Perkembangan Agama Katolik di NTT.
VERSI.1
Sejak tahun l522 seorang
Imam bekerja dengan tekun di Timor dan Solor bertahun-tahun lamanya. Hasilnya
dan laporannya begitu menggembirakan sehingga pada tahun l561 Uskup Malaka mengirim empatkan misi permanen di sana. Para
tahun l566 Frater Antonio da Cruz mulai membangun sebuah
benteng di Solor dengan pendanaan sedekah dari Makao. Benteng ini dimaksudkan untuk melindungi misi dari serangan
kaum Muslim dari Jawa dan Sulawesi yang sedang sibuk berusaha agar penduduk
masuk Islam. Di benteng ini mereka membangun empat gereja dan di sekitar
tembok-temboknya penduduk yang berjumlah banyak pun berkembang. Garnisum
dibabayar oleh kaum Dominikan yang memilih komendannya – walaupun pemilihannya
itu harus diteguhkan oleh penguasa di Malaka. Pada waktu yang bersamaan, Frater Antonio da Cruz membangun sebuah
Seminari di dekat Larantuka (Flores).
Pada tahun l596 seminari itu
mempunyai 50 siswa. Tetapi pada
tahun l577 saja sudah ada lima puluh
orang Katolik di Nusa Tenggara. Misi sedang bertumbuh pada tahgun l596 sebuah benteng lain dibangun untuk
melindungi suatu misi baru yang dibangun di pulau kecil “Ene (atau Ende?)” yang menghadap pesisisr selatan Flores.
Sebelumnya, ahli-ahli waris raja-raja Sikka dan Larantuka dikirim
ke Malaka untuk menuntut studi.
Setelah mereka bertobat, mereka diberi gelar “Dom” dan serangkaian nama-nama dari aristokrasi Portugis, yang
terus dipakai keturunannya sampai hari ini.
Pada tahun l613 pihak Belanda yang bersekutu dengan
kelompok-kelompok Muslim, menaklukan benteng Solor dan orang Portugis lari ke
Larantuka di mana ia masuk Katolik, dan tidak lama kemudian pihak Belanda
meninggalkan Solor, sebab tidak menemukan sesuatu yang mempunyai nilai
komersial di wilayah itu.
Pada tahun l630,
benteng itu di pulihkan dan dua belas misionaris baru tiba.
Masyarakat Katolik di Flores secara tidak disangka-sangka
diperkuat dan diperbarui dengan kedatangan sekelompok keluarga Katolik pada
tahun l660 yang melarikan diri dari
Makassar. Yang memimpin kelompok ini adalah Francisco Vieira Figueiredo; Frater Lucas da Cruz menyertai mereka sambil membawa harta Gereja “S.Domingu de Surian” Keluarga-keluarga ini, sebagian dari mereka
yang sama yang melarikan diri dari Malaka pada tahun l641, menetap di Larantuka, di Konga, sedikit lebih ke barat, dan
akhirnya di Vure, sebuah desa di Pulau Adonara yang menghadap Larantuka. Sampai
hari ini, orang-orang ini dikenal sebagai “Kampong Malaio (Melayu).
Pada tahun l679 lima
belas misionaris bekerja di daerah ini. Dalam dua abad berikuitnya kehadiran
orang Portugis terbatas pada bidang
misi, hampir tanpa campur tangan politik atau militer.
Penduduk dapat mempunyai
seorang pastor selama dua puluh tahun dan kemudian untuk dua puluh tahun
berikutnya tidak mempunyai pastor sama sekali.
Biasanya para Pater datang disertai seorang sersan, yang
melindungi kehidupan pastor. Di Sikka
mereka masih ingat bahwa selama pastor tinggal di tempat mereka, empat pejabat
Kerajaan harus pergi ke Timor untuk menuntut studi dan pada waktu bersamaan
menjadi sandera untuk menjamin keamanan pastor.
Di
Larantuka keharusan untuk menjaga Agama kalau pastor tidak ada,
dipercayakan kepada Persekutuan “Reinja
Rosario”. Tugasnya ialah mengajarkan katekhismus, melakukan babtisan,
menjaga pemeliharaan kapel-kapel dan menyelenggarakan prosesi-prosesi. Mereka
juga menjaga obyek-oryek ibadah. Persekutuan ini masih tetap aktif sampai hari
ini di Larantuka, dan persekutuan lain yang serupa terdapat di Sikka.
Pada tahun l856 Portugal menandatangani suatu
perjanjian dengan Belanda,
melepaskan segala haknya atas Larantuka, namun dengan syarat bahwa Pemerintah
Belanda memikul tanggung jawab memelihara kebebasan Agama Katolik penduduk.
