SEKILAS
GAMBARAN INTI PENYEBAB KEMISKINAN GLOBAL
Oleh
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob
PEMDAHULUAN
Dibawah ini secara sekilas gambaran berbagai
faktor penyebab terjadinya kemiskinan Global yang merupakan inti dari buku ini
dikemukakan sbb :
Tiga masalah besar yang dihadapi umat manusia
secara GLOBAL adalah :
A. Masalah Kemiskinan Badaniah, yakni kekurangan kebutuhan
dasar manusia atas sandang, pangan,
papan dan berbagai jasa pelayanan umum lainnya.
B. Masalah Kemiskinan
Fisik Alamiah, yakni kerusakan Lingkunmgan
Hidup (Ecosistem).
C. Masalah Global yang
menyangkut Sistem Perdagangan Global &
Masalah Resesi Dunia.
Ketiga masalah
pokok ini saling berkaitan dan saling
mempengaruhi kehidupan manusia yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan global yang saat ini menjadi perjuangan semua bangsa
untuk mengatasinya secara global juga.
Kita mencoba
membahas secara terpadu ketiga bentuk kemiskinan
ini dengan cara menginventarisasi dan mendokumentasi berbagai masalah dan sekaligus solusinya
secara global juga, yang bersumber dari berbagai kepustakaan, media
massa, baik media cetak maupun elektronik, maupun dari berbagai nara sumber dalam dan luar negeri. Bahwa
untuk mengurangi atau menghilangkan kemiskinan global ini perlu ditangani
dengan menerapkan sistem manajemen yang baik dan benar
oleh berbagai pihak. Tanpa penerapan sistem manajemen yang baik dan
benar, sampai kapanpun masalah kemiskinan hanya berupa wacana saja dan menemui kegagalan. Oleh karena
itu pada Bagian ini sengaja kami sajikan sepintas berbagai teori tentang manajemen, administrasi, organisasi dan
disiplin, sebagai suatu bahan untuk menguji sejauh mana
penerapan manajemen ini dalam segala upaya mengurangi atau memberantas
kemiskinan oleh berbagai pihak. Memang diaklui bahwa banyak orang
belajar dan memahami manajemen, akan
tetapi tidak semua orang menerapkan
dalam semua kegiatan usaha dalam lapangan pekerjaannya.
Secara garis besar kita dapat memahami berbagai faktor penyebab kemiskinan dalam buku
ini, dapat diuraikan secara singkat
pokok-pokok masalahnya antara lain sbb :
I. PENGEMBANGAN DALAM
PENGERTIAN PEMBANGUNAN
Berbagai Unsur Penting Yang Tercakup Dalam Pengertian Pembangunan
:
Komponen-komponen perubahan social dimasukkan dalam pengertian
pembangunan;
Defenisi
pembangunan lalu berbunyi : Pertumbuhan menyangkut perubahan di dalam sistem
nilai dan prilaku masyarakat (perubahan kultur), modernisasi lembaga politik
kearah sistem politik dan administrasi yang lebih berprestasi (teori modernisasi),
serta investasi di bidang-bidang sosial (pangan, kesehatan, pendidikan, dsb.),
dan distribusi yang adil (reformasi pertanian, distribusi pendapatan). Selama
tahun ’60-an pengertian pembangunan dan teori pembangunan diperluas
dengan menempatkan keterbelakangan dalam hubungan antara negara industri dan
negara berkembang yang diciptakan melalui pasar dunia dan model pembagian kerja
internasional (teori dependecia). Teori
dependencia mempertanyakan pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan di periferi
dapat dimungkinkan, meskipun ada ketergantungan pada metropol, dan menyelediki
bentuk-bentuk pembangunan “tergantung”, yang berlangsung di
setiap negara. Teori ini juga menekankan bahwa keterbelakanagan bukan merupakan
suatu stadium yang harus dilalui oleh negara berkembang, melainkan lebih
merupakan deformasi struktur dan ekonomi negara berkembang, tidak
dapat di bebaskan dari jalan buntu ‘keterbelakangan yang makin berkembang” tanpa mendapatkan kebebasan, kemandirian
nasional dalam masalah produksi, diversifikasi, distribusi, dan konsumsi
(A.G.
Frank).
Pertumbuhan, perubahan, dan kemerdekaan
merupakan elemen-elemen definisi pembangunan yang mencoba
mengaitkan teori pembangunan modernisasi dan teori dependencia. Suatu
pendekatan definisi pembangunan yang Pada pada tahun ’70-an berangkat dari “kebutuhan dasar” manusia dengan
gagasan pokok aktualisasi diri manusia. Persyaratan psikis dan fisik yang diperlukan untuk itu menjadi inti
dari pengertian pembangunan yang multidimensi dan berorientasi pada nilai-nilai sosial dan hasil kualitatif. Sebagai
persyaratan structural dan material yang diperlukan untuk
mewujudkan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam diri manusia.
D.Seers,
mengusulkan pangan, pekerjaan, dan keadilan
social. Pembangunan selanjutnya berarti perbaikan kehidupan massa
penduduk, perbaikan bahan pangan, kesehatan, kesempatan kerja, tempat tinggal,
dsb. Untuk mengukur pembangunan diperlukan banyak indicator. Pertumbuhan
ekonomi juga termasuk dalam elemen inti
pengertian pembangunan. D.Nohlen/Nuscheler dalam Handbuch der Dritten Welt,
mengangkat aspek-aspek komplementer dan tujuan pembangunan menjadi pengertian pembangunan segi lima yaitu
:
---pekerjaan/kesempatan
kerja,
---pertumbuhan ekonomi,
---keadilan social/perubahan struktur partisipasi,
---serta kemerdekaan politik dan
---partisipasi ekonomi.
Pertumbuhan
ekonomi dikaitkan dengan tujuan pembangunan yang menginginkan
partisipasi masyarakat dalam keputusan politik dan turut memiliki hasil-hasil dari kemajuan yang
dicapai. Bahwa pembangunan tanpa pertumbuhan adalah tidak masuk akal. Laporan Brandt pertama tahun 1980 menekankan, “Jika kualitas pertumbuhan social
diabaikan, kita tidak dapat berbicara
mengenai pembangunan”.Selanjutnya, Pembangunan tidak hanya mengandung gagasan
kemakmuran materi, melainkan juga, ---martabat
manusia,---keamanan,---keadilan---dan
kesamaan”.
Dari Deklarasi Cocoyoc muncul
dorongan-dorongan penting untuk pemikiran pembangunan alternatif
yang berorientasi pada konsep-konsep “self-reliance, collective self-reliance, dan berusaha menjalankannya dengan
memakai kembali nilai-nilai kultur dan tradisi negara berkembang.
Tahun-tahun terakhir masalah lingkungan (ekologi) makin ditempatkan dalam kaitan masalah dan definisi
pembangunan. Dengan demikian, perlindungan basis hidup alami sebagai tujuan pembangunan meluaskan definisi
pembangunan yang dibuat oleh Nohlen/Nuscheler
(1982) : perkembangan mandiri tenaga
produktif untuk menjamin masyarakat keseluruhan akan pengadaan barang-barang
material yang penting untuk hidup, serta barang kultur dan jasa dalam
kerangka sebuah tata social dan politik, yang memberikan
anggota-anggota masyarakat persamaan peluang, mengikutsertakan mereka pada
keputusan politik, dan membiarkannya ikut menikmati kemakmuran yang dicapai.
II.
KEMISKINAN
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, masalah
kemiskinan sepertinya tidak pernah ada habisnya.
Kemiskinan identik dengan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, masih dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia maupun dunia.
Ia menjadi momok bagi pelaksana pembangunan di banyak negara berkembang, tak
terkecuali Indonesia.
Kemiskinan biasanya menampilkan sederet, wajah buram, pengangguran,
kekurangan gizi, kebodohan, status wanita yang rendah, rendahnya akses terhadap
pelayanan sosial dan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan reproduksi dan
keluarga berencana.
Kemiskinan juga bertalian erat dengan, distribusi penduduk yang
tidak merata dan ketidak-berkelanjutan sumber-sumber alam yang tersedia,
seperti tanah dan air, dan terhadap pengrusakkan lingkungan hidup yang
serius.Sebelum krisis ekonomi tahun 1997,
Indonesia sebenarnya telah berhasil menurunkan jumlah dan persentase
penduduk miskin dari 54,2 juta jiwa
atau 40,1 persen pada 1976 menjadi 22,6 juta jiwa atau 11,4
persen pada 1996. Namun krisis ekonomi telah menyebabkan jumlah dan persentase penduduk miskin
kembali meningkat. Hal ini tidak lepas kaitannya dengan ketidakmampuan penduduk
untuk memperoleh pekerjaan. Selama krisis ekonomi berlangsung,
ada bukti angka kemiskinan meningkat signifikan. Hasil perkiraan Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan, insiden kemiskinan meningkat dari 19 persen pada Februari 1996
menjadi 37 persen pada
September 1998 ketika krisis
ekonomi berada di puncak (BPS,
Bappenas and UNDP, 2001 : 10). Meskipun selama periode 1999-2001 ada indikasi telah terjadi penurunan jumlah penduduk
miskin, tetapi jumlahnya masih tetap lebih tinggi ketika sebelum krisis. Pada
tahun 2002, diperkirakan sekitar 38,4 juta penduduk dikategorikan
sebagai penduduk miskin atau lebih kurang 18,2 persen dari seluruh penduduk di Indonesia (Bappenas, 2003).
Meningkatnya jumlah penduduk miskin tentu saja akan membawa implikasi sangat serius terhadap
pembangunan sumberdaya manusia. Meningkatnya jumlah penduduk miskin merupakan indikator
penurunan daya beli masyarakat. Hal ini akan berdampak pada pemenuhan
pelayanan publik dan akhirnya bisa menghambat pembangunan sumberdaya
manusia di Indonesia.
Ancaman serius
Penduduk miskin dalam jumlah besar -- apalagi telah
menderita selama bertahun-tahun -- akan dapat menjadi ancaman serius bagi
pemerintahan (pusat dan daerah) yaitu,
·
konflik dalam masyarakat,
·
demonstrasi brutal,
·
pemberontakan,
·
penggulingan kekuasaan termasuk
terhadap pemerintah daerah,
·
bahhkan
perpecahan bangsa, dapat berawal dari kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan memang membutuhkan pendekatan komprehensif, tidak saja
dari aspek ekonomi, namun juga sosial dan kemanusiaan. Dalam konteks ini, good governance di semua tingkatan merupakan prasyarat
mutlak dalam pengentasan kemiskinan.
Menurut Bank
Dunia, (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah
(1) kegagalan kepemilikan terutama tanah
dan modal;
(2)
terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;
(3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan
dan bias sektor;
(4) adanya perbedaan kesempatan kerja di
antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung
(5) adanya perbedaan sumber daya manusia
dan perbedaan anatara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern
(6) rendahnya
produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat
(7) budaya hidup yang dikaitkan dengan
kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkungannya;
(8) tidak
adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good govenance)
(9) pengelolaan sumber
daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan
Hak-hak
dasar masyarakat desa anatara lain,
·
terpenuhinya kebutuhan pangan,
·
kesehatan, pendidikan,
·
pekerjaan,
·
pemenuhan air bersih,
·
pertanahan,
·
sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
·
rasa aman dari perlakuan
atau ancaman tindak kekerasan dan,
·
hak untuk berpartisipasi
dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki dll.
