh dengan sendirinya dan sekarang tinggal puing-puing berserakan. Karena lama pihak perantau tidak juga menengok bekas rumahnya, juga harta peninggalannya, maka yang terjadi adalah harta-harta mereka diambil orang atau yang bertetangga. Yang paling memprihatinkan adalah bahwa hampir  para perantau yang telah succes di tanah rantau, tidak pernah membangun rumahnya di kampung halanannya di Rote, apalagi merehap rumah orang tuanya. Oleh karena itu para perantau ini enggan  berlibur ke kampungnya karena disana rumah-rumah orang tuanmya kebanyakan rumah tradisional sehingga  kurang memperhatikan sanitasi, sehingga para perantau merasa tidak cocok lagi untuk ditempati saat berlibur. Hal ini sebenarnya kesalahan para perantau tersebut yang tidak peduli lagi dengan keluarganya di kampung.  Yang lebih parah lagi para pejabat di Kabupaten Rote Ndao di Ba’a,  yang semula mendapat tugas mutasi  dari  Kupang, lebih banyak kontrak rumah di Ba’a, dan hampir semuanya tidak pernah membangun rumahnya sendiri di Rote. Mereka umumnya setelah pensiun  tetap tinggal di Kupang, bukan pulang ke Rote.

i.      Masalah batas tanah pekarangan, kebon, sawah dan ladangnya, saat orang tua mereka sama-sama masih hidup, biasanya diberi tanda batas dengan pohon-pohon hidup tertentu, atau setumpuk onggokan batu, atau hanya berupa pagar-pagar kayu yang tidak dapat bertahan lama. Karena dengan berjalannya waktu, pada suatu ketika pohon-pohon pembatas itu mati, atau tumpukan batu-batas tadi diambil orang untuk dijual kepada proyek-proyek pembangunan dewasa ini, atau pun pagar-pagar darurat kini telah roboh dan di jadikan kayu api, tanpa menggantinya lagi dengan pagar atau pembatas baru. Kini lahan pekarangan, ladang dan sawah, menjadi lahan tanpa pembatas lagi, sehingga seluruh lokasi disekitar itu sekarang nampak menjadi satu.Tidak mengetahui lagi batas kepemilikan secara nyata dan akurat antara seseorang dengan orang/pihak lain disebelah-menyebelahnya lagi.. Hal  ini menjadi masalah besar  karena pemilik lahan tidak tahu pasti lagi dimana lokasi  tanahnya. 

j.      Dikampungnya sendiri, tiada ada tanah tempat berpijak.. Karena keturunan pewaris tidak ditempat atau jauh di rantau maka ketika ia sesekali pulang kampung, ia sendiri bingung dimana letak batas tanah haknya sebenarnya dari harta peninggalan neneknya dan berapa luasnya. Dan siapa yang mengawsasinya semuanya tidak diketahuinya lagi. Mereka yang dari dulu tinggal dikampung mengambil kesempatan untuk memperluas tanahnya dengan mengambil tanah bekas milik tetangganya. Karena kini telah hilang bekas tanda-tanda batas tanahnya, maka ia sendiri tidak berani menunjuk dimana sebenarnya letak  tanah hak warisnya karena takut terjadi sesuatu pertikaian yang membawa resiko permusuhan yang dapat membawa korban jiwa. Inilah awal hilangnya hak waris oleh si perantau itu. Perlu di ketahui bahwa Di Pulau Rote, pada umumnya belum pernah di lakukan pengukuran atas tanah untuk pembuatan Sertifikat. Jadi pemilikan hanya berdasarkan hukum adat dan kepercayaan saja dan tanpa selembar surat sebagai bukti hak. Ini merupakan persoalan yang paling berat bagi para perantau asal Pulau Rote. Seandai kata para perantau juga tetap menuntut haknya atas tanah-tanah peninggalan neneknya dengan para tetangganya saat ini, tentu memerlukan waktu yang tidak pendek, memerlukan biaya yang besar untuk mengurus kesana-kemari dengan para tetangga, Kepala Desa, Kecamatan, dan berbagai pihak terkait. Waktu yang diperlukan untuk penyelesaian ini tidak kurang dari tiga sampai enam bulan lamanya. Dipihak lain ia terikat oleh tugas dan pekerjaannya didaerah rantaunya, tidak memungkinkan ia berlama-lama di pulau Rote untuk pengurusan harta peninggalannya berbulan-bulan lamanya. Justru disinilah kendala utamanya, maka hingga kini dapat dikatakan tidak seorang perantau asal Pulau Rote pun yang pulang kampung hanya untuk mengurus harta pusakanya. Dengan adanya kesulitan ini maka kini para perantau bersikap sebagai berikut :