Gubernur Lopez dari Dili mengirim surat kepada Raja Sik, memberitahukannya tentang pengunduran
Portugal dan jaminan yang diperoleh mengenai kebebasan beragama Katolik.
Bahwa surat itu sekarang ada di dalam
arsip Keuskupan Agung di Jakarta. (Antonio
Pinto Da Franqa (2000, hal.37).
Perkembangan agama Katolik
di Nusa Tenggara Timur, pada masa-masa sebelumnya dan pada abad ke-l9 banyak
sekali tergantung pada pihak Portugis.
Pada tahun l754 di Nusa Tenggara
Timur masih terdapat l0 ( sepuluh)
orang Misionaris.
Namun pada l800 di
Larantuka tidak terdapat pastor lagi.
Pada tahun l804 di
seluruh Nusa Tenggara Timur, diduga hanya terdapat 8 (delapan) orang misionaris, dan tahun l811 hanya tinggal 1
(satu).
Bahkan sesudah tahun l835
untuk sementara tidak ada seorang misionaris-pun (Sejarah Gereja Katolik Indonesia I, hal.413).
Para dominikan diusir dari semua daerah Portugis pada tahun l834,
karena di Portugal ada pemerintahan anti Katolik. Sudah barang tentu
keadaan ini kurang menguntungkan perkembangan agama Katolik.
Pada tahun l838 dengan
dihapusnya Keuskupan Malaka, Nusa
Tenggara Timur dimasukkan ke Keuskupan Goa.
Dengan demikian terdapat beberapa imam yang dikirim ke Dili-Timor-Timur. Dan dari sinilah dikunjungi paroki di Larantuka
dan Sikka.
Pada tahun l853 di
Larantuka telah terdapat tiga ribu
orang Katolik. Pada tahun l860
mulailah Pastor J.P.N.Sanders
bekerja di Flores. Setelah masa ini misi Katolik di Flores
mengalami perkembangan baru. Pada waktu itu di pulau Flores ada dua kelompok
orang Katolik yang terpisah, yakni kesatu di daerah Larantuka dengan
pantai-pantai Adonara, Solor. Yang kedua yakni di daerah Maumere di Sikka dan
pantai selatan. Di daerah Larantuka terdapat 7.200 orang Katolik, di
Maumere 3.800 orang.
Pada tahun l862 di
seluruh Flores terdapat 11.050 orang
Katolik yang pada tahun l873 menjadi
l0.757 orang. (Sejarah Gereja Katoloik, 2, l972, hal.l06).
Pada tahun l887 Don Lorense
menjadi raja di Larantuka. Ia semasa kecil adalah didikan Misi dan aktif ikut
ke gunung-gunung semasa dididik, setelah menjadi raja sangat besar bentuannya
bagi perkembangan misi Katolik.
Pada waktu itu tenaga-tenaga misionaris telah mulai bertambah
banyak.
Peter
Kraayvanger yang datang pada tahun l876,
dan tahun l883 menderikan misi di Timor, Peter Sohweiten datang sejak tahun l883 dan kemudian menderikan misi di Sumba tahun l888.
Pada tahun l884 basis
misi telah berkembang pula ke Konga dan Wure. Sehingga perkembangan misi
semakin laju. Suatu hambatan yang sering mengganggu kegiatan misi adalah
seringnya terjadi perang antar suku
dan desa.
Perkembangan misi Katolik
ini adalah dibarengi juga dengan pendidikan-pendidikannya yang diselenggarakan
misi Katolik sekolah-sekolah Katolik. Sehingga akhirnya gereja Katolik makin
berkembang ke arah timur ke pulau-pulau
Solor, Lomlen. Sesudah pada tahun l805 keenam anggota tenaga misi yang
ada di Larantuka terbagi empat untuk Larantuka, satu untuk Solor dan satu untuk
Waibalun. (Sejarah Daerah Nusa
Tenggara Timur, Depdikbud (l977/l978, hal.83-84).
Menurut data terakhir (l991),
jumlah umat Katolik di Nusa Tenggara
Timur sebanyak l.806.528 orang dan
jumlah tempat ibadah sebanyak 2.295
gereja.
Versi ke II, Sejarah Awal Masuknya Portugis
Ke Nusa Tenggara
Timur dan Penyebaran Agama Katolik di Flores
Masa jaya Portugal
sejak masa pemerintahan Raja Manuel I
(l495 – l521), raja yang pernah dijuluki sebagai “Raja
Rempah-Rempah” oleh rekannya, Raja Prancis. Hasil dari perdagangan
rempah-rempah telah ikut membiayai gedung Jeronimos yang tampaknya
sangat anggun ini.