III. GLOBALISASI MENCIPTAKAN
KEMISKINAN
Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses
kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.
Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus
modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi,
batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi
nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat.
Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar
internasional secara kompetitif,
sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Tuduhan terhadap WTO adalah bahwa perdagangan bebas dan globalisasi telah berkontribusi terhadap terjadinya
pemusatan kekayaan di tangan sebagian kecil orang kaya; meningkatnya kemiskinan
sebagian besar populasi dunia; dan pola-pola produksi dan konsumsi yang tidak
berkelanjutan.
Kemiskinan juga merupakan masalah utama jika anda membaca karya-karya penulis dan
pembuat teori anti globalisasi.
Mereka
memandang bahwa globalisasi membuat
yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Sebuah
laporan PBB (UNDP, 1999) menemukan ‘bukti’
bahwa : ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin di dalam negara maupun
antar negara dengan sangat cepat meluas.
Adalah system perdagangan dan system keuangan global yang menjadi salah satu
penyebab utamanya, tulis laporan itu. Bahkan
CIA (Dinas Intelijen Amerika Serikat) menegaskan kesimpulan laporan PBB tersebut : ‘globalisasi’ nyata-nyata telah
menciptakan ‘ketimpangan yang teramat besar’.
Manfaat globalisasi tidak menyentuh kalangan kaum miskin, demikian ungkap CIA. Dan proses itu secara tak terelakkan telah menimbulkan ‘protes dan kekacauan (chaos) global’
yang semakin besar. Robert Wade
dari London School of Economics dalam The Economiist (2001), menulis :“Ketimpangan global dengan cepatnya menjadi kian memburuk…Perubahan teknologi dan ‘liberalisasi
keuangan’ mengakibatkan pesatnya peningkatan jumlah rumah tangga secara
tidak proporsional pada tingkatan yang ‘sangat
kaya di satu sisi’ tanpa berpengaruh pada ‘penyusutan jumlah rumah
tangga miskin’ di sisi lain…… Dari 1988-1993, bagian pendapatan dunia
yang diterima oleh 10 persen
penduduk termiskin dari penduduk dunia, menyusut lebih dari seperempatnya, sementara bagian yang
diterima oleh 10 persen
penduduk terkaya meningkat 8 persen.
Berbagai idiologi dan aturan
globalisasi ekonomi—termasuk perdagangan
bebas, deregulasi, privatisasi, dan penyesuaian struktural----telah menghancurkan penghidupan berjuta-juta
orang.
IV. INFLASI -- RESESI EKONOMI GLOBAL & KEMISKINAN
Bagaimana sejarah munculnya Resesi Ekonomi Global 2008, secara
singkat disajikan selanjutnya sebagai berikut :
Berbagai Pendapat
tentang RESESI EKONOMI
Akhir-akhir ini ada kata yang mendadak populer…’RESESI’. Kata ini kini
menjadi bahan pembicaraan berbagai orang, dari menteri hingga pedagang kaki
lima. Dalam kondisi saat ini, memang bayangan resesi semakin nyata dan
nampaknya sulit bagi perekonomian dunia untuk lari dari kenyataan ini.Meskipun
demikian, di tengah ‘populernya‘ kata Resesi ini, apakah anda tahu sebenarnya
apa itu Resesi?
Berbagai Pendapat Tentang Resesi sbb :
Ada yang secara singkat menyatakan Resisi
itu artinya “Ekonomi
Jelek;
Resesi, secara umum
dikatakan sebagai suatu tahap dalam siklus ekonomi di mana berbagai kegiatan
ekonomi mengalami kontraksi. Secara sederhana, ini artinya kegiatan produksi
dan konsumsi dalam suatu ekonomi mengalami penurunan. Orang-orang (konsumen) mengurangi konsumsinya. Akibatnya produsen pun terpaksa mengurangi produksinya juga. Pengurangan
produksi ini biasanya akan menimbulkan rasionaliasi pekerja
(alias PHK). Ini sebabnya mengapa biasanya resesi
itu selalu terkait dengan tingkat pengangguran yang relatif
tinggi. Percaya atau tidak, kata resesi tidak mempunyai definisi yang
eksak
(spesifik). National Bureau of Economic Research (NBER) sebuah badan riset ekonomi terbesar
di Amerika, misalnya, hanya mendefinisikan Resesi sebagai: a
recession is a significant decline in economic activity spread across the
economy, lasting more than a few months, normally visible in real GDP, real
income, employment, industrial production, and wholesale-retail sales.
(Dalam bahasa Indonesia, Resesi
adalah
penurunan yang signifikan dalam aktifitas ekonomi, yang tersebar di keseluruhan
ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan, yang terlihat nyata dalam nilai
PDB (Produk Domestik Bruto) Riil, tingkat pendapatan Riil, lapangan pekerjaan,
produksi industri dan penjualan retail maupun grosir. Seperti kita lihat,
definisi NBER di atas, meskipun sedikit lebih ‘jelas’ dari definisi pertama,
masih tidak terlalu jelas.
Sebagai contoh, dalam definisi
tersebut ada kata ’signifikan’, tetapi tidak ada kepastian, berapa angka yang bisa
dikatakan sebagai ’signifikan’.
Definisi lain yang kerap dipakai adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) selama 2 kwartal berturut-turut. Meskipun
demikian, definisi ini kerap tidak ’sinkron’ dengan definisi dari NBER.
Sebagai contoh NBER menyatakan tahun 2001
sebagai resesi meskipun aktifitas ekonomi mengalami penurunan di
kwartal 1 dan 3 (alias tidak berturut-turut). Definisi kata Resesi juga akan berbeda
jika batasan pembahasan dirubah, dari skala nasional menjadi skala ‘global’. IMF misalnya, menyatakan ekonomi
dunia sudah dikatakan memasuki resesi, jika pertumbuhan ekonomi global hanya
mencapai 3% ataupun dibawahnya.
Bagaimana dengan
‘resesi’ di negara berkembang?
Ekonomi di negara berkembang, biasanya tumbuh dengan persentase yang lebih
tinggi daripada negara maju. Dalam beberapa tahun terakhir misalnya, ekonomi Cina
bisa tumbuh hingga dua digit (di atas 10%).
Ekonomi
Indonesia pun tumbuh di sekitar 6%.
Bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Amerika yang bergerak di kisaran 2%. Karena tingginya tingkat
pertumbuhan di negara berkembang, maka biasanya untuk negara berkembang tidak
perlu ‘menunggu’ hingga ekonominya minus sebelum dikatakan
mengalami resesi. Seandainya pertumbuhan ekonomi di negara berkembang
tumbuh terlalu pelan saja, maka negara tersebut sudah mengalami sesuatu yang
dikenal sebagai Growth Recession (Resesi
Pertumbuhan). Dalam Growth Recession,
pertumbuhan
ekonomi tumbuh terlalu pelan untuk menyerap pertumbuhan tenaga kerja. Ketika
pertumbuhan ekonomi melambat, banyak tenaga kerja baru yang tidak
terserap sehingga meningkatkan tingkat pengangguran. Akibatnya, ekonomi terasa seperti di dalam resesi. Sebagai contoh,
beberapa ekonom menyatakan bahwa ekonomi Cina akan mengalami permasalahan
jika seandainya pertumbuhan ekonominya dibawah angka 6%.
Bagaimana dengan Indonesia?
Ironsinya,
beberapa bulan lalu, OECD (Organization
for Economic Cooperation and Development) menyatakan bahwa untuk
menyerap pertumbuhan tenaga kerjanya, ekonomi Indonesia harus tumbuh minimal
8%. .Seperti kita lihat di
atas, kata ‘Resesi’ ternyata bisa mempunyai banyak pengertian. Karena
beragamnya pengertian tentang ‘resesi’
inilah maka biasanya dalam konteks sederhana, resesi biasanya hanya
dikatakan sebagai periode di mana ekonomi mengalami kontraksi.(Internet).--Nopember 17, 2008...4:21
pm--Apa itu Resesi?
Masa
Resesi Ekonomi AS Di Ambang Gerbang
Lehman
Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, Freddie Mac dan Fannie Mae, serta
AIG (American International Group),
semuanya grup usaha raksasa finansial AS, kini sudah terpuruk. Kekokohan
mereka saat menghadapi resesi ekonomi dunia tahun 1930-an yang dikenal “the
great depression” dan resesi ekonomi dunia 1973 akibat embargo minyak OPEC
(Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak), tidak tampak lagi saat menghadapi
masalah kredit perumahan “subprime mortgage” AS itu. Pasar
modal di New York, AS, yang dikenal Bursa Wall Street, terus
terguncang dan dalam sepekan terakhir masih tetap saja anjlok drastis di setiap
hari transaksinya, meski sudah ada “lampu terang” tentang persetujuan dari
Kongres AS menyangkut program penyelamatan sektor keuangan AS mencapai 700 miliar dolar AS.
Demikian
pula upaya bank sentral AS, “The Federal Reserve”, yang
menurunkan suku bunga The Fed sebesar 50
basis poin menjadi 1,5 persen
pada Rabu (9/10), kemudian serentak diikuti Bank Sentral Eropa (ECB),
bank sentral Inggris, Kanada, Swedia, Swiss, dan China, namun tetap saja bursa
Wall Street tetap menukik turun yang diikuti bursa-bursa efek dunia lainnya.
Tujuan
bankir-bankir menurunkan bunga acuannya, menyusul upaya sebelumnya
menyuntikkan dana ke pasar uang agar tidak terjadi kekeringan kredit (credit
crunch) di sektor riil dan
likiditas pasar semakin membaik, belum direspon dengan positif. Sebaliknya trauma kejadian-kejadian buruk
institusi-institusi finansial dan pasar Wall Street itu masih
menggerus kepercayaan pelaku pasar, yang tak pelak lagi semakin membuat
citra AS sebagai adidaya kapitalis dunia semakin meluntur.
Pemerintahan George
W. Bush yang pada tahun ini akan berakhir, sepertinya memang akan
meninggalkan akhir buruk bagi negerinya. Strategi pemulihannya belum
menunjukkan tanda yang meyakinkan para investor. Seperti kata Perdana Menteri
Rusia Vladimir Putin dalam pertemuannya dengan Partai Komunis Rusia
di Moskow dengan tegas berujar,”Kepercayaan terhadap AS sebagai pemimpin
ekonomi dan dunia yang bebas, serta keyakinan pasar terhadap Wall Street
sebagai pusat kepercayaan telah rusak, saya yakin, untuk selamanya. Tak akan terulang lagi kejayaan pada masa lalu di AS.”
Resesi
Datang
Sebelumnya pada
pertengahan September 2008, Alan
Greenspan (82), seorang arsitektur dunia keuangan AS empat masa presiden AS
(Ronald Reagan, George HW Bush, Bill Clinton, dan George W Bush hingga 2006) telah memprediksi krisis finansial
ini akan makin mendalam yang bisa mengakibatkan resesi ekonomi di AS.
