alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Minggu, 22 Februari 2015

RENCANA PEMBANGUNAN RUMAH NELAYAN DAN TABUR BUNGA DI PUILAU PASIR (ASHMORE REEF) -- PEMERINTAH DIDESAK SELESAIKAN BATAS WILAYAH LAUT TIMOR

RENCANA PEMBANGUNAN RUMAH NELAYAN
DAN  TABUR BUNGA DI PULAU PASIR (Ashmore Reef)
Pemerintah Didesak Selesaikan Batas Wilayah Laut Timor

Jakarta, Sinar Harapan

Timor Gap and Ashmore Reef Task Force mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan tiga masalah utama di Laut Timor yang dinilai sangat merugikan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Belum selesainya batas wilayah Laut Timor ini membuat nelayan Pulau Rote menghadapi kendala karena ditangkap Angkatan Laut Australia.
Demikian dikatakan Ketua Pelaksana Timor Gap and Ashmore Reef Task Force Ferdi Tanoni kepada SH, Kamis (12/6). Tiga masalah yang dimaksud Ferdi adalah penyelesaian garis batas wilayah Laut Timor yang resmi antara RI, Australia, dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).

Masalah kedua, penetapan batas-batas dasar laut antara RI dan Australia pada tahun 1971 dan 1972 di Laut Timor dan Laut Arafura yang sangat merugikan masyarakat NTT, yaitu perjanjian kerja sama RI dan Australia tentang Celah Timor tahun 1989, penetapan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas-batas dasar laut tertentu 1997.

Masalah ketiga adalah adanya pertukaran nota diplomatik antara Departemen Luar Negeri RI dan Australia pada tanggal 1 Juni 2000 yang menggugurkan seluruh hak, termasuk hak tradisional (hak adat) dan kepentingan masyarakat NTT di Laut Timor.

Ferdi menegaskan batas wilayah Laut Timor dan Australia harus dirundingkan kembali. Penguasaan Australia atas potensi minyak atas gas bumi di Laut Timor yang mencakup Celah Timor dan Gugus Pulau Pasir adalah tidak sah karena penarikan garis latar antara Laut Timor dan Australia pada tahun 1972 tidak pernah diratifikasi oleh Republik Indonesia, ujarnya.
Ferdi Tanoni menjelaskan untuk menentukan kedaulatan masing-masing negara dengan menggunakan argumen landas kontinental berdasarkan konvensi hukum laut PBB 1958 adalah cacat hukum. RI tidak pernah meratifikasinya penarikan garis latar kontinental itu, katanya. ”Walau tidak ada bukti otentik, namun Deplu RI menerima alasan yang mengatakan bahwa Australia mempunyai wilayah bawah laut yang dekat dengan wilayah Timor. Hal ini antara lain yang telah mengakibatkan Republik Indonesia harus kehilangan 85% dari wilayah Laut Timor pada Australia,” lanjutnya. Kapal Dibakar Menurut petugas perikanan Pulau Rote, Paul Dae Pane, sudah semenjak tahun 2000, nelayan Indonesia dari Pulau Rote yang mencari ikan di Celah Timor (Timor Gap) menghadapi kesulitan karena ditangkap oleh angkatan Laut Austalia.
Ia menjelaskan bahwa pada bulan November 2000, beberapa orang nelayan ditangkap di antara Pulau Datu dan Pulau Bersland, setelah terombang-ambing selama tiga hari di sekitar kepulauan Gugus Pasir karena gangguan navigasi. Sebuah kapal Perang Australia menangkap mereka karena menganggap para nelayan melanggar batas perairan Australia dan lewat dari batas 20 mil dari tepi pantai.
Menurut kesaksian salah seorang nelayan, Sadli H. Ardani, kapal mereka diberondong senjata kemudian dibakar dan diledakkan di tengah laut. Enam orang nelayan dibawa ke Broome, Australia Barat. Di sana mereka diadili dan dipenjara selama 2 tahun. Mereka adalah Sadli, Sudarmin, Idris, Rinto, Adrianus dan Baba, nelayan yang berasal dari Pepela, Rote Timur.

Ferdi Tanoni menjelaskan bahwa sampai sekarang tidak ada kejelasan soal batas wilayah NKRI di sekitar Timor Gap itu. ”Sampai sekarang kalau ada nelayan yang ditangkap dan di bawa ke Australia, pemerintahan RI tidak pernah mengurus mereka,” katanya.
Ia melanjutkan bahwa pihaknya sudah menyurati pihak RI, Australia, dan Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) untuk duduk bersama membahas kembali masalah batas ini, tapi tidak ada tanggapan dari pemerintahn RI dan Australia. ”Justru Presiden Timor Leste Xanana Gusmao yang merespon secara posistif. Ia bersedia duduk bersama membicarakan hal ini,” jelas Ferdi Tanoni.
Pemerintah RI menurut Ferdi Tanoni seharusnya mengurus semua dampak yang disebabkan ketidakjelasan batas di Celah Timor ini. Nelayan yang hidupnya sudah susah seharusnya dilindungi, bukannya dibiarkan.

Sudah waktunya Pemerintah RI duduk berunding lagi dengan pemerintahan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) dan Pemerintahan Australia. (web)
Copyright © Sinar Harapan 2003 13-6-2003

Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.