RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN
WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN
Oleh Drs.Simon
Arnold Julian Jacob
1. LATAR BELAKANG
Sebagai
negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan garis pantai 81.900 km,
Indonesia dihadapkan dengan masalah perbatasan yangkompleks. Tantangan dan
masalah yang dihadapi Indonesia secara domestik lebih bersifat
struktural-administratif. Sedangkan secara eksternal berkaitan dengankemampuan
Indonesia dalam mengatasi masalah delimitasi, delineasi, demarkasidan
demarkasi, ancaman-ancaman non-tradisional baru, serta kemampuan Indonesia dalam beradaptasi
dan berinteraksi dengan negara-negera tetangga lainnya.
Sesuai dengan
konsepsi hukum internasional, maka cakupan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah seluruh wilayah yang diwariskan dari penjajah Belanda. Hal
ini sesuai dengan prinsip hukum Uti Possidetis Juris, yang artinya bahwa suatu
negara mewarisi wilayah penguasa penjajahnya. Di dalam hukum nasional, cakupan
wilayah Indonesia tercantum di dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pada
Pasal 25A dari UUD 1945 dinyatakan bahwa “Negara
Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah
yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan Undang-Undang”.
Peraturan
perundangan lain, UNCLOS 1982 yang berlaku sejak 16 November 1994 dan diratifikasi
melalui UU No. 17 tahun 1985, menegaskan pengakuan dunia internasional terhadap
konsepsi negara kepulauan (archipelagic state) yang diperjuangkan oleh bangsa
Indonesia sejak Deklarasi Juanda tahun 1957. Letak geografis Indonesia diantara dua
benua (Benua Asia dan Benua Australia)
dan dua samudera (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia) memiliki posisi yang strategis dalam
geopolitik dan geoekonomi regional maupun global. Posisi ini di satu sisi
memberikan peluang yang besar bagi Indonesia, namun di sisi lain juga memberikan
berbagai tantangan dan ancaman.
Indonesia dengan wilayah kepulauan yang terdiri atas
17 ribu pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2 memiliki
kerentanan yang besar dalam masalah teritori/perbatasan. Batas darat wilayah
Indonesia berbatasan langsung dengan negara Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Timor
Leste. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu
India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Papua
Nugini (PNG), Timor Leste dan Australia. Kawasan perbatasan laut termasuk juga
pulau-pulau kecil terluar dengan jumlah mencapai 92 pulau. Beberapa pulau
diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena
mempunyai kecenderungan permasalahan dengan Negara tetangga.
2.Perbatasan
RI dengan 10 Negara Tetangga (Darat dan Laut)
Secara
keseluruhan kawasan perbatasan Indonesia tersebar di 10 kawasan. Kawasan perbatasan darat
tersebar di 3 (tiga) kawasan, yaitu : (1) Kawasan Perbatasan Darat RI-Malaysia
di Pulau Kalimantan,
(2) Kawasan
Perbatasan Darat RI-PNG
di Papua, dan
(3) Kawasan
Perbatasan Darat RI-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur. Garis batas negara di
Pulau Kalimantan antara RI-Malaysia terbentang sepanjang 2004 Km, di Papua
antara RI-Papau Nugini (PNG) sepanjang 107 km, dan di Nusa Tenggara Timur
antara RI-Timor Leste sepanjang kurang lebih 263,8 km.
Sementara
itu, kawasan perbatasan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar berada di 7
(kawasan) yaitu:
(1) Kawasan
Perbatasan Laut RI dengan Negara
Thailand/India/Malaysia termasuk 2 pulau kecil terluar di Provinsi Aceh dan Sumut;
(2) Kawasan
Perbatasan Laut RI dengan Negara
Malaysia/Vietnam/Singapura
termasuk 20 pulau kecil terluar di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau;
(3) Kawasan
Perbatasan Laut RI dengan Negara Malaysia dan Filipina termasuk 18 pulau kecil
terluar di Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara;
(4) Kawasan
Perbatasan Laut RI dengan negara Palau termasuk 8 pulau kecil terluar di
Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua;
(5) Kawasan perbatasan laut
dengan Negara Timor Leste/Australia termasuk 20 pulau kecil terluar di Provinsi
Maluku dan Papua;
(6) Kawasan
Perbatasan Laut RI dengan Negara
Timor Leste termasuk 5 pulau kecil terluar di Provinsi NTT;
(7) Kawasan Perbatasan Laut dengan laut
lepas termasuk 19 pulau kecil terluar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Bengkulu. Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Nusa Tenggara Barat.