“Kemungkinan AS bisa lolos dari resesi ekonomi sangat kecil, di
bawah 50 persen, ” kata Greenspan
saat diwawancara ABC News. Pada kenyataannya ungkapan Greenspan itu senada
dengan survei Bloomberg News yang diperoleh dari 52 ekonom selama periode 3-8 Oktober 2008, menyatakan, hampir semua indikator perekonomian AS memang
sudah diambang resesi. Perekonomian
AS akan menyusut dengan laju tahunan 0,2
persen pada kuartal III 2008 dan 0,8 persen pada kuartal IV 2008. Penyusutan itu akan terjadi
menyusul penurunan pada empat tolok ukur bulanan yang
juga digunakan Biro Riset Ekonomi Nasional AS (NBER) untuk menentukan resesi, yaitu daftar gaji, produksi, pendapatan dan penjualan.
Biro yang berbasis di Cambridge Massachusetts itu
mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas sepanjang
waktu yang berkelanjutan.
Biro itu tidak
mengikuti aturan dasar umum yaitu penurunan produk domestik bruto (PDB)
kuartalan dua kali berturut-turut. Disebutkannya, para ekonom yang
menilai kondisi perekonomian AS saat ini sedang/segera, berada dalam
kondisi resesi adalah 90
persen, naik dari 51 persen dalam
survei September.
Berita buruknya dalam
masa resesi
ini pemerintah terbebani tingkat pengangguran AS mencapai 6,1 persen (per 8 September) level tertinggi sejak 2004. Tingkat pengangguran ini ada peluang besar meningkat, dan
kalau ada pekerjaan pun sulit menemukan yang berkualitas. Di sisi lain, bagi
warga umum di AS, terutama para pensiunan, uang investasi yang ditempatkan di
lembaga-lembaga dana pensiun, ternyata sudah menguap sekitar 2 triliun AS sepanjang 15 bulan terakhir atau melorot 20 persen dari total investasi dana
pensiun gara-gara krisis ini.
Dalam ekonomi makro, resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan
secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja,
investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi
sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara
tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang
berlangsung lama disebut depresi ekonomi. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi
parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan
ekonomi (economy collapse).
Kolumnis Sidney J. Harris membedakan
istilah-istilah atas dengan cara ini:
---"sebuah resesi adalah
ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan;
---depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan
Berbagai akibat yang ditimbulkan antara lain adalah
·
kesulitan likwiditas,
·
banyak perusahan yang bangkrut,
·
pemutusan hubungan tenaga kerja,
·
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok,
·
menurunnya angka ekspor,
·
pengangguran,
·
kemiskinan, dll.
Indonesia juga terkena dampak Resesi Dunia 2008. Inilah Pengalaman
Berharga Untuk Dicermati Di Masa Depan.
Dalam ekonomi makro, resesi
adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau
ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih
dalam satu tahun. Selain mengukur resesi berdasarkan pergerakan GDP,
NBER (Biro Penelitian Ekonomi Nasional AS), juga menghitung berdasarkan
tingkat
pengangguran. Terjadinya resesi ekonomi global yang dipicu
oleh jatuhnya ekonomi negara raksasa Amerika Serikat sudah semakin terasa pada
perkembangan ekonomi global, seperti ditandai dengan,
---turunnya indek saham di berbagai negara,
---tingkat inflasi yang tinggi,
---menurunnya berbagai harga komoditi ekspor.
Mau tidak mau, suka tidak suka, akan dirasasakan oleh Indonesia, karena Indonesia menganut ekonomi
terbuka, terjadinya mutasi uang dan barang yang bebas antara Indonesia
dan negara lain.
Tanda-tanda awal
sudah dirasakan, yakni :
·
turunnya indeks saham di Bursa Indonesia,
·
turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat,
·
turunnya mendadak dan sangat besar harga komoditi
utama seperti CPO, karet, hasil tambang, minyak bumi dan
·
mungkin akan diikuti oleh turunnya cadangan
devisa,
·
meningkatnya suku bunga kredit,
·
berkurangnya masuk investor asing,
·
menurunnya pertumbuhan ekonomi,
·
bertambahnya pengangguran,
·
meningkatnya jumlah orang miskin, serta
dampak lain yang serba tidak mengenakan
Dominique Stauss-Khan mengatakan
menjadi ancaman tambahan bagi dunia, di samping resesi ekonomi, Inflasi
menggerogoti daya beli warga, resesi menurunkan order barang yang
selanjutnya, berpotensi menurunkan
bonus, bahkan gaji. Keduanya melemahkan daya beli. Pangan, lewat inflasi,
tak hanya mengacaukan kehidupan di negara miskin, tetapi juga negara kaya.
“Kenaikan harga pangan dan bahan bakar minyak (BBM) menjadi faktor
utama di balik melejitnya inflasi tahunan,” kata Sunil
Kapadia, ekonomi UBS (Swiss), Ekonom AS Paul Krugman, sudah menyinggung
probalitas terjadinya stagnasi, kombinasi antara resesi dan inflasi. Dengan keadaan seperti itu, bank
sentral memiliki pilihan lebih sulit. Penurunan
suku bunga untuk merangsang
ekonomi adalah satu pilihan
untuk pemulihan ekonomi yang resesi.
Namun, pilihan itu relatif sulit karena inflasi harus dijaga, sementara inflasi justru bisa makin terangsang
dengan penurunan suku bunga. Inflasi dan stagflasi tak saja menurunkan daya
beli.
Bank Dunia dan IMF memperingatkan kenaikan
harga
pangan di seantero dunia dapat mengganggu stabilitas politik dan pembangunan,
termasuk mengancam kelanggengan rezim di negara-negara demokrasi. Bahkan, tak sedikit dari mereka menjadi gelandangan, tidak mempunyai tanah, dan hidup dalam gelimang kelaparan. Mereka pun tidak memiliki akses lagi, terhadap pelayanan public yang paling pokok,
seperti kesehatan dan perawatan medis, pendidikan, sanitasi, air bersih, angkutan umum, pelatihan kerja
dan sebagainya. Sebuah catatan menunjukkan bahwa ‘globalisasi ekonomi’ membuat segala sesuatu menjadi ‘lebih buruk’, dan bukannya ‘lebih baik’, bagi orang–orang miskin. Terlebih,
jika perundingan dalam GATS (General Agreement on Trade in Services)–WTO
akhirnya ditandatangani—maka pelayanan
public yang paling minimal yang pernah ada sekalipun akan benar-benar lenyap. Ada beberapa contoh
khusus di mana sejumlah perbaikan bisa dicapai di negara Dunia Ketiga, dalam
jangka waktu yang singkat. Lembaga-lembaga Bretton Woods suka sekali ‘mengembar-gemborkan’ berbagai contoh
perbaikan tersebut kendati dalam kenyataannya, sejumlah keuntungan dari
“pertumbuhan” itu teramat pendek umurnya. Bagaimanapun juga, semua keuntungan :
telah jatuh ke tangan kaum elit di negara-negara itu dan, para eksekutif
korporasi global yang berada di pusat proses itu; yang pada saat ini,
penghasilan tahunan dari para eksekutif itu teramat besar, bahkan hingga mencapai
berpuluh-puluh atau beratus-ratus
juta dollar. Seluruh angka itu ingin menunjukkan bahwa ‘jurang perbedaan’ antara para
eksekutif papan atas dengan para pekerja serta orang biasa semakin bertambah
besar. Bahkan di antara yang disebut “poster
childen” perdagangan bebas
V. SAP (Structural
Adjustment Program) & KEMISKINAN
Kebijakan globalisasi
ekonomi, sebagaimana dijalankan oleh Bank Dunia, IMF, dan
WTO, sesungguhnya jauh lebih banyak menciptakan kemiskinan, ketimbang memberikan jalan keluar. Ada
2 contoh berikut ; SAP (Structural Adjustment Program/Program
Penyesuaian Struktural) dan juga dampak produksi berorientasi
ekspor (exsport-oriented production) pada bidang pertanian dan mata pencaharian/penghidupan.
Rakyat yang sebelumnya sudah
terbiasa memberi makan diri mereka sendiri, kini semuanya berubah total. Mereka
tidak mandiri/bergantung, lapar, dan
jatuh miskin. Perdagangan bebas mensyaratkan : Semua negara menggunakan
model perekonomian yang sama. Dengan demikian, ia
menghilangkan segala variasi yang bisa jadi memperlambat laju gerak operasi
global dari, perusahan-perusahan besar terpenting sewaktu mereka, mencari
sumber-sumber daya yang baru, pasar, dan tenaga kerja yang murah. Bagi perusahan-perusahan global tidaklah
efisien apabila setiap bangsa di dunia dibiarkan mengungkapkan
sendiri-sendiri apa yang paling baik
bagi rakyatnya melalui undang-undang mereka yang demokratis. Dalam konteks
itulah, peran khusus WTO adalah
merancang Aturan-aturan global yang
seragam untuk semua negara---satu
aturan untuk semua Dan secara khusus menentang undang-undang nasional
di bidang lingkungan hidup dan social yang, dianggap menjadi penghalang bagi perdagangan bebas perusahaan besar. Oleh karena
mendapat kekuasaan untuk : memberlakukan ketentuan secara ketat, WTO saat ini,
bisa menjatuhkan berbagai hukuman yang
berat, kepada bangsa-bangsa domokratis yang menyimpang dari peraturan mereka. Salah seorang mantan presiden
WTO, Renato Ruggiero, pada 1998,
mengatakan secara terang-terang WTO
akan menjadi “konstitusi baru bagi
perekonomian global,” (sejak pertemuan di Seattle,
pernyataan-pernyataan seperti itu tidak pernah mencuat lagi).
Pendek kata di sini, Bank Dunia dan IMF memiliki instrument yang sangat
kuasa dan berbahaya.
Namanya, SAP (Structur
Adjustment Program). Berbagai
kebijakan yang sangat buruk dan merugikan itu, dirancang untuk membentuk
kembali secara langsung seluruh perekonomian nasional, sehingga tepat dan
sesuai dengan semua negara lainnya dan, dengan idiologi perdagangan bebas. Pada saat ini,
penyesuaian-penyesuaian seperti itu ditentukan secara rutin, sebelum Bank Dunia
dan IMF menyetujui dana pinjaman, bahkan kepada negara-negara yang teramat miskin sekalipun. Oleh
karenanya rakyat yang semula mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, kini
kehilangan tanah, ---menganggur, ---tidak mempunyai uang, ---tidak berumah,
---tergantung dan tertimpa kelaparan.
Masyarakat swasembada dan mandiri, kini lenyap sudah; kekayaan budaya yang murni local pun musnah.
Pada akhirnya, para petani dan
keluarga mereka membanjiri kota-kota dan tinggal di pemukiman-pemukiman
kumuh yang padat berjejal;
tanpa komunitas, tanpa topangan akar budaya, dan tanpa pelayanan umum. Di sana,
mereka harus berkompetisi secara mati-matian, berebut peluang kerja yang sangat
terbatas di pabrik-pabrik yang juga dijalankan oleh korperasi-korporasi global tersebut. Sungguh, Inilah situasi yang sangat absurd.
VI. PERATURAN PERTANIAN WTO:
Ancaman Bagi Para
Petani Dunia Ketiga
Globalisasi ekonomi seperti yang gencar dipromosikan oleh WTO (World Trade Organization) adalah sebuah :Proyek peminggiran
terencana.
