Presiden SBY Berbalik
Pikirannya :
Pulau Terluar milik
Indonesia dinyatakan
sebagai Pulau Sengketa?
Dari uraian-uraian di atas sudah tegas membuktikan bahwa semua pulau-pulau
perrbatasan dan terluar NKRI adalah milik Indonesia secara syah yang didukung
dengan Dasar-dasar hukum yang kuat.
Namun sangat disesalkan, saat ini
Presiden SBY dan Menlu RI, telah berubah pikirannya dengan mengeluarkan stetmen
baru/pernyataan yang sangat
kontrafersial dengan PP dan Keppres tentang status pelau-pulau-pulau terluar
NKRI yang mengejutkan rakyat Indonesia,
yang menyatakan beberapa pulau-pulau terluar tersebut adalah Pulau Sengketa dengan Negara tetangga
Malaysia dan Negara tetangga lainnya. Pernyataan ini sangat bertentangan dengan
bunyi semua PP yang disebutkan di atas yang nyata-nyata 92 pulau perbatasan dan
12 pulau terluar adalah muilik NKRI. Disamping itu sebanyak 4.500 pulau dari
13.466 pulau-pulau di Indonesia telah terdaftar di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk 92 pulau perbatasan dan terluar
seperti tersebut di atas.
Ya… ini Suatu pernyataan yang konyol dari seorang Presiden SBY yang
seolah-olah semua PP dan pulau-pulau Indonesia yang telah terdaftar di PBB
tersebut telah dianggap sudah tidak berlaku lagi atau dimentahkan kembali? Dengan demikian Pulau terluar itu
sekarang dinyatakan berstatus Sengketa
dan untuk menentukan siapa yang paling berhak,
maka Meja Perundingan jalan terakhirnya. Pernyataan Pulau Sengketa adalah sama artinya dengan BUNUH DIRI.
Dengan
Pernyataan Presiden SBY tersebut bahwa pulau-pulau terluar adalah pulau
Sengketa, maka sudah dapat diramalkan bahwa status
kepemilikan pulau-pulau terluar tersebut saat ini dalam posisi Indonesia dan Malaysia dapat dikatakan
50 : 50 dalam arti, bahwa pulau-pulau tersebut bisa milik Indonesia, tetapi
kemungkinan akan beralih tangan lagi ke Negara tetangga, Malaysia. Dengan kemenangan Malaysia atas dua pulau yaitu Pulau Sipadan dan Ligitan, seolah-olah
bangkit minatnya untuk mencoba lagi mengincar pulau-pulau lain milik Indonesia,
seperti Blok Ambalat. Dari pengalaman selama ini membuktikan bahwa, Malaysia
selalu lebih unggul dalam diplomasi luar negeri, terutama tentang pulau-pulau
perbatasan, jika dibandingkan dengan Indonesia.
Apabila Presiden SBY tetap berpenderian bahwa Pulau-pulau Terluar itu
adalah Pulau Sengketa dan penyelesaiannya lewat Meja Perundingan yang
berlarut-larut itu, maka pada akhirnya
pasti Indonesia akan kecewa bila nantinya Blok Ambalat beralih tangan lagi ke
Malaysia. Kata “Sengketa” dan “Perundingan” itu hanya dapat dipakai, jika
pulau-pulau perbatasan dan pulau-pulau terluar tersebut berstatus sebagai
pulau-pulau tak bertuan, sehingga dapat
diklaim dan diperebutkan oleh 2 (dua)
Negara bertetangga. Jika demikian halnya, barulah dinamakan sebagai “Pulau
Sengketa” dan guna menetapkan siapa yang berhak
atas pulau tersebut, tentu lewat Meja Perundingan.
Bahwa sesungguhnya status pulau-pulau perbatasan dan pulau-pulau terluar
Indonesia yang berbatasan dengan Negara tetangga, sesuai bunyi PP tersebut sudah bersifat FINAL dan bukan sebagai Pulau-Pulau Sengketa.