Menara Belem (dibangun antara
l515-l521); bagi kapal-kapal yang berangkat ke luar negeri pada
waktu itu adalah gedung terakhir yang dilihat dari atas anjungan kapal, dan
sebaliknya bagi pelaut yang pulang,
merupakan gedung yang pertama dikenal melalui teropong.
Namun banyak juga
diantara mereka yang berangkat, tidak pernah pulang. Ada yang terpaksa
menetap di perasingan oleh faktor-faktor tertentu, misalnya karena,
meninggalkan sesuatu aib di kampung asalnya, atau karena
mau keluar dari keadaan yang sulit di
negerinya (sebagaimana makluk, tidak semua mereka berasal dari golongan
fidalgo, tingkat atas): sedangkan ada
pula memutuskan tidak kembali karena sudah kerasan di tanah perantauan, di
samping itu banyak juga yang menemui
ajalnya di luar negeri karena kecelakaan kapal, karena penyakit, dan
sebagainya.
Sebuah studi oleh V.
Magalhaens Godinho, menghitung bahwa diantara tahun l500 – l635
telah,
- berangkat 912 kapal
ke wilayah Timur,
- namun hanya, 768
yang tiba di tempat tujuannya --- (444) tenggelam;
- sedangkan dari 550
kapal yang berangkat pulang hanya,
- 470 buah yang tiba dengan
selamat di Portugal --- (80) tenggelam, atau dari
- jumlah yang berangkat 912
kapal,
- tetapi tiba kembali di
Potugis hanya 470, atau
- sebanyak 442 kapal
tenggelam atau tidak kembali (48,48%).
(Sumber : Antonio
Pinto Da Franqa, Pengaruh Portugis Di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2000, hal.7).
Kapal-kapal Portugis berlayar sepanjang
pantai :
- Sumatera, Jawa, Bali,
Lombok, Sumbawa, dan Flores di mana mereka merubah haluan ke utara
dan mencapai Banda pada pertengahan tahun l512.
- Dari sana Antonio de
Abreu, langsung kembali ke Malaka tanpa melanjutkan perjalanan ke
Ternate, sebab kapalnya sedang dalam keadaan parah sekali.
- Kapal Francisco Serrao
karam, dan ia diselamatkan oleh penduduk Hitu di Pulau Ambon.
Pelaut-pelaut Portugis yang karam, kemudian menikah dengan dengan wanita
setempat dan menurunkan keturunannya, terutama di pulau Kisar dan
pulau-pulau di sekitarnya.
- Dari sana ia dikirim ke
Sultan Ternate, di mana ia menjadi penasihat akrab Sultan dan tangan kanannya dalam persoalan
peperangan. Kelihatannya bahwa surat-surat yang dikirim Francisco Serrao
ke Malaka telah mendorong Magalhaens untuk membayangkan hipotesa
mencoba mencapai Maluku melalui rute Barat.(Lihat peta pelayaran tersebut
di atas).
- Namun Serrao meninggal
di Ternate pada tahun l521,
beberapa bulan sebelum tibanya armada Spanyol pimpinan Magalhaens. Ia
meninggalkan seorang janda wanita Jawa dan dua anak laki-laki.
- Sesudah tahun 1453,
pintu gerbang menuju Asia, yaitu kota Konstantinopel di pantai Bosporus,
diduduki oleh tentara Turki, maka mulailah bangsa Barat, yang tetap
memerlukan rempah-rempah, mencari jalan lain menuju Nusantara---Indonesia.
- Portugis merupakan bangsa Barat tertua yang sampai
di wilayah Nusa Tenggara Timur.
8. Rombongan
anak buah Magelhaens
yang menumpang kapal Victoria dalam
perjalanan keliling dunia telah singgah di Filipina kemudian berlayar ke arah
selatan menemukan pulau Timor pada tahun l522.
Walaupun Magelhaens sendiri terbunuh
di salah satu Kepulauan Philipina tanggal 27 September l521, namun rombongannya dengan kapal Victoria tetap melanjutkan perjalanan mereka kearah selatan Pulau Timor untuk kembali ke Eropa.
9. Di antara
anggota rombongan tersebut terdapat tokoh terkenal Antonio Pigafetta.
10. Pigafetta dan rombongan singgah di
Batugede Timor dan melihat keadaan penduduk dan masyarakat pada masa itu.
