Tanda-Tanda Awal Menjadi Dewasa Menurut Pandangan
Orang Rote Dan Suku Bangsa-Bangsa Lainnnya
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Semua anak-anak, pada
saatnya akan meninggalkan masa kanak-kanaknya untuk mencapai masa meningkat
dewasa. Tetapi kapan waktunya? Pada umur berapa meningkat dewasa itu terjadi?
Hal itu tidak sama antara pria dan wanita. Bukan saja perbedaan kelamin yang
menentukan, tetapi perbedaan yang lain-lainnya juga.
Misalnya, perbedaan suku
bangsa, perbedaan pangan dan sandang, perbedaan lingkungan, perbedaan
pekerjaan, perbedaan fisik, perbedaan cara hidup, perbedaan kesehatan dan
lain-lainnya yang menyebabkan terjadinya perbedaan masa meningkat dewasanya
seseorang. Tanda-tanda itu biasanya diketahui dari adanya perubahan yang
terjadi pada badan seseorang.
Pada pria akan terjadi,
Ø perubahan suara yang membesar dan tidak teratur serta,
Ø tumbuhnya rambut pada beberapa
bagian dari tubuhnya.
Pada wanita sama juga dengan pria dalam hal,
Ø tumbuhnya rambut di beberapa bagian dari tubuhnya,
Ø ditambah dengan membesarnya payudara.
Tetapi, tanda yang
penting pada wanita ialah untuk pertama kalinya ia mengalami “datang bulan”
(haid atau menstruasi).
Seperti di Bali ada istilah-istilah mengenai
pertumbuhan tubuh wanita (Tjok Rai
Sudharta, l995, hal.42),
Ø wanita yang berumur 8 tahun
dinamai Gauri.
Ø Yang berumur 9 tahun disebut Rohini.
Ø Yang berumur 10 tahun dinamai Raja Swala.
Untuk wanita Hindu di
Bali ada upacara yang dinamai Ngeraja Swala, yaitu upacara untuk wanita
yang pertama kalinya mengalami ‘datang bulan.’
Maka, dapat ditarik
kesimpulan bahwa wanita Bali yang meningkat dewasa ialah biasanya setelah umur 10 tahun. Upacara Ngeraja Swala
(Bali) ini secara bercanda sering
disebut Melaspas Awungan yang artnya “peresmian pembukaan terowongan”.
Tentu ini arti kiasan.
Yang jelas dari sejak upacara itu,
Ø sang gadis sudah dianggap meningkat
dewasa dan,
Ø sudah “kawin” dengan Sanghyang Smara Ratih. Sanghyang Samara Ratih
ini adalah perlambang cinta kasih nafsu birahi.
“Kawin” dengan Smara
Ratih ini dimaksudkan sejak saat itu sang gadis sudah dimasuki oleh rasa
asmara terhadap lawan jenisnya, masa puberteit (pancaroba)-nya sudah mulai.
Karena wanita dianggap
lemah, maka dari saat itu
Ø harus bisa menjaga diri,
Ø sudah bisa menilai lawan jenisnya,
Ø masa yang nantinya membawa kebahagiaan untuk keluarganya.
Karena keluarga Bali menganut garis patrilinial,
Ø gadis Bali tidak hanya memikirkan kebahagiaan diri dan suami serta
anak-anaknya saja,
Ø tetapi juga memikirkan kebahagiaan keluarga asalnya walaupun ia sudah
meninggalkan keluarga asalnya itu untuk menjadi warga keluarga suaminya.
Adat perkawinan di Bali adalah
perkawinan keluarga yaitu untuk menjalin dan membahagiakan kedua pihak,
walaupun bentuknya patrilinial di mana pihak lelaki yang dominan. Hal-hal
inilah hendaknya dipikirkan oleh gadis yang sudah melalui tingkat Raja Swala yaitu tingkat dewasa.
Tidak berarti bahwa
setelah selesai upacara Raja Swala (haid pertama) gadis itu harus
dikawinkan.
(Catatan : Merasa sangat berbahagia, karena
penulis, yang berasal dari Pulau Rote-NTT beristrikan gadis Bali (Ruthy Made
Swity Jacob kejadian I Nyoman Mandera dan Ni Loh), kelahiran BR. Banyuasri, Jln.Sudirman
11- Singaraja-Bali (l967), dan dikaruniai 7 orang anak,...dan 11 cucu...Yaaa---
untuk pembaca tau aja!!!
Tentang gadis yang segera di kawinkan setelah mengalami
hait pertama memang terdapat di,
Ø Kalimantan dalam masyarakat Dayak
yang disebut Sea (Comes E.H.; l911),
Ø di masyarakat Serawak (Roth H.L.;
l896),
Ø di masyarakat Fiji (Thomas B; l908),
dan
Ø masyarakat Samoa (Tuner Y, l884 dan
Stair Y.B, l894).
