alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Sabtu, 10 Januari 2015

SUATU--STUDI--TENTANG--PERBANDINGAN--AGAMA

STUDI-PERBANDINGAN AGAMA

Oleh:-Drs.Simon-Arnold-Julian-Jacob


I. STUDI TENTANG AGAMA-AGAMA

Agama adalah bagian dari Kebudasyaan
Apakah Agama itu? Berbagai jawaban dan definisi bisa diberikan oleh orang tergantung dari sudut mana mereka melihat agama itu. Secara sederhana ada yang menyebutkan bahwa agama itu adalah: “kepercayaan akan mahluk-mahluk halus,” namun yang lainnya mencoba memberikan definisi yang lebih komprehensip atau deskripsi mengenai praktek-prakteknya.
Sejak berkembangnya agama pada masyarakat primitip, agama berkembang tanpa manusia merasa perlu mendifinisikan artinya, namun sejak perkembangan ilmu pengetahuan, manusia berusaha untuk mengerti hakekat agama yang sudah dianut manusia sejak kehadiran manusia dimuka bumi itu. Beberapa pendekatan akan studi tentang agama-agama yang dilakukan adalah antara lain sebagai berikut:

Ahli Antropologi menggambarkan keyakinan dan praktek agama seperti yang dapat diamati dalam komunitas yang hidup. Agama dalam komunitas ini membantu menyatukan orang-orang melalui pengalaman yang dilakukan bersama dan pemberian makna pada kehidupan mereka. Agama menyediakan pola perilaku manusia, sering sebagai tanggapan atas kesukaran hidup.

Ahli Sosiologi menekankan dimensi sosial dari ide-ide keagamaan. Agama menyediakan jalan yang disepakati dalam melihat dunia ini. Ia memberikan kepada setiap individu manusia rasa tentang makna dan tujuan hidup sosialnya.

Ahli Jiwa menjelaskan agama sebagai pemenuhan akan kebutuhan kejiwaan dalam mengatasi konflik-konflik batin, dan bagaimana agama itu berperan dalam kesejahteraan jiwa manusia itu

Ahli Sejarah menjelaskan agama dalam  hubungan kejadian-kejadian yang dihasilkan kepercayaan dari dulu sampai sekarang.

Ahli Teologi berkenaan dengan agama dalam lingkungannya sendiri, mengenai pertanyaan apakah hal itu benar atau salah, dan bagaimana manusia menanggapi agama itu.
Ahli-ahli lain berusaha melihat perilaku beragama dan agama itu sendiri dalam hubungan dengan disiplin ilmu pengetahuan masing-masing.
Dalam penyelidikan agama-agama yang menyeluruh, kita mengenal setidaknya dua

macam studi agama, yaitu:
(1) Sejarah Agama, dan
(2) Perbandingan Agama.
Sejarah agama (History of Religions) berusaha untuk mengerti agama dari sejarahnya di masa lalu sampai sekarang dan hal-hal apa yang berkembang dalam agama itu, jadi sifatnya penyelidikan yang mendalam dan vertikal atas agama tertentu, sedangkan perbandingan agama (comparative religions) mencoba melakukan pendekatan atas agama melalui perbandingkan antara satu agama dengan agama lainnya.

1. PENDEKATAN STUDI AGAMA

Bila masa rasionalisme menghadirkan pemikiran filsafat alami (natural philosophy) seperti yang dipopulerkan oleh G.W.F. Hegel, studi ANTROPOLOGI AGAMA mengalami perkembangan penting setelah Charles Darwin mengemukakan teori evolusinya mengenai perkembangan biologis kehidupan mahluk dari sederhana sampai kompleks, demikian juga kemudian agama dianggap sebagai mengalami perkembangan yang sama pula. Ini kemudian dikenal sebagai teori evolusi agama yang dikaitkan dengan nama E.B. Taylor, J.G. Frazer, dan W. Robertson Smith sekitar tahun 1870-1920.
Tokoh-tokoh itu mencari identitas periode tertentu yang telah dijalani manusia, dengan memperhatikan karakter keyakinan yang dianut pada era yang susul-menyusul. Mereka menamakan fase-fase kehidupan beragama menurut mereka sendiri, umumnya bersifat spekulatif, teori dari sifat-sifat dominan yang hadir di dalam masing-masing. Khususnya Sir J.G. Frazier dalam bukunya The Golden Bough menyebut agama akan berkurang artinya begitu ilmu pengetahuan menggantikannya sebagai salah satu tahap dalam perkembangan pemikiran manusia.

Memasuki abad XX terjadi pendekatan studi agama yang berbeda dari sebelumnya, dan pertanyaan mengenai perkembangan agama berubah bentuknya. Sebagai pengganti pertanyaan mengenai evolusi tentang bagaimana agama semula berkembang, ahli antropologi memilih untuk menanyakan fungsi apa (functionalism) yang ditunjukkan agama dalam kondisi masyarakat tertentu dimana agama itu berkembang. E.E. Evans-Pitchard menyebutnya ‘agama adalah apa yang diperbuat oleh agama itu.’ Bronislaw Malinowsky (1884-1942) mengabaikan dimensi sejarah dan memilih untuk mempelajari secara intensif peran yang dilakukan oleh agama di kepulauan Trobrian yang ditulisnya dalam bukunya berjudul Magic, Science and Religion.Malinowsky percaya bahwa ada hukum ilmiah kebudayaan yang bisa digunakan untuk agama. Kebutuhan biologis individu akan makanan, tempat berteduh, sex dan rasa aman dapat juga dilihat sebagai kebutuhan sosial yang disediakan manusia secara bersama melalui institusi-institusi ekonomi, politik, perkerabatan dan agama. Sihir (magic) bermanfaat karena mendudukan seseorang kepada posisi kepemimpinan dalam masa-masa krisis di masyarakat. Itu mendatangkan langkah positif yang mungkin untuk menghindari perilaku yang kacau. Agama bersama Magic menyediakan kekuatan penyatu dalam masyarakat, karena hal itu merupakan jawaban atas hasrat manusia untuk bertahan hidup. Magic yang ditunjukkan ditengah bencana alam, menghadirkan dukungan kejiawaan pada manusia yang takut.
Kebanyakan teori ini dihasilkan dari pengamatan Malinowski pada masyarakat primitif, tetapi dari buku hariannya yang baru diterbitkan lama setelah ia meninggal, ketakutannya sendiri akan kesendirian, kegelapan, dan kematian kemungkinan memdorongnya kearah jalan teori agama yang disusunnya.
Sesudah tahun 1950-an, ahli-ahli antropologi mengalihkan perhatian mereka lebih kepada peran agama sebagai ekspresi struktur (structuralism) ide-ide, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan dari suatu masyarakat. Mereka menarik gambaran hubungan yang ada diantara doktrin-doktrin. Mereka menanyakan apa yang dikemukakan orang-orang, bagaimana mereka mengorganisasikan kepercayaan mereka, dan apa yang menjadi pola logis sebuah agama.
Sebagai contoh, penganut Buddha di pedesaan melarikan diri dari pengalaman yang menyakitkan dengan cara pengusiran setan, tapi bagaimana mereka mencocokkan ini dengan idealisme Buddhisme yang menolak keabsahan pengusiran setan? Atau bagaimana umat Kristen mengkaitkan keyakinan mereka mengenai kehidupan sehari-hari dengan kepercayaan akan Trinitas? Pendekatan struktural mengajak kita kepada organisasi pikiran manusia, dan jalan manusia membawa pola yang teratur ke dalam dunia yang komplek. Sebagai misal, antropolog Perancis, Claude Levi-Strauss mempelajari pertanyaan tentang bagaimana ini bisa terjadi dalam kasus mitos-mitos.
Bila pada abad XIX para ahli merasa bahagia dengan menggabungkan ide-ide antropologi dengan yang berhubungan dengan pikiran manusia, pada abad ke XX, dalam studi PSIKOLOGI AGAMA, pikiran diabaikan oleh para ahli jiwa seperti Sigmund Freud yang mendasarkan pemikirannya pada antropologi evolusi, terutama dari William Robertson Smith, tapi harapannya adalah untuk menunjukkan bagaimana kekuatan yang mendasari pikiran manusia, beralaskan semacam energi seksual yang disebut libido, yang ditujukan sebagai sikap mengarah ke figur-Tuhan yang sebenarnya bersumber pada hubungan semasa kecil dengan ayah manusianya.
Freud mempopulerkan konsep utama studi agama tentang proyeksi (projection), istilah yang bukan saja dipopulerkan oleh Freud tetapi bersumber pemikiran filsuf yang mendahuluinya, yaitu Feuerbach (1804-72). Feuerback mengklaim bahwa pernyataan tentang Tuhan harus dimengerti sebagai pernyataan tentang manusia. Manusia ingin membentuk ide-ide tentang Tuhan kemudian melihat ke dalam dirinya mengenai realitasnya sendiri. Untuk memperoleh pengetian yang tepat mengenai teologi, seseorang harus membalikkan proses itu dan menafsirkan doktrin agama sesuai istilah manusia. Feuerbach kemudian mempengaruhi Karl Marx dan Friedrich Engels yang menetaskan masyarakat komunis dan pandangannya tentang agama (agama adalah candu/ilusi bagi masyarakat) sebagai cara untuk mengartikan kehidupan ini. Freud juga menentukan bahwa posisi agama tidak lagi bermanfaat bagi manusia yang dengan jelas ditunjukkan dalam bukunya berjudul ‘The Future of an Ilusion’ (1927). Disini proyeksi dilihat sebagai ilusi, pikiran manusia yang membawa manusia keluar dari kebenaran dan realitas, karena itu harus disesalkan.
Psikolog William James menganut sikap lebih pisitip terhadap peran agama. Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience (1902), ia menyodorkan diskripsi penuh mengenai pengalaman-pengalaman beragama yang dimiliki oleh bermacam orang, membandingkannya dan membedakan antara yang disebutnya ‘agama mereka yang berfikiran sehat’ dengan yang ‘berjiwa sakit.’

Bagi James, agama adalah berkenaan dengan nilai untuk membantu manusia untuk menghadapi kehidupan secara positif dan berani. Itu dilihat sebagai tujuan batas mengenai kenyataan bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri kita.dan dengan cara-cara untuk menyelamatkan kita dari yang salah. Dengan kata lain, agama menolong manusia untuk menerima diri dan kondisi hidupnya, lebih daripada menjadi mangsa kegagalan hidupnya. Semua ini akan mendatangkan keuntungan yang positif bagi manusia. Disini James tidak melihat agama sebagai ilusi tanpa masadepan yang nyata seperti yang digambarkan oleh Freud.
Studi SOSIOLOGI AGAMA berkembang pesat pada awal abad XX, khususnya dengan tulisan Emile Durkheim (1858-1917) yang terkenal, yaitu ‘The Elementary Forms of the Religious Life.’ Durkheim juga memberi nilai lebih pada teori proyeksi, dan juga sama dengan Freud dipengaruhi tulisan W. Robertson Smith. Namun berbeda dengan Freud, sekalipun Durkheim menerima pendekatan evolusi atas agama, tetapi tidak menerima pandangan yang menyebutkan bahwa ide keagamaan sekedar konsep yang menyesatkan yang dihasilkan pikiran manusia. Disini Durkheim menggabungkan sebagian ide psikologi Freud dan spekulasi Frazer. Durkhem diyakinkan bahwa ada sesuatu yang nyata benar dalam agama, dan bahwa manusia tidak menipu dirinya sendiri.

Dalam melihat realitas yang mendasari perilaku beragama ia juga menerima sebagian penjelasan teologis, dan yang berkaitan dengan realitas yang mempengaruhi agama ia percaya itu adalah masyarakat (society) itu sendiri. Durkheim sangat terobsesi ide kemasyarakatan sama halnya dengan Freud yang terobsesi pikiran bawah sadar. Ia percaya adanya realita yang berbeda bekerja dalam kelompok-kelompok sosial yang darinya kehidupan individu dihasilkan. Agama adalah aktivitas manusia yang berbicara mengenai realitas selagi menggunakan kata-kata tentang tuhan.
Dalam satu segi, Durkheim menerima pandangan yang sama seperti Feuerbach bahwa manusia biasanya percaya dan bebicara mengenai Tuhan selagi berbicara mengenai kelompok sosialnya sendiri tanpa menyadarinya. Tetapi bagi Durkheim, yang tidak percaya akan adanya Tuhan yang hadir dalam diri-Nya sendiri secara independen diluar manusia, masyarakat baginya begitu penting sehingga bisa menggantikan kedudukan Tuhan. Masyarakat ada sebelum seseorang lahir dan akan tetap ada sesudah seseorang mati. Masyarakat memberikan ide dan bahasa untuk berfikir dan berbicara, masyarakat melindungi seseorang dan membuat manusia merasa berguna dalam hidupnya. Jadi, sekalipun kenyataannya manusia memproyeksikan semuanya itu kepada figur tuhan, ide-ide itu benar, dan lebih dari itu, hal itu perlu bila masyarakat ingin disatukan sebagai komunitas moral.-Studi yang membandingkan satu agama dengan lebih mendalam dan-membandingkannya dengan agama-agama lain yang dikenal sebagai

PERBANDINGAN AGAMA[B] (Comparative Religion) mulai dikenal melalui
tokohnya bernama [B]Friedrich Max Muller (1823-1900). Muller dikenal sebagai ‘bapa perbandingan agama’ (the father of comparative religion). Max Mullerlah yang pertama kalinya membawa agama-agama dunia (khususnya India) kepada perhatian orang Barat dengan menerjemahkan tulisan agama kuno dan modern agama-agama India dengan cara yang hidup. Teorinya mengenai sejarah agama yang berasal dari personifikasi gejala-gejala alam (seperti yang dilihatnya dalam agama Hindu) kemudian menggantikan gejala alam itu.
Perbandingan agama pada awalnya lebih berkenaan dengan asal muasal dan evolusi agama sebagai gejala manusia secara umum, dan teori evolusi agama ini dikenal melalui tokohnya Edward Burnett Tylor (1822-1912) yang mempopulerkan istilah ‘animisme’ yang dipercayainya sebagai tahap awal dari evolusi agama, keyakinan sderhana yang mempercayai keberadaan mahluk roh (spiritual being).

2. AGAMA DARI PRIMITIF SAMPAI MODERN

Tidak ada manusia dari yang primitip sampai yang modern yang tidak mengenal agama atau dalam pengertian primitip keyakinan akan hal-hal yang gaib/sihir/magi (magic). Dalam masyarakat apapun selalu ada keyakinan mengenai adanya realita yang dianggap kekal, baka dan suci (Sacred) dan realita alam nyata yang kita diami yang bersifat tidak kekal, fana, dan duniawi (Profane). Menurut Mircea Eliade, tokoh sejarah agama:
"Manusia menyadari realita yang suci (sacred) karena realita itu menyatakan dirinya sebagai sesuatu yang samasekali berbeda kenyataannya dari yang duniawi (profane). Pernyataan itu disebut sebagai hierophany." [1]

Dalam hubungan dengan realita baka yang dianggap suci itu umumnya orang-orang memandangnya dengan hormat disertai larangan dan pantangan bila berhubungan dengannya. Keyakinan demikian diiringi dengan keyakinan adanya kekuatan supranatural khususnya kekuatan gaib/sihir/magi, atau ide-ide mengenai adanya mahluk halus, roh-roh, setan, roh nenek moyang yang telah mati, atau dewa-dewi (gods) yang berasal atau berada dalam realita yang suci tersebut.
Orang yang meletakkan dasar studi antropologi agama adalah Edward B. Taylor yang mengatakan:
"esensi agama primitip adalah animisme, keyakinan akan mahluk halus, dan keyakinan ini berasal dari penafsiran yang keliru tetapi konsisten tentang mimpi, penglihatan, halusinasi, kesurupan, dan gejala-gejala yang sama." [2]

Pandangan ini menuntun kepada sikap yang membedakan jiwa dari badan, dimana jiwa akan terus akan mengalami kehidupan sesudah mati karena dalam kenyataannya mereka yang mati sering menampakkan diri dalam mimpi, membayang-bayangi mereka yang masih hidup dalam
 ingatan dan penglihatan, dan mempengaruhi tujuan hidup manusia, ini membawa kepada keyakinan akan setan dan roh-roh nenek moyang dan akan kehidupan sesudah mati di alam lain.
"Kepercayaan Animistis melahirkan rasa takut dan rasa hormat terhadap banyak macam gejala alami. Orang pun memuja tempat-tempat tertentu, sementara para leluhur pun dikeramatkan dan diharapkan berkatnya." [3]

Animisme menurut Taylor, sebagai filsafat dan agama orang-orang primitip, dihasilkan dari pengamatan dan penyimpulan (akan mimpi, halusinasi dll) secara spontan. Taylor terkenal sebagai pelopor yang mempromosikan teori 'evolusi agama' dalam buku karyanya 'The Primitive Culture' yang ditulisnya pada tahun 1872.
Pandangan Taylor terbatas karena menganggap orang-orang primitip itu sebagai terlalu perenung dan rasional, padahal faktanya banyak sekali penyelidikan baru menunjukkan bahwa orang-orang biadab sekalipun, sudah memiliki minat selain pada mengail ikan dan berkebun juga upacara dan festival suku yang lebih luas daripada hanya pengalaman perenungan mimpi perorangan. Dalam studi sejarah agama dimulai dari Taylor kuat adanya pendapat yang menganggap bahwa telah terjadi perkembangan agama dimulai dari keyakinan adanya mana (manism) ke keyakinan akan roh-roh dibalik segala sesuatu (animism) menuju keyakinan akan patung (totemism), jimat (fetishism), penyembahan alam dan roh-roh, kemudian kepada dewa-dewi & setan-setan (polytheism), dan terakhir kepada ide akan keberadaan Allah yang tunggal (monotheism).
Sekalipun demikian banyak tokoh sejarah agama seperti Mircea Eliade mengatakan bahwa faham evolusi gejala agama dari yang sederhana sampai yang kompleks adalah hipotesa yang tidak dapat dibuktikan [/COLOR][4], demikian juga Andrew Lang dalam buku 'The Making of Religion' (1989) membuktikan bahwa teori evolusi agama tidak cocok dengan apa yang sebenarnya telah terjadi dalam sejarah agama. Pandangan menolak dikemukakan oleh Robert Brow:
"Teori evolusi agama sedang dirumuskan kembali dengan anggapan bahwa Monotheisme telah terjadi pada bayang-bayang masa pra-sejarah. Dipelopori oleh Pastor William Schmidt dari Wina, para anthropolog telah memperlihatkan bahwa ratusan agama suku bangsa yang terpencil sampai pada masa kini tidaklah primitif dalam arti agama asali yang belum berkembang. Bangsa-bangsa ini mempunyai ingatan tentang "Sang Hiang Tunggal", Sang Pencipta Allah Bapa yang lemah lembut, Allah ini tidak lagi dipuja, sebab tidak ditakuti ... Dengan demikian kita melihat bahwa evolusi agama yang mulai dari Animatisme primitif, tidak lagi dapat diterima sebagai axioma (kenyataan), dan bahwa beberapa antropolog percaya bahwa Monotheisme mungkin saja lebih primitif daripada Animisme." [5]

Penelitian lebih lanjut antropologi modern dapat dijumpai dalam karya Sir James Frazer. Ia mengemukakan adanya tiga masalah yang dihadapi oleh agama primitip, yaitu
(i) hal-hal gaib/sihir/magi (magic) dan hubungannya dengan agama dan pengetahuan;
(ii) totemisme (penghormatan patung) dan aspek sosiologis keyakinan kuno; dan
(iii) kultus kesuburan dan tanam-tanaman.
Dalam buku 'The Golden Bough,' Frazer menunjukkan dengan jelas bahwa animisme bukan satu-satunya keyakinan pada budaya primitip. Orang primitip berusaha untuk menguasai alam untuk tujuan praktis, ini dilakukannya secara langsung melalui upacara dan mantra, menguasai angin dan iklim, dan binatang dan panen agar mengkuti kemauannya. Baru setelah usahanya menguasai alam ini mengalami kesulitan barulah manusia mencari usaha meminta bantuan roh-roh yang lebih tinggi seperti setan, roh nenek-moyang atau dewa-dewi. Disinilah Frazier membedakan antara kepercayaan Ilmu Gaib (Magic, yaitu keyakinan bahwa manusia dapat menguasai alam) dan Agama (Religion, yaitu pengakuan akan keterbatasan manusia dan pencarian kuasa yang lebih tinggi darinya sejalan perkembangan pengetahuan). Banyak pujian dan kritik ditujukan pada tulisan Frazier yang dianggap sudah lebih maju dari tulisan Taylor, yang umumnya membedakan antara Ilmu Pengetahuan (Science) yang dihasilkan dari pengalaman dan Ilmu Gaib/Sihir/Magi (Magic) yang dihasilkan dari tradisi. Ilmu Pengetahuan dipimpin akalbudi dan diuji oleh pengamatan, terbuka akan kebaikan untuk seluruh komunitas, sedangkan Ilmu Magic berkisar kebatinan (mysticism) dan berbau okultisme yang diajarkan melalui awal yang rahasia yang diturunkan secara bakat atau diwariskan secara eksklusip. Jadi dari pengertian Frazer kedua realita itu tidak saling bergantung dalam arti kata tidak harus bahwa Ilmu Pengetahuan diahasilkan karena perkembangan Ilmu Gaib (Magic).
Bila Ilmu Pengetahuan dilandaskan konsepsi kekuatan-kekuatan alam, Ilmu Gaib dihasilkan oleh keyakinan akan adanya kekuatan atau tenaga (power) yang bersifat batin dan tidak berpribadi yang secara umum diyakini oleh orang-orang primitip.