Bahwa selama ini Indonesia tidak pernah mencaplok wilayah-wilayah negara
tetangga manapun sehingga tidak perrnah
ada kata Sengketa Perbatasan. Bahkan sebaliknya negara-negara tetangga tertentu
yang selalu mengincar pulau-pulau atau wilayah NKRI.
Jika demikian halnya maka TIDAK ADA KATA MENYERAH kepada negara tetangga
manapun dan kita akan mempertahan hingga TITIK DARAH PENGHABISAN apapun
resikonya. Kata-kata Sengketa dan Meja Perundingan begitu gencarnya disuarakan berulagkali, oleh
Presiden SBY, Menlu RI, para Pakar, dan Media massa dan menjadikannya sebagai konsumsi masyarakat yang “tidak benar”. Semua
kalangan anak bangsa Indonesia, harus
bersifat patriotisme, yaitu patut mempertahankan apa yang telah
diputuskan oleh Pemerintah Indonesia bahwa pulau-pulau tersebut adalah milik
NKRI, apapun resikonya.
Malahan ada pakar yang mengatakan bahwa “keputusan Presiden SBY dalam
menyelesaikan pulau-pulau terluar lewat Meja Perundingan adalah Jalan
Terbaik.” Mungkin para pakar dan Media
massa tersebut belum pernah membaca Isi dari semua Peraturan Pemerintah tentang Batas-batas perairan Indonseia? Dalam
berbagai penyelesaian masalah luar negeri Indonesia, Presiden SBY selalu menonjolkan Politik SANTUNNYA, dan
politik Cinta Damai, padahal dipihak lain, Negara tetangga seperti Malaysia selalu menonjolkan Politik
AGRESIFnya dan terencana dengan berbagai
upaya untuk memperluas wilayahnya
dengan mencoba mengklaim pulau-pulau milik Indonesia. Apakah karena
setelah Malaysia mengklaim Blok Ambalat, lalu Presiden SBY buru-buru
menyatakan Blok Ambalat sebagai wilayah Sengketa?
Itu mungkin karena kepanikan SBY dalam menghadapi Malaysia? Kenapa takut,
Indonesia sudah punya PP (dasar
hukumnya) dan sudah didaftarkan ke PBB sebagai dasar hukum yang kuat dan jangan
terpancing oleh politik Malaysia yang konyol itu.. Bahwa Presiden SBY, setelah
mengumumkan pulau-pulau terluar adalah Pulau Sengketa, maka itu samahalnya,
Presiden SBY telah memberi peluang kepada Negara-negara tetangga lainnya untuk
boleh mengklaim pulau-pulau terluar lainnya..
Seperti kenyataannya sekarang,hampir
semua Negara tetangga mulai mengajukan
klaim atas pulau-pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan mereka.
Buktinya, Malaysia mengklaim wilayah Blok Ambalat, Filipina mengklaim pulau
Miangas, dll. Inilah suatu kekeliruan
atau kesalahan besar dalam pemakaian
kata “Sengketa” yang dilontarkan oleh Presiden SBY, yang patut disesali. Oleh
karena itu Presiden SBY sendiri telah mengambil jalan Meja Perundingan dengan
Negara tetangga dalam penyelesaian
pulau-pulau yang katanya sebagai Pulau Sengketa itu, menunjukkan suatu diplomasi politik luar negeri yang
konyol soal perbatasan..
Jalan Terbaik.
Jika MENGACU PADA BERBAGAI PP dan Keppres dan Pendaftaran Pulau-pulau
Indonesia ke-PBB tentang pulau-pulau perbatasan dan pulau-pulau terluar milik
NKRI, maka langkah terbaik yang harus ditempuh oleh Presiden SBY
terdapat 3 (tiga) jalan adalah sbb :
1). Kata-kata Pulau Sengketa perlu Ditarik Kembali;
2) Menarik Diri dari Meja
Perundingan.
