STUDI-PERBANDINGAN
AGAMA
Oleh:-Drs.Simon-Arnold-Julian-Jacob
I. STUDI
TENTANG AGAMA-AGAMA
Agama adalah bagian dari Kebudasyaan
Apakah Agama
itu? Berbagai jawaban dan definisi bisa diberikan oleh orang tergantung
dari sudut mana mereka melihat agama itu. Secara sederhana ada yang menyebutkan
bahwa agama itu adalah: “kepercayaan akan mahluk-mahluk halus,”
namun yang lainnya mencoba memberikan definisi yang lebih komprehensip atau
deskripsi mengenai praktek-prakteknya.
Sejak berkembangnya agama pada
masyarakat primitip, agama berkembang tanpa manusia merasa perlu mendifinisikan
artinya, namun sejak perkembangan ilmu pengetahuan, manusia berusaha untuk
mengerti hakekat agama yang sudah dianut manusia sejak kehadiran manusia dimuka
bumi itu. Beberapa pendekatan akan studi tentang agama-agama yang dilakukan
adalah antara lain sebagai berikut:
Ahli Antropologi menggambarkan keyakinan dan praktek agama seperti yang dapat diamati dalam komunitas yang hidup. Agama dalam komunitas ini membantu menyatukan orang-orang melalui pengalaman yang dilakukan bersama dan pemberian makna pada kehidupan mereka. Agama menyediakan pola perilaku manusia, sering sebagai tanggapan atas kesukaran hidup.
Ahli Antropologi menggambarkan keyakinan dan praktek agama seperti yang dapat diamati dalam komunitas yang hidup. Agama dalam komunitas ini membantu menyatukan orang-orang melalui pengalaman yang dilakukan bersama dan pemberian makna pada kehidupan mereka. Agama menyediakan pola perilaku manusia, sering sebagai tanggapan atas kesukaran hidup.
Ahli Sosiologi menekankan dimensi sosial
dari ide-ide keagamaan. Agama menyediakan jalan yang disepakati dalam melihat
dunia ini. Ia memberikan kepada setiap individu manusia rasa tentang makna dan
tujuan hidup sosialnya.
Ahli Jiwa menjelaskan agama sebagai pemenuhan akan kebutuhan kejiwaan dalam mengatasi konflik-konflik batin, dan bagaimana agama itu berperan dalam kesejahteraan jiwa manusia itu
Ahli Jiwa menjelaskan agama sebagai pemenuhan akan kebutuhan kejiwaan dalam mengatasi konflik-konflik batin, dan bagaimana agama itu berperan dalam kesejahteraan jiwa manusia itu
Ahli Sejarah menjelaskan agama dalam hubungan kejadian-kejadian yang dihasilkan kepercayaan
dari dulu sampai sekarang.
Ahli
Teologi
berkenaan dengan agama dalam
lingkungannya sendiri, mengenai pertanyaan apakah hal itu benar atau salah, dan
bagaimana manusia menanggapi agama itu.
Ahli-ahli lain berusaha melihat perilaku beragama dan agama itu sendiri dalam hubungan dengan disiplin ilmu pengetahuan masing-masing.
Ahli-ahli lain berusaha melihat perilaku beragama dan agama itu sendiri dalam hubungan dengan disiplin ilmu pengetahuan masing-masing.
Dalam penyelidikan agama-agama yang
menyeluruh, kita mengenal setidaknya dua
macam studi agama, yaitu:
(1) Sejarah Agama, dan
(2)
Perbandingan Agama.
Sejarah agama
(History of Religions) berusaha untuk mengerti agama dari sejarahnya di masa
lalu sampai sekarang dan hal-hal apa yang berkembang dalam agama itu, jadi
sifatnya penyelidikan yang mendalam dan vertikal atas agama tertentu, sedangkan
perbandingan agama (comparative
religions) mencoba melakukan pendekatan atas agama melalui perbandingkan antara
satu agama dengan agama lainnya.
1. PENDEKATAN STUDI AGAMA
Bila masa rasionalisme menghadirkan
pemikiran filsafat alami (natural philosophy) seperti yang dipopulerkan oleh G.W.F. Hegel, studi ANTROPOLOGI
AGAMA mengalami perkembangan penting setelah Charles Darwin mengemukakan teori evolusinya mengenai
perkembangan biologis kehidupan mahluk dari sederhana sampai kompleks, demikian
juga kemudian agama dianggap sebagai
mengalami perkembangan yang sama pula. Ini kemudian dikenal sebagai teori evolusi agama yang dikaitkan
dengan nama E.B. Taylor, J.G.
Frazer, dan W. Robertson
Smith sekitar tahun 1870-1920.
Tokoh-tokoh itu mencari identitas
periode tertentu yang telah dijalani manusia, dengan memperhatikan karakter
keyakinan yang dianut pada era yang susul-menyusul. Mereka menamakan fase-fase
kehidupan beragama menurut mereka sendiri, umumnya bersifat spekulatif, teori
dari sifat-sifat dominan yang hadir di dalam masing-masing. Khususnya Sir J.G. Frazier dalam bukunya The Golden Bough menyebut agama akan berkurang artinya begitu
ilmu pengetahuan menggantikannya sebagai salah satu tahap dalam perkembangan
pemikiran manusia.
Memasuki abad XX terjadi pendekatan
studi agama yang berbeda dari sebelumnya, dan pertanyaan mengenai perkembangan
agama berubah bentuknya. Sebagai pengganti pertanyaan mengenai evolusi tentang
bagaimana agama semula berkembang, ahli antropologi memilih untuk menanyakan
fungsi apa (functionalism) yang ditunjukkan agama dalam kondisi masyarakat
tertentu dimana agama itu berkembang. E.E.
Evans-Pitchard menyebutnya ‘agama adalah apa yang diperbuat oleh
agama itu.’ Bronislaw Malinowsky (1884-1942) mengabaikan dimensi
sejarah dan memilih untuk mempelajari secara intensif peran yang dilakukan oleh
agama di kepulauan Trobrian yang ditulisnya dalam bukunya berjudul Magic,
Science and Religion.Malinowsky percaya bahwa ada hukum ilmiah kebudayaan
yang bisa digunakan untuk agama. Kebutuhan biologis individu akan
makanan, tempat berteduh, sex dan rasa aman dapat juga dilihat sebagai kebutuhan
sosial yang disediakan manusia secara bersama melalui institusi-institusi
ekonomi, politik, perkerabatan dan agama. Sihir (magic) bermanfaat karena mendudukan
seseorang kepada posisi kepemimpinan dalam masa-masa krisis di masyarakat. Itu
mendatangkan langkah positif yang mungkin untuk menghindari perilaku yang
kacau. Agama
bersama Magic menyediakan kekuatan penyatu dalam masyarakat, karena
hal itu merupakan jawaban atas hasrat manusia untuk bertahan hidup. Magic
yang ditunjukkan ditengah bencana alam, menghadirkan dukungan kejiawaan pada
manusia yang takut.
Kebanyakan teori ini dihasilkan dari
pengamatan Malinowski pada masyarakat primitif, tetapi dari buku hariannya yang
baru diterbitkan lama setelah ia meninggal, ketakutannya sendiri akan kesendirian,
kegelapan, dan kematian kemungkinan memdorongnya kearah jalan teori agama yang
disusunnya.
Sesudah tahun 1950-an, ahli-ahli
antropologi mengalihkan perhatian mereka lebih kepada peran agama sebagai ekspresi
struktur (structuralism) ide-ide, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan dari
suatu masyarakat. Mereka menarik gambaran hubungan yang ada diantara
doktrin-doktrin. Mereka menanyakan apa yang dikemukakan orang-orang, bagaimana
mereka mengorganisasikan kepercayaan mereka, dan apa yang menjadi pola logis
sebuah agama.
Sebagai contoh, penganut Buddha
di pedesaan melarikan diri dari pengalaman yang menyakitkan dengan cara pengusiran
setan, tapi bagaimana mereka mencocokkan ini dengan idealisme
Buddhisme yang menolak keabsahan pengusiran
setan? Atau bagaimana umat Kristen mengkaitkan keyakinan mereka mengenai
kehidupan sehari-hari dengan kepercayaan akan Trinitas? Pendekatan struktural
mengajak kita kepada organisasi pikiran manusia, dan jalan manusia membawa pola
yang teratur ke dalam dunia yang komplek. Sebagai misal, antropolog Perancis, Claude Levi-Strauss mempelajari pertanyaan tentang
bagaimana ini bisa terjadi dalam kasus mitos-mitos.
Bila pada abad XIX para ahli merasa
bahagia dengan menggabungkan ide-ide antropologi dengan yang berhubungan dengan
pikiran manusia, pada abad ke XX, dalam studi PSIKOLOGI AGAMA, pikiran
diabaikan oleh para ahli jiwa
seperti Sigmund Freud
yang mendasarkan pemikirannya pada antropologi evolusi, terutama dari William
Robertson Smith, tapi harapannya adalah untuk menunjukkan bagaimana
kekuatan yang mendasari pikiran manusia, beralaskan semacam energi seksual yang
disebut libido, yang ditujukan sebagai sikap mengarah ke figur-Tuhan yang
sebenarnya bersumber pada hubungan semasa kecil dengan ayah manusianya.
Freud mempopulerkan konsep utama
studi agama tentang proyeksi (projection),
istilah yang bukan saja dipopulerkan oleh Freud tetapi bersumber pemikiran
filsuf yang mendahuluinya, yaitu Feuerbach
(1804-72). Feuerback mengklaim bahwa pernyataan tentang Tuhan harus dimengerti
sebagai pernyataan tentang manusia. Manusia ingin membentuk ide-ide tentang
Tuhan kemudian melihat ke dalam dirinya mengenai realitasnya sendiri. Untuk
memperoleh pengetian yang tepat mengenai teologi,
seseorang harus membalikkan proses itu dan menafsirkan doktrin agama sesuai
istilah manusia. Feuerbach kemudian
mempengaruhi Karl Marx
dan Friedrich Engels
yang menetaskan masyarakat komunis dan pandangannya tentang agama (agama adalah candu/ilusi bagi
masyarakat) sebagai cara untuk mengartikan kehidupan ini. Freud juga menentukan
bahwa posisi agama tidak lagi bermanfaat bagi manusia yang dengan jelas
ditunjukkan dalam bukunya berjudul ‘The
Future of an Ilusion’ (1927). Disini proyeksi dilihat sebagai ilusi,
pikiran manusia yang membawa manusia keluar dari kebenaran dan realitas, karena
itu harus disesalkan.
Psikolog William James menganut sikap lebih pisitip terhadap peran
agama. Dalam bukunya The Varieties of
Religious Experience (1902), ia menyodorkan diskripsi penuh mengenai
pengalaman-pengalaman beragama yang dimiliki oleh bermacam orang,
membandingkannya dan membedakan antara yang disebutnya ‘agama mereka yang
berfikiran sehat’ dengan yang ‘berjiwa sakit.’
Bagi James, agama adalah
berkenaan dengan nilai untuk membantu manusia untuk menghadapi kehidupan secara
positif dan berani. Itu dilihat sebagai tujuan batas mengenai kenyataan bahwa
ada sesuatu yang salah dengan diri kita.dan dengan cara-cara untuk
menyelamatkan kita dari yang salah. Dengan kata lain, agama menolong manusia untuk menerima diri dan kondisi hidupnya,
lebih daripada menjadi mangsa kegagalan hidupnya. Semua ini akan mendatangkan
keuntungan yang positif bagi manusia. Disini James tidak melihat agama sebagai
ilusi tanpa masadepan yang nyata seperti yang digambarkan oleh Freud.
Studi SOSIOLOGI AGAMA berkembang pesat
pada awal abad XX, khususnya dengan tulisan Emile Durkheim (1858-1917) yang terkenal, yaitu ‘The Elementary Forms of the Religious
Life.’ Durkheim juga memberi nilai lebih pada teori proyeksi, dan juga
sama dengan Freud dipengaruhi tulisan W. Robertson Smith. Namun berbeda dengan
Freud, sekalipun Durkheim menerima pendekatan evolusi atas agama, tetapi tidak
menerima pandangan yang menyebutkan bahwa ide keagamaan sekedar konsep yang
menyesatkan yang dihasilkan pikiran manusia. Disini Durkheim menggabungkan
sebagian ide psikologi Freud dan spekulasi Frazer. Durkhem diyakinkan bahwa ada
sesuatu yang nyata benar dalam agama, dan bahwa manusia tidak menipu dirinya
sendiri.
Dalam melihat realitas yang mendasari perilaku beragama ia juga menerima sebagian penjelasan teologis, dan yang berkaitan dengan realitas yang mempengaruhi agama ia percaya itu adalah masyarakat (society) itu sendiri. Durkheim sangat terobsesi ide kemasyarakatan sama halnya dengan Freud yang terobsesi pikiran bawah sadar. Ia percaya adanya realita yang berbeda bekerja dalam kelompok-kelompok sosial yang darinya kehidupan individu dihasilkan. Agama adalah aktivitas manusia yang berbicara mengenai realitas selagi menggunakan kata-kata tentang tuhan.
Dalam satu segi, Durkheim menerima
pandangan yang sama seperti Feuerbach bahwa manusia biasanya percaya dan
bebicara mengenai Tuhan selagi berbicara mengenai kelompok sosialnya sendiri
tanpa menyadarinya. Tetapi bagi Durkheim, yang tidak percaya akan adanya Tuhan
yang hadir dalam diri-Nya sendiri secara independen diluar manusia, masyarakat
baginya begitu penting sehingga bisa menggantikan kedudukan Tuhan. Masyarakat
ada sebelum seseorang lahir dan akan tetap ada sesudah seseorang mati.
Masyarakat memberikan ide dan bahasa untuk berfikir dan berbicara, masyarakat
melindungi seseorang dan membuat manusia merasa berguna dalam hidupnya. Jadi,
sekalipun kenyataannya manusia memproyeksikan semuanya itu kepada figur tuhan,
ide-ide itu benar, dan lebih dari itu, hal itu perlu bila masyarakat ingin
disatukan sebagai komunitas moral.-Studi yang membandingkan satu agama
dengan lebih mendalam dan-membandingkannya dengan agama-agama
lain yang dikenal sebagai
PERBANDINGAN AGAMA[B] (Comparative
Religion) mulai dikenal melalui
tokohnya bernama [B]Friedrich Max Muller (1823-1900). Muller dikenal sebagai ‘bapa perbandingan
agama’ (the father of comparative religion). Max Mullerlah yang pertama
kalinya membawa agama-agama dunia (khususnya India) kepada perhatian orang
Barat dengan menerjemahkan tulisan agama kuno dan modern agama-agama India
dengan cara yang hidup. Teorinya mengenai sejarah agama yang berasal dari
personifikasi gejala-gejala alam (seperti yang dilihatnya dalam agama Hindu)
kemudian menggantikan gejala alam itu.
Perbandingan agama pada awalnya lebih
berkenaan dengan asal muasal dan evolusi agama sebagai gejala manusia secara
umum, dan teori evolusi agama ini dikenal melalui tokohnya Edward Burnett Tylor (1822-1912)
yang mempopulerkan istilah ‘animisme’ yang dipercayainya
sebagai tahap awal dari evolusi agama, keyakinan sderhana yang mempercayai
keberadaan mahluk roh (spiritual being).
2. AGAMA DARI PRIMITIF SAMPAI MODERN
Tidak ada manusia dari yang primitip sampai yang modern yang tidak mengenal agama atau dalam pengertian primitip keyakinan
akan hal-hal yang gaib/sihir/magi (magic). Dalam masyarakat apapun
selalu ada keyakinan mengenai adanya realita
yang dianggap kekal, baka dan suci (Sacred) dan realita alam nyata yang kita
diami yang bersifat tidak kekal, fana, dan duniawi (Profane). Menurut Mircea Eliade, tokoh sejarah
agama:
"Manusia menyadari
realita yang suci (sacred) karena
realita itu menyatakan dirinya sebagai sesuatu yang samasekali berbeda
kenyataannya dari yang duniawi (profane). Pernyataan itu disebut sebagai hierophany." [1]
Dalam hubungan dengan realita baka yang dianggap suci itu umumnya orang-orang memandangnya dengan hormat disertai larangan dan pantangan bila berhubungan dengannya. Keyakinan demikian diiringi dengan keyakinan adanya kekuatan supranatural khususnya kekuatan gaib/sihir/magi, atau ide-ide mengenai adanya mahluk halus, roh-roh, setan, roh nenek moyang yang telah mati, atau dewa-dewi (gods) yang berasal atau berada dalam realita yang suci tersebut.
Orang yang meletakkan dasar studi
antropologi agama adalah Edward B.
Taylor yang mengatakan:
"esensi agama primitip
adalah animisme, keyakinan akan mahluk halus, dan keyakinan ini berasal
dari penafsiran yang keliru tetapi konsisten tentang mimpi, penglihatan,
halusinasi, kesurupan, dan gejala-gejala yang sama." [2]
Pandangan ini menuntun kepada sikap yang membedakan jiwa dari badan, dimana jiwa akan terus akan mengalami kehidupan sesudah mati karena dalam kenyataannya mereka yang mati sering menampakkan diri dalam mimpi, membayang-bayangi mereka yang masih hidup dalam ingatan dan penglihatan, dan mempengaruhi tujuan hidup manusia, ini membawa kepada keyakinan akan setan dan roh-roh nenek moyang dan akan kehidupan sesudah mati di alam lain.
"Kepercayaan Animistis melahirkan
rasa takut dan rasa hormat terhadap banyak macam gejala alami. Orang pun memuja
tempat-tempat tertentu, sementara para leluhur pun dikeramatkan dan diharapkan
berkatnya." [3]
Animisme menurut Taylor, sebagai filsafat dan agama orang-orang primitip, dihasilkan dari pengamatan dan penyimpulan (akan mimpi, halusinasi dll) secara spontan. Taylor terkenal sebagai pelopor yang mempromosikan teori 'evolusi agama' dalam buku karyanya 'The Primitive Culture' yang ditulisnya pada tahun 1872.
Pandangan Taylor terbatas karena menganggap orang-orang primitip itu sebagai
terlalu perenung dan rasional, padahal faktanya banyak sekali penyelidikan baru
menunjukkan bahwa orang-orang biadab sekalipun, sudah memiliki minat selain
pada mengail ikan dan berkebun juga upacara dan festival suku yang lebih luas
daripada hanya pengalaman perenungan mimpi perorangan. Dalam studi sejarah
agama dimulai dari Taylor kuat adanya pendapat yang menganggap bahwa telah
terjadi perkembangan agama dimulai dari keyakinan adanya mana (manism) ke
keyakinan akan roh-roh dibalik segala
sesuatu (animism) menuju keyakinan akan patung (totemism), jimat (fetishism), penyembahan alam dan roh-roh, kemudian kepada dewa-dewi &
setan-setan (polytheism), dan terakhir kepada ide akan keberadaan Allah yang tunggal
(monotheism).
Sekalipun demikian banyak tokoh
sejarah agama seperti Mircea Eliade mengatakan bahwa faham evolusi gejala agama dari yang
sederhana sampai yang kompleks adalah hipotesa yang tidak dapat dibuktikan
[/COLOR][4], demikian juga Andrew
Lang dalam buku 'The Making
of Religion' (1989) membuktikan bahwa teori evolusi agama tidak cocok
dengan apa yang sebenarnya telah terjadi dalam sejarah agama. Pandangan menolak
dikemukakan oleh Robert Brow:
"Teori evolusi agama
sedang dirumuskan kembali dengan anggapan bahwa Monotheisme telah terjadi pada
bayang-bayang masa pra-sejarah. Dipelopori oleh Pastor William Schmidt dari Wina, para anthropolog telah
memperlihatkan bahwa ratusan agama suku bangsa yang terpencil sampai pada masa
kini tidaklah primitif dalam arti agama asali yang belum berkembang.
Bangsa-bangsa ini mempunyai ingatan tentang "Sang Hiang Tunggal", Sang Pencipta
Allah Bapa yang lemah lembut, Allah ini tidak lagi dipuja, sebab
tidak ditakuti ... Dengan demikian kita melihat bahwa evolusi agama yang mulai
dari Animatisme primitif, tidak lagi dapat diterima sebagai axioma (kenyataan),
dan bahwa beberapa antropolog percaya bahwa Monotheisme mungkin saja lebih primitif daripada Animisme." [5]
Penelitian lebih lanjut antropologi modern dapat dijumpai dalam karya Sir James Frazer. Ia mengemukakan adanya tiga masalah yang dihadapi oleh agama primitip, yaitu
(i) hal-hal gaib/sihir/magi (magic) dan hubungannya dengan agama dan pengetahuan;
(ii) totemisme (penghormatan patung) dan aspek sosiologis keyakinan kuno; dan
(iii) kultus kesuburan dan tanam-tanaman.
Dalam buku 'The Golden Bough,' Frazer menunjukkan dengan jelas bahwa
animisme bukan satu-satunya keyakinan pada budaya primitip. Orang primitip
berusaha untuk menguasai alam untuk tujuan praktis, ini dilakukannya secara
langsung melalui upacara dan mantra, menguasai angin dan iklim, dan binatang
dan panen agar mengkuti kemauannya. Baru setelah usahanya menguasai alam ini
mengalami kesulitan barulah manusia mencari usaha meminta bantuan roh-roh yang
lebih tinggi seperti setan, roh nenek-moyang atau dewa-dewi.