v  Menyerahkan seluruh harta pusakannya kepada keluarga terdekat yang tinggal di kampung untuk mengawasinya. Hal ini jika batas-batas tanah, dan lokasinya masih diketahui dengan pasti. Bila tanah-tanah tersebut menghasilkan, maka biasanya direlakan untuk dinikmati oleh  keluarga yang mengawasi harta-harta tersebut. Sedang bila ada Pajak PBB nya biasanya dibebankan kepada yang menikmati hasil kebun tersebut di Rote.
v  Karena telah lama merantau beberapa generasi sebelumnya, menyebabkan tidak diketahuinya lagi harta pusaka nenek moyangnya. Oleh karena itu, golongan ini tidak memperdulikan lagi segala urusan menyangkut harta pusaka yang menjadi haknya karena tidak diketahui seecara pasti. Mereka beranggapan tidak memiliki  hak apa pun lagi di Pulau Rote, sehingga tidak ada sesuatu yang perlu diurus.
v  Ada golongan perantau  lain yang karena sudah sukses di tempat rantau dan tidak mungkin kembali ke kampungnya lagi, maka ia rela melepaskan haknya atas harta-pusakanya kepada keluarga-keluarganya yang tinggal di kampung, walaupun pelepasan itu tanpa didukung dengan alat bukti hukum apa pun.
v  Ada golongan perantau lainnya, yang terdiri dari beberapa keluarga yang masih sedarah, seketurunan dan sekekerabatan, ingin pergi kekampung untuk mendokumentasikan hak-hak atas tanah mereka, namun karena terbentur waktu dan biaya, maka niatnya tidak pernah terlaksana, dan pada akhirnya persoalannya dibiarkan menggantung  begitu saja.
v  Bagi mereka yang memiliki banyak bidang tanah baik berupa ladang atau sawah, maka  lahan-lahan ini biasanya dibiarkan diurus oleh para penyakap/penggarap yang sejak dulu dipercayakannya. Resikonya ketika mereka, para pewaris di rantau pada suatu saat meninggal semuanya, maka sudah pasti menjadi milik para ex penggarapnya, jika dikemudian hari tidak ada tuntutan hukum dari pihak pewaris.
v  Ada  golongan perantau lain, kini berbondong-bondung pulang kampung dengan terbentuknya Kabupaten Rote-Ndao, (2002) dimana memberi peluang untuk berkembang, baik dibidang sosial ekonomi, juga  dalam bidang-bidang lainnya yang memberi prospek yang lebih baik dimasa depan. Sarana transportasi dan komunikasi semakin lancar yang menyebabkan lalu-lintas dan mutasi barang dan manusia juga lancar. Dengan terbentuknya Kabupaten Rote Ndao, yang memungkinkan semakin pesatnya pembangunan, memberi peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian, karena memiliki peluang pasar yang menjanjikan, sehingga mendorong para perantau pulang kampung untuk kembali mengurus tanah-tanah hak milik mereka dan  berpeluang membuka usaha disana. 

