alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 06 Januari 2015

TANDA-TANDA MENJADI DEWASA MENURUT PANDANGAN ORANG ROTE DAN SUKU BANGSA LAINNYA

Tanda-Tanda Awal Menjadi Dewasa  Menurut Pandangan

Orang Rote Dan  Suku  Bangsa-Bangsa Lainnnya

Oleh : Drs.Simon  Arnold Julian Jacob


Semua anak-anak, pada saatnya akan meninggalkan masa kanak-kanaknya untuk mencapai masa meningkat dewasa. Tetapi kapan waktunya? Pada umur berapa meningkat dewasa itu terjadi? Hal itu tidak sama antara pria dan wanita. Bukan saja perbedaan kelamin yang menentukan, tetapi perbedaan yang lain-lainnya juga.
Misalnya, perbedaan suku bangsa, perbedaan pangan dan sandang, perbedaan lingkungan, perbedaan pekerjaan, perbedaan fisik, perbedaan cara hidup, perbedaan kesehatan dan lain-lainnya yang menyebabkan terjadinya perbedaan masa meningkat dewasanya seseorang. Tanda-tanda itu biasanya diketahui dari adanya perubahan yang terjadi pada badan seseorang.


Pada pria akan terjadi,
Ø  perubahan suara yang membesar dan tidak teratur serta,
Ø   tumbuhnya rambut pada beberapa bagian dari tubuhnya.
Pada wanita sama juga dengan pria dalam hal,
Ø  tumbuhnya rambut di beberapa bagian dari tubuhnya,
Ø  ditambah dengan membesarnya payudara.
Tetapi, tanda yang penting pada wanita ialah untuk pertama kalinya ia mengalami “datang bulan” (haid atau menstruasi).
Seperti di Bali ada istilah-istilah mengenai pertumbuhan tubuh wanita (Tjok Rai Sudharta, l995, hal.42),
Ø  wanita yang berumur 8 tahun dinamai Gauri.
Ø  Yang berumur 9 tahun disebut Rohini.
Ø  Yang berumur 10 tahun dinamai Raja Swala.
Untuk wanita Hindu di Bali ada upacara yang dinamai Ngeraja Swala, yaitu upacara untuk wanita yang pertama kalinya mengalami ‘datang bulan.’
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa wanita Bali yang meningkat dewasa ialah biasanya setelah umur 10 tahun. Upacara Ngeraja Swala (Bali)  ini secara bercanda sering disebut Melaspas Awungan yang artnya “peresmian pembukaan terowongan”.
Tentu ini arti kiasan. Yang jelas dari sejak upacara itu,
Ø  sang gadis sudah dianggap  meningkat dewasa dan,
Ø  sudah “kawin” dengan Sanghyang Smara Ratih. Sanghyang Samara Ratih ini adalah perlambang cinta kasih nafsu birahi.
“Kawin” dengan Smara Ratih ini dimaksudkan sejak saat itu sang gadis sudah dimasuki oleh rasa asmara terhadap lawan jenisnya, masa puberteit (pancaroba)-nya sudah mulai.
Karena wanita dianggap lemah, maka dari saat itu
Ø  harus bisa menjaga diri,
Ø  sudah bisa menilai lawan jenisnya,
Ø  masa yang nantinya membawa kebahagiaan untuk keluarganya.
Karena keluarga Bali menganut garis patrilinial,
Ø  gadis Bali tidak hanya memikirkan kebahagiaan diri dan suami serta anak-anaknya saja,
Ø  tetapi juga memikirkan kebahagiaan keluarga asalnya walaupun ia sudah meninggalkan keluarga asalnya itu untuk menjadi warga keluarga suaminya.
Adat perkawinan di Bali adalah perkawinan keluarga yaitu untuk menjalin dan membahagiakan kedua pihak, walaupun bentuknya patrilinial di mana pihak lelaki yang dominan. Hal-hal inilah hendaknya dipikirkan oleh gadis yang sudah melalui tingkat Raja Swala yaitu tingkat dewasa.
Tidak berarti bahwa setelah selesai upacara Raja Swala (haid pertama) gadis itu harus dikawinkan.

 (Catatan : Merasa sangat berbahagia, karena penulis, yang berasal dari Pulau Rote-NTT beristrikan gadis Bali (Ruthy Made Swity Jacob kejadian I Nyoman Mandera dan Ni Loh), kelahiran BR. Banyuasri, Jln.Sudirman 11- Singaraja-Bali (l967), dan dikaruniai 7 orang anak,...dan 11 cucu...Yaaa--- untuk pembaca   tau aja!!!