3). Menyatakan dengan tegas bahwa 92 Pulau-pulau Perbatasan dan 12 Pulau-pulau Terluar adalah milik syah NKRI merupakan harga mati dan tidak dapat
ditawar-menawar, apalagi dikompromikan .Jika Pemerintah Pusat (Presiden SBY dan
Menlu RI) konsekwen dengan Dasar Hukum pulau-pulau terluar Indonesia yang sudah
ada tersebut, maka seyogianya tetap mempertahan pulau-pulau tersebut dalam
bentuk apapun resikonya dan segera
menyatakan menarik diri dari perundingan dengan Malaysia sesegera mungkin, dan
tidak dilanjutkan lagi apapun resikonya.
Dengan menarik diri dari Meja Perundingan maka, berarti Indonesia hanya menunggu apa reaksi Malaysia
selanjutnya, dan saat itu juga Indonesia memperingatkan dengan ancaman keras kepada Malaysia untuk tidak
memasuki wilayah Ambalat.
Jika Malaysia tetap memasuki wilayah perairan
Indonesia, maka itu berarti Malaysia
secara langsung atau tidak langsung telah menyatakan perang dengan Indonesia,
dan pada saat yang sama, Indonesia akan mengarahkan segala potensi yang ada
untuk menggganyang Malaysia. Tentu dalam hal demikian, semua resiko politik yang ditimbulkannya
adalah ditanggung sendiri oleh Malaysia
karena telah mendahului membuka front.
Kita ambil contoh soal nelayan Asing
yang mencuri ikan di laut Indonesia ada perintah untuk ditembak dan
tenggelamkan kapal-kapal asing tersebut.. Padahal kapal-kapal asing tersebut
bukan nelayan bersenjata. Jadi dianggap aneh, kalau Kapal-kapal Perang Malaysia
memasuki perairan
Indonesia tanpa izin, mengapa tidak ditembak dan
tenggelamkan kapal-kapal perang tersebut.
Indonesia tanpa izin, mengapa tidak ditembak dan
tenggelamkan kapal-kapal perang tersebut.
Apakah karena TAKUT? Ini berarti Pemerintah Indonesia begitu LEMAH dan
Tidak TEGAS. Dengan demikian Indonesia menjadi bulan-bulanan bagi Malaysia yang
telah mengetahui benar sifat pimpinan
nasional kita yang begitu rapuh soal perbatasan.
Persoalan mempertahan hak kedaulatan atas sesuatu wilayah kekuasaan atau
kedaulatan, sehingga menimbulkan perang, bukanlah sesuatu hal yang tabu atau mustahil dan tidak
perlu ditakuti., Seperti Contoh, perang Argentina dengan Inggris masalah Pulau
VOkland/Malvinas, perang ini tidak dicampuri oleh Negara manapun. Ini adalah urusan dua Negara yang
bersengketa saja..Indonesia Cinta Damai, tetapI jika sudah menyangkut hak
kedaulatan Negara NKRI maka kita pertahankan
dalam bentuk apapun termasuk perang. Terdapat juga bahasa yang
mengatakan, masalah-masalah perbatasan dapat meminta Negara lain (Negara ketiga) untuk ikut turut menyelesaiannya, tetapi sebenarnya
tidak diperlukan.
Menlu RI selalu mengatakan bahwa semua masalah perbatasan diselelesaikan
secara bilateral. Tetapi penyelesaian secara bilateral yang dimaksud disini
bukanlah mempersoalkan kembali status
kepemilikan Indonesia atas 92 pulau
perbatasan dan 12 pulau terluar milik syah NKRI sepertii disebutkan dalam PP di
atas, melainkan perjanjian
bilateral hanya terbatas pada Penentuan Penarikan Garis Batas Perairan
Indonesia dengan Negara-negara tetangga
yang diukur dari 12 Pulau-pulau terluar NKRI tersebut.
