alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Kamis, 01 Januari 2015

"SEJARAH LAHIRNYA LAGU OFA LANGGA"

Hubungan Dengan Zaman Jepang Dan
Sejarah Kelahiran Lagu “Ofa Langga”

Jepang masuk kewilayah Nusa Tenggara Timur pada tahun l942.
Pasukan Jepang hampir tidak mendapat perlawanan. Pegawai-pegawai sipil militer Belanda ditawan dan di masukkan kamp tawanan. Sedang pihak Belanda tidak memberi perlawanan, bahkan melarikan diri ke pedalaman. Tetapi seorang Hoofd van Plaatselijk Bestuur (Kepala Pemerintahan setempat) dengan seorang Kontroleur Belanda melarikan diri ke Amarasi yang justru ke tempat pendaratan pasukan Jepang.
Pejabat Belanda ini akhirnya tidak di ketahui nasibnya.
Pada tanggal 20 Pebruari l942 Jepang akhirnya bisa memasuki kota Kupang yang telah kosong, dari jurusan Mantasi, Bakunase, dan Penfui di bawah pimpinan Jenderal Hayakawa.  Pasukan-pasukan Jepang memperoleh kemenangan yang gemilang dan mendapat sambutan rakyat karena janji-janjinya sebagai “Saudara Tua”.
Beberapa tahun  sebelumnya Jepang telah menerjunkan pasukan-pasukannya dan   telah berhasil mengirimkan perwira-perwira intelijen sebagai pedagang ataupun petani.
Sehingga Jepang memperoleh informasi  yang sangat berguna dalam usaha penyerbuan mereka. Di Rote, Jepang mendarat pada bulan Mei l942 di Ba’A, dan Papela.(Monografi NTT l975, hal70)
Keadaan masyarakat pada masa pendudukan Jepang selalu diliputi keresahan dan ketakutan yang di sebabkan oleh tindakan pihak penguasa Jepang. Dimana pihak Jepang dengan mudah menjatuhkan tuduhan dan penangkapan-penangkapan terhadap orang-orang yang di curigai. Banyak rakyat terutama laki-laki dewasa yang di kerahkan sebagai romusya untuk bekerja berat dengan siksaan-siksaan yang kejam dan tidak adanya jaminan kesehatan dan makanan yang cukup. Sehingga banyak tenaga-tenaga romusyanya ini yang menemui ajalnya  karena tidak kuat menderita siksaan, kelaparan dan penyakit. Sehingga banyak orang-orang tua yang kehilangan anak laki-laki mereka yang dewasa, istri kehilangan suami mereka, atau pun anak-anak yang kehilangan orang tua mereka akibat mati sebagai romusya.  Untuk memperkuat benteng pertahanan Jepang di pulau Timor dengan pekerjaan membuat lubang-lubang perlindungan, lubang-lubang meriam, membuka jalan-jalan baru, dan lain-lain
Jepang mendatangkan laki-laki dewasa maupun remaja dari pulau Rote ke pulau Timor sebagai romusya. Pelabuhan Pantai Baru di Korbafo, Rote, adalah pelabuhan tempat memberangkatkan mereka ke daerah Tuameko di pantai Timor yang selanjutnya di bawa ketempat-tempat lain ke seluruh dataran Timor melasanakan pekerjaan sebagai romusya.

Di Pelabuhan Pantai Baru inilah pernah terjadi :
Hujan air mata dan tempat orang bersedih yang tidak henti-hentinya.(Gyanto, l958.ha.65)
  • Nyanyian “Ofa Langga,” dinyanyikan oleh penari-penari Kebalai di Rote,
menceritakan kejadian tersebut.
  • Di pelabuhan Pantai Baru, adalah tempat nona “Anna,” mendengarkan pesan terakhir dari tunangannya yang akan berangkat ke pulau Timor menyongsong maut.
  • Dipelabuhan Pantai Baru inilah tempat lahirnya “Ofa Langga,” lagu perpisahan kenangan sedih.
  • Sebagai kenang-kengan di situ, di nyanyikan Ofa Langga bersama-sama meskipun tidak ber-Kebalai dan tidak dengan kesedihan seperti “Anna”  dengan tunangannya pada zaman Jepang dulu sebagai berikut:
Nyanyian ini bernama “Ofa Langga” artinya “Haluan Perahu,” sambil
menari mereka menyanyi sbb :