Bagi Mircea Eliade "Baik bagi orang primitip atau masyarakat modern, yang suci (sacred) itu disamakan dengan suatu kekuatan atau tenaga (power)" [/COLOR][6]. Kekuatan atau tenaga (power/force) yang diyakini oleh kebanyakan orang-orang primitip sampai sekarang biasa disebut antara lain sebagai mana di Melanesia, arungquiltha di suku Aborijin Australia, wakan/orenda/manitu yang diyakini orang-orang Indian Amerika dapat ditemui secara universil di semua suku-suku primitip di dunia dimana Ilmu Gaib/Sihir dipraktekkan.
Dari banyak pengamat antropologi agama, ditemukan dalam semua agama primitip adanya keyakinan akan kekuatan (power/force) supranatural yang tidak berpribadi yang menggerakkan semua hal yang ada disekitar kehidupan orang-orang dan juga dalam realita yang suci. Mana inilah dan bukan animisme yang merupakan esensi ilmu gaib agama pra-animisme. Kepercayaan akan Mana yang juga sering disebut sebagai dinamisme (dynamism) yang berasal dari istilah Melanesia dan secara umum kemudian digunakan oleh para ahli antropologi.
Keberadaan Mana jelas diakui oleh semua ahli yang umumnya sepakat untuk mempercayai bahwa Mana adalah kekuatan yang tidak berpribadi (impersonal power) . Emile Durkheim dalam penelitiannya akan suku-suku Indian di Amerika mengemukakan bahwa umumnya suku-suku itu mempercayai adanya 'kekuatan unggul' (pre-eminent power) yang bisa dimanfaatkan, karenanya banyak yang kemudian menganggapnya sebagai 'semacam dewa yang berkuasa' sehingga banyak yang menyebutnya sebagai 'roh besar' (great spirit), tetapi dari penelitian suku-suku itu sendiri ternyata bahwa pernyataan terakhir mengenai roh besar itu tidak didukung kenyataan.

3. KOMPONEN DALAM AGAMA

Pada prinsipnya sesuai definisi Mircea Eliade, 'Agama' timbul karena adanya kesadaran manusia bahwa dibalik 'alam nyata yang tidak kekal' (Profane) ini ada 'alam maya yang kekal' (Sacred) dan bahwa 'manusia dengan sesuatu cara dapat berhubungan dengan realita itu. ' Berdasarkan hal itu dapatlah digambarkan bahwa dua lingkaran 'Sacred' dan 'Profane' itu bertemu pada bidang yang disebut agama. Secara garis besar, gambaran agama itu bisa digambarkan dalam gambar berikut:

PROFANE / MANUSIA & DUNIA

Pada gambar di atas, ‘Sacred’ (digambarkan sebagai lingkaran di atas) bersinggungan dengan ‘Profane’ (digambarkan sebagai lingkaran di bawah) dalam apa yang disebut sebagai ‘Agama.’ 'Sacred' (dengan pusat lingkaran menunjuk pada [1] yang suci) menyatakan diri dalam bentuk segitiga terbalik (dengan puncak ke bawah) yang disebut [2] 'penyataan/pengungkapan' (hierophany) dimana kedua sudut di atasnya menggambarkan [2.1] orang suci dan [2.2] tempat suci, sedangkan puncak di bawah menggambarkan [2.3] kitab suci yang dari dalamnya manusia dapat menggali pokok-pokok ajaran (dogma) dan pedoman tingkah laku (etika). Respons [3] manusia dan dunia (sebagai pusat lingkaran Profane) dapat digambarkan sebagai segitiga yang disebut [4] ungkapan beragama yang dinyatakan dengan puncak segitiga yang menghadap ke atas sebagai [4.1] jalan keselamatan (penebusan) untuk mencapai yang suci itu, dan kedua sudut di alasnya yang menggambarkan [4.2] komunitas umat beragama dan [4.3] upacara dan etik-moral yang dilakukan demi keakraban komunitas tersebut.

Catatan :
[1] Mircea Eliade, The Sacred & The Profane, h.11.
[2] Bronislaw Malinowski, Magic, Science & Religion, h.18.
[3] Stephen Skinner, Feng Shui, h.17.
[4] lihat Mircea Eliade, Patterns in Comparative Religions, h.xiv.
[5] Robert Brow, Asal Usul Agama, h.10-11.
[6] Mircea Eliade, The Sacred, h.12.

Post subject: Re: PERBANDINGAN AGAMA
Posted: Mon Nov 17, 2008 12:20 pm

II. MEMPELAJARI SEJARAH AGAMA HIDU ASPEK MISTIK DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

Agama India kuno sudah terdeteksi sejak sekitar tahun 3000-BC dan nama Hindu adalah nama India dalam bahasa Persia, dan merupakan agama tradisi budaya yang berkaitan dengan tanah India yang disebut sebagai The Mother India yang lebih merupakan agama yang berorientasi kepada alam dan pertanian dan dapat dikatakan sebagai 'percampuran sekte kultus, kebiasaan, ide-ide dan aspirasi' yang beragam dan bervariasi di sekitar 700.000 desa.

India sebagai sebuah sub-benua saat ini memiliki penduduk sekitar 500 juta dan terdiri dari bangsa Dravida di sebelah selatan yang umumnya hitam dan pendek, bangsa Benggala di bagian timur laut yang coklat, dan bangsa Aria yang keturunan Persia di sebelah utara yang umumnya bertubuh tinggi dan berkulit putih. Agama Hindu yang kuno tidak mempunyai pendiri atau nabi, tidak mempunyai struktur organisasi agama, dan lebih menekankan jalan hidup dan bukan pemikiran. Radhakrishnan mantan presiden India menyebut 'agama Hindu sebagai kebudayaan dan bukan pengakuan iman.'

1. KONSEP MENGENAI YANG SUCI

Dalam agama Hindu yang kuno ada yang percaya tentang apa yang disebut Tuhan ada yang tidak dan umumnya menjadikan kekuatan alam sebagai sesembahan (Manisme & Animisme) dan dengan adanya pengaruh bangsa Aria di Utara (ca.abad ke-XV-BC) yang menghasilkan bahasa Sansekerta berkembanglah dewa-dewi (politheisme) yang merupakan personifikasi kekuatan-kekuatan alam seperti Agni (dewi api), Indra (dewa langit/ perang) dan Varuna (dewa pengatur kosmis), dan memuncak dalam apa yang disebut sebagai Trimurti yaitu dewa Brahman, Shiva dan Wishnu dan para dewinya yaitu Saraswati, Lakhsmi dan Kali/Duga. Dewi Shakti adalah simbol kewanitaan. Di samping dewa-dewi ini dikenal para perantara (avatar) seperti Rama dan Krishna. Para penguasa/raja dianggap sebagai anak dewa. Krishna sering dipersonifikasikan sebagai binatang Sapi (kultus Mother Goddes).
Dengan berkembangnya agama menjadi PantheismelMistisisme (kebatinan) maka konsep dewa-dewi berkembang menjadi konsep Monisme mengenai keberadaan zat yang 'SATU' (The One) yang disebut Brahman yang mendasari semua keberadaan dan keberadaan zat yang satu itu dalam diri manusia sebagai Atman, dan bahwa adanya penyatuan zat manusia Atman dengan Brahman sebagai zat yang satu itu.

2. PERNYATAAN YANG SUCI

Ungkapan dari yang suci atau hierophany dinyatakan dalam keberadaan orang-orang suci, tempat-tempat suci, dan kitab-kitab suci.

A. Orang-orang Suci

Sekalipun semula tidak mempunyai agama terstruktur dengan para imamnya kemudian timbullahlah golongan Rishi (orang-orang suci) dan Sadhu (orang suci pengelana/asketik) yang dianggap menjadi perantara antara dewa-dewi dengan manusia. Mereka memberitakan jalan hidup kekekalan yang disebut sanata dharma. Kemudian timbullah para Imam yang memimpin upacara suci di kuil-kuil dan memuncak pada abad ke-VIII-BC. Pada abd ke-VI-V-BC timbullah pemberontakan akan agama imam dengan berkembangnya agama Upanishad (mistik) seperti Buddhisme dan J ainisme. Hinduisme mengalami kebangkitan kembali sekitar abad ke-III-BC sampai AD-III.

B. Tempat-tempat Suci

Tempat-tempat yang dianggap suci yang terutama adalah sungai Gangga yang airnya dianggap sebagai lambang kehidupan dimana setiap hari orang melakukan mandi suci, demikian juga kota suci Varanashi di tepi sungai Gangga yang dianggap akhir kehidupan dimana yang mati dibakar dan abunya ditaburkan di sungai Gangga dan Alahabad ditepi pertemuan sungai ini dengan sungai Yamuna dimana dalam 12 tahun sekali diadakan festival mandi suci.

C. Kitab-kitab Suci

Agama Hindu kuno tidak memiliki kitab suci tetapi kemudian bangsa Aria yang datang membawa Agama Aria menghasilkan kitab Veda (Vid = pengetahuan) yang kemudian ada yang dinyanyikan (Rig Veda). Veda kemudian diakhiri dengan Vedanta (akhir Veda) dalam bentuk kitab Upanishad dimana berkembang konsep
pantheisme/mistisime mengenai hakekat monisme Brahman - Atman. Pada kurun antara abad ke-III-BC sampai AD-III kebangkitan Hinduisme menghasilkan kitab-kitab Sutra yang merupakan perumusan pokok-pokok penting dari Veda dan Upanishad.

Dalam sejarah kekekalan Hindu dalam empat zaman, pada zaman I dunia berada dalam keadaan teratur, pada zaman II keadaan mulai terganggu, pada zaman ini dikenal cerita suci agama yang disebut Ramayana (tentang rama dan Shinta) dan memuncak pada akhir zaman III dimana terjadi perang habis-habisan yang dikisahkan dalam Mahabharata (perang semesta antara kebaikan [pandhawa] dan kejahatan [asthina]). Dialog Arjuna dan Krishna sebelum perang Kurusetra kemudian dinyanyikan dalam bentuk Bhagawat Gita. Zaman IV menggambarkan keadaan kacau yang disebabkan perang Kurusetra yang akhirnya dunia diperbaharui.

3. KONSEP MENGENAI MANUSIA & DUNIA

Manusia dianggap sebagai mahluk bagian alam yang menjadi permainan para dewa-dewi dan kemudian dalam perkembangan agama Hindu menjadi Pantheisme/Mistisime berkembang menjadi konsep Atman (pusat manusia) yang sehakekat dengan Brahman (pusat alam semesta). baik upacara agama atau jalan kebatinan ditujukan untuk menyatukan Atman dengan Brahman.

4. UNGKAPAN BERAGAMA MANUSIA

Dalam mengungkapkan rasa keagamaan mereka, agama Hindu (Hinduisme) mengenal juga cara-cara melalui jalan keselamatan, komunitas umat, dan upacara & etik moral beragama yang sangat melekat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.

A. Jalan Keselamatan

Hinduisme mempercayai bahwa kehidupan di dunia merupakan perjalan ziarah yang panjang melalui jalan samsara yang miliaran tahun lamanya melalui siklus roda kehidupan (mandala) dan kelahiran kembali yang disebut sebagai reinkarnasi atau transmigrasi jiwa. Melalui jalan bhakti (devosi), jnana (pengetahuan), dan karma (perbuatan) manusia berusaha melepaskan diri dari siklus karmanya menuju kelepasan yang disebut moksa. Jalan ini juga biasa diisi dengan pertarakan (asketisme) dan penggunaan mantra, dan kemudian setelah adanya Upanishad berkembanglah jalan Yoga (meditasi).
Jalan keselamatan secara umum digambarkan sebagai melalui empat zaman yang pada akhir zaman ke-III disi dengan cerita Mahabharata dan memasuki perang semesta Kuruserta pada zaman ke-empat menuju kehancuran dan kemudian dunia diperbaharui.

B. Komunitas Umat

Umat Hindu identik dengan penduduk India, karena itu kehidupan berkomunitas penduduk juga merupakan kehidupan komunitas umat Hindu. Dalam Veda manusia dibagi empat golongan yaitu Brahmana (imam), Ksatrya (penguasa), Waisha (pengusaha) dan Sudra (rakyat pekerja). Ada juga yang menambahkan dengan kelompok terhina dan tersingkirkan yang disebut Pariah.

C. Upacara  Etika Agama

Tiap hari mandi suci di sungai Gangga dan setiap 12 tahun diadakan festival Kumb Melam di Alahabad yang terletak dipertemuan sungai Gangga dan Jamuna. Mereka yang kaya memilih mati dibakar di Varunasi kota suci ditepi sungai Gangga dan abunya dilarutkan di air sungai Gangga untuk menjalani kehidupannya yang terus menerus sebelum ber-reinkarnasi. kepercayaan akan reinkarnasi menyebabkan orang-orang Hindu umumnya menjadi vegetarian. Etik moral yang dilakukan oleh orang Hindu sangat ketat, khususnya kehidupan pertarakan, tabu-tabu, dan kepercayaan mengenai reinkarnasi yang menyebabkan orang-orang sangat menghormati binatang yang dianggap titisan nenek moyang yang telah meninggal. Sapi adalah binatang suci.

5. MISTIK DI DALAM HINDU: UPANISHAD

Berbeda dengan agama Hindu yang menekankan jalan keselamatan melalui upacara agama ritual dibimbing para Imam, dari Hinduisme yang bersumber tradisi Arya berkembang dua aliran yang menekankan jalan keselamatan melalui usaha pribadi, yaitu J ainisme dan Buddhisme, keduanya bersifat mistik sekalipun tidak identik sama. Keduanya menekankan cara pelepasan diri dari siklus samsara dengan usaha penyadaran diri agar jiwa terlepas dari jasad materinya.
Sekalipun Jainisme dan Buddhisme cukup berpengaruh dalam perkembangan Hinduisme, guru¬guru Hindu yang terkemudian menganggap keduanya sebagai tidak ortodoks. Sebaliknya, ada bentuk lain pengajaran rahasia yang berkembang dikalangan guru-guru tradisi Veda dan ikut memberi bentuk baru pada Hinduisme. Ini kemudian dikenal sebagai Upanishads (upa = dekat, ni = bawah, shad = duduk), karena mereka yang mempelajarinya duduk dibawah dekat guru mereka. Ditemukan sekitar 200 tulisan upanishads.
Guru-guru itu tidak berurusan dengan para dewa atau korban ritual, mereka lebih tertarik untuk menemukan dasar alam semesta (ground of the universe), yaitu Realitas (Brahman) yang ada sebelum semuanya ada. Pada saat yang sama mereka tertarik menggali hakekat kesadaran manusia. Mereka sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang azasi dari 'aku perorangan' (atman) tidak lain adalah realitas yang mendasari kosmos. 
Beberapa kutipan yang menggambarkan konsep mistik Upanishad itu secara jelas adalah:
"At the heart ofthis phenomenal world, within all its changing forms, dwells the unchanging Lord. So, go beyond the changing, and, enjoying the inner." (Ayat pertama Isha Upanishad)
The Self is all knowing, it is all-understanding, and to it belongs all glory. It is pure conciousness, dwelling in the heart of all, in the citadel of Brahma. There is no space it does not fill." (Dari Mindaha Upanishad).
"Thou art the Eternal among etemals, the
conciousness within all minds, the Unity in diversity, the end of all desiring. Understanding and experience of Thee dissolve all limitations." (Dari Shivatashvatara Upanishad). [1]

Sama halnya dengan Jainisme dan Buddhisme, Upanishad berkepentingan untuk mengatasi perasaan yang asali keberadaan manusia akan kekuatiran dan frustrasi. Mereka juga menyadari gejolak dan hidup yang bersifat sementara, tetapi mereka mencari esensi yang kekal bukan saja dari luar tetapi dari dalam diri mereka. Jalan keselamatan mereka adalah pengetahuan dan penglihatan rohani.
Seperti halnya buku panduan para imam, setiap Upanishad terlampir pada satu dari keempat koleksi nyanyian Veda. Mereka adalah rekaan spekulatif yang digambarkan sebagai perumpamaan untuk mengkomunikasikan pandangan mereka tentang realitas. Setiap buku tentang Hindu mengutip cerita Svetaketu dalam Chandoya Upanishad.

"Svetaketu diminta untuk membelah buah pohon banyan dan disuruh terus membelah sampai tidak terlihat apa-apa. Ayahnya mengingatkannya bahwa yang tiada berasal dari yang tiada bahkan dari yang sangat kecil masih hadir kekuatan yang meresapi seluruh alam semesta dan menjadi dasar semua keberadaan. Percayalah! Ia diingatkan. 'Itu adalah nafas-jiwa (Brahman) yang berada dalam akar semua keberadaan, dan itulah juga apa adarnu, Svetaketu!' 'Itu adalah apa adaMu' mengungkapkan kesatuan aku (jiwa) manusia dengan realitas mutlak. Ia diberitahu pula tentang tidak mungkinnya memisahkan garam dari air asin karena rasa asin itu meresapi keseluruhannya. Dengan cara yang sama, ia dijamin bahwa realitas dalam didalam aku (jiwa) manusia adalah Realitas itu sendiri (Brahman).
Radhakrisnan menekankan sisi subyektip dan obyektip dari Upanishads. Svetasvatara (salah satu dari pembicara), mengatakan, 'gergajilah kebenaran dalam kuasa kontemplasi dan anugerah Allah.' Karena itu, lanjutnya, kebenaran-kebenaran itu harus diperiksa bukan saja dengan pemikiran logis tetapi juga dengan pengalaman pribadi.'
Sekalipun Upanishads berbicara mengenai yang tidak terbatas, ada banyak ungkapan personal yang kemudian dibawa kepada ibadah (bhakti). Diberitahukan bahwa 'Brahman diam didalam dan diluar segala sesuatu yang tidak dilahirkan, murni, lebih besar dari yang terbesar, tanpa nafas, tanpa pikiran' dan namun Brahman 'selalu hadir dihati semuanya sebagai penyelamat semuanya dan tujuan yang mutlak. 'Dalam Brahman berada semua yang bergerak dan bernafas.' Brahman dilihat sebagai 'yang satu yang dipuja.' Untuk 'mengetahui' Brahman adalah untuk menemukan keberadaan seseorang dalam Brahman.