Disinilah Frazier membedakan antara kepercayaan Ilmu
Gaib (Magic, yaitu keyakinan bahwa manusia dapat menguasai
alam) dan Agama (Religion, yaitu pengakuan akan
keterbatasan manusia dan pencarian kuasa yang lebih tinggi darinya sejalan
perkembangan pengetahuan). Banyak
pujian dan kritik ditujukan pada tulisan Frazier yang dianggap sudah lebih maju
dari tulisan Taylor, yang umumnya membedakan antara Ilmu Pengetahuan (Science) yang dihasilkan dari pengalaman dan Ilmu Gaib/Sihir/Magi (Magic)
yang dihasilkan dari tradisi. Ilmu Pengetahuan dipimpin akalbudi dan diuji oleh
pengamatan, terbuka akan kebaikan untuk seluruh komunitas, sedangkan Ilmu Magic berkisar kebatinan (mysticism) dan
berbau okultisme yang diajarkan melalui awal yang rahasia yang diturunkan
secara bakat atau diwariskan secara eksklusip. Jadi dari pengertian Frazer
kedua realita itu tidak saling bergantung dalam arti kata tidak harus bahwa
Ilmu Pengetahuan diahasilkan karena perkembangan Ilmu Gaib (Magic).
Bila Ilmu
Pengetahuan dilandaskan konsepsi kekuatan-kekuatan alam, Ilmu Gaib dihasilkan oleh keyakinan akan adanya kekuatan atau tenaga (power) yang bersifat batin dan tidak berpribadi yang
secara umum diyakini oleh orang-orang primitip.
Bagi Mircea Eliade "Baik bagi orang primitip atau masyarakat modern, yang suci (sacred) itu disamakan dengan suatu kekuatan atau tenaga (power)" [/COLOR][6]. Kekuatan atau tenaga (power/force) yang diyakini oleh kebanyakan orang-orang primitip sampai sekarang biasa disebut antara lain sebagai mana di Melanesia, arungquiltha di suku Aborijin Australia, wakan/orenda/manitu yang diyakini orang-orang Indian Amerika dapat ditemui secara universil di semua suku-suku primitip di dunia dimana Ilmu Gaib/Sihir dipraktekkan.
Bagi Mircea Eliade "Baik bagi orang primitip atau masyarakat modern, yang suci (sacred) itu disamakan dengan suatu kekuatan atau tenaga (power)" [/COLOR][6]. Kekuatan atau tenaga (power/force) yang diyakini oleh kebanyakan orang-orang primitip sampai sekarang biasa disebut antara lain sebagai mana di Melanesia, arungquiltha di suku Aborijin Australia, wakan/orenda/manitu yang diyakini orang-orang Indian Amerika dapat ditemui secara universil di semua suku-suku primitip di dunia dimana Ilmu Gaib/Sihir dipraktekkan.
Dari banyak pengamat antropologi
agama, ditemukan dalam semua agama primitip adanya keyakinan akan kekuatan
(power/force) supranatural yang tidak berpribadi yang menggerakkan semua hal
yang ada disekitar kehidupan orang-orang dan juga dalam realita yang suci. Mana
inilah dan bukan animisme yang merupakan esensi ilmu gaib agama pra-animisme.
Kepercayaan akan Mana yang juga sering disebut sebagai dinamisme (dynamism)
yang berasal dari istilah Melanesia dan secara umum kemudian digunakan oleh
para ahli antropologi.
Keberadaan Mana jelas diakui oleh semua
ahli yang umumnya sepakat untuk mempercayai bahwa Mana adalah kekuatan yang tidak berpribadi (impersonal power) . Emile Durkheim dalam
penelitiannya akan suku-suku Indian di Amerika mengemukakan bahwa umumnya
suku-suku itu mempercayai adanya 'kekuatan
unggul' (pre-eminent power)
yang bisa dimanfaatkan, karenanya banyak yang kemudian menganggapnya sebagai 'semacam dewa yang berkuasa' sehingga
banyak yang menyebutnya sebagai 'roh
besar' (great spirit), tetapi dari penelitian suku-suku itu sendiri
ternyata bahwa pernyataan terakhir mengenai roh besar itu tidak didukung
kenyataan.
3. KOMPONEN DALAM AGAMA
Pada prinsipnya sesuai definisi Mircea
Eliade, 'Agama'
timbul karena adanya kesadaran manusia bahwa dibalik 'alam nyata yang tidak kekal' (Profane) ini ada 'alam maya yang kekal' (Sacred) dan
bahwa 'manusia dengan sesuatu cara
dapat berhubungan dengan realita itu. ' Berdasarkan hal itu dapatlah
digambarkan bahwa dua lingkaran 'Sacred'
dan 'Profane' itu bertemu pada
bidang yang disebut agama. Secara garis besar, gambaran agama itu bisa
digambarkan dalam gambar berikut:
PROFANE / MANUSIA & DUNIA
PROFANE / MANUSIA & DUNIA
Pada gambar di atas, ‘Sacred’
(digambarkan sebagai lingkaran di atas) bersinggungan dengan ‘Profane’
(digambarkan sebagai lingkaran di bawah) dalam apa yang disebut sebagai
‘Agama.’ 'Sacred' (dengan pusat lingkaran menunjuk pada [1] yang suci) menyatakan diri dalam
bentuk segitiga terbalik (dengan puncak ke bawah) yang disebut [2] 'penyataan/pengungkapan' (hierophany)
dimana kedua sudut di atasnya menggambarkan [2.1] orang suci dan [2.2] tempat
suci, sedangkan puncak di bawah menggambarkan [2.3] kitab suci yang dari dalamnya manusia
dapat menggali pokok-pokok ajaran
(dogma) dan pedoman tingkah laku
(etika). Respons [3] manusia
dan dunia (sebagai pusat
lingkaran Profane) dapat digambarkan sebagai segitiga yang disebut [4] ungkapan beragama yang dinyatakan
dengan puncak segitiga yang menghadap ke atas sebagai [4.1] jalan keselamatan (penebusan) untuk
mencapai yang suci itu, dan kedua sudut di alasnya yang menggambarkan [4.2] komunitas umat beragama dan [4.3] upacara dan etik-moral yang dilakukan demi keakraban komunitas tersebut.
Catatan :
Catatan :
[1] Mircea Eliade, The Sacred &
The Profane, h.11.
[2] Bronislaw Malinowski, Magic,
Science & Religion, h.18.
[3] Stephen Skinner, Feng Shui, h.17.
[4] lihat Mircea Eliade, Patterns in
Comparative Religions, h.xiv.
[5] Robert Brow, Asal Usul Agama,
h.10-11.
[6] Mircea Eliade, The Sacred, h.12.
Post subject:
Re:
PERBANDINGAN AGAMA
Posted:
Mon Nov 17, 2008 12:20 pm
II. MEMPELAJARI SEJARAH AGAMA HIDU
ASPEK MISTIK DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA
Agama India kuno sudah terdeteksi
sejak sekitar tahun 3000-BC dan nama Hindu adalah nama India dalam bahasa
Persia, dan merupakan agama tradisi budaya yang berkaitan dengan tanah India
yang disebut sebagai The Mother India yang lebih merupakan agama yang
berorientasi kepada alam dan pertanian dan dapat dikatakan sebagai 'percampuran
sekte kultus, kebiasaan, ide-ide dan aspirasi' yang beragam dan bervariasi di
sekitar 700.000 desa.
India sebagai sebuah sub-benua saat ini memiliki penduduk sekitar 500 juta dan terdiri dari bangsa Dravida di sebelah selatan yang umumnya hitam dan pendek, bangsa Benggala di bagian timur laut yang coklat, dan bangsa Aria yang keturunan Persia di sebelah utara yang umumnya bertubuh tinggi dan berkulit putih. Agama Hindu yang kuno tidak mempunyai pendiri atau nabi, tidak mempunyai struktur organisasi agama, dan lebih menekankan jalan hidup dan bukan pemikiran. Radhakrishnan mantan presiden India menyebut 'agama Hindu sebagai kebudayaan dan bukan pengakuan iman.'
1. KONSEP MENGENAI YANG SUCI
Dalam agama Hindu yang kuno ada yang
percaya tentang apa yang disebut Tuhan ada yang tidak dan umumnya menjadikan
kekuatan alam sebagai sesembahan (Manisme & Animisme) dan dengan adanya
pengaruh bangsa Aria di Utara (ca.abad ke-XV-BC) yang menghasilkan bahasa
Sansekerta berkembanglah dewa-dewi (politheisme) yang merupakan personifikasi
kekuatan-kekuatan alam seperti Agni
(dewi api), Indra (dewa langit/
perang) dan Varuna (dewa pengatur
kosmis), dan memuncak dalam apa yang disebut sebagai Trimurti yaitu dewa Brahman,
Shiva dan Wishnu dan para dewinya yaitu Saraswati, Lakhsmi dan Kali/Duga. Dewi
Shakti adalah simbol kewanitaan. Di samping dewa-dewi ini dikenal para
perantara (avatar) seperti Rama dan Krishna. Para penguasa/raja dianggap
sebagai anak dewa. Krishna sering
dipersonifikasikan sebagai binatang Sapi (kultus Mother Goddes).
Dengan berkembangnya agama menjadi PantheismelMistisisme
(kebatinan) maka konsep dewa-dewi berkembang menjadi konsep Monisme mengenai keberadaan zat yang
'SATU' (The One) yang disebut Brahman
yang mendasari semua keberadaan dan keberadaan zat yang satu itu dalam diri
manusia sebagai Atman, dan bahwa
adanya penyatuan zat manusia Atman
dengan Brahman sebagai zat yang satu
itu.
2. PERNYATAAN YANG SUCI
Ungkapan dari yang suci atau
hierophany dinyatakan dalam keberadaan orang-orang suci, tempat-tempat suci,
dan kitab-kitab suci.
A. Orang-orang Suci
Sekalipun semula tidak mempunyai agama
terstruktur dengan para imamnya kemudian timbullahlah golongan Rishi (orang-orang
suci) dan Sadhu (orang suci
pengelana/asketik) yang dianggap menjadi perantara antara dewa-dewi dengan
manusia. Mereka memberitakan jalan hidup kekekalan yang disebut sanata dharma. Kemudian timbullah para
Imam yang memimpin upacara suci di kuil-kuil dan memuncak pada abad ke-VIII-BC.
Pada abd ke-VI-V-BC timbullah pemberontakan akan agama imam dengan
berkembangnya agama Upanishad
(mistik) seperti Buddhisme dan J ainisme. Hinduisme mengalami
kebangkitan kembali sekitar abad ke-III-BC sampai AD-III.
B. Tempat-tempat Suci
Tempat-tempat yang dianggap suci yang
terutama adalah sungai Gangga yang airnya dianggap sebagai lambang kehidupan
dimana setiap hari orang melakukan mandi suci, demikian juga kota suci
Varanashi di tepi sungai Gangga yang dianggap akhir kehidupan dimana yang mati
dibakar dan abunya ditaburkan di sungai Gangga dan Alahabad ditepi pertemuan
sungai ini dengan sungai Yamuna dimana dalam 12 tahun sekali diadakan festival
mandi suci.
C. Kitab-kitab Suci
Agama Hindu kuno tidak memiliki kitab
suci tetapi kemudian bangsa Aria yang datang membawa Agama Aria menghasilkan
kitab Veda (Vid = pengetahuan) yang
kemudian ada yang dinyanyikan (Rig Veda). Veda
kemudian diakhiri dengan Vedanta
(akhir Veda) dalam bentuk kitab
Upanishad dimana berkembang konsep
pantheisme/mistisime mengenai hakekat
monisme Brahman - Atman. Pada kurun antara abad ke-III-BC sampai AD-III
kebangkitan Hinduisme menghasilkan kitab-kitab
Sutra yang merupakan perumusan pokok-pokok penting dari Veda dan Upanishad.
Dalam sejarah kekekalan Hindu dalam empat zaman, pada zaman I dunia berada dalam keadaan teratur, pada zaman II keadaan mulai terganggu, pada zaman ini dikenal cerita suci agama yang disebut Ramayana (tentang rama dan Shinta) dan memuncak pada akhir zaman III dimana terjadi perang habis-habisan yang dikisahkan dalam Mahabharata (perang semesta antara kebaikan [pandhawa] dan kejahatan [asthina]). Dialog Arjuna dan Krishna sebelum perang Kurusetra kemudian dinyanyikan dalam bentuk Bhagawat Gita. Zaman IV menggambarkan keadaan kacau yang disebabkan perang Kurusetra yang akhirnya dunia diperbaharui.
3. KONSEP MENGENAI MANUSIA & DUNIA
Dalam sejarah kekekalan Hindu dalam empat zaman, pada zaman I dunia berada dalam keadaan teratur, pada zaman II keadaan mulai terganggu, pada zaman ini dikenal cerita suci agama yang disebut Ramayana (tentang rama dan Shinta) dan memuncak pada akhir zaman III dimana terjadi perang habis-habisan yang dikisahkan dalam Mahabharata (perang semesta antara kebaikan [pandhawa] dan kejahatan [asthina]). Dialog Arjuna dan Krishna sebelum perang Kurusetra kemudian dinyanyikan dalam bentuk Bhagawat Gita. Zaman IV menggambarkan keadaan kacau yang disebabkan perang Kurusetra yang akhirnya dunia diperbaharui.
3. KONSEP MENGENAI MANUSIA & DUNIA
Manusia dianggap sebagai mahluk bagian
alam yang menjadi permainan para dewa-dewi dan kemudian dalam perkembangan
agama Hindu menjadi Pantheisme/Mistisime
berkembang menjadi konsep Atman
(pusat manusia) yang sehakekat dengan Brahman (pusat alam semesta). baik
upacara agama atau jalan kebatinan ditujukan untuk menyatukan Atman dengan Brahman.
4. UNGKAPAN BERAGAMA MANUSIA
Dalam mengungkapkan rasa keagamaan
mereka, agama Hindu (Hinduisme) mengenal juga cara-cara melalui jalan
keselamatan, komunitas umat, dan upacara & etik moral beragama yang sangat
melekat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.
A. Jalan Keselamatan
Hinduisme mempercayai bahwa
kehidupan di dunia merupakan perjalan ziarah yang panjang melalui jalan samsara yang miliaran tahun lamanya
melalui siklus roda kehidupan (mandala) dan kelahiran kembali yang disebut
sebagai reinkarnasi atau
transmigrasi jiwa. Melalui jalan bhakti
(devosi), jnana (pengetahuan), dan karma (perbuatan) manusia berusaha
melepaskan diri dari siklus karmanya
menuju kelepasan yang disebut moksa.
Jalan ini juga biasa diisi dengan pertarakan (asketisme) dan penggunaan mantra,
dan kemudian setelah adanya Upanishad berkembanglah
jalan Yoga (meditasi).
Jalan keselamatan secara umum
digambarkan sebagai melalui empat zaman yang pada akhir zaman ke-III disi
dengan cerita Mahabharata dan
memasuki perang semesta Kuruserta pada zaman ke-empat menuju kehancuran dan
kemudian dunia diperbaharui.
B. Komunitas Umat
Umat Hindu identik dengan penduduk
India, karena itu kehidupan berkomunitas penduduk juga merupakan kehidupan
komunitas umat Hindu. Dalam Veda
manusia dibagi empat golongan yaitu Brahmana
(imam), Ksatrya (penguasa), Waisha (pengusaha) dan Sudra (rakyat pekerja). Ada juga yang
menambahkan dengan kelompok terhina dan tersingkirkan yang disebut Pariah.
C. Upacara Etika Agama
Tiap hari mandi suci di sungai Gangga
dan setiap 12 tahun diadakan festival Kumb Melam di Alahabad yang terletak
dipertemuan sungai Gangga dan Jamuna. Mereka yang kaya memilih mati dibakar di
Varunasi kota suci ditepi sungai Gangga dan abunya dilarutkan di air sungai
Gangga untuk menjalani kehidupannya yang terus menerus sebelum ber-reinkarnasi.
kepercayaan akan reinkarnasi menyebabkan orang-orang Hindu umumnya menjadi vegetarian. Etik moral yang dilakukan
oleh orang Hindu sangat ketat, khususnya kehidupan pertarakan, tabu-tabu, dan
kepercayaan mengenai reinkarnasi yang
menyebabkan orang-orang sangat menghormati binatang yang dianggap titisan nenek
moyang yang telah meninggal. Sapi adalah
binatang suci.
5. MISTIK DI DALAM HINDU: UPANISHAD
Berbeda dengan agama Hindu yang
menekankan jalan keselamatan melalui upacara agama ritual dibimbing para Imam,
dari Hinduisme yang bersumber tradisi Arya berkembang dua aliran yang
menekankan jalan keselamatan melalui usaha pribadi, yaitu J ainisme dan Buddhisme,
keduanya bersifat mistik sekalipun tidak identik sama. Keduanya menekankan cara
pelepasan diri dari siklus samsara
dengan usaha penyadaran diri agar jiwa terlepas dari jasad materinya.
Sekalipun Jainisme dan Buddhisme
cukup berpengaruh dalam perkembangan Hinduisme, guru¬guru Hindu yang
terkemudian menganggap keduanya sebagai tidak ortodoks. Sebaliknya, ada bentuk
lain pengajaran rahasia yang berkembang dikalangan guru-guru tradisi Veda dan
ikut memberi bentuk baru pada Hinduisme. Ini kemudian dikenal sebagai Upanishads (upa = dekat, ni = bawah,
shad = duduk), karena mereka yang mempelajarinya duduk dibawah dekat guru
mereka. Ditemukan sekitar 200 tulisan upanishads.
Guru-guru itu tidak berurusan dengan
para dewa atau korban ritual, mereka lebih tertarik untuk menemukan dasar alam
semesta (ground of the universe), yaitu Realitas (Brahman) yang ada sebelum semuanya ada. Pada saat yang sama mereka
tertarik menggali hakekat kesadaran manusia. Mereka sampai kepada kesimpulan
bahwa apa yang azasi dari 'aku perorangan' (atman) tidak lain adalah realitas
yang mendasari kosmos.
Beberapa kutipan
yang menggambarkan konsep mistik Upanishad itu secara jelas adalah:
"At the heart ofthis
phenomenal world, within all its changing forms, dwells the unchanging Lord.
So, go beyond the changing, and, enjoying the inner." (Ayat pertama Isha
Upanishad)
The Self is all knowing, it
is all-understanding, and to it belongs all glory. It is pure conciousness,
dwelling in the heart of all, in the citadel of Brahma. There is no space it
does not fill." (Dari Mindaha Upanishad).
"Thou art the Eternal among etemals, the
"Thou art the Eternal among etemals, the
conciousness within all
minds, the Unity in diversity, the end of all desiring. Understanding and
experience of Thee dissolve all limitations." (Dari Shivatashvatara
Upanishad). [1]
Sama halnya dengan Jainisme dan Buddhisme, Upanishad berkepentingan untuk mengatasi perasaan yang asali keberadaan manusia akan kekuatiran dan frustrasi. Mereka juga menyadari gejolak dan hidup yang bersifat sementara, tetapi mereka mencari esensi yang kekal bukan saja dari luar tetapi dari dalam diri mereka. Jalan keselamatan mereka adalah pengetahuan dan penglihatan rohani.
Seperti halnya buku panduan para imam,
setiap Upanishad terlampir pada satu dari keempat koleksi nyanyian Veda. Mereka
adalah rekaan spekulatif yang digambarkan sebagai perumpamaan untuk
mengkomunikasikan pandangan mereka tentang realitas. Setiap buku tentang Hindu
mengutip cerita Svetaketu dalam Chandoya Upanishad.
"Svetaketu diminta untuk membelah buah pohon banyan dan disuruh terus membelah sampai tidak terlihat apa-apa. Ayahnya mengingatkannya bahwa yang tiada berasal dari yang tiada bahkan dari yang sangat kecil masih hadir kekuatan yang meresapi seluruh alam semesta dan menjadi dasar semua keberadaan. Percayalah! Ia diingatkan. 'Itu adalah nafas-jiwa (Brahman) yang berada dalam akar semua keberadaan, dan itulah juga apa adarnu, Svetaketu!' 'Itu adalah apa adaMu' mengungkapkan kesatuan aku (jiwa) manusia dengan realitas mutlak. Ia diberitahu pula tentang tidak mungkinnya memisahkan garam dari air asin karena rasa asin itu meresapi keseluruhannya. Dengan cara yang sama, ia dijamin bahwa realitas dalam didalam aku (jiwa) manusia adalah Realitas itu sendiri (Brahman).
Radhakrisnan menekankan sisi subyektip
dan obyektip dari Upanishads. Svetasvatara (salah satu dari pembicara),
mengatakan, 'gergajilah kebenaran dalam kuasa kontemplasi dan anugerah Allah.'
Karena itu, lanjutnya, kebenaran-kebenaran itu harus diperiksa bukan saja
dengan pemikiran logis tetapi juga dengan pengalaman pribadi.'
Sekalipun Upanishads berbicara
mengenai yang tidak terbatas, ada banyak ungkapan personal yang kemudian dibawa
kepada ibadah (bhakti). Diberitahukan bahwa 'Brahman diam didalam dan diluar
segala sesuatu yang tidak dilahirkan, murni, lebih besar dari yang terbesar,
tanpa nafas, tanpa pikiran' dan namun Brahman 'selalu hadir dihati semuanya
sebagai penyelamat semuanya dan tujuan yang mutlak. 'Dalam Brahman berada semua
yang bergerak dan bernafas.' Brahman dilihat sebagai 'yang satu yang dipuja.'
