Berita
Minggu, 22/10/2006 12:44
WIB
Aktifis LSM Protes Isolasi
Nelayan Indonesia di Australia
Emmy F – detikNews
Kupang - Direktur Yayasan
Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni mengecam sikap pemerintah Australia yang
kembali menangkap puluhan nelayan tradisional Indonesia saat menangkap ikan di
dekat Pulau Pasir dan menghancurkan seluruh peralatan penangkap ikan dan perahu
para nelayan.
Dia juga mengecam sikap
para dokter Australia yang dengan semena-mena mengisolasi para nelayan di Pulau
Broome, dibagian Selatan Australia Utara sejak pekan lalu, dengan alasan
mengidap penyakit TBC.
"Menangkap nelayan dan
mengisolasi mereka dengan alasan mengidap penyakit TBC merupakan alasan yang
dibuat-buat dan merupakan penghinaan bagi bangsa Indonesia," ujar Tanoni
di Kupang, Minggu (22/10/2006).
Menurutnya, pernyataan
Dubes Australia Bill Farmer yang mengatakan bahwa kedaulatan Australia atas
Pulau Pasir atau yang disebutnya Ashmore Island telah lama diketahui secara
internasional oleh RI dan Australia yang tertuang dalam kesepakatan Perth 1997 dan MoU mengenai akses nelayan tradisional RI ke
gugusan Pulau Pasir 1974 adalah sebuah bentuk
penipuan dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Menurutnya, MoU 1974 yang ditandatngani oleh dua orang pejabat
tingkat bawah kedua negara yakni seorang Direktur Konsuler Departemen Luar
Negeri RI yang mewakili Pemerintah Indonesia dan seorang asisten sekretaris
Departemen
Agrikultural Australia
mewakili Pemerintah Australia, dipertanyakan keabsahannya karena di luar
kelaziman hubungan ketatanegaraan Internasional yang biasa mewakili Pemerintah
minimal seorang Menteri.
Selain itu, kata Ketua
Kelompok Kerja Celah Timor dan Pulau Pasir ini, bahwa perjanjian 1997 walaupun
sudah ditandatangani kedua pemerintah namun hingga saat ini belum diratifikasi
dan berdasarkan pada pasal 11 perjanjian Perth 1997 mengatakan bahwa perjanjian
tersebut baru berlaku pada saat pertukaran piagam ratifikasi kedua negara.
Artinya, apa yang dikemukakan Dubes Australia Bill
Farmer sama dengan klaim Pulau Pasir oleh Australia hingga saat ini
masih lemah dan diragukan bahkan cenderung ilegal. Alasannya, perjanjian Perth 1997 yang dijadikan dasar oleh Bill Farmer hingga saat
ini belum diratifikasi berarti belum berlaku.
Lebih lanjut Tanoni
mengatakan bahwa mungkin saja Australia bisa mengklaim secara sepihak
kepemilikan Pulau Pasir berdasarkan Hukum Formal, tetapi sesungguhnya Gugusan
Pulau Pasir itu adalah milik sah masyarakat adat Timor Barat, Rote Ndao, Sabu,
Alor, Flores, Bugis, Buton dan Madura yang sudah sejak 400
tahun lalu mencari nafkahnya di sana, di mana Negara Commonwealth Australia
masih belum diimpikan oleh Kerajaan Inggris untuk dibentuk. "Seluruh perjanjian RI-Australia baik
menyangkut perikanan, batas maritim, landas kontinen maupun Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) di Laut Timor cacat hukum sehingga sudah harus dibatalkan dan
dirundingkan kembali berdasarkan fakta geologi yang ada serta prinsip median
line Konenvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS)
1982," katanya (jon/jon).Internet.
Kapanlagi.com –
Indonesia dan Australia
harus meninjau kembali penetapan batas Zona Economi Eksklusif (ZEE) dan
Batas-batas Dasar Laut Tertentu antara kedua negara, karena sangat merugikan
nelayan Indonesia yang sudah biasa menangkap ikan di Pulau Pasir (ashmore reef)
sejak 1630.
Penetapan batas ZEE dan
Batas-batas Dasar Laut Tertentu antara RI-Australia yang ditandatangani Menlu Ali Alatas dan rekannya Alexander
Downer dari Australia pada 14 Maret 1997
di Perth, Australia Barat hanya menguntungkan Australia dan membawa penderitaan
bagi nelayan Indonesia.