3. Letak 92 Pulau Kecil Terluar (PPKT)
Sentut,
Tokong Malang Biru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong
Boro, Semiun,
Sebetul, Sekatung, Senua, Subi Kecil, Kepala, Iyu Kecil, Karimun Kecil,
Nipa, Pelampong, Batu
Berhanti, Nongsa. Enggano, Batu Kecil, Sibarubaru, Sinyaunyau, Mega,Simuk, Wunga, Rondo, Berhala, Salaut
Besar, Salaut Kecil,
Rusa, Raya, Simeulucut Sebatik,
Gosong Makasar, Maratua, Lingian,
Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu,
Makalehi, Kawalusu, Kawio,
Marore, Batu Bawaikang, Miangas,
Marampit, Intata, Kakarutan Liki,
Bepondi, Bras, Fanildo, Miossu, Fani,
Budd, Jiew Deli, Manuk, Nusakambangan Panehan, Sekel, Barung Sophialouisa, Dana (ada 2), Batek,, Alor, Mangudu, Liran, Wetar, Kisar, Leti, Meatimiarang Masela, Selaru, Batarkusu, Asutubun, Larat, Batu Goyang, Enu, Karang, Kultubai Selatan, Kultubai Utara, Panambulai,
Karaweira, Ararkula,
Laag, Kolepon
Berhala Sentut, Tokong Malang Biru,
Damar, Mangkai, Tokong
Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Sebetul, Sekatung, Senua, Subi
Kecil, Kepala,
Iyu Kecil, Karimun Kecil, Nipa, Pelampong, Batu Berhanti, Nongsa Enggano Batu Kecil Sibarubaru, Sinyaunyau, Mega Simuk, Wunga Rondo, Berhala, Salaut
Besar, Salaut Kecil,
Rusa, Raya, Simeulucut Sebatik,
Gosong Makasar, Maratua, Lingian,
Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu,
Makalehi, Kawalusu, Kawio,
Marore, Batu Bawaikang, Miangas,
Marampit, Intata, Kakarutan Liki,
Bepondi, Bras, Fanildo, Miossu, Fani,
Budd, Jiew Deli Manuk, Nusakambangan Panehan, Sekel, Barung Sophialouisa Dana (ada 2), Batek, Alor, Mangudu, Liran Wetar, Kisar, Leti, Meatimiarang Masela, Selaru, Batarkusu, Asutubun, Larat, Batu Goyang, Enu, Karang, Kultubai Selatan, Kultubai Utara, Panambulai,
Karaweira, Ararkula,
Laag, Kolepon
Berhala.
4. Peta
Ilustrasi Letak 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT)
Kawasan
Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas wilayah negara,
maka diperlukan pengelolaan secara khusus. Pengelolaan batas wilayah negara dan
kawasan perbatasan diperlukan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup
wilayah negara, kewenangan pengelolaan wilayah negara, dan hak–hak berdaulat,
serta dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan
kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Secara teoritis, pengelolaan
perbatasan terdiri dari 4 (empat) tahapan, yakni alokasi, delimitasi, demarkasi, dan
administrasi (manajemen pembangunan) sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.3. di
bawah ini. Tahap alokasi, delimitasi, dan demarkasi lebih banyak terkait pada
aspek pengelolaan batas wilayah Negara (boundary line). Sedangkan tahapan
administrasi lebih terkait pada aktivitas pembangunan di kawasan perbatasan
(boundary area).
Sumber:
Stephen B. Jones, A Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners (1945), dalam
Sobar Sutisna, Sora Lukita dan Sumaryo, “Boundary Theory Making dan
Pengelolaan Perbatasan di Indonesia”, Ludiro Madu, Fauzan dkk
(ed),
Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan dan Pilihan Kebijakan, Graha
Ilmu, Yogyakarta, 2010.
Ilustrasi:
Tahapan Dalam Pengelolaan Perbatasan
Pengelolaan
batas wilayah negara dan kawasan perbatasan saat ini masih
menghadapi
permasalahan yang kompleks, baik dari sisi delimitasi, demarkasi maupun delineasi,
pertahanan dan keamanan, persoalan penegakan hukum, maupun pembangunan kawasan.
Amanat Proklamasi Kemerdekaan, sejak 65 tahun yang lalu telah menyatakan bahwa
“Pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Begitu pula dalam Pembukaan UUD 1945
telah dinyatakan bahwa: (1) Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah; (2) memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, menjaga kedaulatan NKRI, baik
wilayah darat, laut, dan udara termasuk warga negara, batas-batas maritim, pulau-pulau
dan sumber daya alamnya adalah suatu hal yang mutlak dilakukan.