Perantau-perantau yang demikian itu pada akhirnya disebut
“Perantau Bermerek/Berlabel Rote”, tetapi tidak memiliki tanah air, di kampung
halamannya sendiri”.

Mungkin ia berpikir, buat apa aku ke Rote karena :
a.    Di sana (Rote) tanpa keluarga dan tanpa tanah untuk berpijak.
b.    Orang Rote layaknya seperti bangsa Yahudi, perantau di berbagai benua; ketika timbul kerinduannya kembali ke tanah perjanjian, tanah nenek moyangnya, ternyata telah diduduki bangsa-bangsa lain. Akibatnya ia merebut kembali tanah nenek moyangnya dengan darah dan air mata lewat  perang yang  tidak pernah berakhir.
c.    Gejala-gejala serupa ini, sudah mulai nampak  bagi para perantau asal pulau Rote.
d.    Tanah-tanah yang memiliki nilai ekonomis tinggi mulai beralih ketangan-tangan  non pribumi yang juga  sekaligus telah menguasai lapangan ekonomi disana.
e.    Dikhawatirkan tanah-tanah suku yang berstatus miliki banyak pewarisnya (pemilikan kolektif) itu yang di jual dengan harga murah di bawah tangan tanpa persetujuan pewaris lainnya (yang dirantau)  ke pihak luar, kelak akan menjadi masalah besar karena banyak diantaranya adalah tanah waris yang pewarisnya berada di rantau.
f.     Pengalihan tanah-tanah ke pihak luar oleh keluarga yang tinggal di Rote, karena kebutuhan hidupnya. Terkadang, berawal dilakukan dengan sistem gadai saja, tetapi karena tidak dapat ditebus maka akhirnya menjadi milik pelepas uang. Cara demikian selalu terjadi.
g.    Kelak dimasa mendatang, masalah tanah di Rote akan merupakan kasus yang sangat rawan, yaitu  muncul setelah terbentuknya Kabupaten Rote-Ndao (UU.No.9 Tahun 2002, tertanggal 10 April 2002).
h.    Mencegah hal-hal tersebut diatas maka sebaiknya para pewaris perantau pulang menengok kampungnya dan sekaligus amankan harta warisnya dengan arif dan bijaksana bersama keluarga yang menunggunya,  sebelum timbul kasus seperti yang disebutkan diatas dan sebelum  terlambat.
i.      Kampung ke duanya”. Merasa diri orang kota di daerah rantau, kalau kembali ke kampung (Rote) rasanya tidak pas lagi. Ia telah menemukan kampungnya yang ke dua dirantau karena itu segala daya dan upaya dikerahkan untuk memampukan dirinya semaksimal mungkin dalam segala hal, untuk hidup layak disana dan tidak mengandalkan apapun miliknya di kampungnya atau di Rote  lagi.
Karena Profesi”. Ada sebagian besar perantau yang masih cinta dengan kampung halamannya dan masih membayangkan lingkungan alamnya, teman sekolah sepermainan, suka-dukanya, kemesraan bersama keluarga, kenangan manis maupun pahit semasa kecil dulu dan sebagainya.  Namun karena kedudukannya, pekerjaannya, profesinya, tidak mungkin  ditinggalkan lalu pulang kampung.

