Rote Island
From
Wikipedia, the free encyclopedia
This is the current revision of this page, as edited by Mincht (talk |
contribs) at 23:47, 10 June
2013. The present address (URL) is a permanent
link to this version.
|
Satellite photo of Roti
Map of Rote
Rote Island (Indonesian: Pulau Rote, also spelled Roti) is an island
of Indonesia,
part of the East Nusa Tenggara province of the Lesser Sunda Islands. It has an area of 1,200 km2 (463 sq mi). It lies 500 km (311 mi) northeast of the Australian
coast and 170 km (106 mi) northeast of the Ashmore and Cartier Islands. The
island is situated to the southwest of the larger island of Timor. To the north
is the Savu
Sea, and to the south is the Timor Sea.
To the west is Savu
and Sumba. The
uninhabited Dana Island (also called Ndana), just south
of Rote, with an area of 14 km2
(5 sq mi), is the
southernmost island of Indonesia. Along with some other
nearby small islands, such as Ndao island, it forms the kabupaten (regency) of Rote
Ndao Regency, which in 2010 decennial
census recorded a population of 119,711.[1]
The main town, Ba'a, is located on the northern side of the island. Rote has a good surf area in the
south around the village of Nemberala. There is a daily ferry to the island
from Kupang, the
provincial capital on West Timor, which provides transport for local
passengers and goods as well as tourists. The trip between Kupang and Ba'a takes
around 2 hours.
Rote has many historical relics
including fine antique Chinese porcelain, as well as ancient arts and
traditions. Several prominent Indonesian figures were born in Rote. A popular
music instrument, Sasando,
is made of palm leaves. According to legend, this island got its name
accidentally when a lost Portuguese
sailor (Antonio Pigafetta -1522) arrived and asked a farmer where he was. The surprised farmer, who could
not speak Portuguese, introduced himself, "Rote".
Rote, just off the southern tip of Timor
Island, consists of rolling hills, terraced plantations, acacia palm,
savanna and some forests. The Rotinese depend, like the Savunese,
on the lontar palm for basic survival but also as a
supplement to their income from fishing and jewelry making. The critically endangered Roti Island Snake-necked Turtle is
endemic to Rote Island. Agriculture
is the main form of employment. Fishing is also important, especially in the
eastern village of Papela, which has led to disputes with
Australia over the water between them.[2] The US-born Australian scholar, Prof James J Fox, has written extensively about Rotinese culture.
Town Market in Ba’a, Rote
the Beach on Nusa Manuk (Manuk Island), South West Rote
the Raja of West Rote on Ndana Island in 2007
A Rotenese drummer with Traditional Hat
Korbafo chief with warriors, 1900.
References
1.
^ http://ntt.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=120%3Ahasil-sensuspenduduk-2010&catid=1%3Aberita&Itemid=8
2. ^ Jill Elliott, 1996, "Fishing in Australian
Waters," Inside Indonesia vol. 46 http://www.insideindonesia.org/edit46/elliott.htm;
Richard Tanter, 2000, "After fear, before justice: Indonesia and Australia
over the long haul, as if ethics mattered." Inside Indonesia vol.
61 http://www.insideindonesia.org/edit61/richard.htm
Roti Island
Just
south west of Timor is the small island of Roti, 1.214 sq. km, about three hours by boat from Kupang. Like on Sawu much of the
life here depends on the
"lontar" palm tree, which is
used as everything from nutrient to building material. The population are
mainly occupied with fishing, some agriculture and weaving of "ikat". According to local legends the people here
mixed with shipwrecked Portuguese hundreds of years ago (1522) , and the women is said to be very beautiful here. Traditionally Roti was divided in as much as 18 districts, but in 1681 the Dutch after a bloody campaign put their own allied as rulers of the island. Roti became a source for slaves and other resources to
the Dutch
base in Kupang (see West Timor). The Rotinese started to convert to Christianity in the 18th century and with aid from the Dutch
they built a good education system. From having a status as slaves they became a sort of
elite in this region, but their openness for outside
influence has also led to some loss of traditional culture compared to islands
like Sawu. Still it
is possible to see traditional festivals in some areas, and the island is
famous for the unique music and dance performed here. The music is played on a 20-string
instrument related to a guitar called "Sasando" Roti is a great place for diving with a rich marine life and crystal clear water.