A. YOGA

Cara praktis penyatuan aku (jiwa) atman ke Realitas Brahman ini dilakukan melalui Yoga. Pelaku Yoga biasa disebut yogi. Yoga merupakan salah satu jalan keselamatan dalam Hinduisme, yaitu cara untuk mencapai Moksa atau Kelepasan. Yoga berarti usaha mendisiplin diri untuk 'merealisasikan kehadiran Tuhan dalam diri,' tetapi Yoga dapat juga berarti suatu 'usaha mengatur kekuatan alam dan roh,' dan juga sebagai usaha 'penyatuan diri dengan zat ilahi.'
"Kata 'Yoga' berasal dari bahasa Sansekerta Yuj, yang berarti 'untuk mengaitkan, menggabungkan, mempersatukan,' dan ghan, yang mengacu kepada 'penggabungan atau penyatuan total'. Secara harfiah, definisi yoga adalah untuk 'bergabung dan bersatu secara percuma.' Nah, apa saja yang diusahakan yogi untuk digabungkan dan dipersatukan atau persatuan? Jawabannya terletak pada konsep tiga unsur manusia yang diyakini dalam agama India kuno. Bagi mereka, manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu pikiran, tubuh, dan jiwa. Tujuan akhir seorang siswa yang melakukan praktek yoga adalah untuk mempersatukan ketiga unsur tersebut dan mencapai persatuan dengan 'Sang Tuhan' atau 'Pikiran Alam Semesta'." [2]

Sekalipun membangun keluarga dan menikmati kesejahteraan duniawi dibolehkan dalam agama Hindu, dalam diri banyak orang India:
"Satu-satunya keinginan yang berapi-api adalah melepaskan diri dari dunia dan hanya berfikir untuk menyatu dengan Brahman ... Para yogi menyangkali selera mereka dan beberapa dikatakan dapat menghentikan detak jantungnya selama satu menit dan menahan nafas sampai berjam-jam ... Pada tingkat yang paling tinggi, bila seorang yogi telah melepaskan diri dari semua indera rasanya, ia berada di atas keluarga, kasta, negara, ibadat agama, baik dan jahat, waktu dan ruang, dan di atas diri sendiri karena ia menjadi satu dengan Tuhan." [3]

AG. Honig
juga mengemukakan hal yang sama tentang seorang Yogi dimana dikatakannya bahwa:
"Orang-orang yang menjalankan Yoga (yogi) mula-mula sekali harus belajar mengendalikan diri dengan sempurna, juga di dalam hidupnya sehari-hari yogi harus belajar menunaikan segala kebajikan, misalnya: memantang kesenangan duniawi, berlaku jujur, tidak ceroboh, kemiskinan, kesucian, belajar, dsb. Selanjutnya yogi harus menjauhkan diri dari manusia, banyak berpuasa, dan membuat badannya menjadi baik untuk pemusatan pikiran. Untuk itu ada diperintahkan bermacam-macam sikap duduk (asanas). Sesudah itu ia harus berusaha menguasai dan mengatur jalannya napas. Dalam hal itu ia harus meletakkan tangannya dalam sikap tertentu (mudra). Setelah itu ia harus menunjukkan pikirannya kepada satu hal. Inilah yang disebut meditasi atau perenungan (dhyana), di mana yogi masih selalu berfikir juga. tetapi keadaan yang tertinggi ialah, di mana berfikirpun berhenti dan jiwanya tenggelam di dalam obyek perenungan. Inilah yang disebut samadhi. Karena akhimya yogi itu berhasil melepaskan rohnya dari materi (zat), maka ia tidak lagi terikat kepada hukum-hukum materi, sehingga ia dapat menjalankan usaha-usaha yang luar biasa. Bagi beberapa orang memiliki kekuatan-kekuatan luar biasa itu menjadi pokok tujuan mereka, tetapi sebenarnya di dalam Yoga itu yang menjadi tujuan ialah kelepasan: moksa." [4]

Ada berbagai jalan yang ditempuh dalam Yoga, yaitu (i) Bhakti Yoga dilakukan melalui cinta dan pengabdian; (ii) Karma Yoga dilakukan dengan pengorbanan diri dan perbuatan baik; (iii) J nana Yoga melalui ilmu pengetahuan untuk mengerti kebenaran hidup; (iv) Raja Yoga melalui meditasi mistik (kebatinan) untuk menemukan diri (self) manusia terdalam; dan (v) Hatha Yoga melalui gerak dan hidup (pernafasan). Posisi dan gerak tubuh tertentu dianggap sebagai jalan menuju kesempurnaan pula.

Semua jalan itu ditujukan untuk menuju keadaan bersatunya roh diri manusia (Atman) dengan roh ilahi/roh semesta (Brahman) itu, atau persatuan mikro kosmos dengan sumbernya makro kosmos, yaitu persatuan jiwa manusia dengan jiwa alam sebagai kelepasan. Beberapa cara yang dilakukan dalam Yoga adalah sebagai berikut: (i) Yama, yaitu penyangkalan diri; (ii) Niyama, yaitu tingkah laku moral; (iii) Asanas, yaitu sikap atau postur tubuh; (iv) Pranayama, yaitu pengaturan pernafasan; (v) Pratyahara, yaitu penguasaan indera; (vi) Dharana, yaitu pengaturan fikiran untuk dikonsentrasikan kepada obyek; (vii) Dhyana, yaitu meditasi dalam, dan (viii) Samadhi, yaitu pencapaian kesadaran jati diri tertinggi.
Bila ke-delapan jalan itu telah berhasil dicapai, maka tercapailah pencerahan/ kelepasan/ keselamatan. Dalam praktek Yoga juga dilakukan pengucapan mantra (kata-kata suci/berkhasiat) Om- Ram, dan sasaran dari latihan Yoga adalah untuk membangkitkan Kundalini yaitu kekuatan ilahi yang sedang tidur dalam diri manusia yang berbentuk seperti ular, karena itu disebut juga sebagai Kekuatan Ular.

Dalam Yoga dipercaya bahwa tubuh manusia dibungkus oleh sinar yang disebut sebagai Aura, dan tubuh manusia dianggap mempunyai 7 Chakra.
"tubuh manusia terdiri atas dua bagian yang terpisah: bagian fisik yang dapat disentuh dan dilihat serta bagian spiritual atau bagian eterik yang tidak tampak. Untuk menjaga kesehatan tubuh yang baik, para murid okultisme bertujuan memapankan aliran energi yang baik antara kedua bagian tersebut. Dalam usaha mencapai tujuan ini, orang diharuskan mengendalikan gerbang-gerbang di antara kedua tubuh ini. Gerbang -gerbang ini disebut chakra. Chakra atau 'roda' ini merupakan sisi -sisi energi yang berputar dan berlokasi di tujuh tempat berbeda di seluruh tubuh manusia." [5]

Melalui latihan postur dan gerak, kekuatan Kundalini dapat dibangunkan dan naik ke otak untuk mencapai Samadhi dan Kebebasan, dan kemudian Yogi itu akan mendapatkan kekuatan batin dan hidup langgeng selama disukainya.
"Kundalini adalah Kekuatan Ilahi yang sedang tidur, tergulung dalam suatu makhluk, 2 jari di atas lubang pantat dan 2 jari di bawah kemaluan, itulah tempat Muladhara Chakra. Di sini letaknya Devi Kundalini yang luhur. Ia menggulung dirinya tiga setengah kali seperti seekor ular. Karena itu dikatakan "Kekuatan Ular" (Serpent Power). Ia merupakan kekuatan dalam mulut Sushumna Nadi dengan muka ke bawah. Ia merupakan kekuatan alam yang mencipta dan senantiasa ada hubungannya dengan penciptaan ... Bila Kundalini Shakti (kekuatan Kundalini) naik ke atas dan bersatu dengan Siva di Sahasrara Chakra (letaknya di otak) mengakibatkan keadaan Samadhi dan Kebebasan. Kemudian Yogi itu mendapatkan 8 macam Siddhis (kekuatan batin) besar dan 32 macam Siddhis kecil. Ia boleh hidup selama ia suka." [6]

"Bila Sang Kobra mencapai chakra makota, ia akan berhenti dan melingkar di sana. Pada titik ini Anda akan mengalami keadaan mental yang disebut kesadaran kosmos, samadhi, satori atau banyak nama lain yang diberikan orang untuk 'kebahagian sempurna". [7]

Dari kedua kutipan di atas kita dapat melihat bahwa usaha 'membangkitkan Kundali' dalam Yoga bukan sekedar untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan sempurna tetapi juga untuk mencapai keilahian yang penuh dan dapat menentukan kehidupannya sendiri. Yoga adalah jalan keselamatan bersatunya aku (jiwa) manusia (Atman) kepada sumbernya Realistas Brahman.
Postur/sikap tubuh dalam meditasi Yoga yang terkenal berbentuk Lotus (seperti piramid) dan Cobra dan ada gerakan Yoga yang merupakan penyembahan Matahari, seperti yang dengan jelas terlihat dalam gerak Surya Namaskar.

Moderniasi ajaran Hindu, khususnya latihan Yoga juga terjadi pada abad ke-XX, dan salah satunya yang terkenal menamakan dirinya sebagai Transcendental Meditation (TM), yang merupakan moder-nisasi meditasi Hindu yang coba diilmiahkan agar memenuhi gengsi rasionalisme dunia Barat. Maharishi Mahesh Yogi dari India mem-perkenalkan latihan ini di Amerika Serikat pada tahun 1959, dan membentuk organisasi bernama International Meditation Society, dan bahkan begitu meluas sehingga sempat diresmikan prakteknya di sekolah-sekolah karena manfaatnya dalam membantu membebaskan pecandu obat bius, tetapi karena kemudian dapat dibuktikan bahwa TM berbau agama Hindu, maka kegiatannya di sekolah-sekolah umum dibatasi. Maharishi mulai terkenal di tahun 1950-an ketika menjadi guru kebatinan pemusik pop The Beatles.
Daya tarik TM adalah karena tidak menyebut dirinya sebagai aliran agama, dan menawarkan relaksasi badan dan menenangkan pikiran, peningkatan kemampuan mental, dan pengembangan kepribadian, tetapi dalam prakteknya terlihat bahwa TM tidak lain adalah suatu bentuk latihan meditasi Hinduisme termasuk pembacaan ayat-ayat dari Kitab Veda dan Bhagawad Gita, buku-buku suci Hindu, maupun pengucapan mantra-mantra dalam latihan.

6. AGAMA HINDU DI INDONESIA

Hinduisme mulai diperkenalkan ke Indonesia sedini abad-4, dan beberapa dewa-dewi Hindu diadopsi ke dalam kepercayaan rakyat. Yang menarik untuk diamati adalah bahwa beberapa dewa-dewi yang di India, pusat agama Hindu yang kurang mendapat tempat terhormat, di Indonesia bisa menjadi penting setelah mengalami sinkretisasi dengan dewa-dewi tradisi. Syiwa di Indonesia disembah dalam berbagai bentuk, terutama bentuk Mahadewa dengan empat tangan. Di sini kita dapat melihat adanya perubahan peran dan sifat-sifat dewa-dewi Hindu yang berbeda dengan peran dan sifat-sifat mereka di tanah airnya sendiri India.

A. BRAHMANISME

Hindusime dikenal di Indonesia melalui kontak-kontak dagang dengan India dan jejak-jejaknya dikenal di Kalimantan Timur (Kutai, abad - 4), Bali dan Jawa Barat (Purnawarman, abad - 5). Para raja di daerah-daerah itu mulai memasukkan unsur-unsur Hindu misalnya dalam istana, bahkan lingkunga istana mulai memasukkan para brahman untuk memimpin upacara-upacara agama. Lama kelamaan, dengan dukungan kerajaan, agama Hindu itu mulai mempengaruhi kerajaan-kerajaan pedalaman di Jawa Tengah sekitar abad-abad - 8-9 (Candi Dieng [750] & Prambanan [856]), dan di Jawa Timur pada abad - 10 dan memuncak pada kerajaan Majapahit di abad - 14 yang kemudian memasukkan Hinduisme ke Bali.

Para Brahman dan rahib India berdatangan.
Pengaruh Buddhisme juga masuk ke Sumatera Selatan dimana pada abad -7 kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Buddhis yang terkenal. Baik agama Hindu maupun Buddhis sesuai semangat sinkretisme di Indonesia bercampur dan sejak itu terjadi pergerakan para imam, rahib dan pengelana, dari Jawa dan Sumatera dan pusat-pusat kerajaan Hindu dan Buddha lainnya.
Para Brahman berperan memimpin upacara kerajaan yang sudah terpengaruh agama Hindu. Para Brahman itu juga rnendapat tugas untuk menjaga hubungan para raja dengan nenek moyang mereka agar memperoleh kekuatan, dan mengkaitkan tahta mereka dengan dewa-dewi Hindu dan Buddha. Beberapa imam Hindu dan Buddha rnemiliki kedudukan tinggi di istana dan sering mewakili para raja dalarn memutuskan kasus-kasus pengadilan. Mereka menggunakan kitab hukum India tetapi menyesuaikan dengan adat-istiadat dan situasi lokal.
Penyesuaian model dan selera India ke dalam kebutuhan lokal menjadi tanda yang jelas pada budaya klasik di kerajaan-kerajaan Jawa. Atribut dan nama-nama dewa-dewi Hindu diberikan kepada roh-roh setempat. Roh padi dicampurkan dengan isteri Wisnu menjadi Dewi Sri, dewi kemakmuran. Roh-roh penunggu gunung yang dipercayai penduduk Jawa bercampur dengan konsep Hindu mengenai pusat dunia dan menjadikan Gunung Meru sebagai tempat kediaman para dewa-dewi.

Buku-buku undang-undang, filsafat, dan upacara India dipelajari dan diberikan penafsiran dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Cerita-cerita kepahlawanan (epik) India yang besar juga diberi jubah Jawa, seperti Mahabarata sudah diterjemahkan dari bahasa Sansekerta pada abad - 10. Mitologi yang kaya itu mempengaruhi lagu-lagu istana (kakawin) dan wayang jawa (wayang purwa).

Agama Rakyat

Di luar para Brahman di istana, tinggal para pertapa hutan dimana para asketik dan mistik melakukan sihir, astrologi, pengusiran roh jahat, dan mencari kesaktian supra-natural. Disamping itu, bagi rakyat jelata juga terbuka kesempatan melakukan upacara kepada dewa-dewi, memberikan sesajen pada para brahman, terutama pada bulan purnama, mengucapkan sumpah dan melakukan upacara -upacara tertentu untuk mencapai keselamatan.

Upacara yang terkenal adalah upacara malam dewa Syiwa. Upacara ini mulai dipopulerkan di India pada abad - 15, dan kemudian menyebar ke Jawa dan Bali. Mereka yang bergadang semalam suntuk pada malam tanpa bulan dan mengurapi lingga-Syiwa dengan air suci dan dedaunan, akan memperoleh kehidupan sesudah mati yang cerah bersama dewa syiwa. Begitu kuatnya upacara itu sehingga dipercayai dapat menghapuskan dosa yang paling besar pun. Dosa bukan saja karena perbuatan jahat, tapi juga pekerjaan kotor, status sosial yang rendah, dan sifat pribadi yang jelek ikut berperan. Pemburu yang miskin, karena perannya dalam menghilangkan nyawa binatang akan mengalami nasib yang jelek. Sekali pun pemburu itu melakukan perbuatan baik, namun statusnya sebagai pemburu merugikan dia, tetapi bila ia melakukan upacara yang paling suci, itu dapat menyucikan dia dari dosa.

Masyarakat dianggap terdiri dari kelas-kelas, Brahman, Ksatria, Waisya, dan Sudra, dan ditambah kelas chandalas yaitu mereka yang memiliki pekerjaan kotor. Di Jawa dan Bali upacara sosial ini diikuti tetapi perbedaan atas kasta tidak. Waktu dianggap sebagai kekal dan bergerak dalam siklu-siklus yang tidak berkesudahan melalui empat zaman dan sekarang memasuki zaman ke-4 yaitu zaman Kali. Kebenaran harus dilakukan untuk mencapai zaman keemasan.

B. HINDU TENGGER

Menurut legenda Jawa, ketika kerajaan Hindu-Buddha Majapahit ditaklukan kerajaan Islam (1520), keluarga kerajaan Majapahit dan para imam melarikan diri ke Bali dan mewariskan agama Hindu di sana. Rakyat jelata kebanyakan lari ke pegunungan Tengger di Jawa Timur dan bercampur baur dengan penduduk asli Tengger yang menganut agama Jawa, di sini mereka tetap mewarisi tradisi keimaman agama Syiwa zaman Majapahit. Kawah gunung Bromo adalah tempat untuk melakukan upacara kurban bagi agama Tengger.

Berbeda dengan perkembangan di Bali, di Tengger agama rakyat sangat ketat dipengaruhi perkembangan agama Jawa dan Islam di sekelilingnya. Reformasi Hindu pada tahun 1970-an menghidupkan kembali agama Tengger yang mengandung pertentangan agama imam Syiwa dan agama rakyat Jawa. Festival terbesar adalah Karo (keduanya) yang lebih menggambarkan upacara dualisme semesta antara bumi dan langit, tanah dan air, laki dan perempuan, dan Muhammad dan Asyika. Asyika dianggap pendiri agama Tengger dan festival ini dibawah pengaruh Islam menjadi upacara karo, yaitu koeksistensi damai, yang melihatkan agama Islam dan agama Hindu Tengger.
Sejalan dengan kebangunan gerakan Islam pada tahun 1950-an dan 1960-an, di tengger juga dialami kebangunan pembaharuan agama Hindu. Ini terjadi karena pengaruh gerakan kaum muda Hindu Bali (parisadha Bali), kemudian banyak imam agama Tengger belajar ke Bali. Ini menyebabkan terjadi pembaruan agama Hindu Tengger bekerjasama dengan agama Hindu Bali pada tahun 1960-an dan 1970-an.

C. HINDU BALI

Bila Agama Hindu Tengger lebih bercirikan agama rakyat yang menyatu dengan agama Jawa, agama Hindu-Bali dibawa oleh para Brahman dan keluarga Raja sehingga lebih kaya dalam upacara-upacara istananya. Namun, agama Hindu Bali juga memiliki banyak variasi di Bali sejalan dengan sinkretisasi dengan kepercayaan tradisi lokal yang berbeda-beda. Agama di sini semula disebut sebagai agama Hindu Bali, namun berbeda dengan agama Hindu yang berasal dari tradisi Veda India, sekte utama di sini menyembah Syiwa dan juga Buddha. Agama ini juga disebut agama Tirta (air) karena umumnya ada upacara-upacara menggunakan air suci. Sekarang nama resmi agama ini adalah agama Hindu Dharma.

Agama Hindu Dharma adalah agama upacara, umat pada umumnya tidak berbicara mengenai teologi namun setia menjalankan upacara agama sesuai petunjuk para imam. Kepercayaan akan kehidupan reinkarnasi itu disertai upacara ngaben (pembakaran mayat keluarga kaya). Mereka yang terpelajar mencari pengertian mengenai dewa-dewi lokal dan ikatannya dengan sesama dewa. Sebagai contoh dewa Batara di danau batur adalah saudara dewa Batara di gunung Agung, padahal keduanya berasal dari dewa-dewi Jawa kuno. Untuk menjaga Bali, Dewa Jawa (Sang Hyang Pasupati) mengirimkan 7 anak-anaknya ke Bali yang kemudian menjadi dewa-dewi lokal.