Ø juga terdapat di masyarakat Brazil (South
R, l920),
Ø di masyarakat Mexico (Lumhotlz C,
l903),
Ø di masyarakat Afrika Tengah (Waener
A, l906), dan
Ø di Afrika Barat, (Wilson J.L, l856), dan
Ø beberapa masyarakat Australia (Malinowski
B, 1913 dan Curr E.M. (l886).
Mungkin pula saat ini
kebiasaan seperti itu sudah ditinggalkan sesuai perubahan dan kemajuan zaman.
Contoh di India lain lagi.
Dalam bukunya Dharmasastra gubahan Rsi Gautama dikatakan bahwa,
Ø seseorang gadis boleh dikawinkan setelah haid pertama,
Ø tetapi ia harus tetap perawan sampai ia mengalami haid ketiga kalinya.
Dalam buku Dharmasastra
gubahan Maharsi Manu yang disebut juga dengan judul Manawadharmasaastra atau Manusmerti diuraikan di Bab IX, pasal
88
“Kalau sudah mendapatkan
calon suami yang ganteng, yang satu warga (kasta/golongan), yang istimewa,
seorang ayah harus mengawinkan putrinya menurut peraturan yang berlaku,
walaupun gadis itu belum mencapai umur yang layak.” Dalam pasal
89, disebutkan : “Walaupun gadis itu sudah cukup umur untuk kawin, ia boleh
tetap tinggal di rumah orang tuanya sampai mati, daripada dikawinkan dengan
laki-laki yang tidak memiliki sifat yang baik. Pasal 90; Walaupun telah cukup umur untuk kawin, tiga tahun
lamanya gadis itu harus menunggu kalau
dikawinkan oleh orang tuanya, tetapi setelah lewat dari tiga tahun itu boleh
memilih sendiri calon suaminya yang satu warna (golongan).”
Tetapi dalam buku Vayu Purama ada disebutkan bahwa “perkawinan yang
dilakukan oleh gadis yang gauri (gadis umur 8 tahun), putra yang dilahirkan oleh wanita itu akan, menyucikan 21
tingkat leluhurnya dari pihak ayah dan 6
tingkat leluhurnya dari pihak ibu.” Tentu hal ini keterlaluan dan tidak
diterima oleh umat Hindu di Indonesia karena pada umumnya buku-buku
Purana adalah kumpulan dongeng.
Apakah yang dilakukan
oleh orang lain terhadap wanita yang sedang
mengalami “datang bulan”,
terutama terhadap darah yang dikeluarkannya? Ada perlakuan yang positif dan
negatif yang dilakukan terhadapnya di beberapa negara di dunia ini. Orang-orang
primitif di Australia sangat takut terhadap wanita yang sedang menstruasi,
menurut A.W.Howiit dalam bukunya Native Tribes of South East Australia. Demikian
juga pendapat orang-orang di Afrika menurut E.K.Kidd dalam bukunya The
Essential Kaffir. Menurut B.Roscoe
dalam bukunya The Baganda, bahwa
wanita-wanita Baganda pada waktu
haidnya,
Ø tidak boleh minum susu,
Ø tidak boleh menyentuh alat-alat yang berisi susu,
Ø tidak boleh menyentuh apapun kepunyaan suami, karena kalau dipegangnya
pasti suaminya akan sakit.
Jika wanita itu
menyentuh senjata perang suaminya, maka suaminya itu pasti akan tewas di medan perang, dan
kalau wanita itu menyentuh sumur, pasti sumur itu akan kering. Di beberapa
tempat pandangan negatif ini berlaku juga. Menurut W.Crooke, wanita yang dalam waktu menstruasinya di daerah Mirzapura
Selatan (India), disuruh tinggal di tempat khusus di luar pekarangan rumah
keluarga,
Ø tidak boleh masuk dapur atau,
Ø masuk kandang sapi, dan
Ø tidak boleh menyentuh alat-alat untuk memasak.
Di daerah India Selatan
juga ada larangan-larangan yang diuraikan oleh L.K.Iyer dalam bukunya The
Cochin Tribes and Caste bahwa bahwa wanita yang sedang demikian,
Ø tidak boleh minum susu,
Ø tidak boleh memerah susu dari induk sapinya,
Ø tidak boleh mendekat api,
Ø tidak boleh tidur di ranjang tinggi,
Ø tidak boleh berjalan di jalan umum,
Ø tidak boleh berjalan dekat pohon-pohon bunga yang sedang berkembang dan,
Ø tidak melihat bulan dan bintang di langit.
Bukan saja masyarakat
terbelakang, tetapi juga dalam masyarakat beradab di negara Eropa masih ada
perlakuan demikian terhadap wanita yang sedang “datang bulan” itu.
Menurut Ellis dalam dua bukunya yaitu Erotic Symbolism dan Sex in Ralation on Society dalam masyarakat petani di Italia, Spanyol, Jerman, dan Belanda
ada kepercayaan bahwa wanita yang sedang menstruasi jika, mendekati pohon-pohon
bunga dan, buah-buahan maka bunga-bunga seketika jadi layu, dan buah-buahan itu
akan busuk jadinya. Dalam keadaan wanita dalam keadaan menstruasi, walaupun
nafsunya tergiur, hendaknya sang suami tidak menggauli istrinya ketika sang
istri datang bulan. Kalau orang laki-laki menggauli seorang wanita yang masih
berlepotan darah menstruasinya, maka mengakibatkan :
Ø kebijaksanaan,
Ø kekuatan,
Ø ketangkasan,
Ø penglihatannya dan,
Ø kejantananya akan musnah sama sekali.