Untuk 'mengetahui' Brahman adalah untuk menemukan keberadaan seseorang dalam Brahman.
A. YOGA
Cara praktis penyatuan aku (jiwa)
atman ke Realitas Brahman ini dilakukan melalui Yoga. Pelaku Yoga biasa disebut
yogi. Yoga merupakan salah satu jalan keselamatan dalam Hinduisme, yaitu cara
untuk mencapai Moksa atau Kelepasan. Yoga
berarti usaha mendisiplin diri untuk 'merealisasikan kehadiran Tuhan dalam
diri,' tetapi Yoga dapat juga berarti suatu 'usaha mengatur kekuatan alam dan
roh,' dan juga sebagai usaha 'penyatuan diri dengan zat ilahi.'
"Kata 'Yoga' berasal
dari bahasa Sansekerta Yuj, yang berarti 'untuk mengaitkan, menggabungkan,
mempersatukan,' dan ghan, yang mengacu kepada 'penggabungan atau penyatuan
total'. Secara harfiah, definisi yoga adalah untuk 'bergabung dan bersatu
secara percuma.' Nah, apa saja yang diusahakan yogi untuk digabungkan dan
dipersatukan atau persatuan? Jawabannya terletak pada konsep tiga unsur manusia
yang diyakini dalam agama India kuno. Bagi mereka, manusia terdiri atas tiga
bagian, yaitu pikiran, tubuh, dan jiwa.
Tujuan akhir seorang siswa yang melakukan praktek yoga adalah untuk
mempersatukan ketiga unsur tersebut dan mencapai persatuan dengan 'Sang Tuhan'
atau 'Pikiran Alam Semesta'." [2]
Sekalipun membangun keluarga dan menikmati kesejahteraan duniawi dibolehkan dalam agama Hindu, dalam diri banyak orang India:
"Satu-satunya
keinginan yang berapi-api adalah melepaskan diri dari dunia dan hanya berfikir
untuk menyatu dengan Brahman ... Para yogi menyangkali selera mereka dan
beberapa dikatakan dapat menghentikan detak jantungnya selama satu menit dan
menahan nafas sampai berjam-jam ... Pada tingkat yang paling tinggi, bila
seorang yogi telah melepaskan diri dari semua indera rasanya, ia berada di atas
keluarga, kasta, negara, ibadat agama, baik dan jahat, waktu dan ruang, dan di
atas diri sendiri karena ia menjadi satu dengan Tuhan." [3]
AG. Honig juga mengemukakan hal yang sama tentang seorang Yogi dimana dikatakannya bahwa:
"Orang-orang yang
menjalankan Yoga (yogi) mula-mula sekali harus belajar mengendalikan diri
dengan sempurna, juga di dalam hidupnya sehari-hari yogi harus belajar
menunaikan segala kebajikan, misalnya: memantang kesenangan duniawi, berlaku
jujur, tidak ceroboh, kemiskinan, kesucian, belajar, dsb. Selanjutnya yogi
harus menjauhkan diri dari manusia, banyak berpuasa, dan membuat badannya
menjadi baik untuk pemusatan pikiran. Untuk itu ada diperintahkan
bermacam-macam sikap duduk (asanas). Sesudah itu ia harus berusaha menguasai
dan mengatur jalannya napas. Dalam hal itu ia harus meletakkan tangannya dalam
sikap tertentu (mudra). Setelah itu ia harus menunjukkan pikirannya kepada satu
hal. Inilah yang disebut meditasi atau perenungan (dhyana), di mana yogi masih
selalu berfikir juga. tetapi keadaan yang tertinggi ialah, di mana berfikirpun
berhenti dan jiwanya tenggelam di dalam obyek perenungan. Inilah yang disebut
samadhi. Karena akhimya yogi itu berhasil melepaskan rohnya dari materi (zat),
maka ia tidak lagi terikat kepada hukum-hukum materi, sehingga ia dapat
menjalankan usaha-usaha yang luar biasa. Bagi beberapa orang memiliki kekuatan-kekuatan
luar biasa itu menjadi pokok tujuan mereka, tetapi sebenarnya di dalam Yoga itu
yang menjadi tujuan ialah kelepasan:
moksa." [4]
Ada berbagai jalan yang ditempuh dalam Yoga, yaitu (i) Bhakti Yoga dilakukan melalui cinta dan pengabdian; (ii) Karma Yoga dilakukan dengan pengorbanan diri dan perbuatan baik; (iii) J nana Yoga melalui ilmu pengetahuan untuk mengerti kebenaran hidup; (iv) Raja Yoga melalui meditasi mistik (kebatinan) untuk menemukan diri (self) manusia terdalam; dan (v) Hatha Yoga melalui gerak dan hidup (pernafasan). Posisi dan gerak tubuh tertentu dianggap sebagai jalan menuju kesempurnaan pula.
Semua jalan itu ditujukan untuk menuju keadaan bersatunya roh diri manusia (Atman) dengan roh ilahi/roh semesta (Brahman) itu, atau persatuan mikro kosmos dengan sumbernya makro kosmos, yaitu persatuan jiwa manusia dengan jiwa alam sebagai kelepasan. Beberapa cara yang dilakukan dalam Yoga adalah sebagai berikut: (i) Yama, yaitu penyangkalan diri; (ii) Niyama, yaitu tingkah laku moral; (iii) Asanas, yaitu sikap atau postur tubuh; (iv) Pranayama, yaitu pengaturan pernafasan; (v) Pratyahara, yaitu penguasaan indera; (vi) Dharana, yaitu pengaturan fikiran untuk dikonsentrasikan kepada obyek; (vii) Dhyana, yaitu meditasi dalam, dan (viii) Samadhi, yaitu pencapaian kesadaran jati diri tertinggi.
Bila ke-delapan jalan itu telah
berhasil dicapai, maka tercapailah pencerahan/ kelepasan/ keselamatan. Dalam
praktek Yoga juga dilakukan pengucapan mantra (kata-kata suci/berkhasiat) Om- Ram, dan sasaran dari latihan Yoga
adalah untuk membangkitkan Kundalini
yaitu kekuatan ilahi yang sedang tidur dalam diri manusia yang berbentuk
seperti ular, karena itu disebut juga sebagai Kekuatan Ular.
Dalam Yoga dipercaya bahwa tubuh manusia dibungkus oleh sinar yang disebut sebagai Aura, dan tubuh manusia dianggap mempunyai 7 Chakra.
Dalam Yoga dipercaya bahwa tubuh manusia dibungkus oleh sinar yang disebut sebagai Aura, dan tubuh manusia dianggap mempunyai 7 Chakra.
"tubuh manusia terdiri
atas dua bagian yang terpisah: bagian fisik yang dapat disentuh dan dilihat
serta bagian spiritual atau bagian eterik yang tidak tampak. Untuk menjaga
kesehatan tubuh yang baik, para murid
okultisme bertujuan memapankan aliran energi yang baik antara kedua bagian
tersebut. Dalam usaha mencapai tujuan ini, orang diharuskan mengendalikan
gerbang-gerbang di antara kedua tubuh ini. Gerbang -gerbang ini disebut chakra. Chakra atau 'roda' ini merupakan sisi -sisi energi
yang berputar dan berlokasi di tujuh tempat berbeda di seluruh tubuh
manusia." [5]
Melalui latihan postur dan gerak, kekuatan Kundalini dapat dibangunkan dan naik ke otak untuk mencapai Samadhi dan Kebebasan, dan kemudian Yogi itu akan mendapatkan kekuatan batin dan hidup langgeng selama disukainya.
"Kundalini adalah Kekuatan Ilahi yang
sedang tidur, tergulung dalam suatu makhluk, 2 jari di atas lubang pantat dan 2
jari di bawah kemaluan, itulah tempat Muladhara
Chakra. Di sini letaknya Devi
Kundalini yang luhur. Ia menggulung dirinya tiga setengah kali seperti
seekor ular. Karena itu dikatakan "Kekuatan
Ular" (Serpent Power). Ia merupakan kekuatan dalam mulut Sushumna Nadi dengan muka ke bawah. Ia
merupakan kekuatan alam yang mencipta dan senantiasa ada hubungannya dengan
penciptaan ... Bila Kundalini Shakti
(kekuatan Kundalini) naik ke atas dan bersatu dengan Siva di Sahasrara Chakra (letaknya di otak) mengakibatkan keadaan
Samadhi dan Kebebasan. Kemudian Yogi itu mendapatkan 8 macam Siddhis (kekuatan
batin) besar dan 32 macam Siddhis
kecil. Ia boleh hidup selama ia suka." [6]
"Bila Sang Kobra
mencapai chakra makota, ia akan berhenti dan melingkar di sana. Pada titik ini
Anda akan mengalami keadaan mental yang disebut kesadaran kosmos, samadhi,
satori atau banyak nama lain yang diberikan orang untuk 'kebahagian
sempurna". [7]
Dari kedua kutipan di atas kita dapat melihat bahwa usaha 'membangkitkan Kundali' dalam Yoga bukan sekedar untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan sempurna tetapi juga untuk mencapai keilahian yang penuh dan dapat menentukan kehidupannya sendiri. Yoga adalah jalan keselamatan bersatunya aku (jiwa) manusia (Atman) kepada sumbernya Realistas Brahman.
Postur/sikap tubuh dalam meditasi Yoga
yang terkenal berbentuk Lotus (seperti
piramid) dan Cobra dan ada gerakan Yoga yang merupakan penyembahan Matahari,
seperti yang dengan jelas terlihat dalam gerak Surya Namaskar.
Moderniasi ajaran Hindu, khususnya latihan Yoga juga terjadi pada abad ke-XX, dan salah satunya yang terkenal menamakan dirinya sebagai Transcendental Meditation (TM), yang merupakan moder-nisasi meditasi Hindu yang coba diilmiahkan agar memenuhi gengsi rasionalisme dunia Barat. Maharishi Mahesh Yogi dari India mem-perkenalkan latihan ini di Amerika Serikat pada tahun 1959, dan membentuk organisasi bernama International Meditation Society, dan bahkan begitu meluas sehingga sempat diresmikan prakteknya di sekolah-sekolah karena manfaatnya dalam membantu membebaskan pecandu obat bius, tetapi karena kemudian dapat dibuktikan bahwa TM berbau agama Hindu, maka kegiatannya di sekolah-sekolah umum dibatasi. Maharishi mulai terkenal di tahun 1950-an ketika menjadi guru kebatinan pemusik pop The Beatles.
Daya tarik TM adalah karena tidak
menyebut dirinya sebagai aliran agama, dan menawarkan relaksasi badan dan
menenangkan pikiran, peningkatan kemampuan mental, dan pengembangan
kepribadian, tetapi dalam prakteknya terlihat bahwa TM tidak lain adalah suatu
bentuk latihan meditasi Hinduisme termasuk pembacaan ayat-ayat dari Kitab Veda
dan Bhagawad Gita, buku-buku suci Hindu, maupun pengucapan mantra-mantra dalam
latihan.
6. AGAMA HINDU DI INDONESIA
Hinduisme mulai diperkenalkan ke
Indonesia sedini abad-4, dan beberapa dewa-dewi Hindu diadopsi ke dalam
kepercayaan rakyat. Yang menarik untuk diamati adalah bahwa beberapa dewa-dewi
yang di India, pusat agama Hindu yang kurang mendapat tempat terhormat, di
Indonesia bisa menjadi penting setelah mengalami sinkretisasi dengan dewa-dewi
tradisi. Syiwa di Indonesia disembah
dalam berbagai bentuk, terutama bentuk Mahadewa
dengan empat tangan. Di sini kita dapat melihat adanya perubahan peran dan
sifat-sifat dewa-dewi Hindu yang berbeda dengan peran dan sifat-sifat mereka di
tanah airnya sendiri India.
A. BRAHMANISME
Hindusime dikenal di Indonesia
melalui kontak-kontak dagang dengan India dan jejak-jejaknya dikenal di
Kalimantan Timur (Kutai, abad - 4), Bali dan Jawa Barat (Purnawarman, abad -
5). Para raja di daerah-daerah itu mulai memasukkan unsur-unsur Hindu misalnya
dalam istana, bahkan lingkunga istana mulai memasukkan para brahman untuk
memimpin upacara-upacara agama. Lama kelamaan, dengan dukungan kerajaan, agama
Hindu itu mulai mempengaruhi kerajaan-kerajaan pedalaman di Jawa Tengah sekitar
abad-abad - 8-9 (Candi Dieng [750] & Prambanan [856]), dan di Jawa Timur
pada abad - 10 dan memuncak pada kerajaan Majapahit di abad - 14 yang kemudian
memasukkan Hinduisme ke Bali.
Para Brahman
dan rahib India berdatangan.
Pengaruh Buddhisme juga masuk ke
Sumatera Selatan dimana pada abad -7 kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Buddhis
yang terkenal. Baik agama Hindu maupun Buddhis sesuai semangat sinkretisme di
Indonesia bercampur dan sejak itu terjadi pergerakan para imam, rahib dan
pengelana, dari Jawa dan Sumatera dan pusat-pusat kerajaan Hindu dan Buddha
lainnya.
Para Brahman berperan memimpin upacara
kerajaan yang sudah terpengaruh agama Hindu. Para Brahman itu juga rnendapat
tugas untuk menjaga hubungan para raja dengan nenek moyang mereka agar
memperoleh kekuatan, dan mengkaitkan tahta mereka dengan dewa-dewi Hindu dan
Buddha. Beberapa imam Hindu dan Buddha rnemiliki kedudukan tinggi di istana dan
sering mewakili para raja dalarn memutuskan kasus-kasus pengadilan. Mereka
menggunakan kitab hukum India tetapi menyesuaikan dengan adat-istiadat dan
situasi lokal.
Penyesuaian model dan selera India ke
dalam kebutuhan lokal menjadi tanda yang jelas pada budaya klasik di
kerajaan-kerajaan Jawa. Atribut dan nama-nama dewa-dewi Hindu diberikan kepada
roh-roh setempat. Roh padi dicampurkan dengan isteri Wisnu menjadi Dewi Sri,
dewi kemakmuran. Roh-roh penunggu gunung yang dipercayai penduduk Jawa
bercampur dengan konsep Hindu mengenai pusat dunia dan menjadikan Gunung Meru sebagai tempat kediaman
para dewa-dewi.
Buku-buku undang-undang, filsafat, dan
upacara India dipelajari dan diberikan penafsiran dan diterjemahkan ke dalam
bahasa Jawa. Cerita-cerita kepahlawanan (epik) India yang besar juga diberi
jubah Jawa, seperti Mahabarata sudah
diterjemahkan dari bahasa Sansekerta pada abad - 10. Mitologi yang kaya itu
mempengaruhi lagu-lagu istana (kakawin) dan wayang jawa (wayang purwa).
Agama Rakyat
Di luar para Brahman di istana, tinggal para pertapa hutan dimana para asketik
dan mistik melakukan sihir, astrologi, pengusiran roh jahat, dan mencari kesaktian
supra-natural. Disamping itu, bagi rakyat jelata juga terbuka kesempatan
melakukan upacara kepada dewa-dewi, memberikan sesajen pada para brahman,
terutama pada bulan purnama, mengucapkan sumpah dan melakukan upacara -upacara
tertentu untuk mencapai keselamatan.
Upacara yang terkenal adalah upacara
malam dewa Syiwa. Upacara ini mulai
dipopulerkan di India pada abad - 15, dan kemudian menyebar ke Jawa dan Bali.
Mereka yang bergadang semalam suntuk pada malam tanpa bulan dan mengurapi lingga-Syiwa dengan air suci dan
dedaunan, akan memperoleh kehidupan sesudah mati yang cerah bersama dewa syiwa.
Begitu kuatnya upacara itu sehingga dipercayai dapat menghapuskan dosa yang
paling besar pun. Dosa bukan saja karena
perbuatan jahat, tapi juga pekerjaan kotor, status sosial yang rendah, dan
sifat pribadi yang jelek ikut berperan. Pemburu yang miskin, karena perannya
dalam menghilangkan nyawa binatang akan mengalami nasib yang jelek. Sekali pun
pemburu itu melakukan perbuatan baik, namun statusnya sebagai pemburu merugikan
dia, tetapi bila ia melakukan upacara yang paling suci, itu dapat menyucikan
dia dari dosa.
Masyarakat dianggap terdiri dari kelas-kelas, Brahman, Ksatria, Waisya, dan Sudra, dan ditambah kelas chandalas yaitu mereka yang memiliki pekerjaan kotor. Di Jawa dan Bali upacara sosial ini diikuti tetapi perbedaan atas kasta tidak. Waktu dianggap sebagai kekal dan bergerak dalam siklu-siklus yang tidak berkesudahan melalui empat zaman dan sekarang memasuki zaman ke-4 yaitu zaman Kali. Kebenaran harus dilakukan untuk mencapai zaman keemasan.
B. HINDU TENGGER
Menurut legenda Jawa, ketika kerajaan
Hindu-Buddha Majapahit ditaklukan kerajaan Islam (1520), keluarga kerajaan Majapahit dan para imam melarikan diri ke
Bali dan mewariskan agama Hindu di sana. Rakyat jelata kebanyakan lari ke
pegunungan Tengger di Jawa Timur dan bercampur baur dengan penduduk asli
Tengger yang menganut agama Jawa, di sini mereka tetap mewarisi tradisi
keimaman agama Syiwa zaman Majapahit.
Kawah gunung Bromo adalah tempat untuk melakukan upacara kurban bagi agama
Tengger.
Berbeda dengan perkembangan di Bali, di Tengger agama rakyat sangat ketat dipengaruhi perkembangan agama Jawa dan Islam di sekelilingnya. Reformasi Hindu pada tahun 1970-an menghidupkan kembali agama Tengger yang mengandung pertentangan agama imam Syiwa dan agama rakyat Jawa. Festival terbesar adalah Karo (keduanya) yang lebih menggambarkan upacara dualisme semesta antara bumi dan langit, tanah dan air, laki dan perempuan, dan Muhammad dan Asyika. Asyika dianggap pendiri agama Tengger dan festival ini dibawah pengaruh Islam menjadi upacara karo, yaitu koeksistensi damai, yang melihatkan agama Islam dan agama Hindu Tengger.
Sejalan dengan kebangunan gerakan
Islam pada tahun 1950-an dan 1960-an, di tengger juga dialami
kebangunan pembaharuan agama Hindu. Ini terjadi karena pengaruh gerakan kaum
muda Hindu Bali (parisadha Bali), kemudian banyak imam agama Tengger belajar ke
Bali. Ini menyebabkan terjadi pembaruan agama Hindu Tengger bekerjasama dengan
agama Hindu Bali pada tahun 1960-an dan 1970-an.
C. HINDU BALI
Bila Agama Hindu Tengger lebih
bercirikan agama rakyat yang menyatu dengan agama Jawa, agama Hindu-Bali dibawa oleh para
Brahman dan keluarga Raja sehingga lebih kaya dalam upacara-upacara istananya.
Namun, agama Hindu Bali juga memiliki banyak variasi di Bali sejalan dengan
sinkretisasi dengan kepercayaan tradisi lokal yang berbeda-beda. Agama di sini
semula disebut sebagai agama Hindu Bali,
namun berbeda dengan agama Hindu yang berasal dari tradisi Veda India, sekte
utama di sini menyembah Syiwa dan juga Buddha. Agama ini juga disebut agama Tirta (air) karena umumnya ada
upacara-upacara menggunakan air suci. Sekarang nama resmi agama ini adalah agama Hindu Dharma.
Agama Hindu
Dharma
adalah agama upacara, umat pada umumnya tidak berbicara mengenai teologi namun
setia menjalankan upacara agama sesuai petunjuk para imam. Kepercayaan akan
kehidupan reinkarnasi itu disertai
upacara ngaben (pembakaran mayat
keluarga kaya). Mereka yang terpelajar mencari pengertian mengenai dewa-dewi
lokal dan ikatannya dengan sesama dewa. Sebagai contoh dewa Batara di danau batur adalah saudara dewa Batara di gunung
Agung, padahal keduanya berasal dari dewa-dewi Jawa kuno. Untuk menjaga Bali,
Dewa Jawa (Sang Hyang Pasupati) mengirimkan 7 anak-anaknya ke Bali yang
kemudian menjadi dewa-dewi lokal.
Agama Upacara
Penyebaran agama disamping melalui
para imam (ajaran Veda) juga dengan kuat ditanamkan melalui upacara dan
tari-tarian, khususnya yang bertemakan Mahabarata
dan Ramayana, juga babad (sejarah
tradisi) dan tutu/satua (sejarah yang diucapkan turun-temurun). Dewa utama di Bali adalah Trimurti Veda, yaitu Brahma (pencipta),
Wisnu (pemelihara) dan Syiwa (perusak). Tiap keluarga Bali
memiliki kuil (sangga) beruang tiga untuk menyembah Trimurti dan roh-roh
nenek-moyang. Di tingkat desa, desa adat memiliki tiga kuil (pura - tiga
kayangan), yaitu pura Desa, Puseh,
dan Dalem yang dipersembahkan kepada
Brahma, Wisnu dan Syiwa bersama-sama. Disamping itu ada
pura yang bersifat regional yang disebut 'tempat suci dunia' (kahyangan jagad), seperti pura Besakih,
Batur, Lempuyang Luhur, Gua Lawah, Uluwatu, Batukara, Pusering Jagad, Pulaki,
Tanah Lot, dan Sakenan. Dari seluruh pura ini, pura Besakih di lereng gunung
Agung adalah yang terbesar.