Agama Upacara

Penyebaran agama disamping melalui para imam (ajaran Veda) juga dengan kuat ditanamkan melalui upacara dan tari-tarian, khususnya yang bertemakan Mahabarata dan Ramayana, juga babad (sejarah tradisi) dan tutu/satua (sejarah yang diucapkan turun-temurun). Dewa utama di Bali adalah Trimurti Veda, yaitu Brahma (pencipta), Wisnu (pemelihara) dan Syiwa (perusak). Tiap keluarga Bali memiliki kuil (sangga) beruang tiga untuk menyembah Trimurti dan roh-roh nenek-moyang. Di tingkat desa, desa adat memiliki tiga kuil (pura - tiga kayangan), yaitu pura Desa, Puseh, dan Dalem yang dipersembahkan kepada Brahma, Wisnu dan Syiwa bersama-sama. Disamping itu ada pura yang bersifat regional yang disebut 'tempat suci dunia' (kahyangan jagad), seperti pura Besakih, Batur, Lempuyang Luhur, Gua Lawah, Uluwatu, Batukara, Pusering Jagad, Pulaki, Tanah Lot, dan Sakenan. Dari seluruh pura ini, pura Besakih di lereng gunung Agung adalah yang terbesar.

Kuil-kuil diisi Meru (pagoda) yang biasanya beratap ganjil jumlahnya dan maksimum sebanyak 11 buah dan biasanya digunakan untuk menghormati dewa-dewi atau nenek-moyang tertentu.
Agama Hindu Bali adalah agama upacara dimana agama dituturkan dari generasi-ke-generasi yang diperkuat dengan persembahan kepada dewa-dewi setiap hari, dan khususnya pada hari-hari tertentu ada persembahan untuk mengingat hari raya tertentu, dan juga untuk pergi ke kuil secara berkala. Setiap perayaan penting selalu didahului upacara agama untuk mengusir roh-roh jahat. Demikian juga, bencana alam (termasuk pengeboman di legian-Kuta) harus disucikan dengan upacara doa.
Hindu Bali menyembah dewa tertinggi yang disebut Sang Hyang Widi sebagai manifestasi dewa matahari Syiwa Raditya.

Catatan :
[1] Eerdsmans' Hanbook to The World's Religions, hlm. 179.
[2] Leo F. L:udzia, Tenaga Hidup, hlm.36.
[3] Henry R. Luce, The World's Great Religions, hlm.26.
[4] A. G. Honig Jr., Ilmu Agama I, hlm.102.
[5] Ludzia, Op.Cit., Hlm 48.
[6] Swami Sivananda, Yoga Asanas, h.142-143.
[7]Ludzia, Op. Cit., h.50-51



III. MEMPELAJARI SEJARAH AGAMA BUDDHA ASPEK MISTIK DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA


Agama Buddha dapat dikatakan sebagai pembaruan agama Hindu dan Buddha artinya 'mereka yang telah bangun.' Buddhisme dirintis Siddharta Gautama, (lahir 563SM) anak raja Kapilavastu dekat perbatasan Nepal. Peristiwa sekitar kelahirannya banyak diisi dengan dongeng. Setelah mendirikan agama ia disebut sebagai Buddha yaitu 'seseorang yang telah mengalami pencerahan' atau 'telah bangun.' Ia mempunyai isteri bernama Gopa dan anak bernama Rahula. Karena kehidupan mewah yang dialaminya tidak mendatangkan kepuasan, dan melihat penderitaan disekitarnya, ia kemudian meninggalkan istana rumahnya, dan keluarganya (isteri dan seorang anak) dan menjadi pengelana. Selama enam tahun ia berkelana mencari arti hidup dan berguru kepada pada orang-orang suci. 

Sebelumnya dalam  tiga perjalanannya ia menjumpai penderitaan dunia dalam tiga bentuk, yaitu (1) orang tua yang menderita; (2) orang cacat yang kesakitan; dan (3) pengantar jenazah menangis. Dalam perjalanan ke-empat  ia bertemu dengan rahib Hindu yang bergembira sekalipun mengemis mencari makan, ini menyebabkan ia berpendapat bahwa kehidupan itu sia-sia. Dibawah dua guru Brahmana ia kemudian mencari melalui jalan Yoga untuk menyatukan Atman dengan Brahman tetapi dianggap tidak membawa kepada pengetahuan.

Sebagai orang yang dilahirkan dalam lingkungan agama Hindu, sekalipun ia berontak terhadap praktek Hinduisme orthodox, ajarannya menerima beberapa pengajaran Hindu seperti soal setiap mahluk hidup mengalami siklus kelahiran dan kematian yang tidak terhingga (reinkarnasi), ajaran tentang Karma (huku pembalasan), hukum alam sebab dan akibat dimana yang baik hidupnya akan mendapat pahala dan yang tidak baik akan terhukum, bahwa dunia adalah tempat hidup yang penuh dengan penderitaan dan kepedihan dimana orang bijak harus melepaskan diri, dan jalan hikmat terletak pada penguasaan keinginan dan nafsu.
Sekalipun menerima pengajaran Hindu pada umumnya, ia menolak cara-cara yang digunakan dalam agama Hindu untuk mencapai tujuan itu yang penuh dengan usaha menyakiti diri (asketik / bertarak) yang dianggapnya sebagai tidak berguna dan sia-sia. Ia mempelopori 'Jalan Tengah' (middle way) yaitu diantara usaha menjalani kehidupan dengan cara 'menyakiti diri' dan 'pemuasan nafsu diri', suatu usaha menghindari sikap ekstrim dengan cara yang tenang. Buddha juga menolak pembagian kasta India dan memandang semua manusia setara dalam memiliki potensi spiritual.
Ia kemudian pergi ke utara India dan dengan lima pengikut melakukan pertarakan (ascese).
Karena jalan ini juga tidak mendatangkan solusi ia melakukan meditasi dibawah pohon Boddhi dan mencapai pencerahan dan Empat Kebenaran Mulia, dan sejak itu ia dinamakan 'Buddha' atau 'yang telah dibangunkan dan mengalami pencerahan' (the enlightened one). Kemudian bersama ke lima pengikutnya ia berkotbah pertama kali di Benares (Vanarasi). Ia kemudian berkelana ke India bagian Utara sebagai rahib pengemis sambil mengajarkan ajarannya selama sekitar 45 tahun.Di masa tua, ia mengalami sakit keras dan mengajarkan kepada para pengikutnya mengenai 'ketidak tetapan' atau 'perubahan' yang selalu dialami di dunia ini, dan meninggal di Kushinagara pada umur 80 tahun yang dipercayai sebagai telah kembali ke Nirvana yang dipercayai sebagai puncak dari segala sesuatu.

1. KONSEP MENGENAI YANG SUCI

Dalam agama Buddha, konsep tentang yang suci atau ketuhanan tidak ada, yang ada adalah kondisi Nirwana yaitu perhentian terakhir menuju ketiadaan. Agama Buddha memang dipersoalkan hakekatnya sebagai agama, sebab Buddhisme ini praktis didasarkan atas hal-hal yang rasional dan sekalipun juga bersifat transendental, sangat sedikit sekali berurusan dengan yang supranatural, dan konsep ketuhanan juga kabur sehingga dapatlah disebut bahwa Buddhisme adalah agama yang sebenarnya A- Theist (Tidak ber Tuhan dalam pengertian Tuhan Atheisme), namun untuk menghindari kerancuan dan pengidentikkan dengan A-Theisme Komunisme yang berkonotasi negatip 'anti-Tuhan' maka agama Buddha sering disebut sebagai berkeyakinan 'Non-Theist.' Di Indonesia, agama Buddha secara resmi juga menerima konsep kepercayaan akan 'Tuhan Yang Mahaesa' namun pengertiannya adalah 'Tuhan yang SATU itu' (Tuhan mistik tidak berpribadi), dan dalam kasus agama Buddha, Tuhan yang SATU ini dimengerti sebagai situasi ketiadaan.

2. PERNYATAAN YANG SUCI

Ungkapan dari yang suci atau hierophany biasanya dinyatakan dalam keberadaan orang-orang suci, tempat-tempat suci, dan kitab-kitab suci. Dalam Buddhisme kita melihat beberapa hal sebagai berikut:

A Orang-orang Suci

Tidak ada orang suci dalam agama Buddha, ia bukan Tuhan dan juga bukan perantara Tuhan, ia tidak dapat menjadi penebus. Yang lebih dipentingkan bukan orang suci tetapi jalan suci atau Dharma yaitu ide pengajaran yang sifatnya kekal dan tidak pernah berhenti. Semua orang harus menjadi Buddha dan dalam Theravada dianggap ada beberapa Buddha (mula-mula 6 dan kemudian 28) dimana Sidharta Gautama adalah yang utama dan sedang dinantikan Buddha yang akan datang dalam diri Maitreya. Bagi aliran Mahasanghikas diakui bahwa ada banyak sekali Buddha seperti banyaknya pasir di pantai.

B Tempat-tempat Suci

Tidak ada tempat suci khusus bagi agama Buddha kecuali pohon Boddhi yang dianggap keramat, lainnya adalah kuil-kuil dan candi-candi. Di Indonesia kita jumpai banyak candi yang dianggap tempat suci untuk tempat bermeditasi seperti yang terkenal yaitu candi Borobudur.

C. Kitab-kitab Suci

Ajaran Buddha diajarkan dari mulut ke mulut dan di hafalkan, baru dikemudian hari ucapan-ucapan Buddha ditulis oleh para pengikutnya.
Buddha kemudian mengajarkan 4 Kebenaran Mulia, yaitu (1) Penderitaan adalah umum; (2) Penderitaan disebabkan keinginan cinta diri; (3) cara mengatasi penderitaan adalah mengurangi keinginan; (4) Cara untuk mencapai pengurangan keinginan adalah dengan mengikuti jalan tengah, tehnik mana diuraikan dalam 8 Jalan Mulia, yaitu (1) Pengetahuan yang benar; (2) Keputusan yang benar; (3) Perkataan yang benar; (4) Perbuatan yang benar; (5) Kehidupan yang benar; (6) Usaha yang benar; (7) Kesadaran yang benar; dan (8) Pengheningan cipta yang benar. [1]

3. KONSEP MENGENAI MANUSIA

Manusia dalam konsep Buddha adalah Micro Cosmos tetapi berbeda dengan Atman Hindu yang menyatu dalam Brahman semesta, manusia dalam Buddha adalah Atman yang berusaha melepaskan dirinya dari penjara tubuh menuju kepada An-Atman (ketiadaan Atman), dan ini dicapai melalui usaha meditasi menuju pencerahan.


4. UNGKAPAN BERAGAMA MANUSIA
Dalam ungkapan beragama Buddha kita melihat hal-hal berikut:

A. Jalan Keselamatan

Tujuan hidup Buddha adalah usaha mendisiplinkan diri dengan cara melakukan amal baik dan ketenangan batin. Jalan keselamatan dalam Buddha adalah pencarian dalam mencapai pengetahuan menuju pencerahan itu. Dan tujuan pencerahan itu bukan menuju tempat tertentu (semacam surga) tetapi suatu keadaan yang disebut Nirwana, keadaan kelepasan menuju status 'tiada'. Kondisi inilah yang disebut menjadi Buddha, dan tugas seorang Buddhis adalah mengajak orang lain untuk menjadi Buddha pula. Dharma sebagai hukum kehidupan lahir dan mati mempercayai bahwa manusia mengalami karma yang baik bila hidup baik dan karma yang jelek bila hidup tidak baik melalui siklus hidup kembali yang disebut reinkarnasi.
Berbeda dengan konsep Atman Hinduisme yang bersiklus hidup secara tetap dan terus menerus tidak berkesudahan, dalam Buddhisme siklus itu menuju kondisi perhentian akhir yang tiada yang disebut Nirwana (An-Atman) yang bisa dicapai dalam hidup ini melalui pencerahan, suatu kondisi perhentian dimana tidak ada lagi keinginan dan penderitaan. Dalam ajaran Theravada hanya yang menjadi Bhiksu yang akan selamat sedangkan dalam aliran Mahayana mereka menunda menjadi Buddha agar dapat menolong sesamanya. Jadi bagi aliran Mahayana seorang Boddhisatwa (mereka yang siap menjadi Buddha) mengajar dan juga bekerja menjadi penyelamat.

B. Komunitas Umat

Selain ke-lima pengikut pertama, ia mengumpulkan umat dalam Sangha dan berbeda dengan agama Hindu, Buddha menolak pembagian kasta. Umat menggunakan ruang-ruang pertemuan yang disebut Vihara. Setelah kematian Buddha timbul pertentangan tentang interpretasi ajaran-ajarannya dan timbul dua aliran utama yaitu aliran Theravada atau Hinayana (kendaraan kecil) yang bersifat konservatif yang menyebar ke selatan seperti Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Srilangka, dan aliran Mahasanghikas atau Mahayana (kendaraan besar) yang bersifat liberal yang menyebar ke utara seperti Tibet, Nepal, Sikkim, Buthan, Vietnam, China, Jepang, Monggolia, Korea dan Manchuria. Aliran Theravada mengacu pada kitab-kitab asli/kuno dan menekankan usaha pribadi dalam mencapai pencerahan, sedangkan aliran Mahayana menganggap bahwa keselamatan bukan untuk diri pribadi tetapi untuk semua orang.

C. Upacara Agama

Aliran Theravada tidak mempunyai upacara kecuali bahwa semua orang harus menjadi bhiksu untuk memperoleh selamat sedangkan dalam aliran Mahayana semua orang adalah Buddha. Theravada lebih memurnikan ajarannya sedangkan Mahayana cenderung bersinkretisasi dengan agama local sehingga timbul banyak aliran dan upacara (Lamaisme di Tibet, Sam Kauw di China, Zen Buddhisme di Jepang dll.)

5. MISTIK BUDDHISME

Bagi seorang Buddhis yang baik yang memperoleh pencerahan, terbukalah Nirwana yaitu tujuan spiritual tertinggi. Nirwana adalah keberadaan tetap dari semua keadaan yang bersifat realitas puncak yang tidak berpribadi, atau bahwa seseorang telah berhenti dari siklus reinkarnasinya. Untuk mengembangkan pengajaran di atas, Buddha mengajarkan bentuk dasar kepercayaan mengenai 'Aku' (Self) yang dikatakan sebagai:
"Aku bukanlah seperti yang dipercayai dalam agama Hindu yang menganggapnya sebagai bagian dari zat mutlak yang disebut sebagai Brahman. Aku adalah tidak tetap dan dibentuk oleh tahap-tahap pemikiran dan materi yang terus menerus berubah. Bila seseorang melepaskan diri dari semua keinginan duniawi, ia sampai pada realisasi yang benar dari' Aku 'nya dan menuju Nirwana."[ 2]

Menurut Buddha, konsep Aku itu berlawanan dengan Atman Hindu yang merupakan bagian dari Brahman, zat semesta itu, karena itu Buddha menyebutnya An-Atman atau An-Atta yang artinya:
"ajaran tentang tidak ada nyawa, tidak ada aku ... Si Aku itu hanya suatu susunan sementara daripada dharma-dharma, yang daripadanya segala yang ada itu tersusun, dan bersifat sementara pula. Semua yang ada itu hanya suatu arus (samtana). Sesuatu atman sesungguhnya tidak ada, dimanapun orang mencarinya. Oleh karena itu sebenarnya orang tidak dapat mengatakannya dengan tepat, bahwa Buddha itu mengajarkan perpindahan jiwa. Aku ini tiada lain daripada suatu kompleks dharma-dharma yang selalu berubah. Demikianlah aku hanyut di dalam arus ketidak-tetapan. Itulah penderitaan manusia ... Makin jauh orang berjalan di jalan kelepasan, makin menjadi teranglah kesadaran bahwa ia tidak mempunyai aku."[ 3]

Dengan konsep An-Attanya, Buddha disebut sebagai pemberita yang termashur tentang ajaran 'tidak ada aku', karenanya ia kemudian dijuluki sebagai 'A natta vadi' yang berarti pemberita tentang ajaran ketidak-ber-pribadian. Disini juga jelas tentang konsep 'Jalan Tengah' mengenai 'Aku' yaitu ia 'bukan Atman tetapi menuju An-Atman/An-Atta.'
Sekalipun ada konsep meditasi dan semedi baik di agama Hindu maupun Buddha, keduanya berbeda. Bila dalam Hindu kedua disiplin itu digunakan untuk mengusahakan penyatuan Atman dengan Brahman, dalam Buddhisme, baik meditasi maupun samadi digunakan untuk usaha 'meniadakan aku' menuju 'Nirwana' yaitu pemadaman sempurna dari hawa nafsu menuju 'ketiadaan Aku.'
"nirwana adalah terpadamnya skanda-skanda dengan sempurna. Ini berarti berhenti, proses keadaan badani dan rohani kita tidak lagi berjalan terus. Hal ini mulai terjadi pada kematian orang yang suci (Arahat) ... inilah perdamaian, inilah yang luhur, yakni berhentinya segala pembentukan karma, terurainya dasar-dasar keadaan, menjadi keringnya nafsu, penghapusan, pemadaman, nirwana." [ 4]

Jadi, dibandingkan dengan agama Hindu dimana agama Buddha berasal jelas ada perbedaan konsep tentang 'aku' dan secara negatip orang dapat menentukan dua hal tentang hakekat nirwana itu.
"Pertama, nirwana bukanlah, bahwa jiwa kita masuk ke dalam Mahajiwa ... inti ajaran Buddha itu justru terbentuk oleh pandangannya tentang 'anatta.' Kedua, nirwana itu tidak boleh pula disebut pembinasaan, anihilasi. Nirwana adalah berhentinya suatu proses, bukan anihilasi suatu kehidupan." [ 4]

Jadi, dari terang kutipan-kutipan tersebut jelas bahwa yang disebut sebagai 'Aku' atau 'An-Atta' bukanlah kekuatan Mikro-kosmos yang berpotensi kundalini atau prana tetapi suatu 'ketidak-adaan' sesuatu yang 'nihil.' Dan penyangkalan diri dan latihan meditasi maupun samadi disini ditujukan untuk menuju keketidak-adaan itu. Sekalipun demikian, para pengikut Buddha kemudian dari pengalaman mereka menghadapi serangan fisik selama menjalankan misinya, kemudian juga mengajarkan pelatihan kekuatan energi dalam tubuh manusia dan menjadikannya dasar ilmu bela-diri:
"Sang Buddha juga telah mengajarkan latihan pernafasan dan meditasi untuk mengontrol energi yang tersimpan di dalam tubuh." [ 6]

Dapatlah dimaklumi sekarang mengapa Bodidharma (Tat Mo Chowsu) dalam perjalanan ke China membawa silat berlandasakan Buddhisme.

Buddha adalah agama sinkretis yang mempopulerkan ajaran Un 'jalan tengah' yang menuju 'yang SATU' dan menghindarkan ekstrim, itulah sebabnya, khususnya aliran Mahayana dengan mudah berbaur dengan agama-agama lain seperti 'Sam Kauw/Tridharma' dengan Taoisme dan Konhucuisme, dan 'Ch'an atau Zen' dengan Taoisme. Agama Buddha-lah yang kemudian menjadi dasar 'Universalisme' tentang ‘Yang SATU’itu.