The island is also said to have the best surfing conditions in the entire Nusa Tenggara. The main city is Ba’a on the northern coast, most visitors prefer to go
from here to the
Nemberala city on the southwest coast where
there are lovely, white beaches and good conditions for surfing and snorkeling. There are some good facilities here, and the city
is a good base for further exploration of Roti. Just south of Roti is the small
uninhabited island of Pulau
Dana, also called Ndana. Local history says that nobody is living here
because the entire population was killed during a revenge attack in the 17th
century. The small lake on the island was red of all the blood from the victims. Today the island is inhabited only by deer, a large number of bird species and turtles who come
to lay their eggs. Pulau
NDana is the southernmost island in
Indonesia. (Internet).
ROTE (R OTI
(Media Masa)
Pulau Rote adalah bagian
dari wilayah Kupang : sebelum 10-04-2002, setelah itu berdiri sendiri
sebagai Kabupaten Rote Ndao) dan, pulau paling selatan Indonesia. Pulau Rote
terletak di sebelah barat pantai Kupang. Pulau yang indah ini dapat dicapai
hanya 4 jam dari Kupang dengan kapal feri antar pulau untuk mengarungi dan menyelami tanah indah
yang tak tersentuh ini. Bukit-bukit dan lembah-lembah tercermin di bawah laut
oleh dinding dan gua yang
spektakuler. Kehidupan bawah laut banyak bervariasi dan sukar ditemukan dari
Ikan api ke Mantas. Arsitektur Rote unik. Melihat penduduk dalam gaya hidup tradisional
yang tetap tak berubah selama berabad-abad.
Rote memiliki banyak kerajinan bersejarah termasuk porselen antik cina yang
bagus, sebagaimana seni dan tradisi kuno. “Banyak
pemimpin nasionalis Indonesia yang terkenal dilahirkan disini”. Alat musik
yang popular adalah Sasando,
yang terbuat dari daun pelepah pohon lontar. Berdasarkan legenda, pulau ini
mendapatkan nama secara tak sengaja ketika pelaut-pelaut Portugis (Antonio Pigafetta
dengan Kapal layar Victoria pada 30 April l522 di pelabuhan Papela Rote Timur “tambahan penulis”) datang dan bertanya pada seorang petani /
nelayan dimana dia berada. Sang petani / nelayan yang terkejut, tidak bisa
berbahasa Portugis mengenalkan
dirinya, “Rote”. Kemudian pelaut Portugis tersebut mencantumkan
nama pulau itu kedalam petanya dengan nama “ROTI”sesuai ejaan bahasa Barat.
Rote yang hanya sebelah selatan pulau Timor, terdiri dari bukit yang
bergulung-gulung, penanaman terteras, pohon akasia, savana dan beberapa hutan.
Orang-orang Rote bergantung, seperti
penduduk Savu, pada lontar untuk hidup, juga menambah
penghasilan mereka dengan memancing dan membuat perhiasan. Sebelum kemerdekaan
Indonesia, Rote, memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia timur.
Bahkan sampai saat ini penduduk Rote dan kerajaan mereka terpecah belah,
mengikuti tradisi kuno, kedalam dua wilayah. Satu dikenal sebagai “Matahari terbit” dan lainnya “Matahari
terbenam”. Wilayah tersebut diatur oleh seorang raja “pria”, raja “wanita” dan beberapa penasihat, mewakili klan
dalam wilayah tersebut. Tiap klan yang memiliki hak tata upacara membuat ritual
mereka sendiri selama perayaan HUS. Di
HUS, pria-pria Rote memakai topi unik (Ti’i
langga) mereka, membuat penawaran dan para wanita berdansa ditemani Sasando, gitar Rote.(Sumber
: Internet).
(1.5). Pulau Roti
(M/ Insiklopedi Indonesia)
Batas-batas
pulau Rote,
- Bagian Timur
dengan Selat Pukuafu,
- Barat dan Utara dengan Laut Sawu,
- Selatan dengan
Lautan Indonesia dan wilayah Australia.
Bidang pertanian :
·
luas
areal tanaman pangan dan tanaman perdagangan meliputi 8.484 ha;
·
menghasilkan:
padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kacang-kacangan
lainnya, bawang merah, gula rote/gula air/gula lontar, sapi, kerbau dll.
Tanaman
keras yang tumbuh subur disini adalah
kayu cendana, pohon kelapa dan pohon
lontar.
Sarana angkutan dan
kelistrikan :
Ø Pulau Rote memiliki lapangan terbang Lekunik (4 km di luar kota Ba’A), mampu didarati pesawat-pesawat Twin Otter.