Kuil-kuil diisi Meru (pagoda) yang biasanya beratap ganjil jumlahnya dan maksimum sebanyak 11 buah dan biasanya digunakan untuk menghormati dewa-dewi atau nenek-moyang tertentu.
Kuil-kuil diisi Meru (pagoda) yang biasanya beratap ganjil jumlahnya dan maksimum sebanyak 11 buah dan biasanya digunakan untuk menghormati dewa-dewi atau nenek-moyang tertentu.
Agama Hindu Bali adalah agama upacara
dimana agama dituturkan dari generasi-ke-generasi yang diperkuat dengan
persembahan kepada dewa-dewi setiap hari, dan khususnya pada hari-hari tertentu
ada persembahan untuk mengingat hari raya tertentu, dan juga untuk pergi ke
kuil secara berkala. Setiap perayaan penting selalu didahului upacara agama
untuk mengusir roh-roh jahat. Demikian juga, bencana alam (termasuk pengeboman
di legian-Kuta) harus disucikan dengan upacara doa.
Hindu Bali menyembah dewa tertinggi
yang disebut Sang Hyang Widi sebagai
manifestasi dewa matahari Syiwa Raditya.
Catatan :
[1] Eerdsmans' Hanbook to The World's
Religions, hlm. 179.
[2] Leo F. L:udzia, Tenaga Hidup,
hlm.36.
[3] Henry R. Luce, The World's Great
Religions, hlm.26.
[4] A. G. Honig Jr., Ilmu Agama I, hlm.102.
[5] Ludzia, Op.Cit., Hlm 48.
[6] Swami Sivananda, Yoga Asanas,
h.142-143.
[7]Ludzia, Op. Cit., h.50-51
Agama
Buddha
dapat dikatakan sebagai pembaruan agama Hindu dan Buddha artinya 'mereka yang
telah bangun.' Buddhisme dirintis Siddharta Gautama, (lahir 563SM) anak raja Kapilavastu dekat perbatasan Nepal. Peristiwa sekitar
kelahirannya banyak diisi dengan dongeng. Setelah mendirikan agama ia disebut
sebagai Buddha yaitu 'seseorang yang
telah mengalami pencerahan' atau 'telah bangun.' Ia mempunyai isteri bernama Gopa dan anak bernama Rahula. Karena kehidupan mewah yang
dialaminya tidak mendatangkan kepuasan, dan melihat penderitaan disekitarnya,
ia kemudian meninggalkan istana rumahnya, dan keluarganya (isteri dan seorang
anak) dan menjadi pengelana. Selama enam
tahun ia berkelana mencari arti hidup dan berguru kepada pada orang-orang
suci.
Sebelumnya dalam tiga perjalanannya ia menjumpai penderitaan
dunia dalam tiga bentuk, yaitu (1) orang tua yang menderita; (2) orang cacat
yang kesakitan; dan (3) pengantar jenazah menangis. Dalam perjalanan ke-empat ia bertemu dengan rahib Hindu yang bergembira
sekalipun mengemis mencari makan, ini menyebabkan ia berpendapat bahwa
kehidupan itu sia-sia. Dibawah dua guru Brahmana
ia kemudian mencari melalui jalan Yoga
untuk menyatukan Atman dengan Brahman tetapi dianggap tidak membawa
kepada pengetahuan.
Sebagai orang yang dilahirkan dalam
lingkungan agama Hindu, sekalipun ia
berontak terhadap praktek Hinduisme orthodox, ajarannya menerima beberapa
pengajaran Hindu seperti soal setiap mahluk hidup mengalami siklus kelahiran
dan kematian yang tidak terhingga (reinkarnasi), ajaran tentang Karma (huku pembalasan),
hukum alam sebab dan akibat dimana yang baik hidupnya akan mendapat pahala dan yang
tidak baik akan terhukum, bahwa dunia adalah tempat hidup yang penuh dengan
penderitaan dan kepedihan dimana orang bijak harus melepaskan diri, dan jalan
hikmat terletak pada penguasaan keinginan dan nafsu.
Sekalipun menerima pengajaran Hindu pada umumnya, ia menolak cara-cara yang digunakan dalam agama Hindu untuk mencapai tujuan itu yang penuh dengan usaha menyakiti diri (asketik / bertarak) yang dianggapnya sebagai tidak berguna dan sia-sia. Ia mempelopori 'Jalan Tengah' (middle way) yaitu diantara usaha menjalani kehidupan dengan cara 'menyakiti diri' dan 'pemuasan nafsu diri', suatu usaha menghindari sikap ekstrim dengan cara yang tenang. Buddha juga menolak pembagian kasta India dan memandang semua manusia setara dalam memiliki potensi spiritual.
Sekalipun menerima pengajaran Hindu pada umumnya, ia menolak cara-cara yang digunakan dalam agama Hindu untuk mencapai tujuan itu yang penuh dengan usaha menyakiti diri (asketik / bertarak) yang dianggapnya sebagai tidak berguna dan sia-sia. Ia mempelopori 'Jalan Tengah' (middle way) yaitu diantara usaha menjalani kehidupan dengan cara 'menyakiti diri' dan 'pemuasan nafsu diri', suatu usaha menghindari sikap ekstrim dengan cara yang tenang. Buddha juga menolak pembagian kasta India dan memandang semua manusia setara dalam memiliki potensi spiritual.
Ia kemudian pergi ke utara India dan
dengan lima pengikut melakukan pertarakan (ascese).
Karena jalan ini juga tidak
mendatangkan solusi ia melakukan meditasi dibawah pohon Boddhi dan mencapai pencerahan dan Empat Kebenaran Mulia, dan
sejak itu ia dinamakan 'Buddha' atau
'yang telah dibangunkan dan mengalami pencerahan' (the enlightened one).
Kemudian bersama ke lima pengikutnya ia berkotbah pertama kali di Benares (Vanarasi). Ia kemudian berkelana
ke India bagian Utara sebagai rahib pengemis sambil mengajarkan ajarannya
selama sekitar 45 tahun.Di masa tua,
ia mengalami sakit keras dan mengajarkan kepada para pengikutnya mengenai 'ketidak tetapan' atau 'perubahan' yang selalu dialami di dunia
ini, dan meninggal di Kushinagara pada
umur 80 tahun yang dipercayai sebagai telah kembali ke Nirvana yang dipercayai sebagai puncak dari segala sesuatu.
1. KONSEP MENGENAI YANG SUCI
Dalam agama
Buddha,
konsep tentang yang suci atau ketuhanan tidak ada, yang ada adalah kondisi Nirwana yaitu perhentian terakhir
menuju ketiadaan. Agama Buddha memang dipersoalkan hakekatnya sebagai agama,
sebab Buddhisme ini praktis didasarkan atas hal-hal yang rasional dan sekalipun
juga bersifat transendental, sangat sedikit sekali berurusan dengan yang
supranatural, dan konsep ketuhanan juga kabur sehingga dapatlah disebut bahwa Buddhisme adalah agama yang sebenarnya A- Theist (Tidak ber Tuhan dalam
pengertian Tuhan Atheisme), namun untuk menghindari kerancuan dan pengidentikkan
dengan A-Theisme Komunisme yang berkonotasi negatip 'anti-Tuhan' maka agama
Buddha sering disebut sebagai berkeyakinan 'Non-Theist.'
Di Indonesia, agama Buddha secara resmi juga menerima konsep kepercayaan akan
'Tuhan Yang Mahaesa' namun pengertiannya adalah 'Tuhan yang SATU itu' (Tuhan
mistik tidak berpribadi), dan dalam kasus agama Buddha, Tuhan yang SATU ini
dimengerti sebagai situasi ketiadaan.
2. PERNYATAAN YANG SUCI
Ungkapan dari yang suci atau
hierophany biasanya dinyatakan dalam keberadaan orang-orang suci, tempat-tempat
suci, dan kitab-kitab suci. Dalam Buddhisme kita melihat beberapa hal sebagai
berikut:
A Orang-orang Suci
Tidak ada orang suci dalam agama
Buddha, ia bukan Tuhan dan juga bukan perantara Tuhan, ia tidak dapat menjadi
penebus. Yang lebih dipentingkan bukan
orang suci tetapi jalan suci atau Dharma yaitu ide pengajaran yang sifatnya
kekal dan tidak pernah berhenti. Semua orang harus menjadi Buddha dan dalam Theravada dianggap ada beberapa Buddha
(mula-mula 6 dan kemudian 28) dimana Sidharta
Gautama adalah yang utama dan sedang dinantikan Buddha yang akan datang
dalam diri Maitreya. Bagi aliran Mahasanghikas diakui bahwa ada banyak
sekali Buddha seperti banyaknya pasir di pantai.
B Tempat-tempat Suci
Tidak ada tempat suci khusus bagi
agama Buddha kecuali pohon Boddhi
yang dianggap keramat, lainnya adalah kuil-kuil dan candi-candi. Di Indonesia
kita jumpai banyak candi yang dianggap tempat suci untuk tempat bermeditasi
seperti yang terkenal yaitu candi
Borobudur.
C. Kitab-kitab Suci
Ajaran Buddha diajarkan dari mulut ke
mulut dan di hafalkan, baru dikemudian hari ucapan-ucapan Buddha ditulis oleh
para pengikutnya.
Buddha kemudian mengajarkan 4 Kebenaran Mulia, yaitu (1)
Penderitaan adalah umum; (2) Penderitaan disebabkan keinginan cinta diri; (3)
cara mengatasi penderitaan adalah mengurangi keinginan; (4) Cara untuk mencapai
pengurangan keinginan adalah dengan mengikuti jalan tengah, tehnik mana
diuraikan dalam 8 Jalan Mulia, yaitu
(1) Pengetahuan yang benar; (2) Keputusan yang benar; (3) Perkataan yang benar;
(4) Perbuatan yang benar; (5) Kehidupan yang benar; (6) Usaha yang benar; (7)
Kesadaran yang benar; dan (8) Pengheningan cipta yang benar. [1]
3. KONSEP MENGENAI MANUSIA
3. KONSEP MENGENAI MANUSIA
Manusia dalam
konsep Buddha
adalah Micro Cosmos tetapi berbeda
dengan Atman Hindu yang menyatu dalam Brahman semesta, manusia dalam Buddha
adalah Atman yang berusaha
melepaskan dirinya dari penjara tubuh menuju kepada An-Atman (ketiadaan Atman), dan ini dicapai melalui usaha meditasi
menuju pencerahan.
4. UNGKAPAN BERAGAMA MANUSIA
Dalam ungkapan beragama Buddha kita
melihat hal-hal berikut:
A. Jalan Keselamatan
A. Jalan Keselamatan
Tujuan hidup
Buddha
adalah usaha mendisiplinkan diri dengan cara melakukan amal baik dan ketenangan
batin. Jalan keselamatan dalam Buddha adalah pencarian dalam mencapai
pengetahuan menuju pencerahan itu. Dan tujuan pencerahan itu bukan menuju
tempat tertentu (semacam surga) tetapi suatu keadaan yang disebut Nirwana, keadaan kelepasan menuju status 'tiada'. Kondisi inilah yang
disebut menjadi Buddha, dan tugas seorang Buddhis adalah mengajak orang lain
untuk menjadi Buddha pula. Dharma sebagai hukum kehidupan lahir dan mati
mempercayai bahwa manusia mengalami karma yang baik bila hidup baik dan karma
yang jelek bila hidup tidak baik melalui siklus hidup kembali yang disebut reinkarnasi.
Berbeda dengan konsep Atman Hinduisme
yang bersiklus hidup secara tetap dan terus menerus tidak berkesudahan, dalam
Buddhisme siklus itu menuju kondisi perhentian akhir yang tiada yang disebut Nirwana (An-Atman) yang bisa dicapai
dalam hidup ini melalui pencerahan,
suatu kondisi perhentian dimana tidak ada lagi keinginan dan penderitaan. Dalam
ajaran Theravada hanya yang menjadi
Bhiksu yang akan selamat sedangkan dalam aliran Mahayana mereka menunda menjadi Buddha agar dapat menolong
sesamanya. Jadi bagi aliran Mahayana
seorang Boddhisatwa (mereka yang siap menjadi Buddha) mengajar dan juga bekerja
menjadi penyelamat.
B. Komunitas Umat
Selain ke-lima pengikut pertama, ia
mengumpulkan umat dalam Sangha dan berbeda dengan agama Hindu, Buddha menolak
pembagian kasta. Umat menggunakan ruang-ruang pertemuan yang disebut Vihara. Setelah kematian Buddha timbul
pertentangan tentang interpretasi ajaran-ajarannya dan timbul dua aliran utama
yaitu aliran Theravada atau Hinayana (kendaraan kecil) yang
bersifat konservatif yang menyebar ke selatan seperti Thailand, Myanmar,
Kamboja, Laos, dan Srilangka, dan aliran Mahasanghikas
atau Mahayana (kendaraan besar) yang
bersifat liberal yang menyebar ke utara seperti Tibet, Nepal, Sikkim, Buthan,
Vietnam, China, Jepang, Monggolia, Korea dan Manchuria. Aliran Theravada mengacu pada kitab-kitab
asli/kuno dan menekankan usaha pribadi dalam mencapai pencerahan, sedangkan
aliran Mahayana menganggap bahwa
keselamatan bukan untuk diri pribadi tetapi untuk semua orang.
C. Upacara Agama
Aliran
Theravada tidak
mempunyai upacara kecuali bahwa semua orang harus menjadi bhiksu untuk
memperoleh selamat sedangkan dalam aliran Mahayana
semua orang adalah Buddha. Theravada lebih memurnikan ajarannya sedangkan
Mahayana cenderung bersinkretisasi dengan agama local sehingga timbul banyak
aliran dan upacara (Lamaisme di Tibet, Sam Kauw di China, Zen Buddhisme di
Jepang dll.)
5. MISTIK BUDDHISME
Bagi seorang Buddhis yang baik yang
memperoleh pencerahan, terbukalah Nirwana yaitu tujuan spiritual tertinggi. Nirwana adalah keberadaan tetap dari
semua keadaan yang bersifat realitas puncak yang tidak berpribadi, atau bahwa
seseorang telah berhenti dari siklus reinkarnasinya. Untuk mengembangkan pengajaran
di atas, Buddha mengajarkan bentuk dasar kepercayaan mengenai 'Aku' (Self) yang dikatakan sebagai:
"Aku
bukanlah seperti yang dipercayai dalam agama Hindu yang menganggapnya sebagai
bagian dari zat mutlak yang disebut sebagai Brahman. Aku adalah tidak tetap dan
dibentuk oleh tahap-tahap pemikiran dan materi yang terus menerus berubah. Bila
seseorang melepaskan diri dari semua keinginan duniawi, ia sampai pada
realisasi yang benar dari' Aku 'nya
dan menuju Nirwana."[
2]
Menurut Buddha, konsep Aku itu berlawanan dengan Atman Hindu yang merupakan bagian dari Brahman, zat semesta itu, karena itu Buddha menyebutnya An-Atman atau An-Atta yang artinya:
"ajaran
tentang tidak ada nyawa, tidak ada aku ... Si Aku itu hanya suatu susunan
sementara daripada dharma-dharma, yang daripadanya segala yang ada itu
tersusun, dan bersifat sementara pula. Semua yang ada itu hanya suatu arus
(samtana). Sesuatu atman sesungguhnya tidak ada, dimanapun orang mencarinya.
Oleh karena itu sebenarnya orang tidak dapat mengatakannya dengan tepat, bahwa
Buddha itu mengajarkan perpindahan jiwa. Aku
ini tiada lain daripada suatu kompleks dharma-dharma yang selalu berubah.
Demikianlah aku hanyut di dalam arus ketidak-tetapan. Itulah penderitaan
manusia ... Makin jauh orang berjalan di jalan kelepasan, makin menjadi
teranglah kesadaran bahwa ia tidak mempunyai aku."[ 3]
Dengan konsep An-Attanya, Buddha disebut sebagai pemberita yang termashur tentang ajaran 'tidak ada aku', karenanya ia kemudian dijuluki sebagai 'A natta vadi' yang berarti pemberita tentang ajaran ketidak-ber-pribadian. Disini juga jelas tentang konsep 'Jalan Tengah' mengenai 'Aku' yaitu ia 'bukan Atman tetapi menuju An-Atman/An-Atta.'
Sekalipun ada konsep meditasi dan semedi baik di agama Hindu maupun Buddha, keduanya berbeda. Bila dalam Hindu kedua disiplin itu digunakan untuk mengusahakan penyatuan Atman dengan Brahman, dalam Buddhisme, baik meditasi maupun samadi digunakan untuk usaha 'meniadakan aku' menuju 'Nirwana' yaitu pemadaman sempurna dari hawa nafsu menuju 'ketiadaan Aku.'
"nirwana adalah terpadamnya skanda-skanda dengan
sempurna. Ini berarti berhenti, proses keadaan badani dan rohani kita tidak
lagi berjalan terus. Hal ini mulai terjadi pada kematian orang yang suci
(Arahat) ... inilah perdamaian, inilah yang luhur, yakni berhentinya segala
pembentukan karma, terurainya dasar-dasar keadaan, menjadi keringnya nafsu,
penghapusan, pemadaman, nirwana." [ 4]
Jadi, dibandingkan dengan agama Hindu dimana agama Buddha berasal jelas ada perbedaan konsep tentang 'aku' dan secara negatip orang dapat menentukan dua hal tentang hakekat nirwana itu.
"Pertama,
nirwana bukanlah, bahwa jiwa kita masuk ke dalam Mahajiwa ... inti ajaran
Buddha itu justru terbentuk oleh pandangannya tentang 'anatta.' Kedua, nirwana itu tidak boleh pula disebut pembinasaan,
anihilasi. Nirwana adalah berhentinya suatu proses, bukan anihilasi suatu
kehidupan."
[ 4]
Jadi, dari terang kutipan-kutipan tersebut jelas bahwa yang disebut sebagai 'Aku' atau 'An-Atta' bukanlah kekuatan Mikro-kosmos yang berpotensi kundalini atau prana tetapi suatu 'ketidak-adaan' sesuatu yang 'nihil.' Dan penyangkalan diri dan latihan meditasi maupun samadi disini ditujukan untuk menuju keketidak-adaan itu. Sekalipun demikian, para pengikut Buddha kemudian dari pengalaman mereka menghadapi serangan fisik selama menjalankan misinya, kemudian juga mengajarkan pelatihan kekuatan energi dalam tubuh manusia dan menjadikannya dasar ilmu bela-diri:
"Sang
Buddha juga telah mengajarkan latihan pernafasan dan meditasi untuk mengontrol
energi yang tersimpan di dalam tubuh." [ 6]
Dapatlah dimaklumi sekarang mengapa Bodidharma (Tat Mo Chowsu) dalam perjalanan ke China membawa silat berlandasakan Buddhisme.
Buddha adalah
agama sinkretis
yang mempopulerkan ajaran Un 'jalan
tengah' yang menuju 'yang SATU' dan menghindarkan ekstrim, itulah sebabnya,
khususnya aliran Mahayana dengan
mudah berbaur dengan agama-agama lain seperti 'Sam Kauw/Tridharma'
dengan Taoisme dan Konhucuisme, dan 'Ch'an atau Zen' dengan Taoisme. Agama
Buddha-lah yang kemudian menjadi dasar 'Universalisme'
tentang ‘Yang SATU’itu.
Catatan :
[1] Lihat Henry L. Luce (ed), The
World's Great Religions, h.
44, dibawah The Path of Buddhism.
[2] Ibid.
[3] A.G.Honig, Ilmu Agama-I,
h.156-157.
[ 4] Ibid, h.159.
[ 5] Ibid, h.160.
[ 6] Thubten Chodron, Tradisi dan
Harmoni, Menelusuri
Jejak-Jejak Agama Buddha, h.10.
6. ZEN BUDDHISME
Agama
Buddha masuk
melalui daratan China yang dibawa oleh Bodidharma
(Tat Mo Chowsu) dari India pada tahun 552
yang kemudian menyebrang ke kepulauan Jepang. Pada tahun 645, kaisar Jepang Kotoku tertarik
akan agama Buddha dan menjadikan Buddhisme sebagai agama negara dan menolak
agama Shinto yang semula menjadi
agama negara. Mulai
sekitar abad ke-VIII, masuknya pengaruh Buddhisme dari India yang masuk lewat
daratan China itu kemudian menyebabkan terjadinya sinkretisme antara agama Buddha dan Shinto, agama asli Jepang
yang menyembah Dewa Kami, hal ini
disebabkan karena Buddhisme yang juga mempunyai latar belakang kebatinan India,
kemudian menganggap dewa Kami Shinto itu sebagai pernyataan
Buddha juga. Koeksistensi damai kedua agama ini berlangsung terus sampai
zaman Tokugawa hingga kejatuhannya pada tahun 1867 ketika kaisar Meiji kembali menjadikan Shinto sebagai agama negara di atas
agama-agama lain.
Shintoisme mengalami kebangunan
dengan kembali dijadikannya sebagai agama negara oleh kaisar Meiji, tetapi sekalipun demikian
pengaruh Buddhisme sudah sedemikian kuat di Jepang sehingga pada tahun 1877 sekalipun Shinto dianggap sebagai agama negara, Buddhisme tidak lagi dilarang
untuk dipercaya oleh orang Jepang.