Dalam buku Tribes of California, S.Powers menulis bahwa orang-orang
Indian di California menganggap gadis yang mengalami datang bulan untuk pertama kalinya itu mempunyai a particular degree of supernatural power
yaitu mempunyai “kekuatan yang luar biasa dalam tingkat yang khusus.” Sehingga
gadis itu diasingkan dari keluarga dan masyarakat lingkungannya.
Ø Ia tidak boleh,
Ø melihat matahari dan,
Ø tidak boleh menyentuh tanah tanpa alas kaki.
Ø kadang-kadang ia menutup badannya dengan selimut dan,
Ø kadang-kala ia harus berpuasa.
Di India gadis yang sudah selesai “pengasingannya” diajak ke sebuah
sungai untuk disucikan. Tetapi di Alaska, Brazil, Bolivia, agak lain yaitu
setelah selesai
“pengasingannya” pakaian
yang dipakainya harus diganti dengan yang baru dan, pakaian yang lama harus dibakar. Setelah itu
dirayakan dengan pesta-pesta. Kalau di Srilangka, setelah selesai
“pengasingannya” selama dua minggu, bukan
pakaiannya yang dibakar, tetapi kubu tempat dia “diasingkan” itu yang dibakar, sebelumnya
di gadis ke luar sambil menutup muka dengan telapak tangannya, diajak ke suatu
sungai untuk disucikan.
Di Kamboja, gadis yang sedang datang bulan untuk pertama kalinya harus
tinggal di kelilingi kelambu pencegah nyamuk. Kalau dulu seratus hari lamanya
tetapi sekarang, Cukup duapuluh hari, atau sepuluh hari, atau hanya selama lima
hari atau empat hari saja. Ia harus membatasi diri supaya tidak dilihat orang
asing, tidak makan ikan atau daging dan, tidak boleh masuk ke Pagoda (sama
dengan di Bali yaitu tidak boleh masuk ke Pura (tempat bersembahyang) atau
tempat suci lainnya).
Apakah ada upacara
mengenai gadis yang datang bulan di India?
Di India Utara konon tidak ada. Tetapi di India Timur
(Benggala), India Tengah (Madhya Pradesa) dan India Selatan (antara lain
Madras, Andhra, Mysor, Kerala) ada dilakukan upacara-upacara bagi gadis-gadis
yang sudah selesai ‘pengasingannya.”
Ada yang melakukannya pada saat gadis itu ke luar dari
tempat
pengasingannya, ada juga menundanya sampai ada hari yang
baik untuk itu. Upacanya tidaklah
diserta sesajen seperti di Bali.
Dalam upacara itu gadis
itu didudukkan pada sebuah singgasana kecil, diladeni oleh seorang pelayan
wanita. Tetangga-tetangga serta undangan lain pada datang membawa hadiah dan
mengusap gadis itu dengan minyak wangi. Ada juga cara lain yaitu diarak
keliling desa dengan diiringi gamelan yang ramai dan diakhiri dengan
pesta-pesta. Demikianlah
gambaran umum tentang menginjak dewasa dari berbagai bangsa dengan berbagai
perbedaan dan variasinya sebagai suatu pengantar
dalam mengenal pengertian dewasa menurut pandangan orang Rote sebagai berikut.
Dalam adat orang Rote di Nusa Tenggara Timur,
tidak ada ketentuan mengenai angka usia tertentu sebagai ukuran untuk
menentukan bahwa seseorang telah mencapai umur dewasa sebagai berikut :
1.
“Laki-laki” : Ukuran yang
dipakai untuk menetapkan seorang laki-laki telah dianggap dewasa pada umumnya
adalah berdasarkan kesanggupannya bekerja sendiri tanpa bantuan orang tua, atau
melakukan berbagai pekerjaan orang dewasa, seperti sudah sanggup menyadap nira
lontar, mengerjakan sawah dan ladang atau sudah bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang tua. Jadi disini menjadi ukuran ialah kesanggupan dalam mencari
nafkah sendiri. Kalau dipakai ukuran umur, dapat dikatakan antara usia l6 sampai l8 tahun, menurut keadaan normal, yaitu kalau keadaan fisik atau
mental seseorang tidak terganggu.
“Perempuan” : Ukuran
kedewasaan perempuan pada umumnya
dianggap dewasa ketika memperoleh menstruasi yang pertama kali; ini
biasanya terjadi pada usia lebih kurang l3
sampai l5 tahun. Pada usia ini
wanita sudah dapat bekerja keras, antara lain
bila sudah bisa menenun kain dan dapat melakukan berbagai pekerjaan wanita pada umumnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.