Ø Memiliki hubungan penerbangan
dari Kupang (El Tari) ke Ba’A (Lekunik).
Ø Pelabuhan laut Ba’A hanya mampu
melayani kapal-kapal kecil dan perahu motor, sebab terlalu dangkal; namun setelah
tahun 2002, telah memiliki dermaga tempat kapal-kapal laut bersandar.
Sedang pelabuhan kapal Feri angkutan
penumpang Laut terletak di Pantai Baru Korbafo,
menghubungkan Rote dan Kupang. Di Kecamatan Lobolain, terdapat air terjun Lenduladale dengan ketinggian
10,1 meter berkapasitas 60 liter / detik;
ada PLTA pada lokasi tersebut.(Ensiklopedi
Indonesia-hal.2946).
Pulau Rote, Pulau di Selatan Indonesia
Submitted
by Mas Ahmad on Thursday,
31 Mar 2011
NUSA
TENGGARA TIMUR - Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas
sampai Pulau Rote, kalimat itu terlintas kembali dalam benak saya, pada
saat Kapal Bahari Ekspress yang membawa kami dari Pelabuhan Tenau Kupang berlabuh di Pelabuhan Ba'A Pulau Rote. Ya, akhirnya tiba juga
kami di Pulau yang terletak dibagian selatan Indonesia.
Menginjakkan
kaki di Pulau Rote, panas khas
Indonesia timur menyapa kami dengan sengatannya. Merasakan panasnya seketika
disejukkan saat kami melihat biru dan bersihnya air laut sejauh mata memandang
dan hamparan tanaman Lontar yang
berada disepanjang pulau. Kami segera meninggalkan Pelabuhan menuju penginapan.
Disepanjang jalan yang mulus dan bersih, kami melihat beberapa rumah penduduk
dengan ciri khas pagar yang terbuat
dari pelepah daun lontar yang telah
mengering. Dan jalanan yang naik turun dan berkelok-kelok membuat kita
menikmati dengan hamparan beberapa bukit yang luas dengan hewan-hewan yang
berkeliaran.
Pulau Rote atau dikenal juga dengan nama Nusa Lontar, dan Nusa Sasando karena hampir sepanjang mata memandang kita melihat Pohon-pohon lontar yang merupakan pohon kehidupan bagi masyarakat Pulau Rote. Karena hampir semua bagiannya dapat digunakan oleh Masyarakat Pulau Rote. Bagian Daunnya dapat digunakan untuk Haik (tempat penampungan air), Topi Ti'I Langga (topi Khas NTT), Sasando. Bagian Pelepah daunnya dapat digunakan untuk pagar. Batang pohonnya di gunakan untuk peti bahkan perahu. Air dari sadapan Pohon dapat diminum dan diolah menjadi Gula Batu.
Masyarakat
Pulau Rote juga mengenal dialek bahasa sebanyak 19 dialek, namun satu sama lain dapat dimengerti oleh
masyarakatnya. Keindahan pantai
masih menjadi pesona tersendiri dari Pulau Rote, diantaranya Pantai Leli di Termanu yang berhadapan langsung dengan laut lepas, Pantai Nemberala dan Pantai Bo'A dibagian Selatan. Jadi,
selamat datang di Pulau Rote, Kabupaten
Rote Ndao, Bumi Ti'I Langga Permai di bagian selatan Negara kita, Indonesia. (Agus Lahinta / gst) sumber
: travel.detik.com
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian
Jacob
Gambar : Peta Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote
Ndao.
(1.6). Sejarah Asal Usul Nama Pulau
Rote (Roti) -1522.
Asal nama Pulau Roti ( Rote) sendiri, berasal dari salah pengertian antara awak
kapal Portugis yang tiba sekitar abat ke XV (l522) di pantai Papela, Rote Timur, dengan seorang nelayan. Awak kapal tersebut adalah : Antonio Pigafetta, seorang tokoh terkenal rombongan Magelhaens dengan kapal
Victori
armada Portugis
dalam perjalanan keliling dunia setelah berlayar dari kepulauan Filipina
tanggal 27 September l521, telah singgah pula di Batugede
pulau Timor, kemudian melanjutkan pelayarannya ke arah Selatan dan pada 30 April l522 tiba di Pelabuhan Papela,
Rote Timur, di Nusa Tenggara Timur. Orang
yang dijumpainya dipantai pada saat itu adalah seorang nelayan bernama “Rote”; dia ditanya dengan bahasa
isyarat tentang nama pulau ini.