Namun, hingga
saat ini masih ada beberapa segmen batas yang belum tuntas disepakati dengan
negara tetangga sehingga dapat mengancam kedaulatan dan integritas wilayah
NKRI. Kawasan perbatasan juga banyak diwarnai oleh berbagai aktivitas
pelanggaran hukum lintas batas seperti illegal trading, illegal mining, illegal
dredging/sand, illegal migration, illegal logging, human trafficking, people smuggling,
penyelundupan barang, pencurian ikan (illegal fishing), perompakan (sea piracy),
dan sebagainya. Kasus-kasus tersebut sangat merugikan negara karena merusak
lingkungan, melanggar hak asasi manusia serta
menyebabkan
kerugian ekonomi negara. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang pembangunan wilayah, masih
banyak wilayah di kawasan perbatasan yang perkembangannya lambat dengan
aksesibilitas rendah dan didominasi oleh daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana
sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas.
Wilayah-wilayah
tersebut pada umumnya kurang tersentuh oleh dinamika pembangunan sehingga
kondisi masyarakat pada umumnya berada dalam kemiskinan, bahkan pada beberapa
wilayah yang berbatasan dengan Negara tetangga (Malaysia) masyarakatnya
cenderung berorientasi kepada negara tetangga dalam hal pelayanan sosial dan
ekonomi. Mesepon
berbagai persoalan tersebut, paradigma pembangunan kawasan perbatasan dimasa lampau
yang lebih mengutamakan pendekatan keamanan (security approach) daripada
pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) mulai berubah. Undang Undang No.
17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka
Panjang Nasional (RPJP Nasional 2005-2025) telah menetapkan arah pengembangan wilayah
perbatasan negara yaitu “dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini
cenderung berorientasi ‘inward looking’, menjadi ‘outward looking’ sehingga wilayah
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan
perdagangan dengan negara tetangga”. Berdasarkan UU tersebut, di samping pendekatan
keamanan, upaya pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan
perbatasan menggunakan pendekatan kesejahteraan.
Di samping
itu, perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil terluar
di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian. Implementasi pengelolaan
batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai amanat pembangunan RPJPN
2005-2025 tersebut telah dimulai sejak RPJMN I (2004-2009), namun demikian
belum menampakkan hasil yang signifikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan
kawasan perbatasan, RPJMN II (2010- 2014) menempatkan pengelolaan batas
wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai prioritas nasiomal.
Berdasarkan Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, dinyatakan bahwa
sasaran-sasaran pokok pembangunan 5 (lima) tahun kedepan terkait pengelolaan batas
wilayah negara dan kawasan perbatasan adalah sebagai berikut:
1.
Terwujudnya keutuhan dan kedaulatan wilayah negara yang ditandai dengan kejelasan dan ketegasan
batas-batas wilayah negara;
2. Menurunnya
kegiatan ilegal (transboundary crimes) danterpeliharanya
lingkungan
hidup di kawasan perbatasan;
3.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah penduduk miskin di
kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar;
4.
Berfungsinya Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan
perbatasan; dan
5.
Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/kota perbatasan yang diprioritaskan
penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten
perbatasan yang tergolong daerah tertinggal.
Berdasarkan
sasaran pembangunan jangka menengah di atas, maka focus prioritas pengelolaan batas
wilayah negara dan kawasan perbatasan difokuskan pada:
(1)
Penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah negara;
(2) Peningkatan upaya
pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum; (3) Peningkatan pertumbuhan ekonomi
kawasan perbatasan;
(4)
Peningkatan pelayanan
sosial dasar; dan
(5) Penguatan
kapasitas kelembagaan dalam pengembangan
kawasan perbatasan secara terintegrasi.
Reorientasi
paradigma pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan
perbatasan
menjadi outward looking, diwujudkan pula ke dalam kebijakan spasial nasional. Undang-Undang No.