Untuk bisa mengerti hakekat Zen Buddhisme, kita perlu mengetahui
terpecahnya Buddhisme menjadi dua yaitu Hinayana yang menyebar di daerah
Selatan (Sri Lanka, Laos, Muanmar, Thailand, Kamboja & Indonesia
(borobudur)) dan Mahayana yang
menyebar ke Utara dan Timur (China, Jepang dan Korea).
Aliran
Hinayana
(artinya jalan kecil) yang juga
disebut sebagai Theravada, lebih memusatkan ajarannya ke arah keselamatan
pribadi (individual), di mana setiap orang perlu mencari jalannya sendiri dalam
mencapai pencerahan, tiap individu adalah atman yang mencari jalannya
sendiri-sendiri. Sebaliknya, aliran Mahayana
(artinya jalan besar) lebih
mengarah kepada keselamatan bersama
yang bersifat sosial. Setiap orang adalah bagian dari semuanya, karena
itu ia sendiri tidak mempunyai pribadi atau juga disebut sebagai anatta
(atau an-atman).
Sebagai konsekwensi dari ajaran itu,
maka bagi pengikut Hinayana
kehidupan biara sebagai biarawan merupakan pusat kegiatan beragama, sedang bagi
pengikut Mahayana, kehidupan aktif
sebagai awam adalah kegiatan beragama, karena itu aliran Mahayana lebih
bersifat misioner, dan aliran inilah yang menjadikan agama Buddha sebagai agama
dunia dan menyebar kemana-mana.
Kehidupan aliran mahayana lebih
bersifat liberal dan terbuka, dan lebih mudah untuk berpecah-pecah dan
melakukan sinkretisasi dengan agama-agama setempat, itulah sebabnya dari aliran
Mahayana ini kita melihat
bentuk-bentuk yang berbeda baik yang di Tibet, Monggolia, China, Korea, atau
Jepang. Hal ini berbeda dengan perkembangan Hinayana yang lebih merupakan agama kesatuan dengan tradisi
bersama.
Buddhisme
Mahayana
sedikitnya terpecah ke dalam lima (5) ajaran utama, yaitu yang menekankan iman, pengajaran, mantra, politik,
dan intuisi. Mahayana yang
menekankan intuisi inilah yang kita jumpai di Jepang dalam bentuk Zen Buddhisme. Agama inilah yang
merupakan sinkretisme agama Tao dan Buddha ketika Bodidharma (Tat Mo Chowsu)
pergi ke China (abad ke-VI) dan agama ini kemudian oleh para pengikutnya dibawa
menyeberang ke Jepang pada abad ke-XII.
Dalam ajaran Zen, kata-kata dan pikiran itu mempunyai keterbatasan-keterbatasan
dalam menyatakan sesuatu, karena itulah maka pengikut Zen menyatakan
kebenarannya tidak dengan ungkapan-ungkapan dan argumentasi teologis, tetapi
dengan suatu sikap yang transenden.
Itulah sebabnya pengikut Zen tidak mementingkan kitab suci, rumusan dogma atau
pengakuan percaya. Zen (Ch'an bahasa China atau Dhyana bahasa Sansekerta)
sebenarnya berarti duduk,
tetapi kemudian diartikan dengan meditasi,
yaitu perenungan untuk mencapai
pencerahan/penerangan/wahyu itu sendiri.
"Sebagai
praktek agama yang pada dasarnya tidak condong kepada kepustakaan, Zen
mengajarkan manfaat hubungan langsung dengan batin dan manfaat pencerahan roh-intelektual
yang intuitif, yang diperoleh secara perlahan-lahan maupun yang diperoleh
seketika, tergantung pada kemampuan tiap individu." [1]
Ada tiga (3) jalan yang biasa ditempuh dalam latihan Zen, yaitu 'Zazen' yang berarti meditasi duduk, yaitu sikap merenung yang mendalam dengan cara diam berjam-jam dan bahkan berhari-hari. Sikap mana dilanjutkan dengan 'Koan' yang berarti konsentrasi akan suatu masalah tertentu, suatu masalah yang sulit yang sebenarnya tidak bisa dijawab, tetapi bisa direnungkan. Sikap mana kemudian dilanjutkan dengan 'Sanzen', yaitu bimbingan mengenai soal-soal meditasi. Bila ketiga jalan ini dapat dijalankan dengan baik, seseorang akan memasuki keadaan pencerahan 'Satori', yaitu suatu situasi santai yang baru sekali ini dirasakan, satori adalah suatu pengalaman intuisi, pengalaman mistik bahwa ia tidak lagi berpribadi (an-atta/an-atman).
"Cara
terbaik untuk merasakan Zen yang benar dan mencapai satori adalah dengan
meletakkan jasmani dalam keadaan keseimbangan sempurna, sehingga keseimbangannya
yang teratur menghilangkan keberadaannya dari batin, seperti gigi tidak akan
diperhatikan bila sehat dan seorang teman yang benar-benar berkorban tidak
pernah memperhatikan pengorbanannya. Untuk mencapai keadaan yang seimbang ini,
kita ikuti aturan hidup fisik tertentu: pertama-tama buatlah postur yang benar,
kemudian aturlah nafas dan akhirnya tenangkan batin." [2]
Kekhasan dari Zen Buddhisme dibanding sekte-sekte Buddha lainnya adalah penekanannya pada praktek meditasi sebagai jalan pencerahan, dan untuk mencapai pencerahan itu, seseorang harus melakukan meditasi untuk mencapai jati diri (self) yang terdalam, dan bila ia mencapai pengertian akan kesadaran dirinya itu, berarti ia telah menyatukan diri dengan hakekat semesta atau realitas rohani semesta. Hanya berbeda dengan mistik Hindu dan Tao, Zen menganggap bahwa realita semesta itu keberadaannya berubah menjadi 'tidak ada /tiada'. Dalam mistik India dan China, yang 'ada' menyatu kepada yang 'ADA' (Pan-Theisme), sedangkan dalam Buddhisme termasuk Zen Buddhisme, yang 'tiada' menyatu dengan yang 'TIADA' (A-Theisme).
Zen kemudian berpecah menjadi 5
aliran, dan dua di anataranya yang terkenal adalah aliran Rinzai dan Soto yang
pada abad ke-XII beremigrasi dari China ke Jepang. Aliran Soto menekankan pencapaian pencerahan melalui meditasi tenang
pengosongan pikiran (kontemplasi), sedangkan aliran Rinzai menekankan pencapaian pencerahan melalui meditasi yang
diarahkan kepada aliran tertentu.
Meditasi Zen ini dipraktekkan sebagai usaha penyangkalan diri/pengosongan diri dan pencerahan serta jalan kelepasan/keselamatan dengan usaha sendiri:
Meditasi Zen ini dipraktekkan sebagai usaha penyangkalan diri/pengosongan diri dan pencerahan serta jalan kelepasan/keselamatan dengan usaha sendiri:
"Seperti
yang dikatakan Sang Buddha, 'Lakukanlah penyelamatan dirimu sendiri dengan
rajin'." [3]
Meditasi Zen juga ditujukan
untuk mencapai kedamaian, dan panjang umur, dan kemudian memberi landasan batin
untuk pengolahan kekuatan Chi/Ki
pada ilmu-ilmu bela-diri China/Jepang. [4]
Catatan :
[color=red][1] Shindai Sekiguchi, Zen Pedoman Bagi
Pemula, h.4.
[2] Ibid, h.11.
[3] Ibid, h.88.
7. NICHIREN SHOSHU BUDDHISME
Berbicara mengenai agama Buddha, kita
tidak dapat tidak perlu mengetahui pula tentang satu sekte Buddhisme yang
militan yang disebut ‘Nichiren Shoshu.’
Sekte ini sebenarnya tumbuh pada abad XIII di Jepang berdasarkan nama
pendirinya Nichiren Daishonon
(1222-1282). Nichiren mempelajari Buddhisme sejak lama dan terpengaruh
pengajaran seorang tokoh Budhhisme bernama Dengyo Daishi yang memperkenalkan
‘Tendai Buddhisme’ masuk ke Jepang pada abad VIII.
Dengyo Daishi mempercayai bahwa kitab
suci ‘Lotus Sutra’ adalah kitab suci
Buddha yang memuat ajaran-ajaran asli dari Buddha, karena itu, kitab inilah
yang dianggap berotoritas, karena itu pulalah aliran ini menjadi sangat
eksklusif dan menyalahkan semua aliran Buddhisme di Jepang sebagai salah.
Semula perkembangannya terbatas,
apalagi setelah kematian pendirinya yang dihukum mati, namun pada awal abad XX
(tepatnya 1930) dua pengikut Nichiren yaitu Magiguchi Tsunesaburo dan Josei
Toda membentuk perkumpulan yang dinamakan Soka Gakai (yang artinya masyarakat pencinta nilai). Soka Gakai
merupakan gerakan misionari Nicheren yang sangat aktif dan militan dan kemudian
menyebar ke seluruh dunia setelah Josei Toda meninggal dunia (1960) dan
digantikan oleh Daisaku Ikeda.
Ajaran sentral Nichiren Shoshu
berkisar ‘Gohonson’ yaitu peti kayu
berwarna hitam yang berisi nama-nama orang penting yang disebutkan dalam Lotus Sutra. Gohonson dijadikan altar dan mezbah pribadi dan dianggap berisi
kekuatan semesta yang mengontrol kehidupan para pengikut, dan ada hubungan
timbal balik antara kehidupan para pengikut dengan bagaimana mereka
memperlakukan Gohonzon.
Ibadat ritual yang dilakukan para pengikut Nichiren Shoshu disebut ‘Gongyo’ yaitu berlutut didepan Gohonzon sambil mengucapkan beberapa ayat Lotus Sutra, meraba tasbih, dan mengucapkan mantra-mantra. Ibadat ritual dipusatkan di kuil pusat di kaki gunung Fuji yang disebut ‘Dai-Gohonzon,’ sedangkan gohonzon-gohonzon pribadi di rumah-rumah para pengikut dianggap penjelmaan kekuatan mistik dari Dai-Gohonzon.
Ibadat ritual yang dilakukan para pengikut Nichiren Shoshu disebut ‘Gongyo’ yaitu berlutut didepan Gohonzon sambil mengucapkan beberapa ayat Lotus Sutra, meraba tasbih, dan mengucapkan mantra-mantra. Ibadat ritual dipusatkan di kuil pusat di kaki gunung Fuji yang disebut ‘Dai-Gohonzon,’ sedangkan gohonzon-gohonzon pribadi di rumah-rumah para pengikut dianggap penjelmaan kekuatan mistik dari Dai-Gohonzon.
Gerakan Nichiren melalui Soka Gakai
juga telah masuk ke Indonesia dan sempat dianggap oleh Walubi (Perwalian Umat Buddha di Indonesia) sebagai bukan beragama
Buddha, sebaliknya sekte Nichiren juga menganggap semua aliran Buddha lainnya
tidak menjalankan agama Buddha, sekte ini sangat rajin menjalan misi
proselitasi dan kegiatan sosial.
7. NICHIREN SHOSHU BUDDHISME
Agama Hindu dan Buddha masuk ke
Indonesia bersama-sama jauh sebelum abad ke-V dimana sudah ditemukan
patung-patung di Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang.
Dari abad ke-V-VII ditemukan beberapa prasasti di Kutei (raja Mulawarman) dan Jawa Barat (raja Purnawarman) yang menunjukkan bahwa ada raja-raja yang menggunakan nama Hindu, dan kelihatannya Palembang menjadi pusat kerajaan Sriwijaya yang Buddhis (Hinayana tetapi juga ada yang Mahayana) pada abad ke-VII.
Dari abad ke-V-VII ditemukan beberapa prasasti di Kutei (raja Mulawarman) dan Jawa Barat (raja Purnawarman) yang menunjukkan bahwa ada raja-raja yang menggunakan nama Hindu, dan kelihatannya Palembang menjadi pusat kerajaan Sriwijaya yang Buddhis (Hinayana tetapi juga ada yang Mahayana) pada abad ke-VII.
Dari abad ke-VII s/d ke-X pada dinasti
raja Mataram Sanjaya (yang Hindu) dan raja Sailendra (yang Buddha) ada beberapa
prasasti dan candi peninggalan Hindu dan Buddha Mahayana di Jawa Tengah tetapi
rupanya juga ada pencampuran keduanya. Candi yang terkenal adalah Borobudur.
Pada zaman Mojopahit terjadi puncak
sinkretisme dimana baik agama Hindu Siwa, Hindu Wisnu dan Buddha Mahayana
diikuti bersama-sama.
Post subject:
Re:
PERBANDINGAN AGAMA
Posted: Mon Nov 17, 2008 1:39 pm
Apakah yang sebenarnya disebut sebagai
agama asli itu? Rachmat Subagya dalam bukunya merumuskannya sebagai berikut:
"Yang Dimaksudkan
dengan agama asli adalah kerohanian khas dari satuan bangsa atau dari suku
bangsa, sejauh itu berasal dan diperkembangkan di tengah-tengah bangsa itu
sendiri dan tidak dipengaruhi oleh kerohanian bangsa lain atau menirunya.
Kerohanian itu timbul dan tumbuh secara spontan bersama (suku) bangsa itu
sendiri. Dia murni tak bercampur dengan kerohanian agama lain dan pada
hakekatnya hanya terdapat pada masyarakat yang tertutup terhadap pergaulan
antar (suku) bangsa. Kerenanya agama yang mewadahi kerohanian semacam itu juga
disebut agama etnis, agama suku, agama preliterate atau agama sederhana."
[1]
Selanjutnya, Subagya juga menyebutkan bahwa sifatnya yang terikat tempat itu, bila kemudian berkontak dengan agama lain, mungkin mempertahankan diri sambil berkembang berkat unsur-unsur keagamaan dari luar. Unsur-unsur itu diolah dengan kerohanian semula, sedang corak khas asli tidak lenyap melainkan mewujudkan diri lebih lengkap. Kerohanian asli tersebut biasanya tidak diketahui secara reflektif, tidak pula dinyatakan dalam ajaran sistematis. Kerohanian itu dihayati dalam sikap batin terhadap Zat tertinggi - yang diberi nama apa saja - yang sifat hakekatnya mengatasi manusia. Dia diungkapkan dalam kepercayaan, kesusilaan, adat, nilai, upacara serta perayaan anekawarna. Melalui ungkapan lahir itu pokok batin dapat disadari, ditentukan dan dirinci lebih lanjut.
Manusia menurut kodratnya menyadari
bahwa ia terbatas dan lemah. Ia mengalami juga, bahwa jiwanya terarah kepada
alam lain yang mengatasi kelemahannya dan keterbatasannya. Alam rohani itu
dipikirkan olehnya sebagai wujud cita-citanya, sebagai sesuatu yang utuh,
sempurna dan membahagiakan. Di dalamnya kerinduan akan kebahagiaan dipenuhi;
manusia berusaha mengarahkan kegiatannya untuk mencapai kebahagiaan itu. Cara
manusia menggapai kebahagiaan tertinggi dan alam rohani pada bangsa-bangsa
menunjukkan adanya kesamaan yang mengesankan. Sudah barang tentu demikian,
karena kesatuan asasi mengikat seluruh umat manusia. Tetapi perbedaan juga
cukup banyak dan mencolok.
Menurut Subagya, agama asli sebagai
jenis murni terutama terdapat pada suku-suku bangsa yang dikenal dengan nama protomelayu. Leluhur mereka merupakan
gelombang imigrasi tertua dari Asia Tenggara daratan ke Asia Tenggara
kepulauan. Sedang jenis yang tercampur biasa disebutkan sebagai deuteromelayu. Di samping agama asli,
agama itu bisa mengalami pencampuran bila berhubungan dengan agama luar, baik
agama yang senafas maupun agama yang berbeda sama sekali, di sini terbentuk
agama campuran. Percampuran itu bisa terjadi karena pertemuan dua agama asli,
namun bisa juga dialami karena kedatangan agama pendatang, yaitu Hindu, Buddha,
Islam, dan Kristen.
Dalam agama apapun, baik primitif
maupun modern, kita dapat melihat adanya tiga faktor, yaitu: (1) Konsep
mengenai Ketuhanan; (2) Konsep mengenai Dunia Nyata; dan (3) Konsep mengenai
Manusia. Beberapa agama suku memiliki ciri-ciri berikut:
Catatan :
[1] Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia, YCLC & Sinar Harapan, Jakarta, 1981
[1] Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia, YCLC & Sinar Harapan, Jakarta, 1981
1. AGAMA ASLI DI NIAS
Di Nias, terutama di bagian Tengah dan
Selatan, konsep ketuhanan itu digambarkan dalam bentuk alam atas, dimana dari
sana menjelma nenek-moyang orang Nias bernama Hia ke tempat yang bernama Sifalago
di daerah Gomo, Nias Tengah. Dari turunan nenek-moyang itu lahirlah
petinggi-petinggi masyarakat yang hidup saling terisolir, dan petinggi yang
paling popular adalah yang dapat menunjukkan diri sebagai keturunan langsung
nenek-moyang yang asli.
Posisi dan status para petinggi itu direfleksikan dalam panggilan mereka, seperti salawa (tinggi) atau si 'ulu (yang naik), sedangkan pemimpin kebanyakan dikenal dengan nama-nama seperti sihono (ribuan) atau sato (rakyat banyak). Para petinggi ini menunjukkan kesejahteraannya dengan mengumpulkan emas, berlian, dan ornamen sebanyak mungkin, rumah yang paling besar, pakaian kebesaran dengan kopiah yang tinggi, dan duduk paling tinggi dalam upacara -upacara. Ini untuk menunjukkan bahwa mereka mampu mempertahankan posisi otoritas mereka, dan bukan hanya itu, tetapi juga untuk memnunjukkan bahwa mereka menjadi penghubung antara petinggi dan pendiri desa yang bersangkutan.
Posisi dan status para petinggi itu direfleksikan dalam panggilan mereka, seperti salawa (tinggi) atau si 'ulu (yang naik), sedangkan pemimpin kebanyakan dikenal dengan nama-nama seperti sihono (ribuan) atau sato (rakyat banyak). Para petinggi ini menunjukkan kesejahteraannya dengan mengumpulkan emas, berlian, dan ornamen sebanyak mungkin, rumah yang paling besar, pakaian kebesaran dengan kopiah yang tinggi, dan duduk paling tinggi dalam upacara -upacara. Ini untuk menunjukkan bahwa mereka mampu mempertahankan posisi otoritas mereka, dan bukan hanya itu, tetapi juga untuk memnunjukkan bahwa mereka menjadi penghubung antara petinggi dan pendiri desa yang bersangkutan.
Harta kekayaan harus ditunjukkan bukan
saja dalam bentuk emas dan berlian namun harus dinyatakan dalam ukiran-ukiran
ornament, demikian juga orang-orang yang sudah menikah tidak saja harus
menunjukkan banyaknya babi dan emas yang dimilikinya tetapi menyatakannya dalam
bentuk ornament-ornamen yang peresmiannya biasa dilakukan dengan pesta upacara
yang disebut owasa (Nias Utara) atau
tawila (Nias Selatan). Para petinggi
dengan mengadakan pesta akan memperoleh gelar baru.
Pada pesta owasa, petinggi itu membagi-bagikan daging babi sesuai
derajat hadirin. Daging babi itu juga menunjukkan simbolis asi karena orang Nias percaya bahwa mereka adalah babi-babi para dewa.
Dulu dikatakan bahwa pengorbanan manusia pernah dilakukan dalam owasa yang paling tinggi. Pesta-pesta
juga berguna untuk mempererat dan agar hubungan para petinggi dengan penduduk
tetap sinambung.
Orang Nias menyembah nenek-moyang
melalui berbagai upacara, seperti melalui patung
atau ukiran (adu) yang menjadi alat
perantara berhubungan dengan roh nenek moyang. Mereka juga membuat meja
sembahyang adu karena mereka sangat
percaya bahwa kehidupan nenek-moyang bisa mempengaruhi mereka yang hidup,
karena itu, yang hidup harus menyenangkan yang mati dengan berbagai upacara dan
kurban, baik untuk tujuan kelahiran atau pernikahan yang bahagia, atau untuk
kesuburan tanah. Semua kurban dalam pesta itu ditujukan untuk keseimbangan
kosmis dalam pesta yang disebut fondrako.
2. AGAMA ASLI DI SIBERUT (MENTAWAI)
Kepercayaan ketuhanan di Siberut lebih
mengarah ke animis dan mistik, sebab mereka percaya bahwa segala sesuatu -
manusia, binatang, tanam-tanaman dan benda-benda - memiliki jiwa (simagere).
Dalam pemanfaatan sesuatu, perlu
diperhatikan harmonisasi dengan segala sesuatu, karena itu di sini dipercayai
banyak tabu-tabu yang tidak boleh dilanggar. Mereka mempercayai adanya bajou, kekuatan tak berpribadi yang
hadir dalam segala sesuatu yang memiliki jiwa. Kekuatan ini akan terbangkitkan
bila seseorang melanggar keseimbangan dengan alam itu, seperti datangnya
penyakit atau kematian.
Juga dipercayai bahwa jiwa dapat mengembara dalam mimpi dan bila mengalami kesukaran dapat meminta bantuan para nenek-moyang, karena itu upacara penyembahan nenek moyang penting. Disamping ini, upacara ritual termasuk kurban melalui perantara juga penting agar kekuatan-kekuatan kebaikan datang dan menjauhkan kekuatan-kekuatan jahat.