Karena tidak mengerti
apa yang ditanyakan / diisyaratkan oleh pelaut Portugis itu, ia menjawab “Rote,” sebab disangkanya pelaut itu sedang
menanyakan “namanya.”
Kemudian Antonio Pigafetta mencatat nama
itu dalam buku catatan petanya dengan nama ,“Roti” sesuai lafal atau ejaan dalam bahasa Barat, dan Rotte” sebagai salah satu pulau
yang pernah disinggahi selama dalam pelayaran keliling dunianya.
Antonio
Pigafetta adalah bangsa Barat (Eropa) pertama yang menemukan pulau
ini dan memberinya nama “Roti”.
Namun walaupun demikian ia tidak mengklaim sebagai salah satu wilayah kekuasaannya.
Dari pelabuhan Papela di Rote Timur, Antonio
Pigafetta meneruskan pelayarannya dan, berlabuh juga di Pulau Ndao yang
masih dalam wilayah Rote Barat, selain bermaksud menambah persediaan air minum,
juga menunggu arus dan angin yang baik, untuk melanjutkan pelayaran ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan, balik ke
Eropa.
Sebagai alat
petunjuk, di Pulau
Ndao terdapat, meriam Portegis dan berbagai-bagai, barang porselin seperti piring-mangkok / barang-barang pecah belah
dan, barang-barang lainnya disebuah
bukit batu disana. Oleh penduduk setempat semula,
barang-barang tersebut dikeramatkan dan tidak ada orang yang berani
mengambilnya. Namun setelah tahun l950-an
orang-orang dari luar Pulau Ndao datang mengambilnya sebagai barang antik untuk
selanjutnya dijual. Sejak tahun l522, Pulau Rote
tercatat dalam peta dunia maupun peta Indonesia, seperti dalam, pelajaran ilmu
Bumi dan berbagai, buku ilmiah yang hingga sekarang tetap tertulis nama pulau ini dengan sebutan Pulau Roti, Rotty, Rotti dan bukan Rote. Sebutan nama Rote
ini hanya dikenal oleh penduduk NTT saja.
Sedang wilayah lainnya di Indonesia dan dunia luar masih tetap mengenal
pulau kecil ini dengan nama pulau Roti hingga sekarang.
Maka dalam penulisan buku ini kami tetap memakai
dua nama sekaligus yakni Roti ( Rote) atau Rote (Roti)
agar tidak membingungkan pembaca di luar Nusa Tenggara Timur.
Ø Rote, pulau paling Selatan dari wilayah
Indonesia ini yang bebatasan langsung dengan Australia, karena sangat kecil dalam peta, sehingga kurang
dikenal oleh sebagian besar penduduk Indonesia, maka tidak pernah disebut
sebagai salah satu
batas paling selatan dari wilayah Indonesia.
Ø Demikian pula, pulau Miangas (wilayah Sangir Talaut di
Propinsi Sulawesai Utara) juga adalah
sebuah pulau kecil yang letaknya paling urara
dari perairan Indonesia (berbatasan dengan Filipina), juga tidak pernah disebut sebagai salah satu batas
paling penting di sebelah paling utara
dari wilayah Indonesia.
Yang di kenal dan selalu diucapkan orang tentang luasnya
Indonesia adalah hanya dengan “dua” penyebutan yang tidak lengkap yaitu :
Ø “Dari
Barat sampai ke-Timur” atau,
Ø “Dari Sabang Sampai Merauke” saja.
Sebutan
yang benar dan lengkap seharusnya adalah
:
Ø Dari Pulau Rondo Sampai Ke-Marauke
Dan,
Ø Dari Miangas Sampai Ke- (Pulau Pasir-di Kabupaten Rote Ndao-NTT)”
Inilah sebutan yang lengkap tentang “batas wilayah Indonesia”.
Penulis
menganjurkan agar sebutan yang lengkap ini, di sosialisasikan mulai sekarang
kepada seluruh bangsa Indonesia sehingga tidak membuat kesalahan lagi atau
penyebutan yang tidak lengkap tentang luasnya wilayah Indonesia.