Dengan demikian saat ini tidak diperlukan lagi wadah yang
disebut Meja Perundingan dalam bentuk
apapun seperti yang sedang berlangsung saat ini. Atau dengan singkat kata “STOP
PERUNDINGAN dengan Negara tetangga manapun.
Hingga saat ini tidak terdapat Pulau Sengketa di Indonesia dibelahan
Utara NKRI dengan Negara tetangga ASEAN. Patut dianggap ANEH, karena pulau-pulau terluar adalah milik NKRI,
tetapi tiba-tiba dianggap pulau Sengketa oleh Presiden SBY dan harus
diselesaikan lewat meja perundingan?
Daftar
pulau-pulau Indonesia juga sudah disampaikan ke PBB. jadi sudah jelas status hukumnya. Dengan demikian Indonesia saat ini tidak
merasa Bersengketa dengan Negara tetangga manapun oleh karena tidak ada
pulau-pulau negara lain yang dicaplok
Indonesia. Kalau Negara Tetangga menyatakan Sengketa, maka itu adalah istilah
mereka saja, yang harus dianggap ada upaya untuk mencaplok wilayah Indonesia. Kalau Indonesia
merasa pulau-pulau terluar milik Indonesia, maka semua rakyat Indonesia akan
mempertahankan dengan semua potensi yang ada.
Didalam organisasi ASEAN memang terdapat kesepakatan untuk saling
menghindari terjadinya perang, tetapi jika ada Negara ASEAN yang mau mencaplok
sesuatu wilayah Indonesia, dan telah diberi peringatan keras ternyata masih
terus melanggar kedaulatan NKRI seperti Malaysia, maka terjadinya perang
bukanlah hal yang mustahil. Jika terdapat pelanggaran perairan territorial
Indonesia, maka jangan lagi hanya mengharapkan Permintaan Maaf saja dari Negara
tetangga seperti yang sudah-sudah, tetapi langsung kita serang habis-habisan.
Saat ini nyali dan ketegasan Presiden SBY sedang diuji dalam menghadapi Malaysia, apakah masih tetap
menganggap Pulau-pulau Terluar sebagai
wilayah Sengketa dan masih tetap berminat meneruskan persoalan Blok
Ambalat di meja perundingan atau menarik
diri dan tetap menyatakan bahwa pulau-pulau terluar tersebut adalah milik
Indonesia? Kita tunggu diplomasi politik luar negeri Presiden SBY dan Menlu RI,
sikap apa yang akan diambilnya? Persoalan pulau-pulau perbatasan adalah
persoalan Indonesia dan Malaysia saja dan tidak perlu melibatkan Negara manapun
ikut campur tangan termasuk Negara-negara ASEAN
lainnya sekalipun.
Dengan diterbitkannya PP.No 38 Tahun 2002 dan PP lainnya yang disebutkan di
atas tersebut, merupakan suatu Amanat yang
memberikan dasar hukum yang kuat bagi upaya penegakan hukum pelanggaran
kewilayahan di NKRI. Semua PP tersebut
memberi dasar dan kewenangan bagi aparat guna menegakkan hukum dalam
rangka perwujudan kedaulatan nyata laut.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004,
salah satu tugas TNI dalam operasi militer, selain perang adalah mengamankan
wilayah perbatasan. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Pemberdayaan Ekonomi Perbatasan bertujuan menjadikan wilayah perbatasan sebagai
beranda depan Indonesia dapat mengatasi problem kesejahteraan. „SEMOGA“.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Telp.0274.588160.—Hp.082135680644.
Contoh Bahasa
(Ucapan) para pemimimpin Bangsa
dalam masalah
Perbatasan.
Ketua MPR Agung Laksono menyatakan, DPR menyampaikan protes terhadap
Pemerintah Timor Leste atas terjadinya penembakan tiga warga sipil itu. DPR
mendesak Pemerintah Timor Leste menyampaikan permintaan maaf. “Pimpinan Dewan
mendesak dilakukan investigasi bersama, menangkap dan mengadili pelakunya, dan
harus ada permintaan maaf dari Pemerintah Timor Leste,” ujar Agung. (Kompas
Feb.2006).