Tentang gadis yang segera di kawinkan setelah mengalami hait pertama memang terdapat di,
Ø  Kalimantan  dalam masyarakat Dayak yang disebut Sea (Comes E.H.; l911),
Ø  di masyarakat Serawak (Roth H.L.; l896),
Ø  di masyarakat Fiji (Thomas B; l908), dan
Ø  masyarakat Samoa (Tuner Y, l884 dan Stair Y.B, l894).
Ø  juga terdapat di masyarakat Brazil (South R, l920),
Ø  di masyarakat Mexico (Lumhotlz C, l903),
Ø  di masyarakat Afrika Tengah (Waener A, l906), dan
Ø   di Afrika Barat, (Wilson J.L, l856), dan
Ø  beberapa masyarakat Australia (Malinowski B, 1913 dan Curr E.M. (l886).
Mungkin pula saat ini kebiasaan seperti itu sudah ditinggalkan sesuai perubahan dan kemajuan zaman.

Contoh di India lain lagi.
Dalam bukunya Dharmasastra gubahan Rsi Gautama  dikatakan bahwa,
Ø  seseorang gadis boleh dikawinkan setelah haid pertama,
Ø  tetapi ia harus tetap perawan sampai ia mengalami haid ketiga kalinya.
Dalam buku Dharmasastra gubahan Maharsi Manu yang disebut juga dengan judul Manawadharmasaastra atau Manusmerti diuraikan di Bab IX, pasal 88
“Kalau sudah mendapatkan calon suami yang ganteng, yang satu warga (kasta/golongan), yang istimewa, seorang ayah harus mengawinkan putrinya menurut peraturan yang berlaku, walaupun gadis itu belum mencapai umur yang layak.”  Dalam pasal 89, disebutkan : “Walaupun gadis itu sudah cukup umur untuk kawin, ia boleh tetap tinggal di rumah orang tuanya sampai mati, daripada dikawinkan dengan laki-laki yang tidak memiliki sifat yang baik. Pasal 90; Walaupun telah cukup umur untuk kawin, tiga tahun lamanya  gadis itu harus menunggu kalau dikawinkan oleh orang tuanya, tetapi setelah lewat dari tiga tahun itu boleh memilih sendiri calon suaminya yang satu warna (golongan).”
Tetapi dalam buku Vayu Purama ada disebutkan bahwa  “perkawinan yang dilakukan oleh gadis yang gauri (gadis umur 8 tahun), putra yang dilahirkan oleh wanita itu akan, menyucikan  21 tingkat leluhurnya dari pihak ayah dan 6 tingkat leluhurnya dari pihak ibu.”  Tentu hal ini keterlaluan dan tidak diterima oleh umat Hindu di Indonesia karena pada umumnya  buku-buku  Purana adalah kumpulan dongeng.