Karena
kebanyakan dari kita termasuk para pejabat pemerintah (Pusat) tidak mengenal
batas “wilayah perairan Indonesia”
dengan baik khususnya batas paling utara
dan batas paling selatan Indonesia,
dengan hanya menyebutkan (Dari Sabang sampai
ke Merauke) saja, maka pantas, kalau
di utara wilayah
Indonesia, dua buah pulau kita di Kalimantan Timur di caplok Malaysia yaitu,
Ø Pulau Sipadan dan Ligitan
oleh Malaysia,
sedang
Ø Di selatan, kita kehilangan Pulau Pasir (Ashmore Reef – Catier Reef—Scott Reef)
yang masih bagian dari wilayah Pulau Rote (Indonesia) di-caplok oleh Australia karena,mereka
(Pejabat) tidak pernah tahu parsis
pulau-pulau apa saja yang terletak dibatas paling Utara maupun dibatas paling Selatan Indonesia.
Pulau Pasir yang dicaplok secara sepihak oleh Australia saat ini sedang dalam proses perjuangan merebut
kembali menjadi wilayah perairan
Indonesia (baca Buku Khusus tentang Pulau Pasir / Ashmore Reef –oleh Penulis).
Ini gambaran singkat tentang batas perairan laut Indonesia seharusnya.
Sejarah Awal Pelaut Portugis Antonio Pigafetta Memberi Nama Pulau Rote
(Rotty) Pada 30 April 1522
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Antonio Pigafetta setelah dari Filipina berlayar kearah selatan
dan pada tanggal
30 -4 – 1522 tiba di pelabuhan Pepela Rote Timur di Nusa Tenggara Timur, untuk menambah
bekal dan air mimun. Di Pelabuhan Papela ini ia bertemu dengan seorang petani
nelayan dan menanyakan nama pulau ini dengan bahsa isyarat, yang oleh nelayan
tersebut dikiranya menanyakan namanya dan segera dijawab Rote. Oleh karena itu
Antonio Pigafetta mencatat dalam buku hariannya nama pulau ini “Rotty. Dari Papela dia melanjutkan pelayaranya dan menyinggahi Pulau Ndao, dan disitu ia mengurangi
beban muatan kapalnya untuk mengurangi resiko karena rute pelayarannya masih
tertlalu panjang menuju Tanjung Harapan
di Afrika Selatan balik ke Eropa.
Barang-barang yang diturunkan dari kapalnya itu diletakkan disebuah bukuit di
Pulau Ndao Barang-barang tersebut oleh masyarakat di Pulau Ndao dikeramatkan.
Setelah tahun 1950-an banyak orang-orang luar datang mengambil barang-barang
tersebut dan dijual sebagai barang antik.
. (Lihat jalur pelayarannya di
peta dibawah ini).
Antonio Pigafetta (1491 - 1534) adalah seorang ilmuwan dan penjelajah Venesia yang lahir di Vicenza, Italia. Ia melakukan
perjalanan bersama penjelajah Portugis Ferdinand
Magellan dan awaknya pada perjalanan mereka ke Hindia. Selama
ekspedisi, ia menjadi asisten Magellan yang berdisiplin dan terus membuat jurnal yang akurat, yang kemudian berguna baginya dalam menerjemahkan Bahasa Cebuano, yaitu salah satu dari bahasa-bahasa di Filipina. Catatannya adalah dokumen tercatat pertama yang dibuat mengenai bahasa
tersebut.
Dari sekitar 240 orang yang
berangkat dengan Magellan pada tahun
1519, Pigafetta adalah salah satu dari hanya 18 orang yang berhasil kembali ke Spanyol pada tahun 1522 setelah
menyelesaikan perjalanan pertama mengelilingi dunia di bawah pimpinan Kapten Juan Sebastián Elcano, yaitu setelah kematian Magellan.
Jurnal Pigafetta adalah sumber untuk
banyak hal yang sekarang kita ketahui mengenai pelayaran Magellan dan Elcano.
Setidaknya sebuah kapal perang Angkatan Laut Italia, yaitu kapal perusak dari kelas Navigatori, dinamakan berdasarkan
namanya pada tahun 1931.
Fernando de Magelhaens (Sabrosa, Portugal, musim semi 1480 — Cebu, Filipina, 27 April1521; Bahasa Portugis: Fernão de Magalhães; Bahasa Spanyol: Fernando de Magallanes) adalah seorang penjelajah laut Portugis yang berlayar atas nama Spanyol.