“LAGU ASLI  “OFA LANGGA
      ·    Ofa langga adinda soba-soba
  • Ofa langga adinda soba-soba
  • Soba nita adinda tasi ani
  • Soba nita adinda tasi ani
·         Soba sayang kasihan susi Anna
  • Lu lembe terlalu susi matan
  • Setanggung pinu lembe bu bo’i susah hati
  • Nai dae ki dae ki Tuameko
·         Nai dae kona dae kona Pantai Baru
·         Kola de’a Pantai Baru
  • Nae lena seli ta dadi lena seli
  • Nae nasafali ta dadi nasafali” (2-3 X dari awal lagi).
·         Habis sebait ini di ulanginya lagi beberapa kali berturut-turut, yang artinya di dalam bahasa Indonesia dan bukan dalam terjemahan bebas sebagai berikut:
                                           
OFA LANGGA

  • “Kepala perahu adik, coba-coba
  • Kepala perahu adik, coba-coba
·         Coba lihat adik, laut berangin
  • Coba lihat adik, laut berangin
·         Coba lihat kasihan zusi Anna
  • Airmata selalu ada pada matamu
  • Bersama-sama dengan ingus selalu ada padamu karena
  • Yang kukasihi (=engkau) bersusah hati
  • Di tanah utara, tanah utara Tuameko (= tempat di Timor)
  • Di tanah selatan, tanah selatan Pantai Baru
·         Kita bicarakan  Pantai Baru
  • Mau menyeberang (=ke Timor), tidak jadi menyeberang
  • Mau kembali (=kepedalaman,  kekampung di Rote), tidak jadi kembali.”
  • (2 X).....dst-nya.
Lagu Ofa Langga  dalam notasi di bawah ini :

  • Ofa langga adinda soba-soba
  • Soba soba  nita adinda tasi ani
  • Soba nita adinda tasi ani
  • Soba sayang  kasian susi ani
  • Lu lembe telalu susi mata
  • Setanggung pinu lembe
  • Bu boi susa hati
  • Nae dae ki dae ki tua meko
  • Tua meko pante baru
  • Kola de’a pantai baru
  • Nae lena seli ta dadi lena seli
  • Nae nasa fali tadai nasa fali --- 2, 3 X diulang-ulang dari awal lagi.
  • Sumber : Drs.Djony Theedens.
  • Lagu Ofa Langga ini agak sedikit berbeda dengan lagu Aslinya seperti  tertulis dalam cerita di atas. (Penulis).

Begitulah arti nyanyian itu di terjemahkan kata demi kata.

Sebetulnya nyanyian “Ofa Langga” ini, menceriterakan sesuatu kejadian yang terjadi sungguh-sungguh pada zaman pendudukan Jepang. Pada zaman itu Jepang ingin sekali membuat benteng-benteng pertahanan yang sangat kuat di pulau Timor untuk menghadapi Australia dan sekutunya. Untuk maksud ini, Jepang mendatangkan tenaga-tenaga dari Timor dan sekitarnya, juga dari pulau Rote, untuk mengerjakannya benteng-benteng  tanpa bayaran.  Orang-orang yang harus bekerja ini terkenal dengan sebutan orang-orang “romusya.”  Orang-orang romusya ini harus bekerja siang-malam menggali tanah dan lubang-lubang perlindungan dari serangan udara Australia dan mengangkut batu. Setelah selesai bekerja, mereka mendapat sepotong ketela (ubi kayu) untuk sekedar jangan mati saja. Dan andaikata mereka mati juga, Jepang masih dapat mendatangkan beratus-ratus orang lagi dari Pulau Rote untuk menggantinya.

Oleh karena Pulau Rote, adalah satu-satunya pulau di Nusa Tenggara Timur yang paling dekat dengan Kupang (Timor) tempat konsentrasi pertahanan Jepang, ditunjang pula  dengan transport laut yang mudah dijangkau oleh Jepang, maka orang Rote-lah yang menjadi sasaran utama dijadikan sebagai rumusya kerja rodi tanpa imbalan apapun. Ada juga yang diangkut hingga ke Thailand, satu diantaranya bermarga Fanggidae, yang setelah perang selesai, kawin dengan orang pribumi di Thailand.
Banyak orang yang di datangkan dari pulau Rote ke Timor, tidak kembali. Mereka mati di Timor dan tidak diketahui di mana liang kubur mereka hingga sekarang ini. Pada tiap-tiap kali pemberangkatan rombongan baru dari pulau Rote,  Jepang selalu berkata, bahwa beberapa bulan lagi mereka akan kembali. Beratus-ratus istri, beratus-ratus anak-anak, menanti kedatangan rombongan romusya itu dari Timor tiap-tiap hari.
Tetapi meskipun telah lama lewat batas waktunya, namun mereka yang dinanti-nantikan itu tidak kunjung tiba. Mereka bersabar menanti berbulan-bulan lagi.