Apakah yang dilakukan oleh orang lain terhadap wanita yang sedang  mengalami “datang bulan”, terutama terhadap darah yang dikeluarkannya? Ada perlakuan yang positif dan negatif yang dilakukan terhadapnya di beberapa negara di dunia ini. Orang-orang primitif di Australia sangat takut terhadap wanita yang sedang menstruasi, menurut A.W.Howiit dalam bukunya Native Tribes of South East Australia. Demikian juga pendapat orang-orang di Afrika menurut E.K.Kidd dalam bukunya The Essential Kaffir. Menurut B.Roscoe dalam bukunya The Baganda, bahwa wanita-wanita Baganda pada waktu haidnya,
Ø  tidak boleh minum susu,
Ø  tidak boleh menyentuh alat-alat yang berisi susu,
Ø  tidak boleh menyentuh apapun kepunyaan suami, karena kalau dipegangnya pasti suaminya akan sakit.
Jika wanita itu menyentuh senjata perang suaminya, maka suaminya  itu pasti akan tewas di medan perang, dan kalau wanita itu menyentuh sumur, pasti sumur itu akan kering. Di beberapa tempat pandangan negatif ini berlaku juga. Menurut W.Crooke, wanita yang dalam waktu menstruasinya di daerah Mirzapura Selatan (India), disuruh tinggal di tempat khusus di luar pekarangan rumah keluarga,
Ø  tidak boleh masuk dapur atau,
Ø  masuk kandang sapi, dan
Ø  tidak boleh menyentuh alat-alat untuk memasak.
Di daerah India Selatan juga ada larangan-larangan yang diuraikan oleh L.K.Iyer dalam bukunya The Cochin Tribes and Caste bahwa bahwa wanita yang sedang demikian,
Ø  tidak boleh minum susu,
Ø  tidak boleh memerah susu dari induk sapinya,
Ø  tidak boleh mendekat api,
Ø  tidak boleh tidur di ranjang tinggi,
Ø  tidak boleh berjalan di jalan umum,
Ø  tidak boleh berjalan dekat pohon-pohon bunga yang sedang berkembang dan,
Ø  tidak melihat bulan dan bintang di langit.
Bukan saja masyarakat terbelakang, tetapi juga dalam masyarakat beradab di negara Eropa masih ada perlakuan demikian terhadap wanita yang sedang “datang bulan” itu.
Menurut Ellis dalam dua bukunya yaitu Erotic Symbolism dan Sex in Ralation on Society dalam masyarakat petani di Italia, Spanyol, Jerman, dan Belanda ada kepercayaan bahwa wanita yang sedang menstruasi jika, mendekati pohon-pohon bunga dan, buah-buahan maka bunga-bunga seketika jadi layu, dan buah-buahan itu akan busuk jadinya. Dalam keadaan wanita dalam keadaan menstruasi, walaupun nafsunya tergiur, hendaknya sang suami tidak menggauli istrinya ketika sang istri datang bulan. Kalau orang laki-laki menggauli seorang wanita yang masih berlepotan darah menstruasinya, maka mengakibatkan :
Ø  kebijaksanaan,
Ø  kekuatan,
Ø  ketangkasan,
Ø  penglihatannya dan,
Ø  kejantananya akan musnah sama sekali.
Dalam buku Tribes of California, S.Powers menulis bahwa orang-orang Indian di California menganggap gadis yang mengalami datang bulan untuk pertama kalinya itu mempunyai a particular degree of supernatural power yaitu mempunyai “kekuatan yang luar biasa dalam tingkat yang khusus.” Sehingga gadis itu diasingkan dari keluarga dan masyarakat lingkungannya.
Ø  Ia tidak boleh,
Ø  melihat matahari dan,
Ø  tidak boleh menyentuh tanah tanpa alas kaki.
Ø  kadang-kadang ia menutup badannya dengan selimut dan,
Ø  kadang-kala ia harus berpuasa.
Di India gadis yang sudah selesai “pengasingannya” diajak ke sebuah sungai untuk disucikan. Tetapi di Alaska, Brazil, Bolivia, agak lain yaitu setelah selesai
“pengasingannya” pakaian yang dipakainya harus diganti dengan yang baru dan,  pakaian yang lama harus dibakar. Setelah itu dirayakan dengan pesta-pesta. Kalau di Srilangka, setelah selesai “pengasingannya” selama dua minggu,  bukan pakaiannya yang dibakar, tetapi kubu tempat dia “diasingkan” itu yang dibakar, sebelumnya di gadis ke luar sambil menutup muka dengan telapak tangannya, diajak ke suatu sungai untuk disucikan.
Di Kamboja, gadis yang sedang datang bulan untuk pertama kalinya harus tinggal di kelilingi kelambu pencegah nyamuk. Kalau dulu seratus hari lamanya tetapi sekarang, Cukup duapuluh hari, atau sepuluh hari, atau hanya selama lima hari atau empat hari saja. Ia harus membatasi diri supaya tidak dilihat orang asing, tidak makan ikan atau daging dan, tidak boleh masuk ke Pagoda (sama dengan di Bali yaitu tidak boleh masuk ke Pura (tempat bersembahyang) atau tempat suci lainnya).
Apakah ada upacara mengenai gadis yang datang bulan di India?
Di India  Utara konon tidak ada. Tetapi di India Timur (Benggala), India Tengah (Madhya Pradesa) dan India Selatan (antara lain Madras, Andhra, Mysor, Kerala) ada dilakukan upacara-upacara bagi gadis-gadis yang sudah selesai ‘pengasingannya.”

Ada yang melakukannya pada saat gadis itu ke luar dari tempat
pengasingannya, ada juga menundanya sampai ada hari yang baik untuk itu. Upacanya tidaklah diserta sesajen seperti di Bali.
Dalam upacara itu gadis itu didudukkan pada sebuah singgasana kecil, diladeni oleh seorang pelayan wanita. Tetangga-tetangga serta undangan lain pada datang membawa hadiah dan mengusap gadis itu dengan minyak wangi. Ada juga cara lain yaitu diarak keliling desa dengan diiringi gamelan yang ramai dan diakhiri dengan pesta-pesta. Demikianlah gambaran umum tentang menginjak dewasa dari berbagai bangsa dengan berbagai perbedaan dan variasinya sebagai suatu pengantar dalam mengenal pengertian dewasa menurut pandangan orang Rote sebagai berikut.

Dalam adat orang Rote di Nusa Tenggara Timur, tidak ada ketentuan mengenai angka usia tertentu sebagai ukuran untuk menentukan bahwa seseorang telah mencapai umur dewasa sebagai berikut :
1.      “Laki-laki”  : Ukuran yang dipakai untuk menetapkan seorang laki-laki telah dianggap dewasa pada umumnya adalah berdasarkan kesanggupannya bekerja sendiri tanpa bantuan orang tua, atau melakukan berbagai pekerjaan orang dewasa, seperti sudah sanggup menyadap nira lontar, mengerjakan sawah dan ladang atau sudah bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang tua. Jadi disini menjadi ukuran ialah kesanggupan dalam mencari nafkah sendiri. Kalau dipakai ukuran umur, dapat dikatakan antara usia l6 sampai l8 tahun, menurut keadaan normal, yaitu kalau keadaan fisik atau mental seseorang tidak terganggu.
Perempuan” : Ukuran kedewasaan perempuan pada umumnya  dianggap dewasa ketika memperoleh menstruasi yang pertama kali; ini biasanya terjadi pada usia lebih kurang l3 sampai l5 tahun. Pada usia ini wanita sudah dapat bekerja keras, antara lain  bila sudah bisa menenun kain dan dapat melakukan berbagai pekerjaan  wanita pada umumnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.