Proyek tersebut dijalankan dengan cara menyedot dan mengalirkan berbagai
sumber daya dan pengetahuan kaum miskin di Dunia Selatan ke pasar global. Mereka juga
mencerabut kaum miskin dari sistem, mata pencaharian, dan cara hidup yang
selama ini menopang kehidupan mereka. Berbagai aturan perdagangan global, seperti yang termaktub dalam, Persetujuan tentang Pertanian (AoA = Agreement on Agriculture) WTO dan dalam perjanjian
“Hak Kekayaan Intelektual” yang
terkait dengan Perdagangan (TRIPs = Trade Related Intellectual Property Rights), pada dasarnya
merupakan aturan perampokan.
Ia dikamuflase melalui aritmatika dan bahasa teknis yang seolah-olah bersoleh hukum. Dalam perampokan ekonomi itu,
korporasi-korporasi besar meraup banyak keuntungan, sementara rakyat kecil dan alam menjadi tumbalnya.
VII. PERSETUJUAN TENTANG
PERTANIAN (AoA) WTO & KEMISKINAN
Selain masih menjadi sumber utama mata pencaharian dari tiga perempat
penduduk dunia, pertanian
merupakan aktivitas budaya
maupun ekonomi. Persetujuan
tentang Pertanian (AoA = Agreement on Agriculture)
adalah, sistem yang mendasarkan diri pada aturan liberalisasi perdagangan di bidang pertanian. Sistem ini didesakkan oleh Amerika Serikat
beserta sejumlah korporasi agribisnis
multinasionalnya. Mereka berupaya
memaksakan suatu system persaingan global yang tidak seimbang di sector pertanian domistik.
Caranya
yaitu, dengan melumpuhkan kemampuan/ketahanan pertanian-pertanian rakyat. Upaya
pemaksaan ini tak lain agar petani
tidak mampu bersaing dengan berbagai produk impor yang lebih murah. Alhasil, berjuta-juta petani gurem tersingkir dari
tanah mereka, dan untuk beberapa saat kemudian terwujudlah “program penciptaan pengungsi terbesar di dunia”. Dengan demikian, maksud dan
tujuan korporasi-korporasi global untuk menguasai
pertanian semakin memperoleh jaminan.
Ada tiga komponen dalam AoA yaitu,
1). Dukungan Dalam Negeri,
2). Akses Pasar, dan
3). Persaingan Ekspor.
Aturan-aturan dalam 3 kompones tersebut dirancang untuk
mempertahankan agar berbagai subsidi korporasi negara-negara utara tetap utuh
dan, bila mungkin bahkan menjadi lebih besar, sembari menarik kembali dukungan
untuk para petani dan masyarakat pedesaan.
VIII. PANGAN DUNIA & KEMISKINAN
Masalah pangan sedunia mendapat perhatian yang semakin
besar dalam tahun-tahun terakhir ini.
Bulan
November 1974 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendirikan suatu Konferensi Khusus Pangan Sedunia di
Roma, antara lain disebabkan oleh kenaikan-kenaikan harga yang melonjak di
pasaran dunia, dan menyusutnya persediaan-persediaan dunia akan bahan-bahan
pangan terpenting (gandum, beras, biji-bijian) untuk makanan ternak yang telah
terjadi dalam tahun 1972. Pandangan
yang ada dalam organisasi-organisasi internasional mengenai masalah pangan sedunia telah 2 kali mengalami perubahan dalam 10 tahun yang
lalu. Dalam tahun-tahun 1965-1966 orang umumnya pesimis mengenai
kemungkinan-kemungkinan perkembangan produksi pertanian. Pandangan ini berubah dengan
munculnya “Revolusi Hijau”. Penyelidikan telah mengarah pada
pembentukan jenis-jenis padian unggul yang secara besar-besaran
diterapkan di negara-negara miskin, dan menjamin hasil yang sangat meningkat
setiap hektar. Dalam tahun-tahun terakhir, dan lebih-lebih sejak tahun 1972, sebahagian
besar orang mempunyai pandangan pisimis. Ada kekhawatiran bahwa Revolusi Hijau dalam pada itu telah pudar
dan hal ini didasarkan pada berkurangnya peningkatan produksi di sejumlah negara miskin.
Dalam publikasi FAO (Organisasi Pangan dan
Pertanian dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang terbaru dinyatakan bahwa negara-negara miskin dalam 20 tahun terakhir telah berhasil
lebih mempercepat pertumbuhan produksi pertanian daripada penduduknya. Dalam jangka waktu 1952-1962 produksi
pangan setiap setahun meningkat 3,1%, baik di negara-negara kaya,
maupun di negara-negara miskin. Namun disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan penduduk di negara-negara miskin, maka pertumbuhan produksi tiap-tiap kepala di sana
berjumlah hanya 0,7%. Dalam jangka waktu 1962-1972 pertumbuhan
di negara-negara kaya dan miskin berjumlah 2,7%. Dihitung tiap-tiap kepala
perbandingan pertumbuhan itu berjumlah masing-masing 1,7% dan 0,3%. Baik di negara-negara kaya, maupun di
negara-negara miskin, peningkatan produksi lebih lamban dalam jangka waktu kedua, dan produksi tiap-tiap kepala nyaris tidak
meningkat di negara-negara miskin. (Sumber
:Tabel ini dikutip dari tabel 4
risalah Assesment of the world food situation, United Nations World Food
Conference, Rome 1974
IX. PERTANIAN & KEMISKINAN
Apa yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Ketidakmerataan dalam
pemilikan tanah merupakan salah satu sebab yang terpenting dari ketidakmerataan
pendapatan yang terdapat di sektor pertanian. Ketidakmerataan
pendapatan ini semakin melebar dalam zaman kemajuan teknik, oleh karena
cara-cara baru pertanian sering kali lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi
petani-petani besar daripada bagi petani-petani kecil. Dengan demikian
pengaruhnya menjadi lebih besar lagi oleh karena bagi golongan yang pertama
penguasaan akan alat-alat bantu lainnya pada lazimnya lebih gampang daripada
bagi golongan yang belakangan. Setelah berlangsung jangka waktu pertumbuhan
produksi pertanian yang relatif cepat itu, maka munculah sekarang pertumbuhan
yang kurang cepat. Hal ini antara lain disebabkan oleh pemakaian cara-cara baru dalam bidang
teknik secara terbatas oleh petani-petani kecil. Bahkan Bank
Dunia menaksir bahwa manusia yang betul-betul dalam miskin berjumlah 800--1.000 juta jiwa, dan bahwa jumlah
ini terus meningkat.
Golongan-golongan termiskin di negara-negara miskin akan ketinggalan secara relatif dan
mutlak disebabkan oleh pendapatan yang semakin tidak sama rata. Di
negara-negara miskin sebagian terbesar golongan penduduk yang mempunyai
pendapatan terendah terdapat di desa-desa. Lebih dari 70% dari golongan termiskin ini tinggal
di
desa, 30% lainnya ada di
kota. Untuk mencari sebab-musabab perbedaan pendapatan yang semakin
besar di desa-desa, terlebih dahulu harus diselidiki apakah penyebab dari
ketidakmerataan itu. Salah satu dari penentuan terpenting mengenai pendapatan
petani ialah besarnya usaha. Lebih banyak
tanah berarti lebih banyak produksi, jadi lebih banyak pendapatan. Tanah
sangat tidak sama rata terbagi di dunia. Menurut ukuran dunia ada 80% dari pertanian yang luasnya lebih
kecil dari 5 hektar. Jumlah ini
meliputi 20% dari tanah yang telah
ditanami. Jadi 20% lainnya, dari
perusahaan-perusahaan pertanian memiliki 80%
dari tanah-tanah seluruhnya. Di Amerika Latin pembagian itu luar
biasa pincang; 20% dari
perusahaan-perusahaan pertanian (lebih luas dari 50 hektar) memiliki lebih dari 90% dari daerah yang terpakai, lebih
dari sepertiga
dari perusahaan-perusahaan pertanian itu hanya menggunakan 1% dari daerah ini. Pembagian mengenai luas usaha perusahaan
pertanian dengan demikian sangat pincang. Dan merupakan salah satu penyebab penting
dari ketidakmerataan yang ada dalam lingkungan sektor pertanian. Selanjutnya,
berikut ini akan diadakan pembedaan antara petani-petani kecil dan
petani-petani besar. Dengan petani kecil : dimaksud petani
yang mempunyai luas bidang tanah kurang dari 5 hektar. Menurut Bank Dunia di seluruh dunia ada 100 juta petani kecil dengan 600 juta
tanggungan anggota keluarga, dan justru golongan ini pulalah yang menderita kelaparan. Dengan petani besar : dimaksud
petani yang mempunyai bidang usaha tani lebih dari 5 hektar. Petani-petani kecil : mempunyai
sifat kurang cepat menyerap cara-cara baru dalam ilmu pertanian daripada petani-petani besar. Mengintroduksi cara-cara baru
dalam ilmu pertanian mengandung resiko, dan seorang petani kecil hanya sanggup memikul
resiko yang tidak seberapa, oleh karena hasil seluruh usahanya diperlukan untuk
kebutuhan hidup bagi dirinya serta
keluarganya.
Bagi petani
kecil adalah lebih masuk akal untuk menunggu eksperimen-eksperimen
(contoh-contoh) para petani yang mempunyai tanah lebih luas.Introduksi
cara-cara baru dalam ilmu pertanian,
biasanya disertai dengan lebih banyak pemakaian jenis-jenis yang lebih baik
serta bantuan. Petani kecil tidak banyak punya modal kerja, dan praktis
tidak memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kredit bank. Mereka terlibat dalam utang-piutang riba yang
diberikan oleh para tengkulak dan lintah darat. Kalau manusia saja
(yang gagah perkasa, yang pandai, yang mampu untuk mengatur ekosistem), dalam
tahun 1971 setiap hari diperkirakan
ada 12.000 orang yang mati
kelaparan, apalagi hewan.(Dep.PDK, Makluk Hidup Lingkungan dan Keaneka Ragaman-Ilmu Hayat I, 1971
;97).
X. PASAR DUNIA & KEMISKINAN
Pengendalian harga untuk barang dalam
negeri dilaksanakan di banyak negara yang
mempunyai peraturan-peraturan politik perdagangan, agar harga pangan dalam negeri tidak ikut goncang
bersamaan dengan harga di pasar dunia.
Masyarakat Eropa
bilamana perlu memungut pajak atas pemasukan pangan dari negara-negara bukan Masyarakat Eropa,
agar harga pangan hasil dalam negeri tidak terlalu jauh turunnya, supaya para
petani jangan sampai mendapat
penghasilan terlalu rendah. Jika perlu dikeluarkan larangan impor, seperti
yang terjadi dalam tahun 1974 untuk daging
Argentina. Di Amerika Serikat bilamana perlu diberikan subsidi
untuk ekspor hasil-hasil pertanian yang banyak berlebih, dan diterapkan
pajak
impor terhadap hasil-hasil pertanian yang bersaiangan. Jika tidak
demikian halnya, maka harga dalam negeri
akan turun sangat banyak. Kebalikannya,
bilamana harga-harga pasar dunia terlalu tinggi, maka negara-negara impor dapat
memberikan subsidi atas barang impor
agar harga pangan dalam negeri jangan
sampai meningkat terlalu tinggi.