"Ali Alatas
seolah-olah menyerahkan Pulau Pasir begitu saja kepada Australia tatkala
menandatangani penetapan batas ZEE dan Batas-batas Dasar Laut Tertentu
itu," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni kepada
para wartawan di Kupang, Minggu (10/04).
Ia mengemukakan hal ini
berkaitan dengan pernyataan Menlu Hasan Wirajuda yang mengatakan bahwa
Australia akan memberlakukan kebijakan pemulangan cepat (rapid repatriation)
bagi para nelayan Indonesia yang tertangkap di wilayah perairan Australia.
"Kita menyambut baik
kebijakan (Australia) itu, tetapi kita juga minta agar hak-hak nelayan
Indonesia seperti kapal, dapat dijamin sesuai ketentuan internasional,"
kata Wirajuda kepada wartawan di Darwin, Australia Utara ketika menyertai
kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negara tersebut,
pekan lalu.
Sementara itu, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan menjalankan upaya bersama-sama dengan
Pemerintah Australia untuk menuntaskan masalah penangkapan dan penahanan
nelayan-nelayan Indonesia oleh Australia.
Dalam sebuah nota
kesepahaman (MoU) yang ditandatangani RI-Australia pada 7 November 1974 di
Jakarta, kedua negara bersepakatan membolehkan para nelayan Indonesia untuk
mencari ikan di wilayah perairan Laut Timor dan di sekitar "ashmore
reef".
MoU yang ditandatangani
Asisten I Sekretaris Divisi Perikanan Departemen Pertanian Australia, AG Bollen
dan Direktur Utama Konsuler Deplu RI, Agus Yaman tidak menghendaki adanya
penangkapan terhadap nelayan Indonesia yang mencari ikan di Laut Timor dan di
sekitar "ashmore reef".
"Tetapi fakta
menunjukkan bahwa Australia hanya main tangkap terhadap nelayan Indonesia
seperti yang tengah diperjuangkan Presiden SBY dan Menlu Wirajuda yang
mengatakan menghormati kebijakan Australia soal pemulangan cepat terhadap
nelayan Indonesia," kata Tanoni.
Karena itu, ia mengharapkan
Jakarta dan Canberra dapat merundingkan kembali penetapan batas ZEE dan
Batas-batas Dasar Laut Tertentu yang ditandatangani Menlu Ali Alatas dan
rekannya dari Australia, Alexander Downer pada 14
Maret 1997 di Perth, Australia Barat.
"Kami minta Menlu
Hasan Wirajuda dapat melaksanakan hal itu sesuai janjinya untuk melihat kembali
perjanjian bilateral RI-Australia mengenai penetapan batas ZEE dan Batas-batas
Dasar Laut Tertentu di Nusa Dua, Bali pada 29 Februari
2002," kata Tanoni.
Menlu Hasan Wirajuda ketika
itu mengatakan bahwa departemen yang dipimpinnya akan melihat kembali
perjanjian bilateral RI-Australia mengenai penetapan batas ZEE dan Batas-batas
Dasar Laut Tertentu yang disepakati kedua negara pada 1997.
"Karena hal itu
merupakan masalah teknis maka kami akan lihat kembali terlebih dahulu
perjanjian RI-Australia mengenai ZEE dan Batas-batas Dasar Laut Tertentu pada 1997," katanya kepada para wartawan di Nusa
Dua, Bali.
Menurut Tanoni, jauh
sebelum kapten Ashmore dari Inggris menemukan gugusan kepulauan pasir pada 1811, para nelayan tradisional Indonesia dari
Pulau Rote dan Sulawesi sudah mencari ikan dan biota laut lainnya di gugusan
pulau tersebut sejak 1630.
"Tetapi, kita sangat
lemah dalam berdiplomasi sehingga gugusan Pulau Pasir yang kaya dengan ikan dan
biota laut serta sumber minyak dan gas bumi itu akhirnya jatuh ke tangan
Australia yang diskenariokan secara sistematis pada 14
Maret 1997," katanya menegaskan. (*/lpk) Internet.
Penulis :
Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.