Problematika Perbatasan Indonesia-Malaysia
Sepekan ini, kabar adanya rekruitmen warga Negara Indonesia menjadi anggota
pasukan paramiliter Malaysia (Askar Wataniah) di perbatasan Indonesia-Malaysia kawasan Kalimantan bergulir dan menjadi komoditas politik. Tulisan ini sekedar mengungkap realitas tersembunyi (disembunyikan) seputar masalah perbatasan Indonesia-Malaysia, terutama di Kalimantan.
Ini akan menjadi penjelas mengapa kabar Askar Wataniah bergulir. Akhir-akhir ini, masalah perbatasan antarnegara menjadi perhatian publik internasional saat masalah kejahatan transnasional dianggap sebagai ancaman serius. Salah satu kawasan yang dianggap rentan karena suburnya sendikat kejahatan transnasional adalah kawasan perbatasan di Asia Tenggara, baik di darat maupun perairan. Keseriusan (atau kecemasan) global ini dipicu serangan 11 September 2001 dan kebijakan penangkalnya dalam war against terrorism regim.
Masalah kesejarahan
Marunut ke belakang masalah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan
menyisakan persoalan histories dan berakibat hingga kini. Perbatasan Kalimantan merupakan kawasan konflik saat Soekarno melancarkan konfrontasi mengganyang Malaysia. Ribuan pasukan regular dan paramiliter dikerahkan untuk menyokong politik konfrontasi itu. Namun, ketika pendulum politik bergeser seiring kejatuhan Soekarno, para relawan yang merupakan elemen pendukung politik konfrontasi dikorbankan menjadi political dissident sebagai tumbal kekerasan hubungan politik serumpun Indonesia-Malaysia (Iwan Santoso 2008).
Dengan klaim kawasan perbatasan harus disterilkan dari pengaruh political
dissident yang dituding berhaluan komunis, pengelolaan perbatasan jadi tanggung jawab militer Indonesia. Dari sinilah militer terlibat bisnis pengelolaan kawasan hutan. Pada tahun 1967, Menteri Pertahanan dan Keamanan menetapkan hak penguasaan hutan kepada Jajasan Maju Kerja (PT Jamaker), sebuah yayasan yang didirikan ABRI.
Yayasan ini mengelola hutan 843.500 ha di Kalimantan Barat dan 265.000 ha di Kalimantan Timur. Kenikmatan dalam mengelola hutan membuat lupa akan tugas utama menjaga kedaulatan Negara di perbatasan. Secara fisik, postur pertahanan di kawasan perbatasan yang diwujudkan dalam pos militer perbatasan amat memprihatinkan. Ini amat kontras dengan pertahanan kawasan perbatasan Malaysia yang secara fisik amat memadai. Kontrasnya kondisi pos pertahanan antara Indonesia
-Malaysia dapat ditemui di kawasan perbatasan Long Bawan dan Pulau Sibatik. Jadi, tidak mengherankan jika Indonesia selalu tergagap-gagap dalam merespons maneuver Tentara Diraja Malaysia dalam sengketa Blok Ambalat. Memang, penjagaan kawasan perbatasan bukan satu-satunya jalan untuk mempertahankan kedaulatan Negara. Yang tak boleh dilupakan adalah menyejahterakan masyarakat di kawasan perbatasan, karena merekalah pemangku utama kawasan perbatasan. Berdasarkan studi pencapaian MDGs kawasan perbatasan yang dilakukan INFID dan sebuah NGO di Kalimantan sepanjang 2007, ditemukan fakta bahwa, mayoritas masyarakat di kawasan perbatasan Kalimantan ada di bawah garis kemiskinan.
Tidak mengada-ada
Dalam identifikasi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, wilayah
sepanjang perbatasan masuk katagori kabupaten tertinggal. Jurang kemakmuran amat lebar jika dibandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Negara tetangga. Karena itu, pesona kemakmuran di seberang perbatasan membuat WNI di kawasan perbatasan harus menyeberang untuk mengadu nasib.
Maka spekulasi masuknya warga Negara Indonesia menjadi pasukan paramiliter Askar Wataniah karena alasan ekonomi tidak mengada-ada. Realitas kawasan perbatasan Kalimantan yang rentan dan pertahanan yang rapuh menyuburkan bisnis-bisnis illegal yang terkait kejahatan transnasional, misalnya illegal logging, perdagangan perempuan, dan pengarahan buruh migrant tak berdokumen (undocumented migrant workers).
Ironisnya, banyak perkebunan swasta dan BUMN Malaysia memanfaatkan buruh
migrant Indonesia tak berdokumen yang diselundupkan lewat jalur-jalur tikus yang jumlahnya ratusan di sepanjang perbatasan Kalimantan (Investigasi Migrant CARE, 2004-2005). Kajian Sidney Jones (ICG) mengidikasikan, kawasan perairan Laut Sulawesi atas yang mebatasi Indonesia, Malaysia, dan Filipina adalah pasar gelap senjata dan amunisi untuk konflik di Ambon, Poso, dan Moro (Filipina Selatan).
Dengan menelisik kompleksnya masalah di perbatasan Indonesia-Malaysia, kabar rekruitmen warga Indonesia menjadi paramiliter Askar Wataniah, tidak harus ditanggapi secara rekasioner dan menjadi komoditas politik, tetapi harus menjadi pembelajaran dari kegagalan kita mengelola perbatasan. Masalah perbatasan bukan hanya masalah menjaga, tetapi juga menyejahterakan masyarakat pemangku perbatasan. (Wahyu Susilo, Pengkaji Masalah Perbatasan; Bekerja di INFID; Analis Kebijakan di Migrant CARE/Kompas, 18 -2-2008).
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.