Oleh karena di
kebanyakan negara dilancarkan suatu politik harga, maka produksi
dan konsumsi
dapat berbeda sangat besar pada suatu harga tertentu.
Kelebihan atau
kekurangan dapat dijual atau dibeli di pasar dunia. Gangguan-gangguan intern diteruskan ke luar. Karena itu maka pasaran
dunia yang dianggap sebagai pasaran barang-barang yang berlebihan,
menjadi sangat tidak stabil dan dapat menimbulkan goncangan-goncangan hebat
dalam harga, yang masih dapat diperhebat lagi oleh spekulasi. Hal itu berarti bahwa goncangan-goncangan
harga yang terjadi mempunyai perngaruh terhadap beban-beban budget dalam
politik pasaran bahkan pangan nasional, dan kalau budget itu tidak mencukupi
juga pada harga-harga dalam negeri. Mengingat negara-negara miskin
kurang mampu mengisolasikan harga bahan pangan dalam negerinya dari pasaran dunia, maka negara-negara miskin
jadinya mengalami efek terkuat dari goncangan-goncangan harga di pasaran dunia.
Hasil-hasil lebih, dapat dijual, kekurangan-kekurangan, dapat dibeli di pasar
dunia. Kenaikan harga ini disebabkan oleh panen-panen yang gagal dan
pengurangan produksi di negara-negara pengekspor gandum yang penting, yaitu
Amerika Serika, Canada, dan Australia.
XI. KENAIKAN BBM & KEMISKINAN
Nilai kenaikan harga
BBM 2005 sebesar 118 persen telah meningkatkan jumlah
penduduk miskin sebesar 42 juta jiwa maka kenaikan BBM 2008 diperkirakan, menambah jumlah penduduk miskin sebanyak 1,02 juta jiwa, sehingga jumlah penduduk miskin pada 2008
akan membengkak menjadi 41,7 juta jiwa atau sekitar 21,9 persen dari penduduk Indonesia (SP
27-5-2008). Memang untuk membantu
penduduk miskin pemerintah kemudian memberikan bantuan langsung tunai (BLT)
sebesar Rp.100.000 per bulan
per keluarga miskin. Namun jumlah bantuan
tersebut tentu saja tidak mampu menutupi peningkatan pengeluaran
keluarga sebagai dampak ikutan dari kenaikan harga BBM. Terlebih tidak semua keluarga miskin bisa
menerima BLT karena pemerintah masih menggunakan data keluarga miskin 2005, yang tentu sudah tidak valid
lagi. Kenyataan tersebut dipastikan akan membuat banyak keluarga tidak mampu
mengakses kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan. Dengan kondisi
seperti itu bisa dipastikan bila keluarga miskin akan mengabaikan kebutuhan akan pendidikan dan
kesehatan dan kebutuhan pokok lainnya. Jangankan menyekolahkan anak, untuk bisa
makan 3 kali sehari dengan kandungan gizi memadai saja sangat jarang bisa
mereka alami. Anak-anak pun tidak bisa
sekolah bahkan yang sudah sekolah
terpaksa putus sekolah. Besar
kemungkinan mereka semakin tidak beratensi untuk memasukkan anaknya yang masih berusia dini ke
lembaga-lembaga Pendidikan.
XII. LINGKUNGAN HIDUP & KEMISKINAN
BAGAIMANA MENCIPTAKAN KESEIMBANGAN ALAM
Didalam Ilmu Hayat dikenal istilah Simbiosis
merupakan suatu kehidupan bersama antara dua macam makluk yang berbeda
dalam hubungan yang erat.
Bila kedua belah pihak
mendapat untung, disebut “mutualisma”.
Bila yang satu untung tetapi yang lain tidak dirugikan, disebut “kemensalisma”
Bila yang satu untung, yang lain dirugikan atau dibahayakan, disebut “parasitisma” (gelaran ini
pantas untuk sistem Perdagangan global saat ini). Makluk-makluk hidup dalam
suatu ekosistem membentuk piramida makanan, di mana produsen merupakan alas (dasar) dan makluk terkuat merupakan puncaknya.
Dengan adanya saling ketergantungan di dalam ekosistem, terciptalah keseimbangan
alam. Keseimbangan
perlu ada di antara produsen, konsumen, pengurai,
dan lingkungan
abiotik untuk dapat berlangsungnya kehidupan yang wajar.
Suatu contoh keseimbangan Alam.
Kalau kita sudah
memahami benar tentang saling ketergantungan, maka
sebenarnya kita sudah mengerti tentang keseimbangan alam. Apa yang terjadi,
jika misalnya produsen musnah? Semua makluk hidup itu akan musnah pula.
Bagaimana kalau konsumen
yang lenyap? Jika misalnya produsen berkurang, ini akan mengakibatkan konsumen
tingkat pertama berkurang juga.
Selanjutnya konsumen tingkat kedua akan berkurang juga. Demikian juga konsumen
tingkat ketiga dan selanjutnya. Manusia adalah produsen dalam menciptakan berbagai kebutuhan manusia,
tetapi juga sebagai konsumen atas apa yang diproduksinya,
maupun atas hewan atau tumbuhan yang tersedia di alam.
Kekurangan makanan dapat mengakibatkan mati kelaparan.
Pengertian “kelaparan”
adalah, makan yang secara kuantitatif kurang kalori dan protein,
Sedangkan “kurang
makan” adalah kekurangan spesifik akan satu atau beberapa zat
makanan, vitamin, dan mineral.
Upaya Perlindungan Lingkungan Hidup oleh internasional
Di tahun 1972 Konferensi PBB untuk Lingkungan
Hidup di Stocholm mengecam pola pembangunan yang hanya mengindahkan
tingkat pertumbuhan material, tanpa memperdulikan pengaruh pembangunan kepada lingkungan hidup
yang semakin cemar dan kepada satu-satunya bumi kita yang semakin rakus dikuras. Sehingga dirasa perlu mengusahakan
pembangunan yang sekaligus mengembangkan lingkungan hidup dan menyelamatkan
bumi dari pengrusakan manusia. Negara berkembang menyambut baik gagasan ini,
bahkan melangkah lebih maju dan mengembangkan pandangan bahwa “kemiskinan” ialah salah satu sebab pokok
“pengrusakan dan pencemaran lingkungan.” Karena itu, maka pengembangan
lingkungan hidup, baru mencakup ikhtiar menghapuskan kemiskinan
Masih perlu diteliti, sejauh mana organisasi
internasional atau LSM bisa menangani masalah kerusakan lingkungan ini. Di
antara para pakar dan politikus sekarang ini terjadi sebuah konsesus bahwa masalah
lingkungan di dunia hanya dapat diatasi melalui “politik dunia” yang “ekologis”,
dilakukan oleh rezim-rezim yang mampu berfungsi (international governance). Chalid
Muhammad, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan, Indonesia pantas
malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai
penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut
(yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Apabila kerusakan Lingkungan hidup
terus berlanjut, maka sampai pada
suatu ambang batas toleransi tertentu
karena ulah manusia, maka itu sama artinya mulai saat ini, kita telah menciptakan “KIAMAT GLOBAL” dimasa depan untuk manusia
itu sendiri. Guna antisipasinya, maka organisasi dunia yang
tergabung dalam Badan PBB, berupaya
mengatasinya dengan berbagai hasil konvensi internasional antara lain sbb :
UNDPO, FAO, WHO, sesuai dengan mandat yang mereka
terima, berusaha mengembangkan
kegiatan-kegiatan kearah sana.
Tahun 1985 diresmikan World Resources
Institute dari FAO dan UNDP, serta Tropical Forest Action Plan dan Bank Dunia,
dalam waktu 5 tahun menelan
investasi 8 miliar US$ untuk usaha penanaman kembali dan memerangi
deforestrasi. Dibawah pimpinan
UNDP tahun 1985 berlangsung
Konferensi Wina. Di sana dan dalam konfernsi
kelanjutannya di Montreal (1987),
24 negara dan MEE merundingkan penandatanganan perjanjian untuk melindungi
lapisan ozon. Direncanakan, pengurangan pemakaian H2FC10
dan halogen sebanyak 50% sampai tahun 1995 dibandingkan tahun 1986.
Untuk negara berkembang, batas pengurangannya lebih kecil supaya tidak
membebani pembangunan.
Namun, Perjanjian
Montreal dianggap usang oleh para pakar, karena nilai batasnya terlalu rendah
dan sulit mencapai sasaran di masa depan.
Dengan dasar ini, Maret 1989
sebanyak 24 kepala negara dan
pemerintahan dalam “Deklarasi Haager”—tentu
saja dengan menghormati kedaulatan masing-masing—menuntut PBB untuk mengolah
ambang batas tertinggi emisi bahan berbahaya dan di masa depan mengawasi tidak
dilanggarnya batas ini. Untuk itu Mahkamah Internasional mendapat peran baru
sebagai wasit pada konflik-konflik lingkungan internasional. Perjanjian lingkungan
internasional terbesar kedua (setelah perjanjian mengenai perlindungan lapisan
ozon) adalah mengenai penyimpangan dan transportasi limbah beracun. Pada perundingan perjanjian yang diputuskan
Maret 1989 ini, timbul konflik
antara sejumlah negara berkembang dan negara industri, terutama negara-negara
Afrika ingin melarang sama sekali ekspor limbah beracun dari negara industri
Barat, sedangkan beberapa negara industri seperti AS dan Jerman ingin supaya
pintu tetap terbuka untuk transportasi limbah dari utara ke Selatan.
Pertanyaan : Bagaimana
Kondisi Lingkungan Hutan Tropis di
Indonesia kaitannya dengan Pemanasan Global?
Jawabnya
: Maka, laju perusakan hutan di Indonesia, yang ditenggarai sebagai yang paling
tinggi di dunia.
Membangun
komitmen
Menyadari
kecenderungan peningkatan kemiskinan serta dampak negatifnya di berbagai
belahan dunia, berbagai negara kemudian sepakat bertekad memerangi kemiskinan
hingga separuh (50%) dari angka yang
ada saat ini sebelum tahun 2015.
Tahun 1990 menjadi kerangka waktu
acuan skema yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs). Sebagai konsekuensinya, sebagai salah satu negara yang
berkomitmen dalam MDG, Indonesia juga harus segera turun dengan melakukan berbagai upaya
penanganan kemiskinan. Salah satunya, adalah tetap konsisten menata
pertumbuhan penduduk lewat program Keluarga Berencana (KB) yang berpihak kepada kaum miskin (pro poor policy).
Sistem
desentralisasi yang diterapkan sejak tahun 2000 justru harus menjadi pendorong perlindungan terhadap hak dan
pelayanan kesehatan reproduksi lewat otonomi kebijakan, institusi dan anggaran
daerah. Selebihnya, adalah menata kualitas sumber daya manusianya melalui jalur
peningkatan pendidikan dan lapangan kerja. Tidak kalah penting, dalam konteks
pembangunan berkelanjutan, penataan lingkungan hidup serta keamanan
negara juga perlu dijaga. Berdasarkan paparan tersebut, jelaslah bahwa kemiskinan
di Indonesia sangat terkait erat dengan penataan kependudukan. Saatnya
berbagai pihak peduli terhadap pembangunan kependudukan.