Juga dipercayai bahwa jiwa dapat mengembara dalam mimpi dan bila mengalami kesukaran dapat meminta bantuan para nenek-moyang, karena itu upacara penyembahan nenek moyang penting. Disamping ini, upacara ritual termasuk kurban melalui perantara juga penting agar kekuatan-kekuatan kebaikan datang dan menjauhkan kekuatan-kekuatan jahat.
Orang Siberut tinggal bersama dalam uma, yaitu rumah gadang yang ditinggali
oleh kurang lebih 5-10 keluarga. Dalam rumah ada pengatur upacara (rimata) dan
juga beberapa dukun (kerei), tetapi mereka tidak memiliki penguasa. Ada tiga
ketakutan yang biasa dihadapi penghuni uma,
yaitu: (1) kesatuan uma yang rapuh; (2) hubungan yang tidak menentu dengan
tetangga-tetangga; dan (3) ketakutan karena penyakit dan kematian yang
disebabkan melanggar tabu. Melalui pesta upacara secara periodic (pulialijat)
yang berlangsung selama sebulan, ketiga hal itu diharapkan dapat diperbaiki.
Dalam upacara itu kekuatan-kekuatan kebaikan diundang untuk memberkati uma.
Jiwa nenek-moyang diundang masuk ke dalam uma agar mempersatukan warga uma
dalam solidaritas yang baru. Mereka juga melakukan upacara perburuan di hutan
untuk menyenangkan roh-roh penjaga hutan agar kehidupan dapat berjalan dengan
baik.
3. AGAMA ASLI DI BATAK (SUMATERA
UTARA)
Kepercayaan batak sangat kuat
menekankan penyembahan nenek moyang yang selalu diusahakan dekat dengan
kehidupan mereka melalui kurban yang terus menerus. Upacara melalui tari
-tarian, karya pahatan dan musik memungkinkan masa lalu memasuki masa kini, dan para nenek moyang
untuk memasuki kehidupan anak-cucu mereka. Tugu
adalah monumen penguburan.
Bagi orang Batak asli sebelum masuknya
agama Islam (1820, Batak Selatan) dan Kristen
(1850, Angkola dan Taba), akhir
hidup karena kematian disangkal, mereka berpendapat bahwa kematian hanya
perpindahan wujud dan kehidupan berjalan menerus dan hubungan timbal-balik
antara yang hidup dan yang sudah mati tetap berjalan terus melalui upacara
kurban binatang, tari¬tarian dsb.nya (ini mirip dengan agama nenek-moyang di
Tiongkok/China). Agama Batak asli juga merupakan perisai yang menjaga mereka
dari serangan penyakit, musuh yang menyerang, dan juga pengaruh alam roh.
Kekuatan-kekuatan alam juga
dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat dalam pertahanan diri maupun sebagai
perisai dalam perang. Pengulangan peringatan garis keturunan suku, hubungan
dengan yang mati, ucapan mantera tentang hubungan roh-roh yang mati dan manusia
hidup, dan berkat sehari-hari pada bayi yang baru dilahirkan untuk melindungi
dari penyakit dan kematian merupakan unsur penting dalam kehidupan beragama
Batak.
Upacara sekitar tugu, tarian tortor
(dulu upacara tortor di beberapa daerah diiringi dengan kesurupan/trance),
musik gondang, dan penggunaan ulas, merupakan upacara melakukan hubungan dengan
nenek moyang dan kekuatan-kekuatan mistik alam supra-natural. Ulas memiliki
daya magis untuk berbagai kebutuhan, seperti pengobatan, hubungan dengan
nenek-moyang, dan kesuburan. Penguburan kembali tulang-tulang yang sudah lama
dikubur juga merupakan usaha untuk tetap menghadirkan yang mati ke dalam
kehidupan pada masa kini.
Dalam upacara penguburan tulang yang sudah mati selama 20 tahun, dipercaya bahwa
roh orang mati itu sudah mencapai status nenek¬moyang yang penuh.
Dalam perkawinan upacara
sahut-menyahut saling memberi kata-kata pantun berkat antara wakil-wakil
mempelai wanita dan pria bermaksud untuk mendatangkan kebahagian dan kesehatan
bagi kedua mempelai, kesuburan keluarga, dan juga kesuburan tanah untuk
menghidupi keluarga itu.Dalam pemberkatan rumah baru, keluarga Batak yang berada mengadakan pesta
upacara yang disebut harja. Dalam
upacara ini disembelih babi-babi atau kerbau, dan tuan rumah menunjukkan
kekuatan dengan membagikan daging kepada hadirin secara cukup termasuk
tukar-menukar hadiah bagi yang mampu.
Pada awal kedatangan misi Kristen dari
Eropah (Dimulai dengan German Rheinische Mission) terjadi perang budaya dan
sempat praktek tortor dan gondang dilarang dari Tarutung ke Balige karena
dianggap menghujat Tuhan, namun kemudian praktek budaya itu bangun kembali di
kalangan orang batak Kristen sekalipun tidak memiliki makna mistik & magis
sedalam sebelum kedatangan para misionari, dan terutama untuk konsumsi turis.
4. AGAMA ASLI DI BADUI (BANTEN)
Dipercayai bahwa tempat tinggal orang
Badui adalah Pancar Bumi yang suci, dan nenek moyang, sebagai turunan manusia
pertama, menurunkan peraturan-peraturan hidup dalam pikukuh. Bila seseorang
melanggar, ia harus dikeluarkan dari kampung tantu (dalam) ke kampung dangka
(luar) dan harus mengalami upacara penyucian. Orang badui dalam biasa kelihatan
berpakaian putih sedangkan Badui Luar berpakaian Biru-Hitam. Orang Badui dalam
dilarang berhubungan dengan orang luar, karena itu hubungan itu dilakukan
melalui Badui Luar yang menjual barang -barang hasil pertanian mereka ke
kota-kota disekitar Badui.
Sesembahan orang Badui disebut Batara Tunggal yang dianggap sebagai kekuatan yang maha hadir yang bisa dipersonifikasikan sebagai manusia yang bijak dan suci. Nenek-moyang dipercaya tinggal di kebuyutan di Sasaka Damas, di hulu sungai Ciujung. Orang Badui mendapat tugas untuk tetap menjaga kesucian pusat bumi itu dengan cara hidup sederhana, rendah hati, dan tidak merusak lingkungan, ini dicapai dengan kehidupan yang asketik. Semua ini ditulis dalam pikukuh, yaitu kumpulan peraturan nenek-moyang.
Sesembahan orang Badui disebut Batara Tunggal yang dianggap sebagai kekuatan yang maha hadir yang bisa dipersonifikasikan sebagai manusia yang bijak dan suci. Nenek-moyang dipercaya tinggal di kebuyutan di Sasaka Damas, di hulu sungai Ciujung. Orang Badui mendapat tugas untuk tetap menjaga kesucian pusat bumi itu dengan cara hidup sederhana, rendah hati, dan tidak merusak lingkungan, ini dicapai dengan kehidupan yang asketik. Semua ini ditulis dalam pikukuh, yaitu kumpulan peraturan nenek-moyang.
Menurut orang badui, dunia terdiri
dari 'unia atas'(buana nyungcung) yang dihuni dewa-dewi dan nenek moyang, dan
'dunia bawah' (buana rarang). Manusia tinggal di 'dunia tengah' (buana panca)
yang berbentuk bentuk solid sekitar tiang nenek-moyang yang dikenal sebagai
Sasaka Pusaka Buana. Ini dianggap sebagai pusar dunia (pancar bumi) yang
berlokasi di Pamuntuan lereng sebelah Barat gunung Kendeng. Lokasi itu disebut
Arca Damas dimana ada banyak batu megalitik. Setahun sekali orang badui
bersemedi di sini untuk membersihkan pusar dunia ini.
Orang Badui menganggap bahwa mereka
adalah keturunan 7 dewa Batar yang diutus oleh Batara Tunggal, yang digambarkan
sebagai kekuatan yang tidak kelihatan yang hadir dimana-mana. Para nenek-moyang
yang telah meninggal dipercaya tinggal bersama di kabuyutan yang berlokasi di
Sasaka Damas.
Kehdupan orang badui berkisar pertanian
dan upacara pertanian ditujukan kepada dewa/roh Padi yang disebut Nyi Pohaci,
yang melalui upacara dibangunkan untuk menikah dengan bumi, penyatuan mana
disebut Nyi Pohaci Sanghyang Asri.
5. AGAMA ASLI DI DAYAK (KALIMANTAN)
Orang dayak memiliki kepercayaan mirip
orang Batak, mereka percaya bahwa manusia berasal dari persatuan 'dewa langit'
(diidentifikasikan sebagai burung enggang) dengan laut atau 'dewi air'
(diidentifikasikan sebagai naga). Manusia tinggal dalam 'dunia tengah' di
antara 'dunia atas' dan 'dunia bawah'.
Orang dayak percaya bahwa para dewa
harus disenangkan pada waktu-waktu tertentu agar memberikan kesejahteraan dan
kedamaian bagi manusia. Manusia dipercayai memiliki jiwa atau daya hidup sama
halnya dengan semua benda alam yang harus dijaga. Keteraturan dan keseimbangan
hidup kosmis dicapai dengan keharusan mengikuti Adat yang dianggap berasal dari
para nenek moyang yang menerimanya dari para dewa dan harus dijalankan
turun-temurun agar hidup memperoleh berkat dan kesuburan, bila tidak mereka
akan mengalami malapetaka.
Adat menjaga keseimbangan kosmis yang
dikaitkan dengan kesuburan tanah, dan menghindarkan mereka dari kemarahan dewa maupun
gangguan roh. Manusia dianggap memiliki tubuh dan jiwa, dan jiwa dapat
meninggalkan tubuh melalui mimpi dan berhubungan dengan roh-roh. Seseorang yang
rohnya tidak kembali akan mengalami sakit atau kerasukan roh jahat dan bila
tetap demikian akan mati. Pertolongan diperoleh melalui para dukun yang akan
mengusir roh jahat dan memanggil roh orang itu kembali. Orang mati rohnya perlu
diantar langsung ke dunia orang mati agar tidak mengganggu yang hidup, ini
dilakukan melalui upacara-upacara penguburan dan tabu-tabu.
6. AGAMA ASLI BALI GUNUNG (PULAU BALI)
Bali memiliki agama asli disebut Bali
Kuna ( Bali Aga) yang dipercaya penduduk pegunungan di Bali sekitar
gunung-gunung Agung, Seraya (Karangasem), Batur (Bangli), batukau (Tabanan),
yang mempercayai adanya 'bapak langit' (Sang Hyang Aji Akasa) dan 'bumi' yang
diperintah oleh Ibu Pertiwi. Segala sesuatu dalam alam ini terjadi karena
perpaduan keduanya dan harus dijaga sesuai kesimbangan kosmis yang dualistis
melalui upacara-upacara.
Upacara tidak ditujukan kepada mereka
melainkan kepada nenek moyang yang dilakukan dalam pusat-pusat upacara atau
banua. Pura terbesar dan tertua adalah Pura Pucak Penulisan (di Sukawana)
dengan Pura Kauripan di dalamnya sebagai sumber rohani. Upacara-upacara
dilakukan demi keseimbangan kosmis dan berpusat di pura yang dianggap sebagai
tempat tinggal nenek-moyang mereka.
7. AGAMA ASLI DI LOMBOK
Pulau Lombok dihuni orang Sasak yang
sekalipun masa kini
umumnya menganut agama Islam yang disebut waktu
lima, ada juga keturunan agama sinkretik asli yang disebut wetu telu (tiga waktu). Penganut yang
masih mengikuti wetu telu masih bisa dijumpai di daerah
-daerah terisolir seperti di Lombok bagian Utara dan Selatan.
Agama Wetu Telu Lombok memiliki
kemiripan dengan agama Hindu-Bali maupun Kejawen (Jawa-Islam). Kesamaan utama
adalah kepercayaan nenek-moyang, dimana dianggap bahwa ada penerusan hidup
sesudah mati (mirip agama nenek moyang Tionghoa/China). Selama hidup roh
manusia dapat berkelana selagi tidur (dalam bentuk mimpi), dan ketika meninggal
roh itu meninggalkan tubuh berkelana tanpa tempat tinggal. Untuk menghindari
roh kelana ini mengganggu manusia hidup, dilakukan upacara-upacara agar roh itu
berkumpul dengan nenek-moyang.
Roh nenek-moyang masih tetap berhubungan dengan manusia dan mempengaruhi hidup manusia, karena itu roh itu diundang dalam upacara dan dimintai berkatnya bagi yang hidup. Roh-roh nenek-moyang ini juga membantu masyarakat menghadapi gangguan supra-natural maupun serangan luar. Juga dipercayai kekuatan tidak berpribadi dalam alam yang menguasai semua bagian alam dan harus dihayati dalam keseimbangan.
Roh nenek-moyang masih tetap berhubungan dengan manusia dan mempengaruhi hidup manusia, karena itu roh itu diundang dalam upacara dan dimintai berkatnya bagi yang hidup. Roh-roh nenek-moyang ini juga membantu masyarakat menghadapi gangguan supra-natural maupun serangan luar. Juga dipercayai kekuatan tidak berpribadi dalam alam yang menguasai semua bagian alam dan harus dihayati dalam keseimbangan.
Dalam sinkretisme dengan agama Islam
yang berpusat di mesjid wetu telu Islam
di Bayan, mereka tidak melakukan ibadah jumat tetapi merayakan Ramadan dan
hari kelahiran nabi Muhammad, dalam upacara itu juga ada kurban-kurban termasuk
menggunaan lambang patung naga. Pertemuan dua jumat berturut-turut dilakukan
bila terjadi bencana alam dimana para kya bertemu untuk sembahyang bersama
untuk keseimbangan alam.
8. ALIRAN KEPERCAYAAN
Aliran kepercayaan atau faham
kebatinan/mistik di Indonesia sudah terlihat jejaknya sejak kuno.
Setidak-tidaknya agama-agama suku yang asli mempercayai kekuatan mana dan
animisme yang kemudian berkembang menjadi ajaran mistisisme atau kebatinan
sebelum kemudian diresmikan dengan nama aliran kepercayaan.
Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia
rupanya kebatinan Hindu (Upanishad) ikut membentuk ajaran kebatinan di
Indonesia. Harun Hadiwiyono dalam bukunya 'Kebatinan
dan Injil' membagi aliran kebatinan menjadi 5 macam, yaitu (1) yang
bersifat sederhana dalam ajaran seperti Paguyuban Sumaran; (2) aliran yang
mirip seperti Sapta Dharma; (3) yang mendasarkan dirinya pada Al-Quran seperti
Bratakesawa; (4) yang mendasarkan dirinya pada ajaran Kristen seperti Pangestu; dan (5) yang mencoba mengemukakan teori
antropologi-biologi berdasarkan kebatinan seperti yang dipopulerkan oleh
Paryana Suryadipura (buku Alam Pikiran).
1.
KONSEP MENGENAI YANG SUCI
Pada dasarnya aliran kebatinan
mempercayai bahwa yang disebut sebagai 'yang suci' itu adalah zat semesta yang
mendasari terjadinya segala sesuatu di alam ini. Hanya bedanya dengan
monotheisme dimana 'yang suci' itu dipercayai sebagai berpribadi, dalam
kebatinan, zat yang mutlak itu disebut tidak berpribadi yang juga disebut
sebagai Macro Cosmos. Dalam Pangestu ada konsep nunp ketuhanan Islam dan Kristen
tetapi bedanya konsep Allah ini tidak bersifat pribadi, dan kemiripan dengan
agama Kristen terletak pada konsep tritunggal yaitu 'Allah Maha Esa' yang
menyatakan diri sebagai Tri Purusa yang dimengerti sebagai 'Keadaan Satu yang
bersifat tiga' yang disebut 'Sukma Kawekas, Sukma Sejati, dan Roh Suci' tetapi
beda dengan tritunggal Kristen, disini Sukma Kawekas adalah Zat yang Mutlak
itu, Sukma Sejati dianggap jelmaan Sukma Kawekas seperti Yesus, tetapi yang
disebut Roh Suci adalah jiwa manusia atau manusia sejati dan hakekat manusia
itu sendiri. Ia adalah Cahaya Allah dan sehakekat dengan Allah sendiri, dan Ia
adalah satu dengan Sukma Sejati dan Sukma Kawekas.
2. PERNYATAAN YANG SUCI
2. PERNYATAAN YANG SUCI
1.
Orang-orang Suci
Kebatinan tidak mengenal nabi atau
orang-orang suci dalam kedudukan struktural karena semua orang dapat mencapai
kesucian dan kesempurnaan batinnya sendiri. Biasanya tokoh-tokoh pendiri aliran
kebatinan dihormati sebagai tokoh pendiri saja.
2.
Tempat-tempat Suci
Tempat suci bagi pengikut kebatinan
praktis tidak ada, hanya beberapa tempat khusus yang biasanya dianggap memiliki
kekuatan gaib (angker) dianggap sebagai tempat suci, seperti gua tertentu,
kuburan, pohon besar, gunung dsb.nya sebagai warisan animisme.
3.
Kitab-kitab Suci
Biasanya aliran kebatinan tidak
mempunyai kitab-kitab suci karena yang dipentingkan adalah jalan pribadi menuju
keheningan cipta melalui jalan semedi/meditasi yang dipelajari dari orang ke
orang. Pengajaran sifatnya adalah menurunkan hikmat pribadi dari satu orang ke
orang lainnya.
3. KONSEP
MENGENAI MANUSIA
Dalam kebatinan, manusia dianggap
bagian dari Zat Semesta, jadi tuhan dan manusia dianggap sehakekat dan sezat.
Manusia disebut sebagai Micro Cosmos dan jiwa manusia adalah bunga api ilahi.
Manusia pada dasarnya adalah jiwa atau roh yang dibelenggu oleh badan kasar
atau badan wadag yang sangat dipengaruhi oleh nafsunya.
.4.
UNGKAPAN BERAGAMA MANUSIA
1. Jalan
Keselamatan
Jalan keselamatan dalam kebatinan
adalah bersatunya Micro Cosmos kembali kepada Macro Cosmos sumbernya. Jalan ini
dengan tepat digambarkan dalam Paguyuban Sumarah sebagai: "Ilmu Sumarah
adalah suatu ilmu kebatinan yang dengan jalan sujud sumarah (menyerahkan diri)
mempelajari sampai tercapai bersatunya jiwa dengan Dhat yang Mahaesa."
Kelepasan terjadi bila telah terjadi penyatuan itu atau terlepasnya jiwa dari
tubuh manusia.
Berbeda dengan aliran Sumarah dan
Sapta Dharma yang melakukan penyatuan dengan jalan meditasi, aliran Bratakesawa
melakukan rasionalisasi kebatinan didasarkan ajaran Al-Quran dan menekankan
amal atau perbuatan baik Kejawen
adalah sinkretisasi kebatinan Hindu dengan Islam. Aliran Pangestu yang
merupakan singkatan dari 'Paguyuban Ngesti Tunggal' yang berarti 'Persatuan
untuk dapat ber tunggal. '
2. Komunitas Umat
2. Komunitas Umat
Komunitas umat dalam kebatinan lebih
merupakan paguyuban dimana umat melakukan pertemuan dan melakukan semedi
bersama -sama, tetapi secara umum semedi mereka lakukan secara perorangan.
Pengajaran diberikan tidak melalui perguruan tetapi melalui sistem pamong
(pengasuhan).
3. Upacara
Agama
Dalam kebatinan tidak ada upacara
khusus seperti yang terdapat dalam agama -agama, tetapi yang ada adalah praktek
semedi atau meditasi sebagai usaha untuk mencapai sujud yaitu penyatuan itu.
Ciri khas aliran kebatinan adalah tujuannya yang diarahkan pada penyelamatan
diri sendiri sehingga kurang memiliki tanggung jawab terhadap dunia ini seperti
tugas sosial misalnya.
9. KEPERCAYAAN KEPADA TUHAN YANG
MAHAESA
Di lndonesia aliran kebatinan
mengalami perkembangan yang menarik, karena bila selama ini berjalan
sendiri-sendiri dan dicurigai banyak pihak, kemudian berusaha menempatkan diri
sejajar dengan agama-agama lainnya, dan bersatu dibawah satu organisasi
pengayom atau payung, dan sekalipun belum diakui sebagai agama, kedudukannya
sudah diakui setara dengan ke-lima agama yang sudah diakui sejajar yaitu lslam,
Kristen-Protestan, Kristen-Katolik, Hindu, dan Buddha.
Menempatkan diri di antara agama-agama
yang diakui, bagi aliran kebatinan tidaklah mudah karena pengertian mengenai
tuhannya berbeda dengan agama-agama yang diakui pemerintah, itulah sebabnya
dalam usaha menempatkan diri, ada usaha di kalangan kebatinan untuk menghindari
perbedaan dan ingin menempatkan diri bukan sebagai pesaing agama-agama tetapi
sebagai pelengkap yang melengkapi aspek batin dari agama -agama.
Setidaknya ada dua pendapat di
kalangan agama-agama, disatu pihak ada yang menganggap kebatinan bisa menjadi
pelengkap untuk menguatkan batin agama -agama tetapi dipihak lain ada pendapat
yang mengatakan bahwa kebatinan lebih bersifat merusak agama, jadi harus
ditolak, itulah sebabnya sampai sekarang kebatinan belum diakui sebagai agama
tetapi diakui sebagai Aliran Kepercayaan yang dimasukkan dibawah Depdikbud.