“Motifasi”.
 Pulau Rote adalah pulau yang tidak dapat menjanjikan kekayaan,
kepangkatan/jabatan, kepandaian, kepada penduduknya. Semuanya itu hanya diperoleh di luar pulau Rote. Maka berbondong-bondong warganya  merantau kenegeri orang dan akhirnya apa yang diharapkan menjadi kenyataan. Di pulau Timor misalnya hampir di sepanjang pantai pulau Timor sampai wilayah Timor-Timur dihuni oleh orang Rote. Mereka memiliki tanah pertanian sawah dan ladang yang luas, banyak memiliki hewan ternak  dan hidup dengan berkecukupan. Banyak diantara turun-temurunnya yang tidak pernah menginjakkan kakinya di pulau Rote, meski hanya dalam 4 jam pelayaran dengan kapal Feri dari Bolok, Kupang---Rote. Maka benar apa yang disinyalir oleh Drs.E.C.W.Neloe, Direktur Utama Bank Mandiri saat meresmikan Gedung Laboratorium Komputer, Perpustakaan, Sekolah Menengah Umum (SMUU I) yang disumbangnya di Ba’a, ibu kota Kabupaten Rote-Ndao mengatakan, keberadaan orang Rote yang merantau lebih banyak dari orang Rote yang tinggal di Rote. Dan katanya banyak dari mereka sudah sukses.

 MAI  FALIYEEE = MARI PULANGEEE
Rupanya salah satu perantau Rote yang leluhurnya  berasal dari Kerajaan Korbafo Kecamatan Pantai Baru pulau Rote yang sangat sukses dalam kariernya baik di tingkat Nasional maupun Internasional.  Ia adalah Drs.E.C.W.Neloe, Direktur Utama Bank Mandiri, sebagai pelopor / merintis jalan  pergi melihat pulaunya yang kini telah ditingkatkan statusnya menjadi Kabubupaten Rote-Ndao (UU.no.9 Tahun 2002, tertanggal l0 April 2002). Neloe ke Rote guna meresmikan Gedung Laboratorium Komputer, Perpustakaan, Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) I di Kecamatan Lobalain (Ba’a) Kabupaten Rote-Ndao merupakan sumbangan pribadinya.  Dalam kata sambutannya saat peresmian itu ia menyatakan, “ Saat ini keberadaan orang Rote yang ada di luar pulau Rote jauh lebih banyak ketimbang orang Rote yang ada di pulau Rote sendiri.” Kalau saya tak salah, kata Neloe, “Orang Rote yang di luar sangat banyak, dan kebanyakan mereka sudah sukses”.  Jadi untuk membangun Rote, kita harus “pulang” “( Rote =Mai Fali) = Mari Pulang.”  Jangan diartikan pulang secara fisik. Tetapi juga pulang secara “Non Fisik.” Mereka pasti mau, karena mereka juga mencintai Rote; mereka mau membangun Rote. Harapan yang sama juga disampaikan oleh masyarakat Rote sendiri. Mereka minta agar orang Rote yang kini sukses di negeri orang lain agar mengikuti jejak Neloe, memberi perhatian yang besar demi pembangunan Kabupaten Rote-Ndao.  “Jika bukan anda, siapa lagi dan bukan sekarang kapan lagi.” “Mari Kita Buka Dompet Rame-Rame” untuk membangan kampung sendiri. Perlu diketahui di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, terdapat perkumpulan “Keluarga Besar Rote,” Kegiatan mereka biasanya mengadakan arisan keliling antar keluarga sebulan sekali.  Kegiatan lainnya seperti kehadirannya saat ada kematian, perkawinan, Natalan bersama, ataupun pesta-pesta keluarga “Hari Ulang Tahun” dan lain-lain.  Peluang kumpul-kumpul seperti ini, dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan sumbangan bagi pembangunan di Rote.  Kemiskinan. Tentang penyebab Kemiskinan di Desa Tertinggal adalah, tentang jumlah dan jenis peralatan pertanian yang dimiliki petani.
Jika dapat diusahakan sumbangan ke Rote bukan berbentuk dana atau uang tetapi fisik barang/benda yang benar-benar dibutuhkan untuk meningkatkan hasil pertanian tanaman pangannya, pembangunan bendungan air untuk persawahan, berbagai bibit-bibit unggul (padi, kacang-kacangan, holtukultura), perbaikan sumber-sumber mata air, penghijauan, pembuatan waduk-waduk penampung air hujan (danau buatan) di kaki-kaki bukit/gunung. Pembangunan infrastrutur/fasilitas pelayanan, membuka jalan-jalan baru ke desa terisolir, pembangunan balai-balai pertemuan desa, membentuk lembaga-lembaga kesenian dengan pemberian alar-alat perangkat musik gong, Sasando, alat-alat tenun ikat, penanaman tanaman yang mendukung bahan untuk pewarna tenunan. Dan berlumba-lumba tiap-tiap nusak (ex kerajaan) membangun sarana pariwisata maupun atraksi budaya untuk menarik wisatawan berkunmjung ke daerahnya. 