Catatan :
[1] Lihat Henry L. Luce (ed), The World's Great Religions, h.
44, dibawah The Path of Buddhism.
[2] Ibid.
[3] A.G.Honig, Ilmu Agama-I, h.156-157.
[ 4] Ibid, h.159.
[ 5] Ibid, h.160.
[ 6] Thubten Chodron, Tradisi dan Harmoni, Menelusuri
Jejak-Jejak Agama Buddha, h.10.

6. ZEN BUDDHISME

Agama Buddha masuk melalui daratan China yang dibawa oleh Bodidharma (Tat Mo Chowsu) dari India pada tahun 552 yang kemudian menyebrang ke kepulauan Jepang. Pada tahun 645, kaisar Jepang Kotoku tertarik akan agama Buddha dan menjadikan Buddhisme sebagai agama negara dan menolak agama Shinto yang semula menjadi agama negara. Mulai sekitar abad ke-VIII, masuknya pengaruh Buddhisme dari India yang masuk lewat daratan China itu kemudian menyebabkan terjadinya sinkretisme antara agama Buddha dan Shinto, agama asli Jepang yang menyembah Dewa Kami, hal ini disebabkan karena Buddhisme yang juga mempunyai latar belakang kebatinan India, kemudian menganggap dewa Kami Shinto itu sebagai pernyataan Buddha juga. Koeksistensi damai kedua agama ini berlangsung terus sampai zaman Tokugawa hingga kejatuhannya pada tahun 1867 ketika kaisar Meiji kembali menjadikan Shinto sebagai agama negara di atas agama-agama lain.

Shintoisme mengalami kebangunan dengan kembali dijadikannya sebagai agama negara oleh kaisar Meiji, tetapi sekalipun demikian pengaruh Buddhisme sudah sedemikian kuat di Jepang sehingga pada tahun 1877 sekalipun Shinto dianggap sebagai agama negara, Buddhisme tidak lagi dilarang untuk dipercaya oleh orang Jepang.
Untuk bisa mengerti hakekat Zen Buddhisme, kita perlu mengetahui terpecahnya Buddhisme menjadi dua yaitu Hinayana yang menyebar di daerah Selatan (Sri Lanka, Laos, Muanmar, Thailand, Kamboja & Indonesia
(borobudur)) dan Mahayana yang menyebar ke Utara dan Timur (China, Jepang dan Korea).

Aliran Hinayana (artinya jalan kecil) yang juga disebut sebagai Theravada, lebih memusatkan ajarannya ke arah keselamatan pribadi (individual), di mana setiap orang perlu mencari jalannya sendiri dalam mencapai pencerahan, tiap individu adalah atman yang mencari jalannya sendiri-sendiri. Sebaliknya, aliran Mahayana (artinya jalan besar) lebih mengarah kepada keselamatan bersama yang bersifat sosial. Setiap orang adalah bagian dari semuanya, karena itu ia sendiri tidak mempunyai pribadi atau juga disebut sebagai anatta (atau an-atman).
Sebagai konsekwensi dari ajaran itu, maka bagi pengikut Hinayana kehidupan biara sebagai biarawan merupakan pusat kegiatan beragama, sedang bagi pengikut Mahayana, kehidupan aktif sebagai awam adalah kegiatan beragama, karena itu aliran Mahayana lebih bersifat misioner, dan aliran inilah yang menjadikan agama Buddha sebagai agama dunia dan menyebar kemana-mana.
Kehidupan aliran mahayana lebih bersifat liberal dan terbuka, dan lebih mudah untuk berpecah-pecah dan melakukan sinkretisasi dengan agama-agama setempat, itulah sebabnya dari aliran Mahayana ini kita melihat bentuk-bentuk yang berbeda baik yang di Tibet, Monggolia, China, Korea, atau Jepang. Hal ini berbeda dengan perkembangan Hinayana yang lebih merupakan agama kesatuan dengan tradisi bersama.
Buddhisme Mahayana sedikitnya terpecah ke dalam lima (5) ajaran utama, yaitu yang menekankan iman, pengajaran, mantra, politik, dan intuisi. Mahayana yang menekankan intuisi inilah yang kita jumpai di Jepang dalam bentuk Zen Buddhisme. Agama inilah yang merupakan sinkretisme agama Tao dan Buddha ketika Bodidharma (Tat Mo Chowsu) pergi ke China (abad ke-VI) dan agama ini kemudian oleh para pengikutnya dibawa menyeberang ke Jepang pada abad ke-XII.

Dalam ajaran Zen, kata-kata dan pikiran itu mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam menyatakan sesuatu, karena itulah maka pengikut Zen menyatakan kebenarannya tidak dengan ungkapan-ungkapan dan argumentasi teologis, tetapi dengan suatu sikap yang transenden. Itulah sebabnya pengikut Zen tidak mementingkan kitab suci, rumusan dogma atau pengakuan percaya. Zen (Ch'an bahasa China atau Dhyana bahasa Sansekerta) sebenarnya berarti duduk, tetapi kemudian diartikan dengan meditasi, yaitu perenungan untuk mencapai pencerahan/penerangan/wahyu itu sendiri.
"Sebagai praktek agama yang pada dasarnya tidak condong kepada kepustakaan, Zen mengajarkan manfaat hubungan langsung dengan batin dan manfaat pencerahan roh-intelektual yang intuitif, yang diperoleh secara perlahan-lahan maupun yang diperoleh seketika, tergantung pada kemampuan tiap individu." [1]

Ada tiga (3) jalan yang biasa ditempuh dalam latihan Zen, yaitu 'Zazen' yang berarti meditasi duduk, yaitu sikap merenung yang mendalam dengan cara diam berjam-jam dan bahkan berhari-hari. Sikap mana dilanjutkan dengan 'Koan' yang berarti konsentrasi akan suatu masalah tertentu, suatu masalah yang sulit yang sebenarnya tidak bisa dijawab, tetapi bisa direnungkan. Sikap mana kemudian dilanjutkan dengan 'Sanzen', yaitu bimbingan mengenai soal-soal meditasi. Bila ketiga jalan ini dapat dijalankan dengan baik, seseorang akan memasuki keadaan pencerahan 'Satori', yaitu suatu situasi santai yang baru sekali ini dirasakan, satori adalah suatu pengalaman intuisi, pengalaman mistik bahwa ia tidak lagi berpribadi (an-atta/an-atman).
"Cara terbaik untuk merasakan Zen yang benar dan mencapai satori adalah dengan meletakkan jasmani dalam keadaan keseimbangan sempurna, sehingga keseimbangannya yang teratur menghilangkan keberadaannya dari batin, seperti gigi tidak akan diperhatikan bila sehat dan seorang teman yang benar-benar berkorban tidak pernah memperhatikan pengorbanannya. Untuk mencapai keadaan yang seimbang ini, kita ikuti aturan hidup fisik tertentu: pertama-tama buatlah postur yang benar, kemudian aturlah nafas dan akhirnya tenangkan batin." [2]

Kekhasan dari Zen Buddhisme dibanding sekte-sekte Buddha lainnya adalah penekanannya pada praktek meditasi sebagai jalan pencerahan, dan untuk mencapai pencerahan itu, seseorang harus melakukan meditasi untuk mencapai jati diri (self) yang terdalam, dan bila ia mencapai pengertian akan kesadaran dirinya itu, berarti ia telah menyatukan diri dengan hakekat semesta atau realitas rohani semesta. Hanya berbeda dengan mistik Hindu dan Tao, Zen menganggap bahwa realita semesta itu keberadaannya berubah menjadi 'tidak ada /tiada'. Dalam mistik India dan China, yang 'ada' menyatu kepada yang 'ADA' (Pan-Theisme), sedangkan dalam Buddhisme termasuk Zen Buddhisme, yang 'tiada' menyatu dengan yang 'TIADA' (A-Theisme).
Zen kemudian berpecah menjadi 5 aliran, dan dua di anataranya yang terkenal adalah aliran Rinzai dan Soto yang pada abad ke-XII beremigrasi dari China ke Jepang. Aliran Soto menekankan pencapaian pencerahan melalui meditasi tenang pengosongan pikiran (kontemplasi), sedangkan aliran Rinzai menekankan pencapaian pencerahan melalui meditasi yang diarahkan kepada aliran tertentu.

Meditasi Zen ini dipraktekkan sebagai usaha penyangkalan diri/pengosongan diri dan pencerahan serta jalan kelepasan/keselamatan dengan usaha sendiri:
"Seperti yang dikatakan Sang Buddha, 'Lakukanlah penyelamatan dirimu sendiri dengan rajin'." [3]
Meditasi Zen juga ditujukan untuk mencapai kedamaian, dan panjang umur, dan kemudian memberi landasan batin untuk pengolahan kekuatan Chi/Ki pada ilmu-ilmu bela-diri China/Jepang. [4]

Catatan :
[color=red][1] Shindai Sekiguchi, Zen Pedoman Bagi
Pemula, h.4.
[2] Ibid, h.11.
[3] Ibid, h.88.

7. NICHIREN SHOSHU BUDDHISME

Berbicara mengenai agama Buddha, kita tidak dapat tidak perlu mengetahui pula tentang satu sekte Buddhisme yang militan yang disebut ‘Nichiren Shoshu.’ Sekte ini sebenarnya tumbuh pada abad XIII di Jepang berdasarkan nama pendirinya Nichiren Daishonon (1222-1282). Nichiren mempelajari Buddhisme sejak lama dan terpengaruh pengajaran seorang tokoh Budhhisme bernama Dengyo Daishi yang memperkenalkan ‘Tendai Buddhisme’ masuk ke Jepang pada abad VIII.
Dengyo Daishi mempercayai bahwa kitab suci ‘Lotus Sutra’ adalah kitab suci Buddha yang memuat ajaran-ajaran asli dari Buddha, karena itu, kitab inilah yang dianggap berotoritas, karena itu pulalah aliran ini menjadi sangat eksklusif dan menyalahkan semua aliran Buddhisme di Jepang sebagai salah.
Semula perkembangannya terbatas, apalagi setelah kematian pendirinya yang dihukum mati, namun pada awal abad XX (tepatnya 1930) dua pengikut Nichiren yaitu Magiguchi Tsunesaburo dan Josei Toda membentuk perkumpulan yang dinamakan Soka Gakai (yang artinya masyarakat pencinta nilai). Soka Gakai merupakan gerakan misionari Nicheren yang sangat aktif dan militan dan kemudian menyebar ke seluruh dunia setelah Josei Toda meninggal dunia (1960) dan digantikan oleh Daisaku Ikeda.
Ajaran sentral Nichiren Shoshu berkisar ‘Gohonson’ yaitu peti kayu berwarna hitam yang berisi nama-nama orang penting yang disebutkan dalam Lotus Sutra. Gohonson dijadikan altar dan mezbah pribadi dan dianggap berisi kekuatan semesta yang mengontrol kehidupan para pengikut, dan ada hubungan timbal balik antara kehidupan para pengikut dengan bagaimana mereka memperlakukan Gohonzon.

Ibadat ritual yang dilakukan para pengikut Nichiren Shoshu disebut ‘Gongyo’ yaitu berlutut didepan Gohonzon sambil mengucapkan beberapa ayat Lotus Sutra, meraba tasbih, dan mengucapkan mantra-mantra. Ibadat ritual dipusatkan di kuil pusat di kaki gunung Fuji yang disebut ‘Dai-Gohonzon,’ sedangkan gohonzon-gohonzon pribadi di rumah-rumah para pengikut dianggap penjelmaan kekuatan mistik dari Dai-Gohonzon.
Gerakan Nichiren melalui Soka Gakai juga telah masuk ke Indonesia dan sempat dianggap oleh Walubi (Perwalian Umat Buddha di Indonesia) sebagai bukan beragama Buddha, sebaliknya sekte Nichiren juga menganggap semua aliran Buddha lainnya tidak menjalankan agama Buddha, sekte ini sangat rajin menjalan misi proselitasi dan kegiatan sosial.

7. NICHIREN SHOSHU BUDDHISME

Agama Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia bersama-sama jauh sebelum abad ke-V dimana sudah ditemukan patung-patung di Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang.

Dari abad ke-V-VII ditemukan beberapa prasasti di Kutei (raja Mulawarman) dan Jawa Barat (raja Purnawarman) yang menunjukkan bahwa ada raja-raja yang menggunakan nama Hindu, dan kelihatannya Palembang menjadi pusat kerajaan Sriwijaya yang Buddhis (Hinayana tetapi juga ada yang Mahayana) pada abad ke-VII.
Dari abad ke-VII s/d ke-X pada dinasti raja Mataram Sanjaya (yang Hindu) dan raja Sailendra (yang Buddha) ada beberapa prasasti dan candi peninggalan Hindu dan Buddha Mahayana di Jawa Tengah tetapi rupanya juga ada pencampuran keduanya. Candi yang terkenal adalah Borobudur.
Pada zaman Mojopahit terjadi puncak sinkretisme dimana baik agama Hindu Siwa, Hindu Wisnu dan Buddha Mahayana diikuti bersama-sama.

Post subject: Re: PERBANDINGAN AGAMA
Posted: Mon Nov 17, 2008 1:39 pm




V. MEMPELAJARI AGAMA-AGAMA ASLI INDONESIA


Apakah yang sebenarnya disebut sebagai agama asli itu? Rachmat Subagya dalam bukunya merumuskannya sebagai berikut:
"Yang Dimaksudkan dengan agama asli adalah kerohanian khas dari satuan bangsa atau dari suku bangsa, sejauh itu berasal dan diperkembangkan di tengah-tengah bangsa itu sendiri dan tidak dipengaruhi oleh kerohanian bangsa lain atau menirunya. Kerohanian itu timbul dan tumbuh secara spontan bersama (suku) bangsa itu sendiri. Dia murni tak bercampur dengan kerohanian agama lain dan pada hakekatnya hanya terdapat pada masyarakat yang tertutup terhadap pergaulan antar (suku) bangsa. Kerenanya agama yang mewadahi kerohanian semacam itu juga disebut agama etnis, agama suku, agama preliterate atau agama sederhana." [1]

Selanjutnya, Subagya juga menyebutkan bahwa sifatnya yang terikat tempat itu, bila kemudian berkontak dengan agama lain, mungkin mempertahankan diri sambil berkembang berkat unsur-unsur keagamaan dari luar. Unsur-unsur itu diolah dengan kerohanian semula, sedang corak khas asli tidak lenyap melainkan mewujudkan diri lebih lengkap. Kerohanian asli tersebut biasanya tidak diketahui secara reflektif, tidak pula dinyatakan dalam ajaran sistematis. Kerohanian itu dihayati dalam sikap batin terhadap Zat tertinggi - yang diberi nama apa saja - yang sifat hakekatnya mengatasi manusia. Dia diungkapkan dalam kepercayaan, kesusilaan, adat, nilai, upacara serta perayaan anekawarna. Melalui ungkapan lahir itu pokok batin dapat disadari, ditentukan dan dirinci lebih lanjut.
Manusia menurut kodratnya menyadari bahwa ia terbatas dan lemah. Ia mengalami juga, bahwa jiwanya terarah kepada alam lain yang mengatasi kelemahannya dan keterbatasannya. Alam rohani itu dipikirkan olehnya sebagai wujud cita-citanya, sebagai sesuatu yang utuh, sempurna dan membahagiakan. Di dalamnya kerinduan akan kebahagiaan dipenuhi; manusia berusaha mengarahkan kegiatannya untuk mencapai kebahagiaan itu. Cara manusia menggapai kebahagiaan tertinggi dan alam rohani pada bangsa-bangsa menunjukkan adanya kesamaan yang mengesankan. Sudah barang tentu demikian, karena kesatuan asasi mengikat seluruh umat manusia. Tetapi perbedaan juga cukup banyak dan mencolok.

Menurut Subagya, agama asli sebagai jenis murni terutama terdapat pada suku-suku bangsa yang dikenal dengan nama protomelayu. Leluhur mereka merupakan gelombang imigrasi tertua dari Asia Tenggara daratan ke Asia Tenggara kepulauan. Sedang jenis yang tercampur biasa disebutkan sebagai deuteromelayu. Di samping agama asli, agama itu bisa mengalami pencampuran bila berhubungan dengan agama luar, baik agama yang senafas maupun agama yang berbeda sama sekali, di sini terbentuk agama campuran. Percampuran itu bisa terjadi karena pertemuan dua agama asli, namun bisa juga dialami karena kedatangan agama pendatang, yaitu Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen.
Dalam agama apapun, baik primitif maupun modern, kita dapat melihat adanya tiga faktor, yaitu: (1) Konsep mengenai Ketuhanan; (2) Konsep mengenai Dunia Nyata; dan (3) Konsep mengenai Manusia. Beberapa agama suku memiliki ciri-ciri berikut:

Catatan :
[1] Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia, YCLC & Sinar Harapan, Jakarta, 1981

1. AGAMA ASLI DI NIAS

Di Nias, terutama di bagian Tengah dan Selatan, konsep ketuhanan itu digambarkan dalam bentuk alam atas, dimana dari sana menjelma nenek-moyang orang Nias bernama Hia ke tempat yang bernama Sifalago di daerah Gomo, Nias Tengah. Dari turunan nenek-moyang itu lahirlah petinggi-petinggi masyarakat yang hidup saling terisolir, dan petinggi yang paling popular adalah yang dapat menunjukkan diri sebagai keturunan langsung nenek-moyang yang asli.
Posisi dan status para petinggi itu direfleksikan dalam panggilan mereka, seperti salawa (tinggi) atau si 'ulu (yang naik), sedangkan pemimpin kebanyakan dikenal dengan nama-nama seperti sihono (ribuan) atau sato (rakyat banyak). Para petinggi ini menunjukkan kesejahteraannya dengan mengumpulkan emas, berlian, dan ornamen sebanyak mungkin, rumah yang paling besar, pakaian kebesaran dengan kopiah yang tinggi, dan duduk paling tinggi dalam upacara -upacara. Ini untuk menunjukkan bahwa mereka mampu mempertahankan posisi otoritas mereka, dan bukan hanya itu, tetapi juga untuk memnunjukkan bahwa mereka menjadi penghubung antara petinggi dan pendiri desa yang bersangkutan.

Harta kekayaan harus ditunjukkan bukan saja dalam bentuk emas dan berlian namun harus dinyatakan dalam ukiran-ukiran ornament, demikian juga orang-orang yang sudah menikah tidak saja harus menunjukkan banyaknya babi dan emas yang dimilikinya tetapi menyatakannya dalam bentuk ornament-ornamen yang peresmiannya biasa dilakukan dengan pesta upacara yang disebut owasa (Nias Utara) atau tawila (Nias Selatan). Para petinggi dengan mengadakan pesta akan memperoleh gelar baru.
Pada pesta owasa, petinggi itu membagi-bagikan daging babi sesuai derajat hadirin. Daging babi itu juga menunjukkan simbolis asi karena orang Nias percaya bahwa mereka adalah babi-babi para dewa. Dulu dikatakan bahwa pengorbanan manusia pernah dilakukan dalam owasa yang paling tinggi. Pesta-pesta juga berguna untuk mempererat dan agar hubungan para petinggi dengan penduduk tetap sinambung.
Orang Nias menyembah nenek-moyang melalui berbagai upacara, seperti melalui patung atau ukiran (adu) yang menjadi alat perantara berhubungan dengan roh nenek moyang. Mereka juga membuat meja sembahyang adu karena mereka sangat percaya bahwa kehidupan nenek-moyang bisa mempengaruhi mereka yang hidup, karena itu, yang hidup harus menyenangkan yang mati dengan berbagai upacara dan kurban, baik untuk tujuan kelahiran atau pernikahan yang bahagia, atau untuk kesuburan tanah. Semua kurban dalam pesta itu ditujukan untuk keseimbangan kosmis dalam pesta yang disebut fondrako.

