Sejarah
Kejayaan Bahari Bangsa-Bangsa Barat
Di Wilayah
Nusa TenggaraTimur Dan
Hubungan
Raja-Raja Rote, di NTT dengan VOC/Belanda
Keunggulan
Penjajah Bangsa Barat karena menguasai Maritim
Sejarah kekalahan
raja-raja di Jawa (Mataram) dialami juga oleh raja-raja di wilayah Nusa
Tenggara Timur, di atas.
Sejarahnya sebagai berikut:
Hubungan
raja-raja Pulau Roti/Rote dengan Belanda terjadi pada tahun l653 yaitu setelah 131 tahun, Antonio Pigafetta, pelaut Portugis menemukan
Pulau Rote pada tanggal 30 April 1522.
Pada waktu itu
terdapat 5 (lima) orang raja yang telah mengadakan hubungan. Hubungan ini
akhirnya diperkuat dengan “Perjanjian Kontrak-Kontrak Dagang” sejak tahun l691, l700, dan 1756
Jumlah raja yang
mula-mula 5 (lima) orang pada tahun l690
menjadi 12 ( dua belas) orang dan pada tahun l756 menjadi 14 (empat
belas) orang raja dan tahun l800 menjadi
l8 (delapan belas) orang.
Belanda mengirim
tentaranya menyerang ke Rote untuk memerangi raja-raja yang tidak mau
tunduk, dan yang telah berhubungan
dengan Portugis.
Pada tahun l654 Raja Landu, O’Epao, Ringgo dan Bilba diserang dan
ditundukkan Belanda. Dengan mempergunakan kerajaan-kerajaan yang telah tunduk,
tentara Belanda menyerang dan menghancurkan kerajaan Korbafo.
Pada tahun l660 kerajaan Lole ditundukkan dan pada tahun l681 Lole dan Termanu diserang dan sebagian besar
penduduknya ditangkap sebagai budak dan, sejumlah 1000
orang budak di buang ke Batavia (Jakarta sekarang) dan mereka inilah melahirkan
keturunan etnik Betawi sekarang ini).
Sedang
1000 tawanan lainnya di buang ke Madagaskar, yang antara lain menurunkan
keturunan bangsa Madagaskar sekarang ini. Disana orang buangan asal Pulau Rote ini terus mengembangkan alat musik
tradisional asal pulau Rote yaitu “Sasando Rote”, yang kemudian dijadikan
sebagai alat musik Madagaskar dengan sebutan
lokalnya yakni “Valiha” Jadi sejarah “Sasando Rote” dengan alat musik “Valiha” (Madagaskar) masih ada hubungan sejarahnya.
Selanjutnya
sejarah perang VOC dengan
Kerajaan-kerajaan di pulau Rote terus berkembang dan berlangsung.
Namun demikian
sebagai balasannya, raja-raja Termanu,
Dengka, O’Enale dan Korbafo melakukan penyerangan balasan di Ba’A. Pusat
kedudukan Belanda di Ba’A dibakar hingga musnah.
Bahkan pada tahun
l746 di Termanu seorang opperhoofd Belanda J.A.Meulenbeek beserta 12 (
dua belas) orang Belanda dan sembilan belas orang Mardijkers berhasil dibunuh.
Hanya seorang yang lolos yakni Goust dan melarikan diri ke Kupang tanggal 23 Oktober l746.
Pada masa-masa,
jauh sebelum pelaut Portugis (Antonio Pigafetta) pada tahun l522
menemukan pantai nelayan tradisional di Papela-Rote Timur (NTT) dan sebelum terjadinya kontak dagang antara kerajaan-
kerajaan di pulau Rote dengan VOC/Belanda, tahun l683,
ternyata Masyarakat Adat Suku Rote/Roti telah munguasai dan memanfaatkan
seluruh pulau-pulau kecil di tenggara wilayah perairan laut Pulau Rote, yaitu Pulau
Pasir (Ashmore Reef dan Cartier Reef-Scott Reef) sebagai ladang perikanannya.
Bahkan orang Rote telah lebih dahulu menemukan Benua
Australia (sebelum tahun l400-an) dan disebut pulau “MAREGE” karena penghuninya
semua berwarna kulit hitam pekat.
Setelah
Belanda menang perang, maka Pulau Rote termasuk semua pulau-pulau kecil lainnya
hingga pulau Pasir dikuasai sepenuhnya oleh VOC/Belanda terhitung tahun 1683.
Bagi
nelayan yang hendak berlayar mencari hasil laut di sekitar pulau Pasir, diwajibkan meminta Surat Izin Berlayar (atau
Surat “Pas Berlayar sesuai istilah lokal) dari pemerintah Belanda yang
berkedudukan di Kupang-Timor.
Hal ini untuk
melindungi para nelayan tradisional asal pulau Rote, yang mungkin karena akibat
sesuatu bencana alam (terbawa arus, atau angin topan atau keadaan yang tak
terhindarkan), memasuki wilayah perairan Australia dapat dibantu seperlunya,
karena mereka memiliki surat izin lengkap.
Pemberian
surat izin ini berlaku hingga berakhirnya masa penjajahahn Belanda di Indonesia
sekitar tahun 1945 – l950.
Semua hasil laut
yang diperoleh para nelayan dari pulau Pasir, diwajibkan untuk membayar pajak
retribusi ke pada pemerintah Belanda.
Pada tahun l838
Belanda mengajukan permohonannya untuk menderikan lojinya (perwakilan dagang)
di Ba’A, ibu kota Pulau Rote.
Dari l8 kerajaan
di Rote waktu itu, terdapat l7 kerajaan yang
menyetujui dengan alasan, bahwa dengan adanya hubungan dagang dengan Belanda,
mereka akan menambah kemakmuran rakyat, terutama dalam hal perdagangan kopra.
(Sumber : Sejarah Daerah NTT, l978, hal.68-69).
Penulis
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.