Banyak keterangan
berharga kemudian diperoleh setelah Antonio Pigafetta membuat tulisan
mengenai daerah-daerah yang pernah dikunjungi. Akhirnya Antonio Pigafetta
derngan Kapal Victorynya tiba di pelabuah Papela Rote Timur guna mengisi
persediaan air dan bekal lainnya. Dipelabuhan itu ia menemui seorang nelayan
dan ketika ditanya dengan bahasa isyarat tentang nama pulau ini, maka nelayan
itu mengira menanyakan namanya maka ia menyebut ROTE. Dengan demikian Kapten Kapal Victory tersebut menamakan pulau
iru ROTTY yaitu pada tanggal 30 April 1522. Dengan demikian nama Pulau Rotty ini tercatat di Peta Dunia
maupun di Peta Nusantara Indoensia terus memakai nama Pulau ROTTy yang kemudian
menjadi Pulau Rote hingga saat ini sehingga nama pulau Rote ini telah bereusia 491 tahun pada tanggalo 30
April 2013 ini.
Setelah itu mereka melanjutkan
pelayarannya menuju Tanjung Harapan di Afrika Selatan menuju Eropa.
Versi III, Awal Penyebaran Agama Katholik di Flores-NTT
Mula-mula
tidak mempunyai kediaman tetap di wilayah Nusa Tenggara Timur.
1. Namun
dalam perkembangan kemudian ekspedisi-ekspedisi tersebut disertai pula dengan “padri-padri orde Dominikus” untuk
melakukan misi agama Katolik l561 di
Solor. Flores.
2. Guna
melindungi diri dari serangan penduduk yang beragama Islam dan bajak laut,
mereka mendirikan di pulau Solor itu sebuah benteng dalam tahun 1566 di Lahayong yang dipelopori oleh P.Antonio da Cruz.
3. Benteng
tersebut dilengkapi dengan meriam dan dua puluh orang prajurit dengan seorang
panglima.
4. Tahun l581 terjadi lagi usaha mengusir
Portugis dan misionaris oleh kekuatan Islam di Lanahala Flores.
5. Pastor Simao dan Mantanhas memimpin perlawanan.
6. Pada
tahun l590 kekuatan Islam berhasil
membunuh seorang misionaris bernama F.
Calassa.
7. Pihak Portugis
di Solor di bawah Antonio Viegos
memimpin pasukan ke Flores dan membakar kampung-kampung dan membunuh penduduk
kampung untuk membalas dendam.
8. Pengganti
penglima benteng Solor Antonio
Andria menangkap dan menghukum orang-orang yang dicurigai dan melawan.
9. Di
antaranya P.Diogo dan de Gomales. Kedua tokoh ini
berusaha mengusir dan membunuh orang-orang Portugis.
10. Pada
waktu pesta di Lewanama tahun l590,
rencana akan dijalankan.
Tetapi rencana itu bocor sehingga gagal. Tetapi mereka menyusun kekuatan menyerang benteng.
Benteng
diserang dan berhasil membunuh sebagian besar orang-orang Portugis. Usaha
pengusiran bukan saja terjadi di Solor tetapi juga di Ende.
1. Portugis
telah mengirim orang-orang ke Ende dan membangun benteng di sana di bawah Simao Pacheo. Benteng ini diduga
didirikan kurang-lebih tahun l595 (Sejarah
Gereja Katolik Indonesia, l, l974, hal.371-375).
2. Kekuatan
Islam berusaha mengusir Portugis baik dari Solor maupun Ende dan membunuh
penghuni-penghuni benteng.
3. Pada
tahun l594 dan l595 benteng Ende diserang dan banyak penghuni orang Portugis
terbunuh, ditawan dan dijadikan budak.
4. Pada
tahun l599 Portugis mengirim 90 kapal ke Solor. Portugis membakar kampung Lamakora untuk membalas dendam.
5. Seorang
Raja di Muri, Flores bernama Ama
Kera berusaha menguatkan kedudukan dari ancaman Portugis.
Oleh karena itu mereka mengangkat D.Joao Juang sebagai
panglima armada dalam rangka penyerangan benteng Solor dan Ende yang
direncanakan tempat-tempat lain yang dikuasai Portugis menyusul dengan 37
buah kapal dan 3000 pasukan Makassar
menyerang Solor.
Tetapi usaha ini tidak berhasil. Dari Solor dilakukan penyerangan
ke pantai selatan Sikka, dan Ende. Ternyata penyerangan ini juga kurang membawa
hasil. Dengan demikianlah selamatlah kedudukan Portugis.
Versi IV, Belanda Masuk Ke NTT, Dan
Melawan Portugis
Namun ancaman dagangnya tidak semata-mata dari Makassar dan
raja-raja di Flores yang menyadari bahayanya campur tangan Portugis, tetapi
juga ada ancaman dari Belanda.