Perlu dibentuk sebuah Yayasan Pembangunan Peduli Kabupaten Rote-Ndao, yang mengkoordinir dalam pengumpulan maupun mendistribusikan sumbangan-sumbangan guna proyek-proyek Swadaya Masyarakat.  Pengurus adalah Tokoh yang berwibawa, jujur, banyak memiliki sumber-sumber dana dari donatur baik dari dalam maupun dari Luar Negeri. Yayasan ini memiliki kantor pelaksana penyaluran dana di Rote yang dapat menyusun berbagai rencana pembangunan dengan bekerja sama dengan Bupati dan berbagai instansi terkait hingga ke tingkat Kecamatan. Orang yang duduk di sini pun adalah orang yang jujur, berpengalaman, memiliki hubungan luas, giat bekerja.
Mereka bisa dari Purna Bakti baik sipil maupun militer yang berpengalaman luas. Hidup mereka sudah mapan sehingga tidak bergantung pada dana yang dikelolanya selain hanya  sebagai biaya operasi. Bisa juga mereka yang ada di Rote, di Kupang maupun dari Luar NTT lainnya yang dipandang memiliki kemampuan dan tidak KKN. Lembaga Peduli Rote-Ndao ini, harus berbentuk Yayasan yang disyahkan oleh Notaris sehingga memiliki kekuatan hukum dan memiliki tanggungjawab yang pasti.

Kalau banyak diantara tokoh-tokoh asal Rote berjuang untuk Kemerdekaan RI, maka saat ini diperlukan Tokoh-tokoh yang siap membangun kampung halamannya Kabupaten Rote-Ndao. Kami usulkan pelopor pengumpulan dana adalah Bapak  Drs.E.C.W.Neloe maupun tokoh-tokoh lainnya di tingkat pusat Jakarta. Melalui beliau-beliau ini diharapkan dapat menarik simpatisan-simpatisan donatur baik dari warga Rote Perantauan maupun pihak lainnya.  Guna mengejar ketertinggalan Rote dalam bidang sarana pembangunan maka target Rp.500 Milyar adalah memadai.  Di pantai Nemberala sebagai pantai berselancar tingkat dunia melebihi pantai-pantai di Bali, dimasa depan memiliki prospek yang sangat cerah sebagai salah satu obyek pariwisata, maka perlu di bangun Hotel berbintang disana. Hanya dengan bekerja keras dan penuh kesadaran target tersebut pasti terlewati.  Motto: “ Jika bukan Anda, Siapa lagi, dan bukan sekarang kapan lagi.” “Mai Faliyeee = Mari Pulangeee”; “ To’o (Paman)  – Te’o (Bibi) !!!  Mari Kotong Buka Dompet Rame-Rame.”


Catatan : Fenomena-gejala-gejala nasip perantau yang disebutkan diatas, bukan saja dialamai oleh orang suku Rote (Roti) saja, tetapi juga oleh hampir semua perantau dari suku-suku lainnya di Indonesia. Mereka menghadapi  masalah yang sama, tentang kesulitan pulang kampung, harta warisan, keluarga, juga dialami oleh mereka. Ini merupakan suatu Masalah Nasional perlu dibicarakan di forum-forum bergengsi oleh berbagai pakar, ilmuan, Lembaga Perguruan Tinggi  dan para akademis lainnya.  “SEMOGA”  Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.