Demikianlah
sekelumit Gambaran Inti Penyebab
masalah” KEMISKINAN GLOBAL” yang dibahas secara Global juga.
XIII. PERBANKAN
& KEMISKINAN
Uang berlimpah ada di Bank-Bank
Pemerintah maupun di Bank Swasta.
Dana yang tersedia bersumber dari para
pemegang saham, dari suntikan pemerintah, dan dana tabungan atau deposito olah
masyarakar. Inilah modal utama yang akan dipinjamkan kepada para pengusaha atau
nasabah, baik perorangan maupun dalan bentuk kelompok bisnis untuk menjalankan
usaha dalam industri, perdagangan ataupun jasa dll. Dengan adanya kegiatan
ekonomi tersebut, terciplah lapangan pekerjaan bagi pencari pekerjaan. Dengan
kegiatan di sektor ekonomi tersebut menghasilkan berbagai kebutuhan berupa
barang maupun jasa untuk kebutuhan masyarakat. Dengan adanya pekerjaan, akan menciptakan daya beli untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Uang
Bank hingga kini lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha besar dan
menengah saja, namun belum menjangkau UKM hingga petani-nelayan kecil di
desa-desa terpencil. Namun saat ini terdapat berbagai program penuntasan
kemiskinan yang dananya bersumber dari APBN yang penyalurannya lewat Bank-bank
operasional dilapangan. Tetapi bagaimana prakteknya dilapangan, masih
perlu dipertanyakan. Kesulitan-kesulitan
memperoleh kredit Bank untuk masyarakat kecil lebih lanjut
dapat mengikuti tulisan-tulisan selanjutnya.
Bahwa masyarakat kecil lebih mudah
jalannya ke Tetangga meminjam uang, daripada jalan ke Bank Mencari Kredit. Ini masalah umum di Indonesia dan
bukan rahasia lagi.
Bank-Bank Pemberi Kredit UMKM
Pihak perbankan perlu mengadakan
pelatihan-pelatihan cara-cara/prosedur maupun persyaratan yang harus di penuhi
oleh kelompok-kelompok miskin, sehingga pada akhirnya dapat di layani pemberian
kredit miskin tersebut.
Selain
PHBK yang melibatkan 62 bank partisipan, khususnya antara lain :
1.
BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan P4K (BRI),
sejumlah bank lain telah pula memberikan kredit mikro, seperti
2.
PPKKP dan KUK (Kredit
Usaha Kecil) Pratama dari Bank BUKOPIN, Pegelola Koperasi dan
3.
Kukesra oleh Bank BNI,
4.
KUSK oleh BCA, dan
5.
KUIK (Kredit Usaha Informal Kelompok) oleh
Bank Danamon Indonesia.
6.
BPD (Bank Pembangunan Daerah) dan lain-lain.
Apabila para Pendamping dan Koordinator serta Dinas/Instansi teknis di daerah-daerah selaku pembina, kelompok-kelompok miskin, mengetahui dan
memahami adanya lembaga-lembangan perbankan pemberi kredit mikro yang disebutkan diatas
dengan baik, maka seharusnya tidak ada kesulitan dalam mengupayakan kredit kepada Kelompok-kelompok miskin di daerahnya. Hal ini
disebabkan kurangnya informasi dan komunikasi diantara mereka yang terkait
dalam urusan ini. Oleh karena itu perlu
terdapat suatu Badan Koordinasi Terpusat yang bertugas mengkoordinasikan semua
mata rantai yang terkait ini, sehingga masing-masing pihak dapat berfungsi dan
difungsikan secara baik dan kontinyu.
Karena saat ini terkesan masing-masing pihak berjalan sendiri-sendiri
tanpa dikendali oleh suatu Badan Pengendali Tingkat Propinsi/Kabupaten yang permanen yang
bertugas menyusun berbagai buku petunjuk teknis tentang cara-cara praktis yang
mudah dipahami para Kelompok Swadaya Masyarakat, para Pendamping tentang
petunjuk dan tata cara mengurus kredit ke bank, cara-cara menyusun program
dalam berbagai bentuk tabel ataupun cara pembukuan sederhana dan
administrasinya, macam-macam agenda rapat dan penyusunan notulen rapat bentuk
surat-surat permohonan ke instansi pemerintah atau bank cara menyusun program
pembangunan desa dan berbagai agenda
lainnya.
Dengan buku petunjuk ini paling tidak sebagai pengetahuan
dasar berorganisasi, yang di sesuaikan dengan tingkat kecerdasan orang desa
yang umumnya putus sekolah dasar atau tamat sekolah menengah saja.
Buku Petunjuk ini
diberikan dengan Cuma-Cuma kepada masing-masing desa sebelum programnya
dilaksanakan di lapangan. Orang desa tidak bisa hanya diberi
pidato-pidato/ceramah-ceramah lisan saja (maklum daya tangkapnya maupun daya
ingatnya kurang), tetapi diikuti dengan pembagian berbagai petunjuk tertulis
yang akan dibacanya secara berkali-kali, sebagai pedoman kerjanya.
Disini di
harapkan adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang
terkait dalam membantu dan menuntaskan kemiskinan.
Bupati selaku penguasa di daerah, seharusnya secara berkala/periodik mengadakan
pertemuan dengan berbagai pihak terkait untuk mengevaluasi kendala-kendala yang
di hadapi di lapangan, maupun solusi-solusi yang diambil dalam rangka membantu kelompok-kelompok miskin
di daerahnya. Seharusnya juga setiap Camat harus
proaktif menghubungi Lembaga-lembaga tersebut untuk berkonsultasi tentang
keadaan masyarakat di wilayahnya serta masukan-masukan yang di perlukan dalam
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. Tiap-tiap desa / daerah / wilayah,
dapat mengembangkan secara kreatif cara-cara yang baik untuk menanggulangi
kemiskinan.
XIV. SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA BERTOLAK
BELAKANG
DENGAN SISTEM EKONOMI GLOBAL & LIBERALISASI
Perekonomian
Indonesia Disusun Berdasarkan Pancasila
Setelah
mengikuti sepak terjang ekonomi liberal yang diuraikan di
atas dengan segala akibat-akibatnya, maka pada bagian ini kita membahas Sistem Ekonomi Indonesia, sehingga
dapat diperbandingkan sejauh mana perbedaan spesifik antara kedua sistem
ekonomi ini, apakah membawa keuntungan atau malapetaka bagi perekonomian Indonesia?
Sekarang timbul pertanyaan, Apakah Sistem
Ekonomi Pancasila Indonesia masih dipertahankan, atau tetap mau
berhamba pada Sistem Ekonomi Global yang dalam pelaksanaannya selalu di bawah
tekanan dan didekte oleh organisasi internasional IMF, WTO, dan Bank
Dunia?
Perekonomian
Indonesia disusun berdasarkan falsafah dan idiologi Negara, yaitu Pancasila. Perekonomian yang disusun berdasarkan Pancasila adalah Ekonomi
Pancasila.
Kalimat pertama pada salah satu pasal utama mengenai ekonomi pada UUD
l945 mengatakan :
“Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Perkataan disusun,
mengisyaratkan adanya tindakan aktif, yaitu penyusun melalui rencana. Secara
idiologis-normatif sumber daripada penjabaran Ekonomi Pancasila adalah Pancasila
sendiri, sebagaimana dinyatakan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
l945. Selanjutnya pasal-pasal 23, 27
ayat (2), dan 34 UUD l945 memberikan isi
dan dimensi lebih lanjut pada Ekonomi Pancasila itu.Sesuai dengan Sila-sila dari Pancasila ( Lima Sila) dan isi
pasal-pasal di dalam maupun di luar ‘Bab Kesejahteraan Sosial’ yang berkaitan
dengan kehidupan perekonomian, maka secara garis besar,
Ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang berorientasi pada Sila-sila
daripada :
1.
‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ (adanya etik moral dan agama, bukan
materialistis);
2.
‘Kemanusiaan yang adil dan
beradab’ (tidak mengenal pemerasan/eksploitasi, modernisasi);
3.
‘Persatuan’ (kekeluargaan,
kebersamaan), gotong-royong, tidak saling mematikan, bantu-membantu antara yang
kuat dan yang lemah, nasionalisme dan patriotisme ekonomi);
4.
Kerakyatan’ (demokrasi ekonomi, mengutamakan
ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta
5.
‘Keadilan social’ (persamaan,
kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang perorang).
Dalam memberi tekanan utama pada keadilan/pemerataan, tidak berart pertumbuhan
diabaikan.
Mengutamakan aspek
keadilan/pemerataan, tidak berarti harus bersikap anti pertumbuhan. Pertumbuhan
adalah syarat yang harus dipenuhi untuk memberi isi dan makna pada pemerataan
Dalam Ekonomi Pancasila, keadilan social adalah sekaligus titik-tolak,
mekanisme, pengontrol, dan tujuan Pembangunan Nasional. Hal ini berlaku, baik
dalam cara memperbesar maupun cara membagi serta cara menyebarkan aset dan kue
nasional. Dengan usaha pembangunan nasional maka kadar Ekonomi Pancasila akan
kian memperoleh isi dan makna.
1.Dasar Hukum
Pasal 33 UUD l945 Sebagai Dasar
Penjabaran Pasal 33 UUD l945 adalah
pedoman utama bagi orientasi dan penjabaran. Pasal 33 UUD l945 adalah pedoman utama bagi
orientasi dan penjabaran penyusunan (perencanaan membangun) perekonomian
Indonesia.
Pasal 33 UUD l945 yang menggariskan “
·
Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
·
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
·
Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. Semangat Kebersamaan
Bagaimana semangat kebersamaan dapat dijelmakan dalam
kenyataan di luar bangun koperasi? Di
dalam bangun usaha, misalnya saja Perseroan Terbatas (PT). PT jelas adalah
kumpulan modal, dan bukan kumpulan orang (seperti pada koperasi).
Kebersamaan tidak saja dalam bentuk gotong-royong, sama-sama bertanggung
jawab, tetapi juga dalam bentuk ikut
memiliki modal bersama.
Unsur keusaha-bersamaan perlu
dihidupkan pula PT, sehingga dapat tertahan
dan terkendali sifat kapitalisme yang muncul dari dalamnya. Dengan
semangat keusaha-bersamaan ini, buruh-buruh dan karyawannya harus dapat ikut
memiliki saham perusahaan. Dengan demikian modal PT ini merupakan modal
bersama, betapapun mungkin masih akan pincang komposisinya pada tahap-tahap
tertentu. Sistem pengupahan dan penggajian perlu diatur sehingga sebagian upah
dan gaji dapat diarahkan kepada pemelikan saham oleh buruh dan karyawannya. Ada saham yang sebagian di “go
public”-kan, sehingga dapat mulai memperluas arti “milik social” atau
pemerataan pemilikan, sebagai lawan dari konsentrasi atau meningkatkan fungsi
capital itu sendiri. Adapula sebagian
saham ditinggalkan buat buruh dan karyawan. Uang lembur, hadiah Lebaran, THR,
kenaikan upah dan gaji serta lain-lain insentif bahkan tanda jasa untuk buruh
dan karyawan, dapat dibayarkan dalam bentuk saham atau pecahan-pecahannya.