Magelhaens adalah orang pertama yang berlayar dari Eropa ke barat menuju Asia, orang Eropa pertama yang
melayari Samudra Pasifik, dan orang pertama yang memimpin ekspedisi yang bertujuan
mengelilingi bola dunia. Meskipun Magelhaens sendiri tewas terbunuh oleh Datuk Lapu Lapu di Filipina dalam persinggahannya di Hindia Timur sebelum menuju Eropa,
delapan belas anggota kru dan armadanya berhasil kembali ke Spanyol pada tahun 1522, setelah
mengelilingi bumi.
Sewaktu manusia pertama kali pergi ke bulan, mereka merencanakan dengan
presisi matematis yang tinggi ke mana mereka akan pergi dan bagaimana mereka
mencapainya dan mereka dapat berkomunikasi dengan bumi. Tetapi sewaktu Fernando
de Magelhaens meninggalkan Spanyol pada tahun 1519 dengan lima buah kapal kecilnya
yang terbuat dari kayu—yang kebanyakan darinya berukuran sepanjang kira-kira 21 meter, mirip dengan kendaraan
semitrailer modern—mereka berlayar menuju tempat yang tak diketahui. Dan mereka
benar-benar berupaya sendirian. Tergolong sebagai prestasi navigasi yang paling
berani sepanjang masa, pelayaran Magelhaens
merupakan tonggak sejarah Abad Penjelajahan yang Agung—abad yang diwarnai
keberanian dan ketakutan, kegembiraan dan tragedi, Allah dan Mamon. Sungguh
mendebarkan untuk memperhatikan kisah pria yang luar biasa ini membuka pintu
dunia serta perjalanannya yang bersejarah.
Fernando de
Magelhaens, koleksi lukisan The Mariner's Museum, Virginia,Amerika
Serikat
Bencana Merongrong Pelayaran Pulang
Karena
sekarang jumlah awak pelayaran itu tinggal sedikit, tidak mungkin untuk
berlayar dengan tiga kapal, jadi mereka menenggelamkan Concepción dan
berlayar dengan dua kapal yang masih tinggal ke tujuan terakhir mereka,
Kepulauan Rempah. Kemudian, setelah mengisi muatan dengan rempah-rempah, kedua
kapal itu berpisah. Akan tetapi, awak kapal Trinidad ditangkap oleh Portugal dan
dipenjarakan. Namun, Victoria,
di bawah komando mantan pemberontak Juan
Sebastián de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali
satu, mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung
Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan
strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun
demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar
mengelilingi bumi. Juan Sebastián de
Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan
rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos
seluruh ekspedisi!
Selamat
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria,
kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang
pertama kali, hanya 18 orang laki-laki
dari 237 laki-laki yang berada di
kapal pada awal keberangkatan. Diantara yang selamat, terdapat dua orang Itali,Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1]yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand
Magellan pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan
dalam pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama
keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang
tepat, yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar
kapten.
Referensi
1.
^ Documents related to
the questioning performed by the Spanish authorities after the 18 survivors of the voyage
returned to Seville in 1522 report that de Judicibus was born in Savona, Italy.
2.
^ A. Pigafetta, «Il
viaggio di Magellano intorno al mondo», review by James Alexander ROBERTSON,
Cleveland USA, 1906, Ed. Arthur Clark
Marco Polo adalah orang Eropa pertama yg mendarat di Indonesia,
maka dari itu juga kamus pertama bhs Melayu ke dlm bhs Eropa adalah kamus
Melayu - Italy yg disusun oleh Antonio
Pigafetta yang berbangsa Itali pada tahun 1522.KH: Apakah hubungan Marco Polo (1254-1324) dengan
Antonio Pigafetta? Antonio Pigafetta adalah bangsawan Itali yang berlayar
'keliling dunia' dengan Magellan tahun 1519-1522.
-----------------------------
Ym
Sala:
Antonio Pigafetta dan Magellan
menyelusuri Pulau2 di Filipina lalu ke Maluku. Sth
sampai Maluku Antonio Pigafetta mempelajari kosakata sederhana yang digunakan rakyat Maluku dan
menulisnya ke dalam Buku Hariannya.
Antonio Pigafetta (c.1491-1534).