2. AGAMA ASLI DI SIBERUT (MENTAWAI)

Kepercayaan ketuhanan di Siberut lebih mengarah ke animis dan mistik, sebab mereka percaya bahwa segala sesuatu - manusia, binatang, tanam-tanaman dan benda-benda - memiliki jiwa (simagere).
Dalam pemanfaatan sesuatu, perlu diperhatikan harmonisasi dengan segala sesuatu, karena itu di sini dipercayai banyak tabu-tabu yang tidak boleh dilanggar. Mereka mempercayai adanya bajou, kekuatan tak berpribadi yang hadir dalam segala sesuatu yang memiliki jiwa. Kekuatan ini akan terbangkitkan bila seseorang melanggar keseimbangan dengan alam itu, seperti datangnya penyakit atau kematian.

Juga dipercayai bahwa jiwa dapat mengembara dalam mimpi dan bila mengalami kesukaran dapat meminta bantuan para nenek-moyang, karena itu upacara penyembahan nenek moyang penting. Disamping ini, upacara ritual termasuk kurban melalui perantara juga penting agar kekuatan-kekuatan kebaikan datang dan menjauhkan kekuatan-kekuatan jahat.

Orang Siberut tinggal bersama dalam uma, yaitu rumah gadang yang ditinggali oleh kurang lebih 5-10 keluarga. Dalam rumah ada pengatur upacara (rimata) dan juga beberapa dukun (kerei), tetapi mereka tidak memiliki penguasa. Ada tiga ketakutan yang biasa dihadapi penghuni uma, yaitu: (1) kesatuan uma yang rapuh; (2) hubungan yang tidak menentu dengan tetangga-tetangga; dan (3) ketakutan karena penyakit dan kematian yang disebabkan melanggar tabu. Melalui pesta upacara secara periodic (pulialijat) yang berlangsung selama sebulan, ketiga hal itu diharapkan dapat diperbaiki. Dalam upacara itu kekuatan-kekuatan kebaikan diundang untuk memberkati uma. Jiwa nenek-moyang diundang masuk ke dalam uma agar mempersatukan warga uma dalam solidaritas yang baru. Mereka juga melakukan upacara perburuan di hutan untuk menyenangkan roh-roh penjaga hutan agar kehidupan dapat berjalan dengan baik.

3. AGAMA ASLI DI BATAK (SUMATERA UTARA)

Kepercayaan batak sangat kuat menekankan penyembahan nenek moyang yang selalu diusahakan dekat dengan kehidupan mereka melalui kurban yang terus menerus. Upacara melalui tari -tarian, karya pahatan dan musik memungkinkan masa lalu memasuki masa kini, dan para nenek moyang untuk memasuki kehidupan anak-cucu mereka. Tugu adalah monumen penguburan.
Bagi orang Batak asli sebelum masuknya agama Islam (1820, Batak Selatan) dan Kristen (1850, Angkola dan Taba), akhir hidup karena kematian disangkal, mereka berpendapat bahwa kematian hanya perpindahan wujud dan kehidupan berjalan menerus dan hubungan timbal-balik antara yang hidup dan yang sudah mati tetap berjalan terus melalui upacara kurban binatang, tari¬tarian dsb.nya (ini mirip dengan agama nenek-moyang di Tiongkok/China). Agama Batak asli juga merupakan perisai yang menjaga mereka dari serangan penyakit, musuh yang menyerang, dan juga pengaruh alam roh.
Kekuatan-kekuatan alam juga dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat dalam pertahanan diri maupun sebagai perisai dalam perang. Pengulangan peringatan garis keturunan suku, hubungan dengan yang mati, ucapan mantera tentang hubungan roh-roh yang mati dan manusia hidup, dan berkat sehari-hari pada bayi yang baru dilahirkan untuk melindungi dari penyakit dan kematian merupakan unsur penting dalam kehidupan beragama Batak.

Upacara sekitar tugu, tarian tortor (dulu upacara tortor di beberapa daerah diiringi dengan kesurupan/trance), musik gondang, dan penggunaan ulas, merupakan upacara melakukan hubungan dengan nenek moyang dan kekuatan-kekuatan mistik alam supra-natural. Ulas memiliki daya magis untuk berbagai kebutuhan, seperti pengobatan, hubungan dengan nenek-moyang, dan kesuburan. Penguburan kembali tulang-tulang yang sudah lama dikubur juga merupakan usaha untuk tetap menghadirkan yang mati ke dalam kehidupan pada masa kini. Dalam upacara penguburan tulang yang sudah mati selama 20 tahun, dipercaya bahwa roh orang mati itu sudah mencapai status nenek¬moyang yang penuh.
Dalam perkawinan upacara sahut-menyahut saling memberi kata-kata pantun berkat antara wakil-wakil mempelai wanita dan pria bermaksud untuk mendatangkan kebahagian dan kesehatan bagi kedua mempelai, kesuburan keluarga, dan juga kesuburan tanah untuk menghidupi keluarga itu.Dalam pemberkatan rumah baru, keluarga Batak yang berada mengadakan pesta upacara yang disebut harja. Dalam upacara ini disembelih babi-babi atau kerbau, dan tuan rumah menunjukkan kekuatan dengan membagikan daging kepada hadirin secara cukup termasuk tukar-menukar hadiah bagi yang mampu.
Pada awal kedatangan misi Kristen dari Eropah (Dimulai dengan German Rheinische Mission) terjadi perang budaya dan sempat praktek tortor dan gondang dilarang dari Tarutung ke Balige karena dianggap menghujat Tuhan, namun kemudian praktek budaya itu bangun kembali di kalangan orang batak Kristen sekalipun tidak memiliki makna mistik & magis sedalam sebelum kedatangan para misionari, dan terutama untuk konsumsi turis.

4. AGAMA ASLI DI BADUI (BANTEN)

Dipercayai bahwa tempat tinggal orang Badui adalah Pancar Bumi yang suci, dan nenek moyang, sebagai turunan manusia pertama, menurunkan peraturan-peraturan hidup dalam pikukuh. Bila seseorang melanggar, ia harus dikeluarkan dari kampung tantu (dalam) ke kampung dangka (luar) dan harus mengalami upacara penyucian. Orang badui dalam biasa kelihatan berpakaian putih sedangkan Badui Luar berpakaian Biru-Hitam. Orang Badui dalam dilarang berhubungan dengan orang luar, karena itu hubungan itu dilakukan melalui Badui Luar yang menjual barang -barang hasil pertanian mereka ke kota-kota disekitar Badui.

Sesembahan orang Badui disebut Batara Tunggal yang dianggap sebagai kekuatan yang maha hadir yang bisa dipersonifikasikan sebagai manusia yang bijak dan suci. Nenek-moyang dipercaya tinggal di kebuyutan di Sasaka Damas, di hulu sungai Ciujung. Orang Badui mendapat tugas untuk tetap menjaga kesucian pusat bumi itu dengan cara hidup sederhana, rendah hati, dan tidak merusak lingkungan, ini dicapai dengan kehidupan yang asketik. Semua ini ditulis dalam pikukuh, yaitu kumpulan peraturan nenek-moyang.

Menurut orang badui, dunia terdiri dari 'unia atas'(buana nyungcung) yang dihuni dewa-dewi dan nenek moyang, dan 'dunia bawah' (buana rarang). Manusia tinggal di 'dunia tengah' (buana panca) yang berbentuk bentuk solid sekitar tiang nenek-moyang yang dikenal sebagai Sasaka Pusaka Buana. Ini dianggap sebagai pusar dunia (pancar bumi) yang berlokasi di Pamuntuan lereng sebelah Barat gunung Kendeng. Lokasi itu disebut Arca Damas dimana ada banyak batu megalitik. Setahun sekali orang badui bersemedi di sini untuk membersihkan pusar dunia ini.
Orang Badui menganggap bahwa mereka adalah keturunan 7 dewa Batar yang diutus oleh Batara Tunggal, yang digambarkan sebagai kekuatan yang tidak kelihatan yang hadir dimana-mana. Para nenek-moyang yang telah meninggal dipercaya tinggal bersama di kabuyutan yang berlokasi di Sasaka Damas.
Kehdupan orang badui berkisar pertanian dan upacara pertanian ditujukan kepada dewa/roh Padi yang disebut Nyi Pohaci, yang melalui upacara dibangunkan untuk menikah dengan bumi, penyatuan mana disebut Nyi Pohaci Sanghyang Asri.

5. AGAMA ASLI DI DAYAK (KALIMANTAN)

Orang dayak memiliki kepercayaan mirip orang Batak, mereka percaya bahwa manusia berasal dari persatuan 'dewa langit' (diidentifikasikan sebagai burung enggang) dengan laut atau 'dewi air' (diidentifikasikan sebagai naga). Manusia tinggal dalam 'dunia tengah' di antara 'dunia atas' dan 'dunia bawah'.
Orang dayak percaya bahwa para dewa harus disenangkan pada waktu-waktu tertentu agar memberikan kesejahteraan dan kedamaian bagi manusia. Manusia dipercayai memiliki jiwa atau daya hidup sama halnya dengan semua benda alam yang harus dijaga. Keteraturan dan keseimbangan hidup kosmis dicapai dengan keharusan mengikuti Adat yang dianggap berasal dari para nenek moyang yang menerimanya dari para dewa dan harus dijalankan turun-temurun agar hidup memperoleh berkat dan kesuburan, bila tidak mereka akan mengalami malapetaka.
Adat menjaga keseimbangan kosmis yang dikaitkan dengan kesuburan tanah, dan menghindarkan mereka dari kemarahan dewa maupun gangguan roh. Manusia dianggap memiliki tubuh dan jiwa, dan jiwa dapat meninggalkan tubuh melalui mimpi dan berhubungan dengan roh-roh. Seseorang yang rohnya tidak kembali akan mengalami sakit atau kerasukan roh jahat dan bila tetap demikian akan mati. Pertolongan diperoleh melalui para dukun yang akan mengusir roh jahat dan memanggil roh orang itu kembali. Orang mati rohnya perlu diantar langsung ke dunia orang mati agar tidak mengganggu yang hidup, ini dilakukan melalui upacara-upacara penguburan dan tabu-tabu.

6. AGAMA ASLI BALI GUNUNG (PULAU BALI)

Bali memiliki agama asli disebut Bali Kuna ( Bali Aga) yang dipercaya penduduk pegunungan di Bali sekitar gunung-gunung Agung, Seraya (Karangasem), Batur (Bangli), batukau (Tabanan), yang mempercayai adanya 'bapak langit' (Sang Hyang Aji Akasa) dan 'bumi' yang diperintah oleh Ibu Pertiwi. Segala sesuatu dalam alam ini terjadi karena perpaduan keduanya dan harus dijaga sesuai kesimbangan kosmis yang dualistis melalui upacara-upacara.
Upacara tidak ditujukan kepada mereka melainkan kepada nenek moyang yang dilakukan dalam pusat-pusat upacara atau banua. Pura terbesar dan tertua adalah Pura Pucak Penulisan (di Sukawana) dengan Pura Kauripan di dalamnya sebagai sumber rohani. Upacara-upacara dilakukan demi keseimbangan kosmis dan berpusat di pura yang dianggap sebagai tempat tinggal nenek-moyang mereka.

7. AGAMA ASLI DI LOMBOK

Pulau Lombok dihuni orang Sasak yang sekalipun masa kini umumnya menganut agama Islam yang disebut waktu lima, ada juga keturunan agama sinkretik asli yang disebut wetu telu (tiga waktu). Penganut yang masih mengikuti wetu telu masih bisa dijumpai di daerah -daerah terisolir seperti di Lombok bagian Utara dan Selatan.

Agama Wetu Telu Lombok memiliki kemiripan dengan agama Hindu-Bali maupun Kejawen (Jawa-Islam). Kesamaan utama adalah kepercayaan nenek-moyang, dimana dianggap bahwa ada penerusan hidup sesudah mati (mirip agama nenek moyang Tionghoa/China). Selama hidup roh manusia dapat berkelana selagi tidur (dalam bentuk mimpi), dan ketika meninggal roh itu meninggalkan tubuh berkelana tanpa tempat tinggal. Untuk menghindari roh kelana ini mengganggu manusia hidup, dilakukan upacara-upacara agar roh itu berkumpul dengan nenek-moyang.

Roh nenek-moyang masih tetap berhubungan dengan manusia dan mempengaruhi hidup manusia, karena itu roh itu diundang dalam upacara dan dimintai berkatnya bagi yang hidup. Roh-roh nenek-moyang ini juga membantu masyarakat menghadapi gangguan supra-natural maupun serangan luar. Juga dipercayai kekuatan tidak berpribadi dalam alam yang menguasai semua bagian alam dan harus dihayati dalam keseimbangan.
Dalam sinkretisme dengan agama Islam yang berpusat di mesjid wetu telu Islam di Bayan, mereka tidak melakukan ibadah jumat tetapi merayakan Ramadan dan hari kelahiran nabi Muhammad, dalam upacara itu juga ada kurban-kurban termasuk menggunaan lambang patung naga. Pertemuan dua jumat berturut-turut dilakukan bila terjadi bencana alam dimana para kya bertemu untuk sembahyang bersama untuk keseimbangan alam.

8. ALIRAN KEPERCAYAAN

Aliran kepercayaan atau faham kebatinan/mistik di Indonesia sudah terlihat jejaknya sejak kuno. Setidak-tidaknya agama-agama suku yang asli mempercayai kekuatan mana dan animisme yang kemudian berkembang menjadi ajaran mistisisme atau kebatinan sebelum kemudian diresmikan dengan nama aliran kepercayaan.
Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia rupanya kebatinan Hindu (Upanishad) ikut membentuk ajaran kebatinan di Indonesia. Harun Hadiwiyono dalam bukunya 'Kebatinan dan Injil' membagi aliran kebatinan menjadi 5 macam, yaitu (1) yang bersifat sederhana dalam ajaran seperti Paguyuban Sumaran; (2) aliran yang mirip seperti Sapta Dharma; (3) yang mendasarkan dirinya pada Al-Quran seperti Bratakesawa; (4) yang mendasarkan dirinya pada ajaran Kristen seperti Pangestu; dan (5) yang mencoba mengemukakan teori antropologi-biologi berdasarkan kebatinan seperti yang dipopulerkan oleh Paryana Suryadipura (buku Alam Pikiran).


1. KONSEP MENGENAI YANG SUCI

Pada dasarnya aliran kebatinan mempercayai bahwa yang disebut sebagai 'yang suci' itu adalah zat semesta yang mendasari terjadinya segala sesuatu di alam ini. Hanya bedanya dengan monotheisme dimana 'yang suci' itu dipercayai sebagai berpribadi, dalam kebatinan, zat yang mutlak itu disebut tidak berpribadi yang juga disebut sebagai Macro Cosmos. Dalam Pangestu ada konsep nunp ketuhanan Islam dan Kristen tetapi bedanya konsep Allah ini tidak bersifat pribadi, dan kemiripan dengan agama Kristen terletak pada konsep tritunggal yaitu 'Allah Maha Esa' yang menyatakan diri sebagai Tri Purusa yang dimengerti sebagai 'Keadaan Satu yang bersifat tiga' yang disebut 'Sukma Kawekas, Sukma Sejati, dan Roh Suci' tetapi beda dengan tritunggal Kristen, disini Sukma Kawekas adalah Zat yang Mutlak itu, Sukma Sejati dianggap jelmaan Sukma Kawekas seperti Yesus, tetapi yang disebut Roh Suci adalah jiwa manusia atau manusia sejati dan hakekat manusia itu sendiri. Ia adalah Cahaya Allah dan sehakekat dengan Allah sendiri, dan Ia adalah satu dengan Sukma Sejati dan Sukma Kawekas.

2. PERNYATAAN YANG SUCI
1. Orang-orang Suci
Kebatinan tidak mengenal nabi atau orang-orang suci dalam kedudukan struktural karena semua orang dapat mencapai kesucian dan kesempurnaan batinnya sendiri. Biasanya tokoh-tokoh pendiri aliran kebatinan dihormati sebagai tokoh pendiri saja.
2. Tempat-tempat Suci
Tempat suci bagi pengikut kebatinan praktis tidak ada, hanya beberapa tempat khusus yang biasanya dianggap memiliki kekuatan gaib (angker) dianggap sebagai tempat suci, seperti gua tertentu, kuburan, pohon besar, gunung dsb.nya sebagai warisan animisme.

3. Kitab-kitab Suci
Biasanya aliran kebatinan tidak mempunyai kitab-kitab suci karena yang dipentingkan adalah jalan pribadi menuju keheningan cipta melalui jalan semedi/meditasi yang dipelajari dari orang ke orang. Pengajaran sifatnya adalah menurunkan hikmat pribadi dari satu orang ke orang lainnya.

3. KONSEP MENGENAI MANUSIA
Dalam kebatinan, manusia dianggap bagian dari Zat Semesta, jadi tuhan dan manusia dianggap sehakekat dan sezat. Manusia disebut sebagai Micro Cosmos dan jiwa manusia adalah bunga api ilahi. Manusia pada dasarnya adalah jiwa atau roh yang dibelenggu oleh badan kasar atau badan wadag yang sangat dipengaruhi oleh nafsunya.

.4. UNGKAPAN BERAGAMA MANUSIA

1. Jalan Keselamatan
Jalan keselamatan dalam kebatinan adalah bersatunya Micro Cosmos kembali kepada Macro Cosmos sumbernya. Jalan ini dengan tepat digambarkan dalam Paguyuban Sumarah sebagai: "Ilmu Sumarah adalah suatu ilmu kebatinan yang dengan jalan sujud sumarah (menyerahkan diri) mempelajari sampai tercapai bersatunya jiwa dengan Dhat yang Mahaesa." Kelepasan terjadi bila telah terjadi penyatuan itu atau terlepasnya jiwa dari tubuh manusia.
Berbeda dengan aliran Sumarah dan Sapta Dharma yang melakukan penyatuan dengan jalan meditasi, aliran Bratakesawa melakukan rasionalisasi kebatinan didasarkan ajaran Al-Quran dan menekankan amal atau perbuatan baik Kejawen adalah sinkretisasi kebatinan Hindu dengan Islam. Aliran Pangestu yang merupakan singkatan dari 'Paguyuban Ngesti Tunggal' yang berarti 'Persatuan untuk dapat ber tunggal. '

2. Komunitas Umat
Komunitas umat dalam kebatinan lebih merupakan paguyuban dimana umat melakukan pertemuan dan melakukan semedi bersama -sama, tetapi secara umum semedi mereka lakukan secara perorangan. Pengajaran diberikan tidak melalui perguruan tetapi melalui sistem pamong (pengasuhan).

3. Upacara Agama
Dalam kebatinan tidak ada upacara khusus seperti yang terdapat dalam agama -agama, tetapi yang ada adalah praktek semedi atau meditasi sebagai usaha untuk mencapai sujud yaitu penyatuan itu. Ciri khas aliran kebatinan adalah tujuannya yang diarahkan pada penyelamatan diri sendiri sehingga kurang memiliki tanggung jawab terhadap dunia ini seperti tugas sosial misalnya.