.
3. Asas Kekeluargaan
Bagaimana asas kekeluargaan dapat
mewarnai dan dijelmakan di dalam kehidupan usaha di luar bangun koperasi?
Bagaimana misalnya di dalam PT asas ini harus diterapkan?
Di dalam bangun usaha
non-koperasi lain misalnya PT perlu ditumbuhkan koperasi oleh para
buruh, karyawan dan majikan, sehingga terciptalah asas kekeluargaan di
dalam suatu bangunan kapitalistik ini.
Hubungan antara buruh, karyawan dan majikan sebagai anggota koperasi
satu sama lain dapat lebih nyata terjalin
sebagai hubungan orang-orang.
Hubungan antara mereka sebagai anggota koperasi satu sama lain
mencerminkan orang-orang bersaudara, bukan hubungan antar alat-alat atau
factor-faktor produksi.
Buruh dan karyawan bukan factor
produksi tetapi adalah patner berproduksi.
Mereka adalah ‘patner in
progress”.
Dewasa ini semangat kekeluargaan
masih merupakan perjuangan daripada kenyataan yang patut dibanggakan..Sesuai dengan bunyi ayat
(1) pasal 33 UUD l945 bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan”, Mengisyaratkan interprestasi, jika ada
perusahaan/usaha ekonomi yang tidak melaksanakan keusaha-bersamaan dan asas kekeluargaan, maka
perusahaan/usaha ekonomi itu bukan merupakan
bagian/tidak berhak disebut sebagai bagian dari perekonomian nasional,
dengan segala konsekuensi dalam hak dan kewajibannya
4. Hajat Hidup orang banyak dan Dikuasai Oleh Negara
Mengenai ayat (2) dan ayat (3)
pasal 33 UUD l945 kalimat “menguasai
hajat hidup orang banyak” (yang tidak lain dan tidak bukan adalah “basic
need”) dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” adalah ekspresi
daripada adanya orientasi kerakyatan dan
keadilan sosial yang kuat. Strategi pembangunan Dekade 70-an (ILO) yang melandaskan pada
(‘basic needs strategy”,) telah
tertinggal jauh dari pemikiran
Indonesia. Bagi Indonesia konsep “hajat hidup orang banyak” telah
dicanangkan sejak tahun l945 melalui pasal 33 UUD l945. Untuk yang penting bagi
negara dan untuk hajat hidup orang
banyak itu, maka cabang-cabang produksi
perlu benar-benar “dikuasai oleh Negara”
(bukannya
dijual kepada negara asing—privatisasi) hal ini memberikan petunjuk langsung
bahwa, mekanisme pasar atau, mekanisme harga bebas, tidak boleh berlaku, di
dalam perekonomian.Yang penting dan menjadi tujuan utama adalah, pengamanan
kepentingan Negara dan kepentingan rakyat banyak itu. Mekanisme pasar yang ada
adalah suatu mekanisme yang harus manipulir baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin
kepentingan negara dan kepentingan rakyat banyak itu.
Apa yang penting untuk negara itu
pun pada hakekaknya adalah untuk rakyat banyak, untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia. Mekanisme
pasar bebas, di dalam situasi pasaran yang tidak sempurna, di samping
tidak dengan sendirinya menjamin kepentingan itu. Juga tidak menjamin
pemerataan, perubahan structural dan fundamental daripada perekonomian
nasional, tidak mendorong perubahan sikap dalam kehidupan
ekonomi, menumbuhkan berbagai kepentingan antar pelaku dan kelompok-kelompok
ekonomi dll. Disini titik tolak daripada perlunya, ekonomi perencanaan, suatu
system ekonomi yang terpimpin yang tidak
menyerahkan diri terhadap jalannya
kekuatan-kekuatan ekonomi pasar bebas, yang tidak dapat menjamin terselenggaranya
masyarakat yang adil dan makmur. Pasal 33 UUD l945 yang ayat (2) dan (3) nya
memeberi peran dan tempat penting pada negara, adalah etatisme. Pasal 33
UUD l945 menghendaki adanya : etatisme, tetapi bukan
etatisme penuh atau etatisme mutlak sehingga dominasi
negara itu mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi ekonomi di luar
sector negara.
Etatisme mengenal tingkatan.
Etatisme yang dikehendaki ayat (2) dan
ayat (3) itu adalah: etatisme yang paternalistik,
yang menghendaki negara sebagai pengangkat
martabat, pendorong perkembangan dan pertumbuhan (agen of development),
pengaman kepentingan rakyat banyak, atau pun sebagai pelindung seluruh tumpah
darah.
Pertanyaan berikutnya adalah, bahwa dalam kenyataannya banyak dari perusahaan negara yang penting
untuk hajat hidup orang banyak telah dijual kepada negara-negara lain atau
kelompok bisnis korporasi multinasional sehingga tidak dikuasai lagi oleh
negara (Indonesia), sehingga tidak menjamin kesejahteraan rakyat
sesuai amat Pasal 33 UUD 1945. Jika demikian halnya, maka oknum pemerintah atau oknum
pejabat negara (baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama)
karena “kekuasaannya” atau “jabatannya”, mem-privatisasi Perusahan-perusahan yang seharusnya dikuasai Negara untuk kepentingan
hajat banyak orang sesuai Pasal 33 UUD
1945 maka tindakan tersebut dikaragorikan sebagai “Kejahatan” maka tidak menutup kemungkinan dapat dituntut dimuka pengadilan
oleh Lembaga-lembaga pemerintah atau Lembaga Masyarakat lainnya) karena telah merugikan hak negara dan hak rakyat
banyak. DPR-MPR dapat menyatakan mosi tidak percaya dan
akibatnya/sanksinya adalah Presiden dapat dijatuhkan dari jabatannya
atau dapat melakukan ”Inpeachment/Pemakzulan kepada Presiden”
(Pelanggaran Konstitusi) Untuk kepentingan itu, masyarakat perlu sadar
dan perlu mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melihat persoalan penjualan aset-aset fital untuk rakyat yang lagi
hangat-hangatnya dewasa ini, untuk mengambil tindakan lebih lanjut jika
diperlukan sesuai hukum yang berlaku.
Oleh karena yang duduk di Kabinet
adalah antara lain terdapat juga orang-orang bisnis, maka pola pikir
dan tindakannya selalu berorientasi pada “untung-rugi” dan tidak membedakan
mana usaha-usaha penting untuk hajat hidup orang banyak, dan mana yang bukan, jadi yang penting uang
masuk. Akibatnya banyak diantara aset-aset negara yang seharusnya dikuasai
negara dan mempengaruhi hajat banyak orang/rakyat turut di jual kepada
korporasi-korporasi multinasional diantaranya tercatat lebih dari 20 perusahaan negara penting yang beralih
pemilik. Ini adalah “kejahatan”
dan bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.
Bagaimana tindakan DPR atas kerugian negara tersebut? Perlu tindak
lanjutnya.
Mainan elite
Bahkan nasib kaum miskin kerap
menjadi mainan para elite dan politisi kita. Lihat, mereka sibuk berpolemik
soal jumlah orang miskin.
Menyedihkan,
jumlah orang miskin bisa dipolitikan demi kepentingan melestarikan kekuasaan
yang sama sekali tidak berpihak pada kaum miskin.
Para penguasa
sekarang membantah jumlah orang miskin naik meski ada yang menyebut selama tiga
tahun Presiden SBY berkuasa, rapor SBY merah karena gagal mengatasi
kemiskinan Sementara itu, peneliti dari Indonesia legal Roundtable, Irman
Putrasidin, menilai, usulan Fraksi Kebangkinan Bangsa DPR yang menjatuhkan
saksi Inpechment/ pemakzulan Presiden, wajar saja.
Presiden dianggap gagal menjalankan
ketentuan UUD 1945, negara harus menjamin kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia. Berdasarkan Pasal 33 Ayat 2 UUD 1945, negara harus
menjamin keterjangkauan dan ketersediaan berbagai kebutuhan rakyat sebagai
konsekuensi atas dikuasainya cabang produksi tertentu oleh negara. Itu
berarti, kondisi pasar tidak boleh
dijadikan rujukan utama. Mendiang Mubiayarto menulis buku ‘Ekonomi
Terjajah’. Dalam buku itu antara lain tertulis, “Dibanding zaman Belanda,
perekonomian Indonesia saat ini jauh lebih buruk”
XV. DEKLARASI PERANG
ANTI KORUPSI & INDEKS
PERSEPSI KORUPSI
A. KPK mendeklarasaikan
perang antikorupsi,.
Bunyinya;
Dengan Rahmat Tuhan YME, Kami,
Anak Bangsa Indonesia meyakini bahwa:
Korupsi bukan budaya bangsa.
Korupsi adalah kejahatan luar biasa Korupsi merampas hak-hak rakyat untuk sejahtera. Korupsi menyengsarakan
rakyat Indonesia Korupsi merusak kehidupan
berbangsa dan bernegara Kami, anak bangsa, bertekad
membebaskan Indonesia dari korupsi untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan
sejahtera, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Pada hari ini, kami mewakili anak bangsa Indonesia
menyatakan:
1. Tidak akan melakukan
perbuatan korupsi
2. Menciptakan generasi muda
antikorupsi
3. Mengutuk segala bentuk
perilaku korupsi
4. Korupsi harus dihancurkan
dan dimusnahkan dari bumi pertiwi
5. Bertekad menjadikan
Indonesia sebagai negeri yang bersih tanpa korupsi.
B. MASALAH SUAP
Indekls Persepsi Korupsi di Indonesia
Sementara itu, Spesialis Pengembangan Sektor Swasta dalam Tim Doing
Business 2008 Bank Dunia Sylvia Solf mengatakan
Dari sebagian besar masalah yang dihadapi dunia usaha Indonesia saat ini, hanya masalah suap dan korupsi yang sangat memberatkan pelaku bisnis. Hal ini dibuktikan
dari pengakuan pengusaha kecil dan menengah yang berupaya memulai usaha secara legal. Saat berupaya mengurus perizinan, mereka harus bertemu dengan sedikitnya 7
instansi. Celakanya, justru di 7
instansi itulah terjadi titik-titik hambatan yang
memungkinkan terjadinya suap-menyuap,”
katanya. Atas dasar kondisi itu, Indonesia
dinilai Bank Dunia sebagai Negara yang tidak melakukan reformasi apa
pun dalam memperbaiki prosedur mengawali usaha. Waktu yang diperlukan untuk
memulai bisnis di Indonesia semakin lama, dari 97 hari pada 2007 menjadi
105 hari pada 2008.
Ini menempatkan Indonesia
sebagai Negara ke-5 terburuk dalam prosedur mengawali usaha di dunia.