1. Proses
Pengakuan Pemerintah RI
Perkembangan aliran kebatinan menjadi
aliran kepercayaan yang diakui
pemerintah dimulai tahun 1945 dimana dalam UUD 1945 (pasal 29) disebutkan
bahwa:
"Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaan itu."
UUD ini mendorong berkembangnya aliran
kepercayaan di lndonesia sehingga di tahun 1953
sudah terdapat 360 agama baru. Di
tahun 1954 Depag mendirikan 'Pengawa san Aliran dan Kepercayaan Masyarakat'
(PAKEM) yang dususul dengan 'Badan Kongres Kebatinan lndonesia' (BKKI) di
Semarang (1955) dan di Solo (1956).
Dari tahun 1956-1962 diadakan beberapa
kongres dan seminar dan di tahun 1960 PAKEM diambil alih oleh Kejaksaan dan
disusul 1961 dengan dikeluarkannya 'UU Pokok Pengawasan Preventip Terhadap Aliran-Aliran
Kebatinan'. Di tahun 1966 didirikan 'Badan Musyawarah kebatinan' dibawah Sekber
Golkar dan pada tahun 1968 didirikan 'Paguyuban Ulah Kebatinan se-Indonesia'
(PUKSI).
'Simposium Nasional Yogya' (1970)
meminta kepada Pemerintah RI agar keberadaan aliran kepercayaan diakui secara
resmi sesuai UUD-1945 pasal 29 ini dilanjutkan dengan 'Munas Kepercayaan Yogya'
pada tahun yang sama.
Di tahun 1971, Jaksa Agung RI mencatat adanya 282 aliran kepercayaan, dan 167 aliran lain dilarang, sedangkan di tahun 1972, menurut berita PAKEM, jumlah aliran disebut ada 427 cabang kebatinan dari 217 aliran dan pengakuan pemerintah secara resmi dikeluarkan dalam ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, ketetapan mana diperkuat dengan Ketetapan IV, MPR II di tahun 1978 dengan catatan bahwa aliran kepercayaan dipisahkan dari agama, tetapi tidak membentuk agama baru, dengan demikian, selanjutnya aliran kepercayaan di lndonesia diakui sejajar hak-haknya dari agama lain sekalipun bukan berbentuk agama.
Di tahun 1971, Jaksa Agung RI mencatat adanya 282 aliran kepercayaan, dan 167 aliran lain dilarang, sedangkan di tahun 1972, menurut berita PAKEM, jumlah aliran disebut ada 427 cabang kebatinan dari 217 aliran dan pengakuan pemerintah secara resmi dikeluarkan dalam ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, ketetapan mana diperkuat dengan Ketetapan IV, MPR II di tahun 1978 dengan catatan bahwa aliran kepercayaan dipisahkan dari agama, tetapi tidak membentuk agama baru, dengan demikian, selanjutnya aliran kepercayaan di lndonesia diakui sejajar hak-haknya dari agama lain sekalipun bukan berbentuk agama.
Posted:
Tue Jan 06, 2009 9:44 am
VI. GERAKAN ZAMAN BARU (NEW AGE
MOVEMENT)
Gerakan Zaman Baru (GZB) atau New Age
Movement (NAM) adalah kebangunan kembali agama alam (Pantheisme) Timur yang
juga merambak dunia Barat, dan mempengaruhi segenap aspek hidup manusia.
Kebangkitan ini dengan jelas kita lihat dalam kebangunan kebatinan (mistik),
perdukunan (shaman, okult), dan psikologi baru yang menekankan dan berpusatkan
"jati diri manusia", dimana manusia menjadi pusat semesta (Humanisme
Baru). Pada prinsipnya GZB mempopulerkan kembali kepercayaan dan praktek
agama-agama Pantheisme seperti Hinduisme, Buddhisme, dan Taoisme, tetapi
dipraktekkan dengan wajah praktis dalam bentuk latihan-latihan kesehatan dan
hidup baru. GZB beranggapan bahwa:
"Pada dasarnya dibalik
alam semesta ini ada Kekuatan Semesta (Power, Force, Energy) yang menjadi
sumber terjadinya segala sesuatu, dan manusia adalah bagian dari kekuatan
semesta itu, atau dengan kata lain kalau kita menyebut kekuatan semesta itu
sebagai "kekuatan besar" (Makro kosmos) maka manusia adalah
"kekuatan kecil" (mikro kosmos). Melalui latihan pernafasan, meditasi
dan olah batin maka manusia mencapai kesatuannya dengan kekuatan semesta
itu."
Dalam perdukunan (Shamanisme) kekuatan semesta itu dianggap kekuatan magi
besar dan manusia berusaha membangkitkan kekuatan itu agar kebal, dan dalam
kebatinan kekuatan semesta itu dipandang sebagai roh kehidupan semesta dan
manusia berusaha menyatukan tenaga batinnya dengan kekuatan semesta itu atau
membangunkan sifat ilahi manusia.
Dalam hubungan dengan keKristenan, yang menjadi masalah
adalah bahwa kepercayaan allah sebagai "Kekuatan Semesta" itu menolak
hakekat Allah yang berpribadi, Allah hanya dianggap sebagai Kekuatan Energi
saja yang mengikuti hukum dualisme negatip-positip (yin-yang) dan manusia
dengan kemampuannya (baik pikiran, penglihatan, kekuatan kata-kata) dapat
menjadikan dirinya berpotensi seperti kekuatan semesta/allah itu pula.
Tema film New Age umumnya berpusat
pada pertempuran yang tidak habis-habisnya antara kekuatan jahat dan baik (yin
dan yang), dan bagaimana manusia memanfaatkan kekuatan itu (seperti 'The Force'
dalam serial Star Wars). Latihan silat dan senam kesehatan pada prinsipnya
berusaha membangunkan tenaga dalam lbatin kita untuk memperoleh kekuatan
semesta itu di luar campur tangan Tuh an.
Gerakan Zaman
Baru mengajarkan beberapa hal berikut:
1. Hakekat Allah Alkitab sebagai Pribadi dan Pencipta ditolak.
"Allah" hanya dianggap sebagai roh/nafas alam semesta atau kekuatan
dan energi semesta saja;
2. Dunia dianggap sebagai pertarungan kekuatan negatip dan positip, kekuatan gelap dan terang, kekuatan kejahatan dan kebenaran. Hakekat Iblis sebagai pribadi ditolak;
3. Yesus Kristus tidak diterima sebagai Juruselamat dan hanya dianggap sebagai salah satu tokoh agama saja. Drama penebusan, pencurahan darah dan penyaliban Yesus Kristus ditolak dan dianggap tidak ada artinya. Manusia dapat menyelamatkan diri dengan kekuatan dalam dirinya;
2. Dunia dianggap sebagai pertarungan kekuatan negatip dan positip, kekuatan gelap dan terang, kekuatan kejahatan dan kebenaran. Hakekat Iblis sebagai pribadi ditolak;
3. Yesus Kristus tidak diterima sebagai Juruselamat dan hanya dianggap sebagai salah satu tokoh agama saja. Drama penebusan, pencurahan darah dan penyaliban Yesus Kristus ditolak dan dianggap tidak ada artinya. Manusia dapat menyelamatkan diri dengan kekuatan dalam dirinya;
1. NEW AGE
Pengaruh ajaran New Age menyebar
dengan luar biasa. Bila kita membaca koran, akan sering ditawarkan praktek
pengobatan altematif, pelatihan dan seminar yang menonjolkan 'Program
Pengembangan Diri' (self improvement program / human development program).
Berbagai istilah dipopulerkan dalam pelatihan/seminar demikian, seperti percaya
diri, perbaikan diri, potensi diri, pencapaian diri, aktualisasi diri dan
lainnya yang pada umumnya menekankan bahwa manusia memiliki kekuatan/kuasa diri
yang dapat dikembangkan demi mencapai sukses hidup.
a. DIRI (SELF)
Secara umum, diri (self) manusia
dipercaya memiliki kekuatan atau kuasa yang sudah inheren di dalam diri
manusia. Diri (self) manusia ini dianggap mengandung kekuatan yang bisa digali
oleh manusia. Diri ini disebut dalam berbagai nama seperti potensi, kekuatan,
daya batin, kuasa yang dalam serial film Star Wars dikenal sebagai The Force.
Dalam pelatihan/seminar pengembangan diri, memang nama 'diri' itu bisa dijumpai
dalam berbagai sebutan
yang menarik. Misalnya Anthony Robbins menyebutnya 'the giant within you, '
HND-Training di Bandung
menyebutnya 'the diamond in you. ' Diri yang memiliki kekuatan ini dalam
istilahmistik yang melatarbelakanginya
disebut dalam berbagai nama, seperti chi (China), Kundalini/Prana (India),
ki/reiki (Jepang), dan Tenaga Dalam / Sukma Kawekas (Indonesia/Jawa).
Sejalan dengan keyakinan mistik yang
menganggap bahwa diri manusia itu bersifat ilahi atau bagian dari kekuatan
keilahian (micro cosmos), maka sering diri manusia itu diidentikkan dengan ke
ilahian dan juga dikaitkan dengan konsep
theisme kristen. Beberapa buku mengenai Gerakan Zaman Baru (new age)
menyamakan Chi sebagai 'ruach elohim,' bahkan Carl Jung pakar psikologi yang
terpengaruh ajaran mistik timur itu menyebut diri manusia sebagai 'Imago Dei'
gambar Allah dalam diri manusia.
Tidak kurang beberapa pelatih
pengembangan diri yang beragama Kristen
mempopulerkannya sikretisme konsep diri mistik dengan kekristenan dan
menyebutnya sebagai 'the leader within you' (John C. Maxwell), 'the huge
reservoir' (Norman Vincent Peale), dan mendorong orang mengucap 'My strength is
made perfect in my strengths' (Purpose Driven Life). Paulus Winarto sering
diundang gereja-gereja untuk membawakan pelatihan yang pemah ditulisnya dalam
buku 'reach your maximum potential' dan tidak kurang tokoh persekutuan
mahasiswa Kristen mengajarkan hal yang sama (Dale Carnegie).
Secara umum pengidentifikasian konsep
'Diri' dengan 'Tuhan' menempatkan manusia setara dengan Allah. Seorang tokoh
Gerakan Zaman Baru (new age) yaitu Shirley Mc.Laine menyebut dengan lantang:
"I am god."
(bandingkan dengan ucapan Benny Hinn,
Kenneth Hagin, & Morris Cerulo bahwa manusia adalah 'little gods').
b. SUKSES
Bila kita mengamati pelatihan/seminar
pengembangan diri itu, apakah itu dilakukan oleh seorang new ager maupun yang
beragama kristen, umumnya yang
ditawarkan adalah dengan kemampuan dalam diri sendiri seseorang bisa dicapai
sukses dan kehidupan berkelimpahan. Sukses disini yang dimaksudkan adalah
sukses menurut ukuran dunia, jabatan tinggi dengan penghasilan yang tinggi
pula.
2. KEKUATAN BATIN / PIKIRAN
Positive Thinking dan kekuatan dalam
diri manusia itu sebenarnya berasal dari dunia mistiklmagis kuno yang sudah
lama dipraktekkan dalam rangka okultisme perdukunan seperti dipraktekkan dalam
kepercayaan tentang tahyul, nasib,
mistik, magis, spiritisme, dan satanisme.
Hongsui/Fengshui adalah bagian dari
kepercayaan ini yang beranggapan bahwa manusia dengan kekuatannya berada secara
geosentris dalam permainan kosmos.
Sebenarnya ajaran mengenai kekuatan
batin/pikiran sudah jauh diajarkan dalam kepercayaan premordial, dalam manisme
dan terutama mistisisme (kebatinan) dan bangun kembali sebagai New Age pada
masa kini. Dalam kepercayaan kuno, ada kesadaran bahwa dunia ini bukan sekedar
dunia yang kita rasa dan raba saja tetapi ada realita lain yang lebih besar
dibaliknya.
a. MANA, KUNDALINI, CHI/KI/ZEN
Beberapa bentuk dan panggilan Kekuatan
Batin/Pikiran yang sudah kita pelajari adalah a.l. Mana dan Magi, kekuatan
Piramid, Kundalini/Prana, Chi/KilZen, dan dalam New Age dikenal istilah modem
seperti Bioenergy atau The Force.
b. THE FORCE
Manisme dalam budaya premordial dan
kekuatan batin/pikiran dalam budaya mistik, digambarkan secara modem dalam film
garapan George Lucas yaitu 'Star Wars.' Dalam Star Wars, konsep Mana dan
Kekuatan itu digambarkan sebagai 'The Force' (Sang Tenaga) sebagai energi atau
medan energi yang memberi dorongan hidup pada semua mahluk, ada yang memiliki
sedikit ada yang banyak, dan energi ini bersifat netral & memiliki dua
aspek berlawanan sisi baik dan jahat.
Jelas terlihat bahwa konsep 'The
Force' tidak beda dengan Mana, Kundalini, Chi, Ki dll.nya yang merupakan
kekuatan batin/ pikiran yang bisa diolah manusia. Dualisme mistik juga menjiwai
The Force dimana didalamnya disebut mengenai sisi baikIterang dan sisi
jahat/gelap. Bukan hanya itu, sama dengan konsep Manisme dan Mistik bahwa
kekuatan itu dianggap sebagai bagian ilahi dan ilahi itu sendiri, dalam serial
Star Wars, The Force itu juga dianggap sama dengan Tuhan. Bila umat Kristen
berkata 'May God be with You,' dalam Star Wars berubah menjadi 'May The Force
be with You.'
3. NEW THOUGHT
Gerakan New Thought (Pemikiran Baru)
dirintis tokoh-tokoh Quimby, Mary Baker Eddy (yang dikenal sebagai pendiri
aliran Christian Science) dan Charles Filmore.
a. Phineas Parkhust Quimby
Quimby mempelajari sipritualisme
(hubungan dengan orang mati), hidroterapi, mesmerisme (hipnotis) dan berbagai
eksotika kejiwaan lainnya yang berkembang pada masa hidupnya. Ia terpengaruh
hipnotisme yang diajarkan guru Perancis Charles Poyen yang mengunjungi
Portland, dimana Quimby tinggal, pada tahun 1827.
Quimby mengidap cacat, dan pada tahun
1838 ia mulai mencoba ilmu hipnotis yang dipelajarinya untuk
menyembuhkan dirinya sendiri. Dalam
beberapa tahun usahanya berhasil dan pada umurnya yang 60-an ia dikenal sebagai
seorang penyembuh (healer). Dalam prakteknya ia mengamati bahwa bukan obat-obat
yang menyembuhkan pasiennya tetapi kepercayaan pasien bahwa obat itu bisa
menyembuhkan yang memegang peran utama.
Penyembuhannya bersifat mental. Ini
kemudian mendorong Quimby mengobah cara hipnotis dan menggantinya dengan
sugesti mental yang sederhana. Ia menggunakan kekuatan batin atau pikiran.
Quimby disebut sebagai pelopor mind cure dan aliran ini kemudian dikenal
sebagai New Thought (pemikiran baru).
b. Mary Baker Eddy a Christian Science
Christian Science (Ilmu Pengetahuan
Kristen) adalah agama yang timbul di Amerika Serikat yang tidak mau mengakui
hakekat materi dan bersandar semata-mata pada sebuah dalil, yakni bahwa secara
mutlak realitas dari segala sesuau adalah roh saja. Propaganda dari aliran ini
adalah surat kabar Christian Science Monitor dan brosur yang diterbitkan berjudul
Christian Science Sentinel. Christian Science mengajarkan bahwa realitas dari
segala sesuatu adalah roh saja, dan semua pengetahuan yang lazim (science)
adalah omong kosong belaka. Science yang benar adalah Christian Science yang
dapat mengikis segala anggapan yang keliru tentang penyakit, dosa dan maut,
yang dikira orang sebagai ada tetapi sebenarnya tidak ada.
Tidak dapat disangkal bahwa sebagai
pelopor dari faham mind cure (penyembuhan dengan pikiran) yang memberi peran
utama pada pikiranlbatin (mind) seseorang dalam mengatasi baik aspek pengajaran
(faham) maupun kesembuhan (health), ajaran Christian Science dalam bentuk umum
telah menjiwai pelatihan positive thinking dan pengembangan diri (human
potential movement) yang terus berkembang pengaruhnya sampai kini.
Hanya bila Christian Science semula
berpangkal dari penggunaan pikiran untuk penyembuhan sakit penyakit, human
potential movement mempraktekkannya lebih luas kedalam bisnis dan hubungan
kemanusiaan. Mary Baker Eddy (lahir 1821) berjumpa dengan Phineas Parkhust
Quimby, yang mengajarkannya pengobatan dengan hipnotis. Di sinilah ia
terpengaruh ajaran yang menganggap bahwa 'bukan obat-obatan yang memberi
kesembuhan melainkan sikap batin si sakit.' Lama kelamaan tumbuh keyakinan
dalam dirinya bahwa penyakit sebenarnya berasal dari pikiran si sakit sendiri,
karena itu pengobatannya harus melalui pikiran si sakit sendiri. Inilah yang
kemudian dikenal sebagai mind cure (pengobatan melalui pikiranIbatin).
c. Charles Filmore
c. Charles Filmore
Salah satu murid Mary Baker Eddy
adalah suami isteri Charles Filmore. Keduanya juga mengalami cacat dan berhasil
mengalami kesembuhan melalui mind cure, dan kemudian Filmore menulis buku
berjudul Modern Thought (1889). Di tahun 1891 keluarga Filmore mulai melayani kekristenan secara praktis melalui
pemikiran barunya. Mereka membentuk Society of Silent Help yang kemudian disebut Society of
Silent Unity.
Sekalipun tidak bergabung dengan
gereja Christian Science Mary Baker Eddy, ia memiliki faham kekristenan sendiri
dan pada akhir pelajaran yang diberikannya, sebagai disiplin mental ia selalu
mengucapkan:
"I am the Christ of
God .... kesempurnaan saya sekarang
dibentuk dalam pikiran ilahi (divine mind) .... Keragu-raguan dan ketakutan
saya sekarang teratasi dan saya bersandar pada keyakinan dan damai pada hukum
yang tidak berubah dari Tuhan .... Saya tidak lagi menyalahkan, mengkritik,
menyensor atau mencari kesalahan rekan-rekan. Juga saya tidak akan merendahkan
atau menghukum diri sendiri .... Saya tidak takut, sangat kuat dan bijak dalam
kasih Tuhan." (Filmore, hlm. 82,98,127,138).
Bawah sadar manusia tidak memiliki keyakinan demikian, itu harus diisi terus menerus. Tujuan lain selain untuk tujuan kesembuhan melalui pikiran, juga untuk kemakmuran. Buku Filmore berjudul prosperity (kemakmuran, 1936) sangat terkenal, dan ia mengemukakan bahwa adalah salah kalau umat Kristen miskin, karena kemiskinan adalah dosa. Lebih lanjut dianggap kemakmuran bukan sekedar memiliki kekayaan tetapi kemakmuran harus menjadi bagian dan hasil dari pemikiran seseorang.
4. POSITIVE THINKING
Faham Positive Thinking secara populer
dikenal melalui tulisan Dale Carnegie, Napoleon Hill, Norman Vincent Peale,
Robert Schuller, dan lain-lainnya, dan perkembangan populer karena didongkrak
dengan dukungan pemikiran ahli-ahli ilmu jiwa dalam seperti William James
(1842-1910), Sigmund Freud (1856-1939), Carl Jung (1875-1961), dan Abraham
Maslow (1908-1970).
a. Ahli llmu Jiwa Yang Mendasari
1.
William James
Hidup pada pasca era pengaruh
rasionalisme dan revolusi industri yang melanda negaranya. Pada masa itu ada
optimisme berlebihan yang menganggap kemajuan industri dan teknologi terjadi
karena manusia sudah bertumbuh menjadi seperti Allah dan karena itu manusia
sebenarnya sudah tidak lagi membutuhkan Allah. Keberadaan Allah tidak ditolak
namun ketergantungan manusia kepada Allah sudah tidak perlu. William James dan
umumnya ahli -ahli ilmu pengetahuan saat itu kebanyakan termasuk religious
agnostik (tidak peduli ada atau tidak adanya Allah).
James yang pertama menguak keberadaan
jiwa tak sadar (unconscious) dan konsep inilah yang menjadi dasar tulisannya
dalam bukunya yang terkenal 'The Varieties of Religious Experience. '
Dalam pengamatannya ia melihat bahwa
ada lebih banyak kehidupan dalam jiwa manusia yang total daripada yang pernah
disadari manusia. Manusia sebenarnya menyadari bahwa dirinya bisa diperluas ke
bawah sadarnya. Kehidupan yang berkelimpahan bergantung dari keterbukaan kita
akan dimensi bawah sadar itu, dan manusia dapat mencapai kekuatan yang lebih
tinggi itu melalui jalan saluran bawah sadar dirinya untuk memasuki sumber
energi yang tidak terhingga dalam dirinya.
James menyebut bawah sadar kita
merupakan jejak religious kekuatan yang lebih tinggi (higher power) yang adalah
'baik.' Ini membekali setiap individu dengan
pengalaman spiritual yang sepenuhnya
dan tertinggi secara langsung.