9. KEPERCAYAAN KEPADA TUHAN YANG MAHAESA

Di lndonesia aliran kebatinan mengalami perkembangan yang menarik, karena bila selama ini berjalan sendiri-sendiri dan dicurigai banyak pihak, kemudian berusaha menempatkan diri sejajar dengan agama-agama lainnya, dan bersatu dibawah satu organisasi pengayom atau payung, dan sekalipun belum diakui sebagai agama, kedudukannya sudah diakui setara dengan ke-lima agama yang sudah diakui sejajar yaitu lslam, Kristen-Protestan, Kristen-Katolik, Hindu, dan Buddha.
Menempatkan diri di antara agama-agama yang diakui, bagi aliran kebatinan tidaklah mudah karena pengertian mengenai tuhannya berbeda dengan agama-agama yang diakui pemerintah, itulah sebabnya dalam usaha menempatkan diri, ada usaha di kalangan kebatinan untuk menghindari perbedaan dan ingin menempatkan diri bukan sebagai pesaing agama-agama tetapi sebagai pelengkap yang melengkapi aspek batin dari agama -agama.
Setidaknya ada dua pendapat di kalangan agama-agama, disatu pihak ada yang menganggap kebatinan bisa menjadi pelengkap untuk menguatkan batin agama -agama tetapi dipihak lain ada pendapat yang mengatakan bahwa kebatinan lebih bersifat merusak agama, jadi harus ditolak, itulah sebabnya sampai sekarang kebatinan belum diakui sebagai agama tetapi diakui sebagai Aliran Kepercayaan yang dimasukkan dibawah Depdikbud.

1. Proses Pengakuan Pemerintah RI

Perkembangan aliran kebatinan menjadi aliran kepercayaan yang diakui pemerintah dimulai tahun 1945 dimana dalam UUD 1945 (pasal 29) disebutkan bahwa:
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu."
UUD ini mendorong berkembangnya aliran kepercayaan di lndonesia sehingga di tahun 1953 sudah terdapat 360 agama baru. Di tahun 1954 Depag mendirikan 'Pengawa san Aliran dan Kepercayaan Masyarakat' (PAKEM) yang dususul dengan 'Badan Kongres Kebatinan lndonesia' (BKKI) di Semarang (1955) dan di Solo (1956).
Dari tahun 1956-1962 diadakan beberapa kongres dan seminar dan di tahun 1960 PAKEM diambil alih oleh Kejaksaan dan disusul 1961 dengan dikeluarkannya 'UU Pokok Pengawasan Preventip Terhadap Aliran-Aliran Kebatinan'. Di tahun 1966 didirikan 'Badan Musyawarah kebatinan' dibawah Sekber Golkar dan pada tahun 1968 didirikan 'Paguyuban Ulah Kebatinan se-Indonesia' (PUKSI).
'Simposium Nasional Yogya' (1970) meminta kepada Pemerintah RI agar keberadaan aliran kepercayaan diakui secara resmi sesuai UUD-1945 pasal 29 ini dilanjutkan dengan 'Munas Kepercayaan Yogya' pada tahun yang sama.

Di tahun 1971, Jaksa Agung RI mencatat adanya 282 aliran kepercayaan, dan 167 aliran lain dilarang, sedangkan di tahun 1972, menurut berita PAKEM, jumlah aliran disebut ada 427 cabang kebatinan dari 217 aliran dan pengakuan pemerintah secara resmi dikeluarkan dalam ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, ketetapan mana diperkuat dengan Ketetapan IV, MPR II di tahun 1978 dengan catatan bahwa aliran kepercayaan dipisahkan dari agama, tetapi tidak membentuk agama baru, dengan demikian, selanjutnya aliran kepercayaan di lndonesia diakui sejajar hak-haknya dari agama lain sekalipun bukan berbentuk agama.

Post subject: Re: PERBANDINGAN AGAMA
Posted: Tue Jan 06, 2009 9:44 am

VI. GERAKAN ZAMAN BARU (NEW AGE MOVEMENT)

Gerakan Zaman Baru (GZB) atau New Age Movement (NAM) adalah kebangunan kembali agama alam (Pantheisme) Timur yang juga merambak dunia Barat, dan mempengaruhi segenap aspek hidup manusia. Kebangkitan ini dengan jelas kita lihat dalam kebangunan kebatinan (mistik), perdukunan (shaman, okult), dan psikologi baru yang menekankan dan berpusatkan "jati diri manusia", dimana manusia menjadi pusat semesta (Humanisme Baru). Pada prinsipnya GZB mempopulerkan kembali kepercayaan dan praktek agama-agama Pantheisme seperti Hinduisme, Buddhisme, dan Taoisme, tetapi dipraktekkan dengan wajah praktis dalam bentuk latihan-latihan kesehatan dan hidup baru. GZB beranggapan bahwa:
"Pada dasarnya dibalik alam semesta ini ada Kekuatan Semesta (Power, Force, Energy) yang menjadi sumber terjadinya segala sesuatu, dan manusia adalah bagian dari kekuatan semesta itu, atau dengan kata lain kalau kita menyebut kekuatan semesta itu sebagai "kekuatan besar" (Makro kosmos) maka manusia adalah "kekuatan kecil" (mikro kosmos). Melalui latihan pernafasan, meditasi dan olah batin maka manusia mencapai kesatuannya dengan kekuatan semesta itu."
Dalam perdukunan (Shamanisme) kekuatan semesta itu dianggap kekuatan magi besar dan manusia berusaha membangkitkan kekuatan itu agar kebal, dan dalam kebatinan kekuatan semesta itu dipandang sebagai roh kehidupan semesta dan manusia berusaha menyatukan tenaga batinnya dengan kekuatan semesta itu atau membangunkan sifat ilahi manusia.
Dalam hubungan dengan keKristenan, yang menjadi masalah adalah bahwa kepercayaan allah sebagai "Kekuatan Semesta" itu menolak hakekat Allah yang berpribadi, Allah hanya dianggap sebagai Kekuatan Energi saja yang mengikuti hukum dualisme negatip-positip (yin-yang) dan manusia dengan kemampuannya (baik pikiran, penglihatan, kekuatan kata-kata) dapat menjadikan dirinya berpotensi seperti kekuatan semesta/allah itu pula.
Tema film New Age umumnya berpusat pada pertempuran yang tidak habis-habisnya antara kekuatan jahat dan baik (yin dan yang), dan bagaimana manusia memanfaatkan kekuatan itu (seperti 'The Force' dalam serial Star Wars). Latihan silat dan senam kesehatan pada prinsipnya berusaha membangunkan tenaga dalam lbatin kita untuk memperoleh kekuatan semesta itu di luar campur tangan Tuh an.

Gerakan Zaman Baru mengajarkan beberapa hal berikut:

1. Hakekat Allah Alkitab sebagai Pribadi dan Pencipta ditolak. "Allah" hanya dianggap sebagai roh/nafas alam semesta atau kekuatan dan energi semesta saja;
2. Dunia dianggap sebagai pertarungan kekuatan negatip dan positip, kekuatan gelap dan terang, kekuatan kejahatan dan kebenaran. Hakekat Iblis sebagai pribadi ditolak;
3. Yesus Kristus tidak diterima sebagai Juruselamat dan hanya dianggap sebagai salah satu tokoh agama saja. Drama penebusan, pencurahan darah dan penyaliban Yesus Kristus ditolak dan dianggap tidak ada artinya. Manusia dapat menyelamatkan diri dengan kekuatan dalam dirinya;

1. NEW AGE

Pengaruh ajaran New Age menyebar dengan luar biasa. Bila kita membaca koran, akan sering ditawarkan praktek pengobatan altematif, pelatihan dan seminar yang menonjolkan 'Program Pengembangan Diri' (self improvement program / human development program). Berbagai istilah dipopulerkan dalam pelatihan/seminar demikian, seperti percaya diri, perbaikan diri, potensi diri, pencapaian diri, aktualisasi diri dan lainnya yang pada umumnya menekankan bahwa manusia memiliki kekuatan/kuasa diri yang dapat dikembangkan demi mencapai sukses hidup.

a. DIRI (SELF)

Secara umum, diri (self) manusia dipercaya memiliki kekuatan atau kuasa yang sudah inheren di dalam diri manusia. Diri (self) manusia ini dianggap mengandung kekuatan yang bisa digali oleh manusia. Diri ini disebut dalam berbagai nama seperti potensi, kekuatan, daya batin, kuasa yang dalam serial film Star Wars dikenal sebagai The Force. Dalam pelatihan/seminar pengembangan diri, memang nama 'diri' itu bisa dijumpai dalam berbagai sebutan yang menarik. Misalnya Anthony Robbins menyebutnya 'the giant within you, ' HND-Training di Bandung menyebutnya 'the diamond in you. ' Diri yang memiliki kekuatan ini dalam istilahmistik yang melatarbelakanginya disebut dalam berbagai nama, seperti chi (China), Kundalini/Prana (India), ki/reiki (Jepang), dan Tenaga Dalam / Sukma Kawekas (Indonesia/Jawa).

Sejalan dengan keyakinan mistik yang menganggap bahwa diri manusia itu bersifat ilahi atau bagian dari kekuatan keilahian (micro cosmos), maka sering diri manusia itu diidentikkan dengan ke ilahian dan juga dikaitkan dengan konsep theisme kristen. Beberapa buku mengenai Gerakan Zaman Baru (new age) menyamakan Chi sebagai 'ruach elohim,' bahkan Carl Jung pakar psikologi yang terpengaruh ajaran mistik timur itu menyebut diri manusia sebagai 'Imago Dei' gambar Allah dalam diri manusia.
Tidak kurang beberapa pelatih pengembangan diri yang beragama Kristen mempopulerkannya sikretisme konsep diri mistik dengan kekristenan dan menyebutnya sebagai 'the leader within you' (John C. Maxwell), 'the huge reservoir' (Norman Vincent Peale), dan mendorong orang mengucap 'My strength is made perfect in my strengths' (Purpose Driven Life). Paulus Winarto sering diundang gereja-gereja untuk membawakan pelatihan yang pemah ditulisnya dalam buku 'reach your maximum potential' dan tidak kurang tokoh persekutuan mahasiswa Kristen mengajarkan hal yang sama (Dale Carnegie).

Secara umum pengidentifikasian konsep 'Diri' dengan 'Tuhan' menempatkan manusia setara dengan Allah. Seorang tokoh Gerakan Zaman Baru (new age) yaitu Shirley Mc.Laine menyebut dengan lantang: "I am god."
(bandingkan dengan ucapan Benny Hinn, Kenneth Hagin, & Morris Cerulo bahwa manusia adalah 'little gods').

b. SUKSES

Bila kita mengamati pelatihan/seminar pengembangan diri itu, apakah itu dilakukan oleh seorang new ager maupun yang beragama kristen, umumnya yang ditawarkan adalah dengan kemampuan dalam diri sendiri seseorang bisa dicapai sukses dan kehidupan berkelimpahan. Sukses disini yang dimaksudkan adalah sukses menurut ukuran dunia, jabatan tinggi dengan penghasilan yang tinggi pula.

2. KEKUATAN BATIN / PIKIRAN

Positive Thinking dan kekuatan dalam diri manusia itu sebenarnya berasal dari dunia mistiklmagis kuno yang sudah lama dipraktekkan dalam rangka okultisme perdukunan seperti dipraktekkan dalam kepercayaan tentang tahyul, nasib, mistik, magis, spiritisme, dan satanisme.
Hongsui/Fengshui adalah bagian dari kepercayaan ini yang beranggapan bahwa manusia dengan kekuatannya berada secara geosentris dalam permainan kosmos.
Sebenarnya ajaran mengenai kekuatan batin/pikiran sudah jauh diajarkan dalam kepercayaan premordial, dalam manisme dan terutama mistisisme (kebatinan) dan bangun kembali sebagai New Age pada masa kini. Dalam kepercayaan kuno, ada kesadaran bahwa dunia ini bukan sekedar dunia yang kita rasa dan raba saja tetapi ada realita lain yang lebih besar dibaliknya.

a. MANA, KUNDALINI, CHI/KI/ZEN

Beberapa bentuk dan panggilan Kekuatan Batin/Pikiran yang sudah kita pelajari adalah a.l. Mana dan Magi, kekuatan Piramid, Kundalini/Prana, Chi/KilZen, dan dalam New Age dikenal istilah modem seperti Bioenergy atau The Force.

b. THE FORCE

Manisme dalam budaya premordial dan kekuatan batin/pikiran dalam budaya mistik, digambarkan secara modem dalam film garapan George Lucas yaitu 'Star Wars.' Dalam Star Wars, konsep Mana dan Kekuatan itu digambarkan sebagai 'The Force' (Sang Tenaga) sebagai energi atau medan energi yang memberi dorongan hidup pada semua mahluk, ada yang memiliki sedikit ada yang banyak, dan energi ini bersifat netral & memiliki dua aspek berlawanan sisi baik dan jahat.

Jelas terlihat bahwa konsep 'The Force' tidak beda dengan Mana, Kundalini, Chi, Ki dll.nya yang merupakan kekuatan batin/ pikiran yang bisa diolah manusia. Dualisme mistik juga menjiwai The Force dimana didalamnya disebut mengenai sisi baikIterang dan sisi jahat/gelap. Bukan hanya itu, sama dengan konsep Manisme dan Mistik bahwa kekuatan itu dianggap sebagai bagian ilahi dan ilahi itu sendiri, dalam serial Star Wars, The Force itu juga dianggap sama dengan Tuhan. Bila umat Kristen berkata 'May God be with You,' dalam Star Wars berubah menjadi 'May The Force be with You.'

3. NEW THOUGHT

Gerakan New Thought (Pemikiran Baru) dirintis tokoh-tokoh Quimby, Mary Baker Eddy (yang dikenal sebagai pendiri aliran Christian Science) dan Charles Filmore.

a. Phineas Parkhust Quimby
Quimby mempelajari sipritualisme (hubungan dengan orang mati), hidroterapi, mesmerisme (hipnotis) dan berbagai eksotika kejiwaan lainnya yang berkembang pada masa hidupnya. Ia terpengaruh hipnotisme yang diajarkan guru Perancis Charles Poyen yang mengunjungi Portland, dimana Quimby tinggal, pada tahun 1827.
Quimby mengidap cacat, dan pada tahun 1838 ia mulai mencoba ilmu hipnotis yang dipelajarinya untuk
menyembuhkan dirinya sendiri. Dalam beberapa tahun usahanya berhasil dan pada umurnya yang 60-an ia dikenal sebagai seorang penyembuh (healer). Dalam prakteknya ia mengamati bahwa bukan obat-obat yang menyembuhkan pasiennya tetapi kepercayaan pasien bahwa obat itu bisa menyembuhkan yang memegang peran utama.
Penyembuhannya bersifat mental. Ini kemudian mendorong Quimby mengobah cara hipnotis dan menggantinya dengan sugesti mental yang sederhana. Ia menggunakan kekuatan batin atau pikiran. Quimby disebut sebagai pelopor mind cure dan aliran ini kemudian dikenal sebagai New Thought (pemikiran baru).

b. Mary Baker Eddy a Christian Science

Christian Science (Ilmu Pengetahuan Kristen) adalah agama yang timbul di Amerika Serikat yang tidak mau mengakui hakekat materi dan bersandar semata-mata pada sebuah dalil, yakni bahwa secara mutlak realitas dari segala sesuau adalah roh saja. Propaganda dari aliran ini adalah surat kabar Christian Science Monitor dan brosur yang diterbitkan berjudul Christian Science Sentinel. Christian Science mengajarkan bahwa realitas dari segala sesuatu adalah roh saja, dan semua pengetahuan yang lazim (science) adalah omong kosong belaka. Science yang benar adalah Christian Science yang dapat mengikis segala anggapan yang keliru tentang penyakit, dosa dan maut, yang dikira orang sebagai ada tetapi sebenarnya tidak ada.
Tidak dapat disangkal bahwa sebagai pelopor dari faham mind cure (penyembuhan dengan pikiran) yang memberi peran utama pada pikiranlbatin (mind) seseorang dalam mengatasi baik aspek pengajaran (faham) maupun kesembuhan (health), ajaran Christian Science dalam bentuk umum telah menjiwai pelatihan positive thinking dan pengembangan diri (human potential movement) yang terus berkembang pengaruhnya sampai kini.
Hanya bila Christian Science semula berpangkal dari penggunaan pikiran untuk penyembuhan sakit penyakit, human potential movement mempraktekkannya lebih luas kedalam bisnis dan hubungan kemanusiaan. Mary Baker Eddy (lahir 1821) berjumpa dengan Phineas Parkhust Quimby, yang mengajarkannya pengobatan dengan hipnotis. Di sinilah ia terpengaruh ajaran yang menganggap bahwa 'bukan obat-obatan yang memberi kesembuhan melainkan sikap batin si sakit.' Lama kelamaan tumbuh keyakinan dalam dirinya bahwa penyakit sebenarnya berasal dari pikiran si sakit sendiri, karena itu pengobatannya harus melalui pikiran si sakit sendiri. Inilah yang kemudian dikenal sebagai mind cure (pengobatan melalui pikiranIbatin).

c. Charles Filmore

Salah satu murid Mary Baker Eddy adalah suami isteri Charles Filmore. Keduanya juga mengalami cacat dan berhasil mengalami kesembuhan melalui mind cure, dan kemudian Filmore menulis buku berjudul Modern Thought (1889). Di tahun 1891 keluarga Filmore mulai melayani kekristenan secara praktis melalui pemikiran barunya. Mereka membentuk Society of Silent Help yang kemudian disebut Society of Silent Unity.
Sekalipun tidak bergabung dengan gereja Christian Science Mary Baker Eddy, ia memiliki faham kekristenan sendiri dan pada akhir pelajaran yang diberikannya, sebagai disiplin mental ia selalu mengucapkan:
"I am the Christ of God .... kesempurnaan saya sekarang dibentuk dalam pikiran ilahi (divine mind) .... Keragu-raguan dan ketakutan saya sekarang teratasi dan saya bersandar pada keyakinan dan damai pada hukum yang tidak berubah dari Tuhan .... Saya tidak lagi menyalahkan, mengkritik, menyensor atau mencari kesalahan rekan-rekan. Juga saya tidak akan merendahkan atau menghukum diri sendiri .... Saya tidak takut, sangat kuat dan bijak dalam kasih Tuhan." (Filmore, hlm. 82,98,127,138).

Bawah sadar manusia tidak memiliki keyakinan demikian, itu harus diisi terus menerus. Tujuan lain selain untuk tujuan kesembuhan melalui pikiran, juga untuk kemakmuran. Buku Filmore berjudul prosperity (kemakmuran, 1936) sangat terkenal, dan ia mengemukakan bahwa adalah salah kalau umat Kristen miskin, karena kemiskinan adalah dosa. Lebih lanjut dianggap kemakmuran bukan sekedar memiliki kekayaan tetapi kemakmuran harus menjadi bagian dan hasil dari pemikiran seseorang.

4. POSITIVE THINKING

Faham Positive Thinking secara populer dikenal melalui tulisan Dale Carnegie, Napoleon Hill, Norman Vincent Peale, Robert Schuller, dan lain-lainnya, dan perkembangan populer karena didongkrak dengan dukungan pemikiran ahli-ahli ilmu jiwa dalam seperti William James (1842-1910), Sigmund Freud (1856-1939), Carl Jung (1875-1961), dan Abraham Maslow (1908-1970).

a. Ahli llmu Jiwa Yang Mendasari

1. William James

Hidup pada pasca era pengaruh rasionalisme dan revolusi industri yang melanda negaranya. Pada masa itu ada optimisme berlebihan yang menganggap kemajuan industri dan teknologi terjadi karena manusia sudah bertumbuh menjadi seperti Allah dan karena itu manusia sebenarnya sudah tidak lagi membutuhkan Allah. Keberadaan Allah tidak ditolak namun ketergantungan manusia kepada Allah sudah tidak perlu. William James dan umumnya ahli -ahli ilmu pengetahuan saat itu kebanyakan termasuk religious agnostik (tidak peduli ada atau tidak adanya Allah).