1. Pada
tahun l613 di bawah Apolonius Scotte tiga buah kapal
Belanda menyerang Solor.
2. Tanggal
21 April l613 benteng Solor jatuh.
3. Portugis
terusir dari Solor lari ke Malaka dan Timor.
4. Pada
tahun l640 yang mendapat ijin raja
Kupang mendirikan bangunan dan benteng. Portugis berusaha pula menanamkan
kekuasaan di pedalaman Timor.
5. Pada
tahun l640 Raja Kraeng Talo
dari Makassar mengirim ekspedisi untuk mengusir Portugis. Beberapa kota pantai
yang merupakan pusat kedudukan Portugis dibakar dan penghuninya ditangkap.
6. Pusat
Portugal di Solor di bawah “Captain Mayor” Fransisco Fernandes diperintahkan ke Timor dengan 90 anak buah dan tiga paderi dominikan pada bulan Mei l642.
Kekuatan Portugis berhasil membujuk Raja Batimau di pedalaman
Amfoang, Servio di
pantai Amfoang, dan Sonbai.
Dengan demikian mereka bisa menghimpun kekuatan untuk
menghancurkann kekuasaan Wewiku Wehali di Belu.
1. Pada
tahun l656 Belanda mengirim Arnold de Vlamingo ke Timor dengan pasukan untuk
menghadap Portugis.
2. Ekspedisi
ke Amarasi sebagai langkah mengusir Portugis dilaksanakan. Raja di Timor tidak
berdaya menghadapi kekuatan baru.
Baik Belanda maupun Portugis memakai taktik yang licin sehingga
raja-raja berpihak kepadanya. Pada waktu itu ada dua tokoh terkenal Portugis
Hitam (Tae passes) yakni tokoh,
1. Antonio de Ornay dan
2. Matheos da Cocta.
Antonio de Ornay bersama Fransisco
adalah anak Meri Joao d’Ornay
seorang panglima Belanda yang menyeberang ke pihak Portugis.
Ia menjadi Katolik dan kawin dengan gadis Timor.
Sepeninggal ayahnya, ibunya kawin dengan peranakan dari Macao.Kedua anak yang dibesarkan di
Larantuka tersebut tumbuh menjadi pimpinan pasukan orang-orang Larantuka yang
terkenal dalam melawan Belanda. Belanda mendapat banyak kekalahan akibat
perlawanan Portugis Hitam di bawah pimpinan Antonio de Ornay dan Mathius da Costa.
Di Amarasi wilayah Kupang, Belanda kehilangan 170 prajurit kulit putih. Sehingga Belanda terpaksa kembali ke Solor dan akhirnya meninggalkan benteng
Solor yang rusak.
F.V.Fig Neirido seorang
pedagang kayu Portugis berhasil
menambah kekokohan kedudukan Portugis.
Ia bersekutu dengan Antonio
dan Ornay untuk
memperoleh keuntungan besar di Timor dengan mengusulkan kepada raja muda Antonio Melo de Castro di Goa
supaya Antonio de Ornay
menjadi Kaptitan Mayor.
Dan usulan tersebut diterima oleh raja muda Portugis di Goa.
Namun akibatnya timbul rasa ketidak-puasan dari Matheus da Costa dan menimbulkan
perlawanan.
1. Tahun l667 F.V. de Figneirido meninggal dunia di Larantuka. Raja muda
Goa mengangkat Firnao Martius de
Ponte sebagai Kapitan Jenderal di Timor. Namun karena bertindak
kejam sehingga menimbulkan perlawanan yang sengit ia terpaksa melarikan diri ke
Goa.
2. Terpaksa
diangkat penggantinya Jose de Melo
Castro, namun praktis yang menjalankan tugas-tugas Kapitan Mayor di
Timor adalah Matheus da Costa
yang dapat menguasai Timor.
3. Pada
tahun l673 sepeninggal Matheus da Costa, Antonio de Ornay diangkat sebagai penguasa Timor
dan Flores oleh raja muda Goa sampai ia meninggal tahun l693. Banyak orang Portugis yang kawin dengan wanita Flores, maka
kini masih terdapat keturunan Portugis
dan memakai Vam/marga orang tuanya.
Sebagai gantinya pada
tahun l695 diangkat P.Antonio de Madre de Deus
terimakasih banyak atas infomasi yang cerdas ini. izinkan saya mengambil tulisan ini sebagai refrensi skripsi saya..
BalasHapusTerima kasih untuk informasinya.
BalasHapus