Penulis :
Jika hanya minta maaf saja, terlalu gampang untuk diucapkan, artinya tidak
ada sanksi apapun terhadap inseden tersebut? Sama halnya, masalah perlakuan
tidak wajar Keamanan Malaysia terhadap petugas yang mendapat kecaman dan demo
dari masyarakat Indonesia, hanya
menuntut agar Malaysia minta maaf kepada Indonesia. Yaaa… cukup dengan minta maaf…? Kalau semua
masalah perbatasan hanya dengan kata-kata maaf saja dari sipelanggar, maka lain kali akan terulang lagi dan hanya
menuntut minta maaf lagi?
Cara-cara demikian menyebabkan negara tetangga selalu
memandang enteng kewibawaan Indonesia. Seharusnya beri reaksi dan perlakuan yang sama kepada pihak lawan,
bukan kata-kata maaf yang dibutuhkan.
Pulau Ambalat milik Indoniesia, yang mau diserobot oleh Malaysia, mengapa bukan menembak ditempat kapal-kapal Perang Malaysia, tetapi lewat perundingan?
Ambalat bukan Pulau Sengketa, sehingga Indonesia
tidak perlu berunding. Ini salah langka pemerintah
Indonesia, sebaiknya menarik diri saja dari
perundingan.
Pulau Ambalat milik Indoniesia, yang mau diserobot oleh Malaysia, mengapa bukan menembak ditempat kapal-kapal Perang Malaysia, tetapi lewat perundingan?
Ambalat bukan Pulau Sengketa, sehingga Indonesia
tidak perlu berunding. Ini salah langka pemerintah
Indonesia, sebaiknya menarik diri saja dari
perundingan.
Apakah masuk akal sehat, kita berunding dengan si Perampok, supaya
lain kali tidak datang rampok lagi? (“Aneh Tapi Nyata”). (Penulis). Seperti
Komisi I DPR memang menilai terjadi pergeseran patok di perbatasan
Indonesia-Malaysia di Kecamatan Camar Bulan dan Tanjung Batu, Kabupaten Sambas,
Kalimantan Barat. Namun, sejauh ini belum terlihat tindakan atau protes
pemerintah.
Pemerintah "Membela" Malaysia
Celakanya lagi, dalam kasus Camar Bulan dan Tanjung Datu ini, Pemerintah
malah terkesan melegalisasi kepemilikan Malaysia atas kedua wilayah tersebut. Bukannya,
melakukan pengecekan dan mengusahakan upaya untuk mengembalikan kepemilikan
wilayah itu, pemerintah malah terkesan "membela" Malaysia sebagai
pemilik sah wilayah tersebut. Sayangnya, pemerintah Indonesia sepertinya
memilih mengalah kepada Negara yang katanya lebih maju dari Indonesia itu.
Lengkaplah pula kekesalan publik dalam negeri. Publik tak hanya berhadapan
dengan Malaysia yang disebut sebagai Negara pencaplok, pemerintah pun
sepertinya "berdiri" di pihak Malaysia. Apalagi pemerintah Malaysia
ternyata sangat bertindak cepat
Pemerintah Malaysia berharap agar sengketa dan perbedaan pendapat itu tidak menjadi penghalang bagi kedua belah pihak untuk membuka peluang kerja sama di perairan Ambalat. “Kita tidak bisa melakukan suatu kerja sama di area yang masih dipersengkatan. Ini prinsip kita. Kalau kerja sama Petronas dan Pertaminan di bidang lain, ya, silakan,” kata Hassan dengan tegas. Ada mekanisme yang selama ini dinilai sudah berjalan baik sesuai dengan kesepakatan pokok bahwa masalah sengketa Bolok Amalat ini harus diselesaikan bersama melalui jalan damai perundingan. (Kalah Lagi?).
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.