James yang pertama menguak keberadaan jiwa tak sadar (unconscious) dan konsep inilah yang menjadi dasar tulisannya dalam bukunya yang terkenal 'The Varieties of Religious Experience. '
Dalam pengamatannya ia melihat bahwa ada lebih banyak kehidupan dalam jiwa manusia yang total daripada yang pernah disadari manusia. Manusia sebenarnya menyadari bahwa dirinya bisa diperluas ke bawah sadarnya. Kehidupan yang berkelimpahan bergantung dari keterbukaan kita akan dimensi bawah sadar itu, dan manusia dapat mencapai kekuatan yang lebih tinggi itu melalui jalan saluran bawah sadar dirinya untuk memasuki sumber energi yang tidak terhingga dalam dirinya.
James menyebut bawah sadar kita merupakan jejak religious kekuatan yang lebih tinggi (higher power) yang adalah 'baik.' Ini membekali setiap individu dengan
pengalaman spiritual yang sepenuhnya dan tertinggi secara langsung.

2. Sigmund Freud

Adalah ahli ilmu jiwa dalam yang bekerja semasa William James hidup namun meninggal 29 tahun setelah James. Ia seorang dokter namun tidak ingin praktek melainkan ingin menjadi sarjana yang melakukan penelitian kejiwaan. Dari seorang dokter lainnya Joseph Breuer, ia belajar tentang faedah cara pengobatan katharsis atau cara pengobatan dengan membiarkan seorang mencurahkan kesulitannya.

Dengan minat dan semangat ilmiah yang besar, Freud mulai menjelajah lebih dalam ke dalam jiwa pasien-pasiennya, ia menemukan adanya tenaga-tenaga dinamis yang sedang bekerja dan menjadi sebab timbulnya gejala-gejala abnormal yang harus diobatinya. Lambat laun dalam pemikiran Freud terbentuk pendapat, bahwa kebanyakan dari tenaga -tenaga itu adalah tenaga yang tak sadar. Karena itu baginya bawah sadar merupakan bejana tak terhingga yang menampung tenaga¬tenaga demikian.

3. Car I Jung

Adalah murid Freud dan mewarisi pandangan gurunya, namun ia juga tertarik faham mistik Zen Buddhisme. Pengaruh Okult dan Zen Buddhisme yang diminatinya sangat kuat dalam pemikiran Carl Jung.
Jung biasa mempraktekkan spiritisme dan mempopulerkan meditasi mistik Zen sebagai salah satu terapi psikologinya, termasuk mengajarkan apa yang disebut sebagai 'active imagination' dan 'bawah sadar kolektif dan menganggap bahwa melalui imajinasi/visualisasi, seseorang dapat masuk ke dalam realita roh/dunia dalam. Jung menekankan agar manusia melakukan realisasi diri.

4. Abraham Maslow

Berpendapat bahwa psikologi behaviorisme dan
psikoanalisis terlalu kaku dan hanya berkaitan dengan
penyakit, ia kemudian mengembangkan teori motivasi, yang menggambarkan proses perkembangan pribadi dari kebutuhan dasar seperti makanan dan seks, menuju kebutuhan yang lebih tinggi. Perkembangan inilah yang disebutnya 'aktualisasi diri', pemenuhan potensi manusia yang tertinggi. Baginya, tujuan utama psikoterapi adalah inegrasi diri.

b. Positive Thinkers
Para Positive Thinkers yang mencuat adalah Dale Carnegie, Napoleon Hill, Norman Vincent Peale, dan Robert Schuller.

1. Dale Carnegie
Termasuk dalam barisan yang menekankan Yesus sebagai model eksekutif.
Tujuan dari misi Dale Carnegie adalah mendorong orang menjadi model manusia baru yang memiliki kwalitas menuju sukses. Pada prinsipnya Dale Carnegie ingin menghadirkan kepribadian bisnis yang positif yang mendorong ke arah sukses. Salah satu tehnik yang diajarkan adalah sikap 'Senyum' (smile).
Konsep Dale lainnya adalah manusia pada dasarnya memiliki keinginan menjadi 'penting' (desire to be important). Orang tidak tertarik kepada orang lain, ia tertarik kepada dirinya sendiri. Berdasarkan kenyataan ini ia
mengembangkan perilaku yang menekankan senyuman dan memberi perhatian dan ketertarikan kepada rasa penting pihak lain.
Bila kita mempelajari etika bisnis Dale, terlihat ia
menekankan sikap luar dalam memberikan senyuman fisik dan ketertarikan kepada mementingkan orang lain, tapi tidak mendalam mencapai sikap yang benar-benar secara jujur mengasihi orang yang dihadapi-nya (artificial ethics). Senyum bukan karena mengasihi tetapi demi
menyenangkan orang, demikian juga tertarik menjadikan orang penting bukan karena orang itu penting tetapi sekedar menyenangkannya untuk menghasilkan sesuatu untuk diri sendiri.
Dalam hubungan dengan 'memenangkan teman' Dale cenderung mengarahkan kepada tertariknya orang untuk menjadi teman bisnis, tetapi Dale tidak mendorong terciptanya kesetiakawanan yang mendalam (friendship).

2. Napoleon Hill

Mengembangkan lebih lanjut manipulasi diri dengan mind cure ini. Ia menulis buku The Law of Success dan How to SeH Your Way Through Life. Ia memberikan harapan sukses dalam pergaulan dan bisnis melalui pemikiran yang positif dan optimis. Ia menulis buku terkenal 'Think and Grow Rich' dan mengungkapkan bahwa dibalik getaran manusia akan ketakutan, kemiskinan, penderitaan, penyakit dan kegagalan yang tertanam dalam bawah sadar, ia melihat adanya getaran akan kemakmuran, kesehatan, dan kekayaan dan kebahagiaan.
Dalam hubungan dengan itu Hill mengajarkan bahwa manusia bisa menyelaraskan diri dengan getaran kemakmuran dengan cara berulang-ulang melakukan pengakuan akan sukses dan kemakmuran yang positif.

3. Norman Vincent Peale
Bekerjasama dengan seorang ahli jiwa psikoanalis Smiley Blanton murid ahli jiwa Sigmund Freud. 20 tahun setelah dimulainya kerjasama itu, klinik psikologi-agamani yang didirikan mereka di Marble Collegiate Church mengalami sukses.

Dalam bukunya The Art of living, Peale menyodorkan bentuk kekristenan yang bersifat pelarian (Christianity of Escape). Dalam situasi Amerika pasca-Perang Dunia II dimana Amerika Serikat masyarakat mengalami kekosongan rohani, buku hiburan demikian segera meledak dan dicari orang. Mengikuti pendapat ahli jiwa William James tentang Enerji Manusia, ia menyebutkan bahwa "kekristenan terapan ditujukan untuk menolong manusia menggali kekuatan batin (inner power) dalam dirinya.
Peale mengajar kekuatan sugesti pikiran manusia (mind power/positive thinking) yang dapat digunakan untuk mengatasi semua masalah yang dihadapi manusia. Semua usaha itu ditujukan agar manusia memperoleh "sukses dan kesembuhan pikiran" berupa "sukses materi dan status sosial yang lebih tinggi". Karena daya tarik inilah Peale mulai dikenal sebagai pelopor gospel of success and mind cure atau gospel of positive thinking. Buku-bukunya tidak saja ditujukan bagi orang Kristen tetapi ditujukan kepada umum. Prinsip Peale yang digali dari pandangan ahli jiwa William James beranggapan bahwa dalam batin manusia bawah-sadar ada kekuatan tersembunyi yang tidak berhingga yang belum dimanfaatkan dan digali dan suw to SeH Your Way Through Life. Ia memberikan harapan sukses dalam pergaulan dan bisnis melalui pemikiran yang positif dan optimis. Ia menulis buku terkenal 'Think and Grow Rich' dan mengungkapkan bahwa dibalik getaran manusia akan ketakutan, kemiskinan, penderitaan, penyakit dan kegagalan yang tertanam dalam bawah sadar, ia melihat adanya getaran akan kemakmuran, kesehatan, dan kekayaan dan kebahagiaan.
Dalam hubungan dengan itu Hill mengajarkan bahwa manusia bisa menyelaraskan diri dengan getaran kemakmuran dengan cara berulang-ulang melakukan pengakuan akan sukses dan kemakmuran yang positif.

3. Norman Vincent Peale
Bekerjasama dengan seorang ahli jiwa psikoanalis Smiley Blanton murid ahli jiwa Sigmund Freud. 20 tahun setelah dimulainya kerjasama itu, klinik psikologi-agamani yang didirikan mereka di Marble Collegiate Church mengalami sukses.

Dalam bukunya The Art of living, Peale menyodorkan bentuk kekristenan yang bersifat pelarian (Christianity of Escape). Dalam situasi Amerika pasca-Perang Dunia II dimana Amerika Serikat masyarakat mengalami kekosongan rohani, buku hiburan demikian segera meledak dan dicari orang. Mengikuti pendapat ahli jiwa William James tentang Enerji Manusia, ia menyebutkan bahwa "kekristenan terapan ditujukan untuk menolong manusia menggali kekuatan batin (inner power) dalam dirinya.
Peale mengajar kekuatan sugesti pikiran manusia (mind power/positive thinking) yang dapat digunakan untuk mengatasi semua masalah yang dihadapi manusia. Semua usaha itu ditujukan agar manusia memperoleh "sukses dan kesembuhan pikiran" berupa "sukses materi dan status sosial yang lebih tinggi". Karena daya tarik inilah Peale mulai dikenal sebagai pelopor gospel of success and mind cure atau gospel of positive thinking. Buku-bukunya tidak saja ditujukan bagi orang Kristen tetapi ditujukan kepada umum. Prinsip Peale yang digali dari pandangan ahli jiwa William James beranggapan bahwa dalam batin manusia bawah-sadar ada kekuatan tersembunyi yang tidak berhingga yang belum dimanfaatkan dan digali dan sumber sukses itu sudah ada dalam bejana bawah sadar itu.
Menurut Peale tugas manusia adalah meyakinkan diri bahwa hanya pikiran yang baik sajalah yang memenuhi batinIbawah sadar kita, sebab batin/ bawah sadar hanya akan mengembalikan apa yang masuk ke dalamnya.

Bila Peale sudah memulai mencetuskan Kekuatan Batin/Pikiran sebagai sumber sukses, maka Robert Schuller melanjutkannya dengan istilah Possibility Thinking yang tidak lain sebenarnya nama lain Positive Thinking. Buku-buku Schuller umumnya diberi kata pengantar oleh Peale. Schuller memiliki gagasan mengembangkan The Positive Possibility Thought yaitu cara berfikir demi kemungkinan yang positif. Mirip dengan Peale, Schuller memberikan harapan iman kepada pendengarnya seperti tema-tema "Iman yang dapat memindahkan gunung" dan "Bagaimana menjadikan impian kita nyata" yang tentunya menarik. Para pendengar didorong untuk berfikir secara positif untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru demi mencapai sukses duniawi baik dalam perkawinan, bisnis, reputasi dan karir. Cara berfikir itu dikembangkan dengan membangun Crystal Cathedral yang mewah yang dengan pengkotbah pertama Norman Vincent Peale.
Dalam "Self Love", ia mengemukakan bahwa cinta diri merupakan "The Dynamic Force of Success" dan
mendorong kita "Belajar mencintai diri sendiri rahasia
kebahagiaan dalam hidup, cinta dan segala sesuatu yang kita lakukan", bahkan dikatakannya bahwa Cinta Diri adalah keselamatan:

5. BEHAVIOUR TRANS FORMATIO N

Bila kekuatan dalam diri manusia dalam manisme dan dinamisme bisa diolah melalui meditasi, pernafasan, dan gerak untuk menghasilkan kekuatan tertentu dalam diri manusia untuk mencapai kehidupan yang berkelimpahan, dan bila kekuatan itu kemudian dimanipulasikan melalui mind cure dalam New Thought, maka pada abad-20 kekuatan yang sama dimanipulasikan melalui faham Positive Thinking. Di tengah kedua abad-20, sejalan dengan kebangunan faham New Age (gerakan zaman baru), Positive Thinking sebagai proses pemikiran berkembang dalam Behaviour Transformation melalui seminar-seminar pelatihan pengembangan potensi diri. (Human Potential Development-Training).
Pada prinsipnya gerakan pengembangan potensi diri mengajak orang-orang untuk menyadari kemampuan dalam diri manusia yang tidak terbatas/terhingga (a.l, melalui positive thinking), untuk mencapai kehidupan yang berhasil, damai, sukacita, cinta, dan hidup berkelimpahan di bumi ini.

a. Mind Dynamics
Mind Dynamics dapat disebut perintis Pelatihan Pengembangan Potensi Diri, didirikan Alexander Everett, pendeta Unity Church. Pada tahun 1968 ia mendirikan Mind Dynamics. Unity Church senafas dengan Christian Science yang menjadikan agama sebagai kendaraan untuk mengembangkan daya pikir manusia untuk mencapai cita-cita kesejahteraan di bumi. Unity juga mengadopsi ajaran Hinduisme yang menganggap Tuhan hanya sekedar kekuatan energi semesta yang tidak berpribadi (monisme), mempercayai reinkarnasi dan menganggap dosa dan kejahatan hanya sekedar ilusi. Alexander mengakui bahwa MD dikembangkan dari beberapa ajaran spiritual seperti Theosophy, Rosicrucianisme (percayai Kristus sederajat dengan tokoh agama lain dan bersifat roh yang mendiami tubuh Yesus dan manusia yang bisa dibangunkan dengan amal baik), Egyptology, Silva Mind Control (visualisasi dan meditasi dapat memanfaatkan kekuatan okult dari diri untuk tujuan pengembangan diri).

Sukses dan praktek MD yang oleh Ikatan Psikolog Amerika (APA) disebut mempraktekkan pencucian otak
(brainwashing) dan manipulasi kejiwaan itu berjalan di luar kontrol sehingga menimbulkan reaksi keras banyak peserta yang mengalami kejutan mental sehingga kedua bentuk pelatihan itu ditutup menyusul gugatan-gugatan ganti rugi.

Kematian Mind Dynamics dan Leadership Dynamics, menyebabkan para instrukturnya memisahkan diri dan membentuk organisasi pelatihan baru dengan nama masing-masing, namun menjalankan prinsip pelatihan yang tidak beda jauh dari induk asal mereka, a.l.:
Bob White, Randy Revell, Charlene Afrenow, dan John
Hanley mendirikan Iifespring (1974).
Jim Cook pelatih Lifespring mendirikan Asia Works di
Hongkong.


b. Lifespring
Lifespring didirikan John Hanley berbentuk kelompok-kelompok berbasis seminar yang berfokuskan introspeksi dan manipulasi kenyataan dan menciptakan manusia yang berkuasa atas kehidupannya sendiri. Iifespring menekankan bahwa 'kebenaran' (truth) adalah konsep yang relatif yang bisa diartikan macam-macam. Sumber 'kebenaran' terletak pada 'pusat' (core) jiwa manusia. Pusat ini berisi 'kebenaran' juga cinta dan identitas. Tujuan Lifespring adalah untuk mengeluarkan 'pusat kebenaran' itu dan
mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Diyakinkan bahwa ini bisa diperoleh melalui latihan-latihan Lifespring.
Dalam publikasi Iifespring Family News, disebutkan bahwa:
"Seminar memanfaatkan prinsip-prinsip, konsep-konsep intelektual, dan tehnik yang paling effektif dari ... parashychology ... dan disiplin Timur" (VoU, No.2).
The Iifespring Level yang baru, dimaksudkan untuk-meningkatkan kompetensi individu dalam penguasaan perasaan dan kemampuan. Dalam pelatihan ini peserta dipaksa menghadapi ketakutan dan menguasainya, seperti latihan 'berjalan di atas bara api' (firewalking) dan 'berjalan di atas tali' (the Ropes Course).

c. Asia Works
Asia Works adalah cucu Mind Dynamics melalui ayah Iifespring. Adalah Jim Cook mantan instruktur Lifespring yang membuka Asia Works di Hongkong (1992). Asia Works kemudian membuka cabang di Indonesia (1997).
Pelatihan Asia Works masih mengikuti pola pelatihan Lifespring yang mula-mula. Pada tingkat Basic Training, peserta diajak belajar melalui pengalaman hidupnya. Mereka diajak melihat kembali kebiasaan-kebiasaan yang selalu dilakukan setiap hari, lalu menimbang kebiasaan mana yang harus diteruskan bahkan ditingkatkan serta mana yang harus ditinggalkan. Dengan proses mengingat (reminding) diharap kehidupan peserta bertambah baik dan effektif.
Pada tingkat Advanced Training, peserta melakukan lokakarya untuk mencari solusi atas masalah secara intensif. Pada tingkat Leadership Program, peserta belajar bagaimana dan apa artinya menjadi pemimpin dalam hidup mereka sendiri. Mereka merancang tujuan dan program tiga bulan yang ingin dicapai.
Daya tarik dari pelatihan Asia Works selain karena para instruktur adalah orang-orang Amerika yang berbahasa Inggeris dan peserta diusahakan agar termotivasi untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi, juga suasana diusahakan bersifat kekeluargaan sehingga ikatan antar peserta dan antar peserta dengan instruktur menjadi erat.
Behaviour Transformation training menarik karena
meletakkan tanggung jawab hidup pada diri sendiri yang dicapai dengan kekuat6.

KESIMPULAN
Kita sudah melihat bahwa apakah itu Manisme & Magisme kuno, Mind Cure, Positive Thinking, maupun Behaviour Transformation, semuanya percaya adanya kekuatan dalam diri manusia. Yang membedakan adalah kegunaaan dan cara menggunakannya. Positive Thinking adalah salah satu cara menggali potensi/kekuatan tersembunyi bawah sadar itu.

Beberapa kesimpulan bisa diambil sebagai berikut:
(1) Konsep 'Yang Satu' berupa Tenaga, Kekuatan
(Force/Power) dan Mana, merupakan konsep mistik yang meniadakan Tuhan yang berpribadi (The Force
menggantikan 'God');
(2) Konsep kekuatan yang inheren dalam diri manusia, berarti meninggikan manusia setara Tuhan (slogan New Age: I am God);
(3) Usaha manusia menguasai kekuatan itu menjadi kebal, sakti, bersifat ilahi, dan mencapai kemakmuran, menunjuk ke jalan keselamatan di luar Tuhan;
(4) Positive Thinking sebagai salah satu jalan menguasai kekuatan itu melalui pikiran, mengabaikan realita bahwa pikiran itu pada hakekatnya terbatas dan bahwa manusia itu tidak sempurna dan telah jatuh, dan keduanya perlu ditebus dan dikuduskan;
(5) Pandangan yang optimis akan keselamatan melalui jalan pikiran (mind cure / positive thinking) mengabaikan dosa yang diidap manusia yang sebenarnya membutuhkan pertolongan Tuhan;
(6) Umat Kristen perlu berfikir positif, namun pikiran positif yang alkitabiah bukan merupakan usaha manusia yang ditujukan untuk mencapai keselamatan dengan kekuatan sendiri, melainkan karena umat Kristen sudah diselamatkan, ia patut bersyukur dan berbuahkan pemikiran yang positif;
(7) Umat Kristen perlu berhati-hati dalam berurusan dengan New Age (gerakan zaman baru) yang berpusat manusia karena dibaliknya bersembunyi kekuatan okult. Dan roh-roh dunia;
(8) Sejarah praktek kekuatan pikiran (mind power) tidak lepas dari sifatnya yang menolak Allah dan manusia ingin menjadi Allah. Alkitab menceritakan kepongahan Menara Babel dan Lucifer yang menyombongkan kemampuan dirinya, karena itu Tuhan melalui nabi Yeremiah mengatakan agar kita: tidak mengandalkan manusia, kekuatannya sendiri, dan hatinya menjauhi Tuhan" (Yeremia 17: 5) "diberkati orang yang mengandalkan Tuhan dan menaruh harapannya pada Tuhan (Yeremia I 7: 7)

Penulis:Drs.Simon-Arnold-Julian-Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.