Tetapi yang di nanti tetap tidak muncul.

Lama kelamaan keluarga di Rote ini tahu bahwa  mereka sebetulnya menanti-nanti orang yang telah mati, orang yang tidak akan kembali lagi. Seisi rumah berkabung ! Se-desa berkabung ! Bahkan seluruh Rote berkabung. Rakyat pulau Rote tahu bahwa siapa yang berangkat ke Timor berarti mati. Jepang masih terus mengangkut rombongan-rombongan baru dari Rote. Rombongan-rombongan baru akan berangkat dari Rote. Maka keluarga mereka mengantarkan sampai ke pelabuhan, yaitu pelabuhan “Pantai Baru”  Di kerajaan Korbafo (sekarang Kecamatan Pantai Baru). Orang-orang yang mengantarkan itu menangis dengan sedihnya  seperti menangisi orang mati. Pantai Baru pada waktu itu ribut, karena ‘hujan air mata.”  Yang mengatarkan menangis, yang di antarkan juga menangis. Di antara orang-orang yang berangkat itu terdapat seorang pemuda yang tanpan. Pemuda ini berasal dari pedalaman. Pemuda yang akan  menginjak masa kebahagiaan, terpaksa tunduk pada Jepang, menjadi korban romusya.
Dia datang dari pedalaman bersama-sama dengan tunangannya yang bernama “Anna.” 
Kedua orang muda ini menangis kesedihan, sehingga menarik perhatian banyak orang.
Ketika perahu yang akan membawa kaum romusya itu datang, maka tangisan kedua orang muda ini sampai pada puncaknya. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa ini juga merasa terharu dan turut menangis juga. Setelah segala kata-kata yang di ratapkan sudah habis, maka pemuda itu berkata kepada tunangannya, di saksikan banyak orang di situ: “Meskipun sebenarnya “beta” (saya) merasa berat sekali untuk meninggalkan kau, “Anna,”  tetapi bagaimana lagi, haluan perahu, yang akan memisahkan engkau dengan “beta” (saya) telah tampak.

Coba lihatlah angin laut.

Angin laut inilah yang akan mencampakkan “beta” jauh-jauh dari sampingmu.
Tetapi angin laut itu pula yang selalu akan menghubungkan “kau” dengan “beta” kalau “beta” telah sampai di Timor kelak. Coba lihatlah “sayang”.Airmata terlalu banyak pada matamu,  sehingga menyebabkan “beta” sangat bersusah hati di Pantai Baru ini. “Beta” tidak suka pergi, tidak mau menyeberang  ke Tuameko di pulau Timor, sebab di Timor berarti mati.  Tetapi mau kembali kepedalaman-kekampung tidak mungkin pula, sebab samurai Jepang akan memenggal leherku.”  Pesan terakhir dari seorang pemuda yang di ombang-ambingkan rasa kebimbangan kepada tunangannya, “Anna”. Pemuda yang pergi karena paksaan. Pemuda yang di paksa meninggalkan  tunangannya. Pesan terakhir ini di dengar oleh segala orang yang hadir disitu.

Kemudian semua orang berkumpul. Yang diantarkan dan yang mengantarkan bergandengan tangan. Mereka menari “Kebalai”.(suatu tari melingkar dengan saling berpegangan pada bahu, selang-seling laki-perempuan, dengan berjanyi bersama tanpa diiringi musik). Ini adalah tari pergaulan orang Rote. Kata-kata di dalam nyanyian ialah kata-kata perpisahan pemuda kepada tunangannya Anna itu. Nyanyian dan “tari kebalai” terakhir bagi kaum romusya Rote, yang akan berangkat itu. Sejak peristiwa itu maka terdengarlah lagu baru yakni lagu “Ofa Langga” yang sekarang kita dengar dan sangat populer di Nusa Tenggara Timur. Suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi, dan alangkah baiknya dapat dijadikan suatu cerita untuk sebuah drama, maupun di layar lebar/Sinetron oleh para pekerja filim & dramawan dimasa yang akan datang.
............”Soba nita adinda tasi ani
Soba nita adinda tasi ani
Soba sayang kasihan zusi Anna...
.dst-nya”........................................(Gianto 1958)



Dari Darmaga Pelabuhan “Pantai Baru”-Rote ini,  para Romosa asal Pulau Rote, diangkut pasukan Jepang menyeberang ke Kupang-Timor untuk membuat lubang-lubang mariam Jepang, membuat jalan dll, guna menagkis serangan Australia dan Sekutunya (1942).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.