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menetapkan kawasan perbatasan sebagai Kawasan
Strategis Nasional (KSN) dalam bidang pertahanan dan keamanan dengan tetap
memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN), ditargetkan pada tahun 2019 seluruh kawasan perbatasan negara sudah
dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya dalam aspek kesejahteraan,
pertahanan-keamanan, dan lingkungan. Untuk mendorong pertumbuhan kawasan
perbatasan, 26 kota di kawasan perbatasan diarahkan menjadi Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat pelayanan
atau pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Namun
demikian, pemerintah menyadari bahwa komitmen melalui kebijakan di atas belum
dapat diimplementasikan secara optimal karena berbagai kendala dari sisi konsep
pembangunan, kebijakan, maupun sistem dan prosedur pengelolaan kawasan
perbatasan. Hal ini tercermin dari masih kuatnya pendekatan sektoral, lemahnya sinergi
antar sektor serta antara pusat dan daerah, serta lemahnya affirmative action
dari sektor terkait. Sejalan
dengan reorientasi kebijakan yang baru, pemerintah kemudian menerbitkan UU No. 43 Tahun
2008 tentang Wilayah Negara yang memberi mandate bagi pembentukan Badan Pengelola
Perbatasan di tingkat pusat dan daerah untuk mengelola kawasan perbatasan; yang
kemudian diikuti dengan terbitnya Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang Badan
Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
BNPP merupakan suatu badan atau
organisasi pemerintah yang dibentuk dengan tugas menetapkan kebijakan program
pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan
pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi serta pengawasan terhadap pengelolaan
batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
(Perpres No. 12/2010, Pasal 3). Untuk melaksanakan tugas tersebut, salah satu fungsi yang
diselenggarakan BNPP adalah penyusunan dan penetapan Rencana Induk dan Rencana
Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (Perpres No.
12/2010, Pasal 4 poin a). Mengacu
kepada uraian di atas, maka pengelolaan perbatasan dalam Rencana Induk ini dibagi
dalam dua agenda utama, yaitu: (i) Pengelolaan Batas Wilayah Negara; dan (ii)
Pembangunan Kawasan Perbatasan.
Hal ini
sesuai dengan Pasal
5 dan 6 serta Pasal 9, 10, dan 11 dalam UU No. 43 tahun 2008. Selanjutnya Rencana Induk ini disebut
sebagai Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Rencana Induk Pengelolaan Batas
Wilayah Negara dan KawasanPerbatasan ini dimaksudkan sebagai instrumen untuk
mengintegrasikan program pembangunan
yang berbasis wilayah secara terarah, bertahap, dan terukur serta menjadi acuan kebijakan
seluruh sektor (K/L) agar terjaga konsistensi masalah, kebutuhan, dan arah
pengelolaan perbatasan. Untuk itu, sinergitas kebijakan dankegiatan antar
sektor, antar daerah, maupun antara pusat-daerah serta kontribusi
pihak swasta
dalam upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan sangat penting dilakukan.
5.TUJUAN DAN
SASARAN
Tujuan
penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan adalah
untuk:
1. Sebagai
pedoman dalam menyusun rencana aksi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan
perbatasan, yang langsung akan dilaksanakan oleh berbagai pihak (stakeholders) yang
terkait seperti: Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
2. Instrumen
untuk melakukan koordinasi, integrasi, sinergitas, dan sinkronisasi (KISS) rencana dari
berbagai sektor, dunia usaha dan masyarakat (multi stakeholders) dalam
mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan berdasarkan kerangka waktu,
lokasi, sumber pendanaan dan penanggung
jawab pelaksanaannya;
3. Sebagai
pedoman dalam menyusun sistem dan prosedur pendanaan yang bersumber dari APBN, APBD,
masyarakat dan pembiayaan lain-lain yang sah secara efisien, efektif, akuntabel,
transparan, partisipatif dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan prinsip
tata kelola pemerintahan yang
baik;
4. Memberikan
informasi mengenai arah pengembangan, kebijakan, strategi, tahapan pelaksanaan, dan
kebutuhan program pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan;
5. Sebagai
acuan pelaksanaan monitoring dan evaluasi untuk pengelolaan batas wilayah negara dan
kawasan perbatasan.
Adapun sasaran
dari Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan
Perbatasan, adalah :
1.
Terumuskannya kebijakan, strategi, dan perencanaan program pengelolaan batas wilayah dan
pembangunan kawasan Perbatasan secara terpadu antar sektor, antar daerah, dan
antar pusat-daerah;
2.
Terlaksananya pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan secara
terkoordinasi dan sinergis antar stakeholders terkait;
3.
Terwujudnya pengawasan dan pengendalian pembangunan kawasan
perbatasan
secara berkelanjutan;
4.
Terwujudnya kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah NKRI.
6. LANDASAN
HUKUM PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA
Landasan
hukum yang digunakan sebagai acuan penyusunan Rencana
Induk
Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, adalah antara lain:
1.
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan
Nasional;
2. Peraturan
Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pulau-Pulau Kecil Terluar;
3.
Undang-Undang No. 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
4.
Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN
2005-2025);
5.
Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
6.
Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
7. Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah
Nasional (RTRWN);
8.
Undang-Undang No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara;
9.
Undang-Undang No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN
2010-2014);
10. Peraturan
Presiden No. 12 tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
11. Peraturan
Pemerintah No. 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Sumber : Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasanan
Perbatasan tahun 2011-2014.
Penulis
:Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.