Tingkat Korupsi di
Indonesia
Proyeksi hasil
survei Transparansi Internasional (TI) Indonesia yang menunjukkan tingkat
korupsi di Indonesia tahun 2009
mendatang diperkirakan akan lebih baik dengan indeks persepsi korupsi mencapai
skor 3,0. Hal tersebut disampaikan
Pengacara Senior Todung Mulya Lubis, seusai diskusi tentang korupsi
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Potitik Universitas Indonesia (UI), Depok, Jakarta. "Saya kira kalau kita
bisa berjalan seperti sekarang saya yakin kita bisa naik mungkin sampai 3," kata Todung. Todung yang juga
Ketua Dewan Pengurus Transparency International (TI) Indonesia itu mengatakan,
Indonesia pada tahun 2008 mengalami peningkatan nilai Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) dari 2,3 pada 2007 menjadi 2,6 pada 2008. IPK merupakan gambaran tentang tingkat korupsi secara global yang
terdapat di 180 negara, dengan skor
yang diperoleh berdasarkan survei sejumlah lembaga independen. Nilainya
berkisar dari 10 (paling bersih) hingga 0 (paling
korup). IPK dikeluarkan setiap
tahun oleh LSM TI yang berpusat di
Jerman dan memiliki cabang di 99 negara, termasuk Indonesia.
Survei pengukuran korupsi seperti
yang dilaksanakan Transparency International (TI) Indonesia
adalah salah satu cara untuk mendapatkan referensi data tersebut. Persepsi
Korupsi Indonesia yang dilakukan pada September sampai dengan Desember 2008, bertujuan
untuk mengukur tingkat korupsi pemerintah daerah berdasarkan persepsi pelaku
bisnis setempat.
Survei ini juga mengukur tingkat
kecenderungan terjadinya suap di 15 institusi publik di Indonesia, yang ditampilkan dalam Indeks Suap. Total
sampel dari survei ini adalah 3841
responden, yang berasal dari pelaku bisnis (2371
responden), tokoh masyarakat (396
responden), dan pejabat publik (1074).
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, seperti
pada tahun 2004 dan 2006, merupakan hasil analisa data dari
responden pelaku bisnis, mengenai persepsi mereka tentang lazim atau tidak
lazimnya pejabat pemerintah daerahnya melakukan tindakan korupsi, dan bagaimana
usaha pemda dalam memberantas korupsi.
Sementara itu, Indeks Suap menggambarkan tingkat
kecenderungan terjadinya suap di 15 institusi publik di Indonesia, berdasarkan pengalaman kontak antara
pelaku bisnis dengan institusi terkait. Yogyakarta Kota Terbersih, Kupang Terkorup Dari 50 kota yang disurvei dalam IPK
Indonesia 2008, Yogyakarta mendapatkan
skor tertinggi yaitu 6,43.
Nilai tersebut dapat dibaca bahwa pelaku bisnis di Yogyakarta menilai
pemerintah daerah cukup bers
ih, dan
cukup serius dalam usahanya memberantas
korupsi. Interpretasi ini dapat menggambarkan hal yang sama di kota-kota
yang berada di urutan teratas kota dengan skor tertinggi, seperti Palangkaraya
(6,1), Banda Aceh (5,87), Jambi (5,57), dan Mataram (5,41).
Sementara itu, Kupang mendapatkan skor terendah (2,97), disusul Tegal (3,32), Manokwari (3,39), Kendari (3,43),
dan Purwokerto (3,54). Ini
menunjukkan bahwa di kota-kota ini, pelaku bisnis melihat bahwa korupsi masih sangat lazim terjadi di
jajaran pemerintah daerah, dan pemda juga tidak serius dalam usaha mereka
memberantas korupsi. Skor terendah dicapai Kupang, karena pada tahun-tahun
sebelumnya di kota ini banyak terjadi kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan
anggota DPRD setempat. Secara umum, dapat dlihat bahwa sebagian besar kota di
Indonesia pemerintah daerahnya dipersepsikan korup, melihat bahwa hanya Yogyakarta
dan Palangkaraya
kota yang mendapatkan skor diatas 6.
Namun skor IPK Indonesia memang
masih lebih baik dibanding Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi) untuk
Indonesia, yang pada tahun 2008
skornya adalah 2,6.
Polisi lembaga yang
paling rentan suap Indeks Suap polisi mencapai 48%, yang berarti dari total interaksi
antara responden pelaku bisnis dengan institusi tersebut (n=1218), hampir setengahnya terjadi suap. Hasil ini
masih relevan dengan hasil Global Corruption Barometer
(GCB) yang dikeluarkan Transparency International pada tahun akhir 2007 lalu. Menyusul
polisi,
adalah Bea Cukai (41%), Imigrasi
(34%), DLLAJR (33%) dan Pemda (33%) adalah lembaga-lembaga yang
berada pada urutan paling tinggi kecenderungan terjadi suap. Peran Survei Pengukuran Korupsi IPK Indonesia
bisa digunakan menjadi masukan berarti bagi pemerintah daerah yang disurvei
untuk introspeksi dan berbenah diri (terutama untuk kota-kota yang skornya
rendah). Demikian juga Indeks
Suap, yang dapat menjadi acuan bagi institusi yang dinilai rentan
terhadap praktik suap untuk
memperbaiki performanya.
( Sumber: siaran
pers Transparency International (TI) Indonesia). Korupsi
adalah salah satu penyebab terjadi
kemiskinan di Indoseia dan menjadi tugas utama dari KPK untuk diproses Hukum
sesuai dengan
deklarsi
KPK tersebut diatas.
XVI
BERBAGAI PENILAIAN UNTUK INDONESIA
Kemiskinan
menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Developmen Index (HDI), Index
Pembangunan Manusia Indonesia.
Secara menyeluruh kualitas manusia
Indonesia relatif masih sangat rendah, dibandingkan dengan kualitas manusia di
negara-negara lain di dunia. Berdasarkan
Human Development Report 2004 yang
menggunakan data tahun 2002, angka
Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 0,692.
Angka Index tersebut merupakan komposit dari,
---angka harapan
hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun,
---angka melek
aksara penduduk usia 15 tahun ke
atas sebesar 87,9 persen,
---kombinasi
angka partisipasi kasar jenjang pendidikan tinggi sebesar 65 persen dan
Pendapatan
Domistik Bruto per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing
power parity) sebesar US$ 3230,
HDI Indonesia hanya menempati
urutan ke 111 dari 177 negara HDI mengkomplemen indicator MDG dan
sudah digunakan di Indonesia untuk menarik perhatian para pembuat kebijakan,
media dan CSO; meneliti pilihan kebijaksanaan nasional dan sub nasional,
terutama pada alokasi anggaran; dan menggaris bawahi perbedaan intra dan inter
regional, guna menyediakan dasar imperis yang lebih luas bagi diskusi mengenai
kebijakan dikalangan publik. Nilai HDI untuk Indonesia di
tahun 2002 adalah, 0,66, namun ini berkisar antara 0,76 di Jakarta hingga 0,47 di Kabupaten Jayawijaya. Irian
Jaya (Papua) Mulai 2006, angka GOI kemungkinan besar akan menggunakan HDI
sebagai salah satu indikator utama untuk mengalokasikan pendanaan
pembangunan pada tingkat kabupaten. HDR masa depan diharapkan akan
memainkan peran penting dalam memberi informasi ke publik dan pemegang saham
utama tentang isu penting yang berhubungan dengan perkembangan manusia dan pengentasan
kemiskinan di Indonesia.
Untuk itu, kita upayakan agar dengan standar kompetisi, SDM
nantinya mampu mengisi lowongan pekerjaan dan bahkan menciptakan lapangan
pekerjaan,” kata Kirnadi. Tidak kompetitifnya SDM Indonesia, kata Kirnadi,
terbukti pada lomba ketrampilan se-Asia pada dua tahun lalu. Saat itu, Indonesia
hanya memperoleh perunggu untuk kompetisi di bidang otomotif, eletronik dan
lainnya itu. Apalagi, SDM Indonesia ditempatkan pada posisi 112 dari 117 negara yang diteliti. Belum lagi bicara soal banyaknya tenaga
kerja asing yang masuk dan mengisi pekerjaan di Indonesia. Karena tenaga kerja
Indonesia belum mampu mengisinya Pada tahun 2004 misalnya, BPS dan BAPPENAS bekerja sama dengan UNDP telah
menghasilkan Laporan Perkembangan Manusia Indonesia/the Indonesian Human
Development Report (HDR).
Perkembangan Manusia
di Indonesia memiliki ciri khas
kesenjangan yang luas antara kota dan
desa, khususnya di Negara bagian
timur. Laporan Perkembangan Manusia UNDP/UNDP.S Human Development Report (HDR) tahun 2005 menempatkan Indonesia dalam, urutan ke 110 dari 177 negara
dunia dalam ukuran Indeks Perkembangan Manusia/Human Development Index (HDI).
Menurut Laporan HDR 2006 yang
baru-baru ini dipublikasikan, Indonesia berhasil naik peringkat ke urutan ke 108 dari 177 negara,. Rating ini merupakan ukuran rata-rata keberhasilan
masing-masing negara dalam kemapuan dasar manusia yang menilai kondisi
rata-rata rakyat sebuah negara; ketidak seimbangan distribusi bagi berbagai kelompok sosial harus diperhitungkan
secara terpisah.
XVIII.
DI REFERENSI-KAN SEBAGAI
SALAH SATU MATA KULIAH/KURIKULUM
DI
PERGURUAN
TINGGI
Dewasa ini KEMISKINAN Gobal, Perdagangan Bebas, Resesi
Ekonomi Global 2008, dan Lingkungan
Hidup merupakan isu utama dan pertama dari berbagai negara di dunia yang
tergabung dalan organisasi dunia yakni PBB,
melakukan perang penanggulangan kemiskinan, yang hingga kini sedang
giat-giatnya menjalankan berbagai program hasil Konfensi Internasional di berbagai belahan dunia. Dari semua uraian di atas anda akan menemukan berbagai masalah
penyebab terjadinya kemiskinan global dan sekaligus menemukan
solusinya, guna mengantisipasinya dimasa sekarang maupun dimasa yang
akan datang.
Dengan demikian Pokok-Pokok bahasan ini merupakan sebuah referensi sangat
penting dan berguna bagi semua orang, organisasi pemerintah, swasta, nasional
maupun internasional, dalam memahami akar permasalahan kemiskinan yang
sesungguhnya. Data-data ini dari berbagai
pendapat/pikiran yang bersumber dari para cendikiwan, pemerintah, didalam
negeri maupun diluar negeri, yang
merupakan suatu hasil inventarisasi dari berbagai sumber, baik dari media massa (media tulis, maupun
elektronik) dan mendokumenkan, sebagai
bahan masukkan dan kemudian dimanfaatkan dalam upaya perang melawan kemiskinan global saat ini. Inipun merupakan suatu ilmu baru yang perlu dijadikan
sebagai salah satu kurikulum di Perguruan Tinggi, "SEMOGA"
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Alamat : Jln.Jambon I No.414J Rt/RW
: 10/03 – Kricak – Jatimulyo – Jogjakarta (55242) Telp.0274.588160 – HP.082135680644. Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id
Pensiunan Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Kramatjati, 1 Mei 1996.
Daerah Asal : Pulau Rote/Roti, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Lahir di Kupang, NTT, Tgl.30
April 1938.
Profesi Sekarang : Konsultan Pajak
& Penulis Buku.
Jogjakarta, 1 Januari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.