Venetian Antonio Pigafetta was one of only 17
survivors who sailed around the world on the Magellan 5 ship expedition of 1519
Antonio Pigafetta
(c.1491-1534).
|
Venetian Antonio Pigafetta was one of only
17 survivors who sailed around the world on the Magellan 5 ship expedition of
1519.
|
Around the world with
Antonio Pigafetta.
|
Antonio Pigafetta —a Venetian nobleman— joined the expedition of Magellan as the official
chronicler of the voyage. Pigafetta kept a richly detailed diary of the
expedition in which he made entries every day of the entire odyssey. Pigafetta
said that one of the reasons for joining the expedition was to gain some fame
for posterity:
"Antonio Pigafeta,
patrician of Venezia and knight of Rhodi [i.e., Rhodes], to the most
illustrious and excellent Lord, Philipo de Villers Lisleadam, renowned grand
master of Rhoddi, his most honored lord . . . and having learned many things
from many books that I had read, as well as from various persons, who discussed
the great and marvelous things of the Ocean with his Lordship, I determined by
the good favor of his Caesarean Majesty, and of his Lordship abovesaid, to
experience and to go to see those things for myself, so that I might be able
thereby to satisfy myself somewhat, and so that I might be able to gain some
renown for later posterity. Having heard that a fleet composed of five vessels
had been fitted out in the city of Siviglia for the purpose of going to
discover the spicery in the islands of Maluco, under command of Captain-general
Fernando de Magaglianes, a Portuguese gentleman, comendador of the [Order of]
Santo Jacobo de la Spada [i.e., "St. James of the Sword" (Diary of
Pigafetta, p. 23.)
Unlike most of the crew,
Pigafetta was of one mind with Magellan and almost died defending Magellan at
the Battle of Mactan. Pigafetta was one of only 17 survivors whose ship, The
Victoria, arrived back safely in Spain on September 8, 1522. His diary or journal was subsequently published in Italian, French,
Spanish and later translated into English
Viernes, 14 de septiembre de 2012
Antonio Pigafetta
Este navegante y escritor italiano -de familia
noble- nació (c. 1480) y falleció (1534) en Vicenza (ciudad del
norte italiano ubicada en el Véneto que data de los tiempos romanos). Se sabe
muy poco sobre él. Desde temprana edad se orientó hacia las actividades
marineras. Tras un duro aprendizaje en las embarcaciones de los Caballeros de
Rodas se instaló en Barcelona, la capital del Reino de Aragón, integrando el
séquito del embajador pontificio Chiericati (1519).
Una vez en España, solicitó y logró el permiso de
integrar la expedición, al servicio de la corona española, comandada por el
portugués Magallanes y luego -tras su muerte en las Filipinas- por el vasco
Elcano que circunnavegó por primera vez la Tierra. Pocos nautas sobrevivieron
a tan peligroso periplo. El mismo Pigafetta fue herido en Mactán. En base a
esa azarosa experiencia el italiano escribió Primer viaje en torno al globo. Sobre esta travesía se
informa lo siguiente en el Diccionario
Histórico Argentino elaborado por Leoncio Gianello, Francisco
Romay y Ricardo Piccirilli (Buenos Aires, Ediciones Históricas Argentinas,
1954):
"... ambicioso de gloria y de fortuna se trasladó a España en
1519; consiguió autorización para agregarse a la expedición que preparaba
Hernando de Magallanes con destino a las islas Molucas; embarcó como
SOBRESALIENTE en la nao Trinidad, al mando de aquél. Herido en la isla de
Cebú, donde el comandante halló la muerte, acompañó a Elcano a las Molucas y
regresó con él a Sanlúcar de Barrameda después de 3 años de salido de aquél
puerto, siendo uno de los 18 sobrevivientes del total de 239
expedicionarios."
Pigafetta, Cristóbal Colón, Américo Vespucio y los
Gaboto (padre e hijo) se contaron entre los numerosos italianos que
participaron del descubrimiento, conquista y colonización de América.
En su libro ya citado (que le hizo famoso), el
véneto incluyó 21 mapas. Uno de ellos representa la América del Sur. Es el primero donde figura
el actual territorio argentino. Por eso razón se considera a Pigafetta como
el primer cartógrafo de la Argentina. Se incluye el estuario del Río de la
Plata (llamado inicialmente Mar Dulce o Mar de Solís), la desembocadura de
los ríos Paraná y Uruguay (que forman el Río de la Plata), islas ribereñas
(como la de Martín García) y algunos nombres. Esta representación
cartográfica contiene, naturalmente, diversas inexactitudes. Debe tenerse en
cuenta que Magallanes no se adentró en el territorio rioplatense. Pigafetta,
además de las observaciones propias, recurrió a los datos que les brindaban
los indígenas de los puntos que tocaban. Sobre el valor de esta obra se puede
leer en la Enciclopedia Salvat
Monitor (Barcelona, 1966):
"... aunque han transcurrido más de cuatro
siglos, todavía se le considera como uno de los documentos más vivos,
profundos y objetivos de la historia de los descubrimientos
geográficos."