2. Sigmund Freud
2. Sigmund Freud
Adalah ahli ilmu jiwa dalam yang
bekerja semasa William James hidup namun meninggal 29 tahun setelah James. Ia
seorang dokter namun tidak ingin praktek melainkan ingin menjadi sarjana yang
melakukan penelitian kejiwaan. Dari seorang dokter lainnya Joseph Breuer, ia
belajar tentang faedah cara pengobatan katharsis atau cara pengobatan dengan
membiarkan seorang mencurahkan kesulitannya.
Dengan minat dan semangat ilmiah yang besar, Freud mulai menjelajah lebih dalam ke dalam jiwa pasien-pasiennya, ia menemukan adanya tenaga-tenaga dinamis yang sedang bekerja dan menjadi sebab timbulnya gejala-gejala abnormal yang harus diobatinya. Lambat laun dalam pemikiran Freud terbentuk pendapat, bahwa kebanyakan dari tenaga -tenaga itu adalah tenaga yang tak sadar. Karena itu baginya bawah sadar merupakan bejana tak terhingga yang menampung tenaga¬tenaga demikian.
Dengan minat dan semangat ilmiah yang besar, Freud mulai menjelajah lebih dalam ke dalam jiwa pasien-pasiennya, ia menemukan adanya tenaga-tenaga dinamis yang sedang bekerja dan menjadi sebab timbulnya gejala-gejala abnormal yang harus diobatinya. Lambat laun dalam pemikiran Freud terbentuk pendapat, bahwa kebanyakan dari tenaga -tenaga itu adalah tenaga yang tak sadar. Karena itu baginya bawah sadar merupakan bejana tak terhingga yang menampung tenaga¬tenaga demikian.
3. Car I Jung
Adalah murid Freud dan mewarisi
pandangan gurunya, namun ia juga tertarik faham mistik Zen Buddhisme. Pengaruh
Okult dan Zen Buddhisme yang diminatinya sangat kuat dalam pemikiran Carl Jung.
Jung biasa mempraktekkan spiritisme
dan mempopulerkan meditasi mistik Zen sebagai salah satu terapi psikologinya,
termasuk mengajarkan apa yang disebut sebagai 'active imagination' dan 'bawah
sadar kolektif dan menganggap bahwa melalui imajinasi/visualisasi, seseorang
dapat masuk ke dalam realita roh/dunia dalam. Jung menekankan agar manusia melakukan
realisasi diri.
4. Abraham Maslow
Berpendapat bahwa psikologi
behaviorisme dan
psikoanalisis terlalu kaku dan hanya
berkaitan dengan
penyakit, ia kemudian mengembangkan
teori motivasi, yang menggambarkan proses perkembangan pribadi dari kebutuhan
dasar seperti makanan dan seks, menuju kebutuhan yang lebih tinggi.
Perkembangan inilah yang disebutnya 'aktualisasi diri', pemenuhan potensi
manusia yang tertinggi. Baginya, tujuan utama psikoterapi adalah inegrasi diri.
b. Positive Thinkers
Para Positive Thinkers yang mencuat
adalah Dale Carnegie, Napoleon Hill, Norman Vincent Peale, dan Robert Schuller.
1. Dale
Carnegie
Termasuk dalam barisan yang menekankan
Yesus sebagai model eksekutif.
Tujuan dari misi Dale Carnegie adalah
mendorong orang menjadi model manusia baru yang memiliki kwalitas menuju
sukses. Pada prinsipnya Dale Carnegie ingin menghadirkan kepribadian bisnis
yang positif yang mendorong ke arah sukses. Salah satu tehnik yang diajarkan
adalah sikap 'Senyum' (smile).
Konsep Dale lainnya adalah manusia
pada dasarnya memiliki keinginan menjadi 'penting' (desire to be important).
Orang tidak tertarik kepada orang lain, ia tertarik kepada dirinya sendiri.
Berdasarkan kenyataan ini ia
mengembangkan perilaku yang menekankan
senyuman dan memberi perhatian dan ketertarikan kepada rasa penting pihak lain.
Bila kita mempelajari etika bisnis
Dale, terlihat ia
menekankan sikap luar dalam memberikan
senyuman fisik dan ketertarikan kepada mementingkan orang lain, tapi tidak
mendalam mencapai sikap yang benar-benar secara jujur mengasihi orang yang
dihadapi-nya (artificial ethics). Senyum bukan karena mengasihi tetapi demi
menyenangkan orang, demikian juga
tertarik menjadikan orang penting bukan karena orang itu penting tetapi sekedar
menyenangkannya untuk menghasilkan sesuatu untuk diri sendiri.
Dalam hubungan dengan 'memenangkan
teman' Dale cenderung mengarahkan kepada tertariknya orang untuk menjadi teman
bisnis, tetapi Dale tidak mendorong terciptanya kesetiakawanan yang mendalam
(friendship).
2. Napoleon
Hill
Mengembangkan lebih lanjut manipulasi
diri dengan mind cure ini. Ia menulis buku The Law of Success dan How to SeH
Your Way Through Life. Ia memberikan harapan sukses dalam pergaulan dan bisnis
melalui pemikiran yang positif dan optimis. Ia menulis buku terkenal 'Think and
Grow Rich' dan mengungkapkan bahwa dibalik getaran manusia akan ketakutan,
kemiskinan, penderitaan, penyakit dan kegagalan yang tertanam dalam bawah
sadar, ia melihat adanya getaran akan kemakmuran, kesehatan, dan kekayaan dan
kebahagiaan.
Dalam hubungan dengan itu Hill
mengajarkan bahwa manusia bisa menyelaraskan diri dengan getaran kemakmuran
dengan cara berulang-ulang melakukan pengakuan akan sukses dan kemakmuran yang
positif.
3. Norman
Vincent Peale
Bekerjasama dengan seorang ahli jiwa
psikoanalis Smiley Blanton murid ahli jiwa Sigmund Freud. 20 tahun setelah
dimulainya kerjasama itu, klinik psikologi-agamani yang didirikan mereka di
Marble Collegiate Church mengalami sukses.
Dalam bukunya The Art of living, Peale menyodorkan bentuk kekristenan yang bersifat pelarian (Christianity of Escape). Dalam situasi Amerika pasca-Perang Dunia II dimana Amerika Serikat masyarakat mengalami kekosongan rohani, buku hiburan demikian segera meledak dan dicari orang. Mengikuti pendapat ahli jiwa William James tentang Enerji Manusia, ia menyebutkan bahwa "kekristenan terapan ditujukan untuk menolong manusia menggali kekuatan batin (inner power) dalam dirinya.
Dalam bukunya The Art of living, Peale menyodorkan bentuk kekristenan yang bersifat pelarian (Christianity of Escape). Dalam situasi Amerika pasca-Perang Dunia II dimana Amerika Serikat masyarakat mengalami kekosongan rohani, buku hiburan demikian segera meledak dan dicari orang. Mengikuti pendapat ahli jiwa William James tentang Enerji Manusia, ia menyebutkan bahwa "kekristenan terapan ditujukan untuk menolong manusia menggali kekuatan batin (inner power) dalam dirinya.
Peale mengajar kekuatan sugesti
pikiran manusia (mind power/positive thinking) yang dapat digunakan untuk
mengatasi semua masalah yang dihadapi manusia. Semua usaha itu ditujukan agar
manusia memperoleh "sukses dan kesembuhan pikiran" berupa
"sukses materi dan status sosial yang lebih tinggi". Karena daya
tarik inilah Peale mulai dikenal sebagai pelopor gospel of success and mind
cure atau gospel of positive thinking. Buku-bukunya tidak saja ditujukan bagi
orang Kristen tetapi ditujukan
kepada umum. Prinsip Peale yang digali dari pandangan ahli jiwa William James
beranggapan bahwa dalam batin manusia bawah-sadar ada kekuatan tersembunyi yang
tidak berhingga yang belum dimanfaatkan dan digali dan suw to SeH Your Way
Through Life. Ia memberikan harapan sukses dalam pergaulan dan bisnis melalui
pemikiran yang positif dan optimis. Ia menulis buku terkenal 'Think and Grow
Rich' dan mengungkapkan bahwa dibalik getaran manusia akan ketakutan,
kemiskinan, penderitaan, penyakit dan kegagalan yang tertanam dalam bawah
sadar, ia melihat adanya getaran akan kemakmuran, kesehatan, dan kekayaan dan
kebahagiaan.
Dalam hubungan dengan itu Hill
mengajarkan bahwa manusia bisa menyelaraskan diri dengan getaran kemakmuran
dengan cara berulang-ulang melakukan pengakuan akan sukses dan kemakmuran yang
positif.
3. Norman
Vincent Peale
Bekerjasama dengan seorang ahli jiwa
psikoanalis Smiley Blanton murid ahli jiwa Sigmund Freud. 20 tahun setelah
dimulainya kerjasama itu, klinik psikologi-agamani yang didirikan mereka di
Marble Collegiate Church mengalami sukses.
Dalam bukunya The Art of living, Peale menyodorkan bentuk kekristenan yang bersifat pelarian (Christianity of Escape). Dalam situasi Amerika pasca-Perang Dunia II dimana Amerika Serikat masyarakat mengalami kekosongan rohani, buku hiburan demikian segera meledak dan dicari orang. Mengikuti pendapat ahli jiwa William James tentang Enerji Manusia, ia menyebutkan bahwa "kekristenan terapan ditujukan untuk menolong manusia menggali kekuatan batin (inner power) dalam dirinya.
Dalam bukunya The Art of living, Peale menyodorkan bentuk kekristenan yang bersifat pelarian (Christianity of Escape). Dalam situasi Amerika pasca-Perang Dunia II dimana Amerika Serikat masyarakat mengalami kekosongan rohani, buku hiburan demikian segera meledak dan dicari orang. Mengikuti pendapat ahli jiwa William James tentang Enerji Manusia, ia menyebutkan bahwa "kekristenan terapan ditujukan untuk menolong manusia menggali kekuatan batin (inner power) dalam dirinya.
Peale mengajar kekuatan sugesti
pikiran manusia (mind power/positive thinking) yang dapat digunakan untuk
mengatasi semua masalah yang dihadapi manusia. Semua usaha itu ditujukan agar
manusia memperoleh "sukses dan kesembuhan pikiran" berupa
"sukses materi dan status sosial yang lebih tinggi". Karena daya
tarik inilah Peale mulai dikenal sebagai pelopor gospel of success and mind
cure atau gospel of positive thinking. Buku-bukunya tidak saja ditujukan bagi
orang Kristen tetapi ditujukan
kepada umum. Prinsip Peale yang digali dari pandangan ahli jiwa William James
beranggapan bahwa dalam batin manusia bawah-sadar ada kekuatan tersembunyi yang
tidak berhingga yang belum dimanfaatkan dan digali dan sumber sukses itu sudah
ada dalam bejana bawah sadar itu.
Menurut Peale tugas manusia adalah
meyakinkan diri bahwa hanya pikiran yang baik sajalah yang memenuhi batinIbawah
sadar kita, sebab batin/ bawah sadar hanya akan mengembalikan apa yang
masuk ke dalamnya.
Bila Peale sudah memulai mencetuskan
Kekuatan Batin/Pikiran
sebagai sumber sukses, maka Robert Schuller melanjutkannya dengan istilah
Possibility Thinking yang tidak lain sebenarnya nama lain Positive Thinking.
Buku-buku Schuller umumnya diberi kata pengantar oleh Peale. Schuller memiliki
gagasan mengembangkan The Positive Possibility Thought yaitu cara berfikir demi
kemungkinan yang positif. Mirip dengan Peale, Schuller memberikan harapan iman kepada pendengarnya
seperti tema-tema "Iman yang
dapat memindahkan gunung" dan "Bagaimana menjadikan impian kita
nyata" yang tentunya menarik. Para pendengar didorong untuk berfikir
secara positif untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru demi mencapai sukses
duniawi baik dalam perkawinan, bisnis, reputasi dan karir. Cara berfikir itu
dikembangkan dengan membangun Crystal Cathedral yang mewah yang dengan
pengkotbah pertama Norman Vincent Peale.
Dalam "Self Love", ia
mengemukakan bahwa cinta diri merupakan "The Dynamic Force of
Success" dan
mendorong kita "Belajar mencintai
diri sendiri rahasia
kebahagiaan dalam hidup, cinta dan
segala sesuatu yang kita lakukan", bahkan dikatakannya bahwa Cinta Diri adalah keselamatan:
5. BEHAVIOUR TRANS FORMATIO N
Bila kekuatan dalam diri manusia dalam
manisme dan dinamisme bisa diolah melalui meditasi, pernafasan, dan gerak untuk
menghasilkan kekuatan tertentu dalam diri manusia untuk mencapai kehidupan yang
berkelimpahan, dan bila kekuatan itu kemudian dimanipulasikan melalui mind cure
dalam New Thought, maka pada abad-20 kekuatan yang sama dimanipulasikan melalui
faham Positive Thinking. Di tengah
kedua abad-20, sejalan dengan kebangunan faham New Age (gerakan zaman baru),
Positive Thinking sebagai proses pemikiran berkembang dalam Behaviour
Transformation melalui seminar-seminar pelatihan pengembangan potensi diri.
(Human Potential Development-Training).
Pada prinsipnya gerakan pengembangan
potensi diri mengajak orang-orang untuk menyadari kemampuan dalam diri manusia
yang tidak terbatas/terhingga (a.l, melalui positive thinking), untuk mencapai
kehidupan yang berhasil, damai, sukacita, cinta, dan hidup berkelimpahan di
bumi ini.
a. Mind Dynamics
Mind Dynamics dapat disebut perintis
Pelatihan Pengembangan Potensi Diri, didirikan Alexander Everett, pendeta Unity
Church. Pada tahun 1968 ia mendirikan Mind Dynamics. Unity Church senafas
dengan Christian Science yang menjadikan agama
sebagai kendaraan untuk mengembangkan daya pikir manusia untuk mencapai
cita-cita kesejahteraan di bumi. Unity juga mengadopsi ajaran Hinduisme yang
menganggap Tuhan hanya sekedar kekuatan energi semesta yang tidak berpribadi
(monisme), mempercayai reinkarnasi dan menganggap dosa dan kejahatan hanya
sekedar ilusi. Alexander mengakui bahwa MD dikembangkan dari beberapa ajaran
spiritual seperti Theosophy, Rosicrucianisme (percayai Kristus sederajat dengan tokoh agama lain dan bersifat roh yang
mendiami tubuh Yesus dan manusia yang
bisa dibangunkan dengan amal baik), Egyptology, Silva Mind Control (visualisasi
dan meditasi dapat memanfaatkan kekuatan okult dari diri untuk tujuan
pengembangan diri).
Sukses dan praktek MD yang oleh Ikatan
Psikolog Amerika (APA) disebut mempraktekkan pencucian otak
(brainwashing) dan manipulasi kejiwaan
itu berjalan di luar kontrol sehingga menimbulkan reaksi keras banyak peserta
yang mengalami kejutan mental sehingga kedua bentuk pelatihan itu ditutup
menyusul gugatan-gugatan ganti rugi.
Kematian Mind Dynamics dan Leadership Dynamics, menyebabkan para instrukturnya memisahkan diri dan membentuk organisasi pelatihan baru dengan nama masing-masing, namun menjalankan prinsip pelatihan yang tidak beda jauh dari induk asal mereka, a.l.:
Kematian Mind Dynamics dan Leadership Dynamics, menyebabkan para instrukturnya memisahkan diri dan membentuk organisasi pelatihan baru dengan nama masing-masing, namun menjalankan prinsip pelatihan yang tidak beda jauh dari induk asal mereka, a.l.:
Bob White, Randy Revell, Charlene
Afrenow, dan John
Hanley mendirikan Iifespring (1974).
Jim Cook pelatih Lifespring mendirikan
Asia Works di
Hongkong.
b. Lifespring
Lifespring didirikan John Hanley
berbentuk kelompok-kelompok berbasis seminar yang berfokuskan introspeksi dan
manipulasi kenyataan dan menciptakan manusia yang berkuasa atas kehidupannya
sendiri. Iifespring menekankan bahwa 'kebenaran' (truth) adalah konsep yang
relatif yang bisa diartikan macam-macam. Sumber 'kebenaran' terletak pada
'pusat' (core) jiwa manusia. Pusat ini berisi 'kebenaran' juga cinta dan
identitas. Tujuan Lifespring adalah untuk mengeluarkan 'pusat kebenaran' itu
dan
mengaktualisasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Diyakinkan bahwa ini bisa diperoleh
melalui latihan-latihan Lifespring.
Dalam publikasi Iifespring Family News, disebutkan bahwa:
Dalam publikasi Iifespring Family News, disebutkan bahwa:
"Seminar memanfaatkan
prinsip-prinsip, konsep-konsep intelektual, dan tehnik yang paling effektif
dari ... parashychology ... dan disiplin Timur" (VoU, No.2).
The Iifespring Level yang baru, dimaksudkan
untuk-meningkatkan kompetensi individu dalam
penguasaan perasaan dan kemampuan. Dalam pelatihan ini peserta dipaksa
menghadapi ketakutan dan menguasainya, seperti latihan 'berjalan di atas bara
api' (firewalking) dan 'berjalan di atas tali' (the Ropes Course).
c. Asia Works
Asia Works adalah cucu Mind Dynamics
melalui ayah Iifespring. Adalah Jim Cook mantan instruktur Lifespring yang
membuka Asia Works di Hongkong (1992). Asia Works kemudian membuka cabang di
Indonesia (1997).
Pelatihan Asia Works masih mengikuti
pola pelatihan Lifespring yang mula-mula. Pada tingkat Basic Training, peserta
diajak belajar melalui pengalaman hidupnya. Mereka diajak melihat kembali
kebiasaan-kebiasaan yang selalu dilakukan setiap hari, lalu menimbang kebiasaan
mana yang harus diteruskan bahkan ditingkatkan serta mana yang harus
ditinggalkan. Dengan proses mengingat (reminding) diharap kehidupan peserta
bertambah baik dan effektif.
Pada tingkat Advanced Training,
peserta melakukan lokakarya untuk mencari solusi atas masalah secara intensif.
Pada tingkat Leadership Program, peserta belajar bagaimana dan apa artinya
menjadi pemimpin dalam hidup mereka sendiri. Mereka merancang tujuan dan
program tiga bulan yang ingin dicapai.
Daya tarik dari pelatihan Asia Works
selain karena para instruktur adalah orang-orang Amerika yang berbahasa
Inggeris dan peserta diusahakan agar termotivasi untuk mencapai tingkat
kehidupan yang lebih tinggi, juga suasana diusahakan bersifat kekeluargaan
sehingga ikatan antar peserta dan antar peserta dengan instruktur menjadi erat.
Behaviour Transformation training
menarik karena
meletakkan tanggung jawab hidup pada
diri sendiri yang dicapai dengan kekuat6.
KESIMPULAN
Kita sudah melihat bahwa apakah itu
Manisme & Magisme kuno, Mind Cure, Positive Thinking, maupun Behaviour
Transformation, semuanya percaya adanya kekuatan dalam diri manusia. Yang
membedakan adalah kegunaaan dan cara menggunakannya. Positive Thinking adalah
salah satu cara menggali potensi/kekuatan tersembunyi bawah sadar itu.
Beberapa
kesimpulan bisa diambil sebagai berikut:
(1) Konsep 'Yang Satu' berupa Tenaga,
Kekuatan
(Force/Power) dan Mana, merupakan konsep mistik yang meniadakan Tuhan
yang berpribadi (The Force
menggantikan 'God');
(2) Konsep kekuatan yang inheren dalam
diri manusia, berarti meninggikan manusia
setara Tuhan (slogan New Age: I am God);
(3) Usaha manusia menguasai kekuatan
itu menjadi kebal, sakti, bersifat ilahi,
dan mencapai kemakmuran, menunjuk ke jalan keselamatan di luar Tuhan;
(4) Positive Thinking sebagai salah
satu jalan menguasai kekuatan itu melalui pikiran, mengabaikan realita bahwa
pikiran itu pada hakekatnya terbatas dan bahwa manusia itu tidak sempurna dan
telah jatuh, dan keduanya perlu ditebus dan dikuduskan;
(5) Pandangan yang optimis akan
keselamatan melalui jalan pikiran (mind cure / positive thinking) mengabaikan dosa yang diidap manusia yang
sebenarnya membutuhkan pertolongan Tuhan;
(6) Umat Kristen perlu berfikir positif, namun pikiran positif yang alkitabiah bukan merupakan usaha manusia
yang ditujukan untuk mencapai keselamatan dengan kekuatan sendiri, melainkan
karena umat Kristen sudah
diselamatkan, ia patut bersyukur dan berbuahkan pemikiran yang positif;
(7) Umat Kristen perlu berhati-hati dalam berurusan dengan New Age
(gerakan zaman baru) yang berpusat manusia karena dibaliknya bersembunyi kekuatan
okult. Dan roh-roh dunia;
(8) Sejarah praktek kekuatan pikiran
(mind power) tidak lepas dari sifatnya yang menolak Allah dan manusia ingin
menjadi Allah. Alkitab menceritakan kepongahan Menara Babel dan Lucifer yang
menyombongkan kemampuan dirinya, karena itu Tuhan melalui nabi Yeremiah
mengatakan agar kita: tidak mengandalkan manusia, kekuatannya sendiri, dan
hatinya menjauhi Tuhan" (Yeremia 17: 5) "diberkati orang yang mengandalkan Tuhan dan menaruh harapannya pada
Tuhan (Yeremia I 7: 7)
Penulis:Drs.Simon-Arnold-Julian-Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.