Javier Etcheverry
|
Antonio Pigafetta
From
Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation,
search
|
|
This
article needs additional citations
for verification. (April 2013)
|
Antonio
Pigafetta
|
|
This portrait (from the Marasca Collection, Biblioteca Bertoliana of Vicenza) is traditionally believed to represent Antonio Pigafetta. The ancient drawing was based on a statue in the Civic Museum of Vicenza, originally coming from St. Michael church (were the Pigafettas had a family tomb). It really represents another Pigafetta, Gio. Alberto of Gerolamo (died 1562, 29 years old).[1][dead link] |
|
Born
|
|
Died
|
Around 1531
|
Residence
|
|
Nationality
|
|
Other names
|
Antonio Lombardo
|
Antonio Pigafetta (Italian pronunciation: [anˈtɔnjo piɡaˈfetta]; c.1491 – c.1531) was an
Italian
scholar and explorer from the Republic of Venice. He traveled with the Portuguese
explorer Ferdinand Magellan and his crew by order of the
King Charles I of Spain on their voyage to the Indies. During the
expedition, he served as Magellan's assistant and kept an accurate journal
which later assisted him in translating one of the Philippine languages, Cebuano.
It is the first recorded document concerning this language.
Pigafetta was one of the 18 men who
returned to Spain
in 1522, out of the approximately 240 who set out three years earlier. The
voyage completed the first circumnavigation
of the world; Juan Sebastián Elcano served as captain after
Magellan's death. Pigafetta's journal is the source for much of what we know
about Magellan and Elcano's voyage.
At least one warship of the Italian Navy, a destroyer of
the Navigatori class, was named after
him in 1931.
Antonio Pigafetta
Pigafetta belonged to a rich family
of Vicenza. In
his youth he studied astronomy, geography and cartography.
He served on board the ships of the Knights of Rhodes at the beginning of the 16th
century. Until 1519, he accompanied the papal
nuncio, Monsignor Chieregati, to Spain.
Voyage
Map of Borneo by Pigafetta.
Nao Victoria, Magellan's boat Replica in Punta
Arenas
In Seville, Antonio
Pigafetta heard of Magellan's planned expedition and elected to embark,
accepting the title of sobrasaliente (supernumerary)
and a modest salary
of 1,000 maravedís.
During the trip, Pigafetta collected extensive data concerning the geography, climate, flora, fauna and the
inhabitants of the places that the expedition visited. His meticulous notes
were invaluable to future explorers and cartographers,
mainly due to his inclusion of nautical and linguistic data, and to latter-day historians
because of its vivid, detailed style. The only other sailor to maintain a
journal during the voyage was Francisco Albo, last Victoria's
pilot,
who kept a formal logbook.
Return
Casa Pigafetta, his palace in Vicenza.
Pigafetta was wounded on Mactan in the
Philippines, where Magellan was killed. Nevertheless, he recovered and was
among the 18 who accompanied Juan Sebastián Elcano on board the Victoria,
on the return voyage to Spain.
Upon reaching port in Sanlúcar de Barrameda (Province of Cadiz) in September 1522, three years
after his departure, Pigafetta returned to the Republic of Venice. He related
his experiences in Relazione del primo viaggio intorno al mondo (Report
on the First Voyage Around the World), which was composed in Italian.
Although parts were published in Paris in 1525, the manuscript was not published in its entirety
until the late eighteenth century. The original document was not preserved.
It was not through Antonio Pigafetta's writings that
Europeans first learned of the circumnavigation of the globe. Rather, it was
through an account written by Maximilianus Transylvanus, which was
published in 1523. Transylvanus had been instructed to interview some of the
survivors of the voyage when Magellan’s surviving ship Victoria returned
to Spain in September 1522. After Magellan's voyage, Pigafetta utilized the
connections he had made prior to the voyage with the Knights of Rhodes to
achieve membership in the order.
References
Sources
- Lord Stanley of
Alderley, The
first voyage round the world, by Magellan, London: The Hakluyt
Society (1874) - includes Pigefetta's journal and his treatise of
navigation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.