SEKILAS SEJARAH INPRES DESA
TERTINGGAL DAN
PELAKSANAAN
OPERASIONALNYA DILAPANGAN &
KEGAGALANNYA
(BENTUK--BENTUK PEMBERDAYAAN EKONOMI KERAKYATAN) Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Pengantar
Ekonomi Rakyat
Saat ini, kata Ekonomi Kerakyatan
begitu banyak masuk di telinga kita dan sangat menarik perhatian rakyat.
Kenyataannya memang pemahaman kita
mengenai ekonomi kerakyatan itu sendiri masih sangat beragam, masyarakat awam
banyak berasumsi kalau ekonomi rakyat identik dengan sistem ekonomi yang pro
rakyat atau berpihak lebih kepada rakyat dibandingkan perbankan dunia.
· Prof
Nina Sapti berpandangan bahwa, ekonomi kerakyatan merupakan suatu kebijakan ekonomi yang dapat
mensejahterakan rakyat atau bisa pula sebaliknya.
· Selanjutnya
Dr Nining I Soesilo, Kepala UKM Center FEUI, menyatakan bahwa ekonomi
kerakyatan harus berdasarkan hati nurani dan pandangan normatif dalam membantu
rakyat kecil.
· Para
ekonom pembangunan, termasuk Prof Mubiyarto, mengidentikkan sektor informal
dengan ekonomi rakyat, yakni ekonomi yang melibatkan mayoritas rakyat,
· Dengan
demikian, berbicara soal pemberdayaan sektor informal, pada muaranya adalah,
memberdayakan sektor ekonomi rakyat, yang dalam hal ini banyak diwakili oleh UMKM.
·
Menurut data BPS sekitar 69 persen (45 juta orang)
angkatan kerja yang bekerja di sektor informal merupakan lulusan sekolah dasar
ke bawah
Menteri Koordinator Bidang Perekekonomian Boediono
bahkan menyebutkan lebih dari dua pertiga angkatan kerja Indonesia di sektor
informal.
Para ekonom maupun sosiolog umumnya sepakat,
pekerja sektor informal sebagian besar
kaum urban yang datang dari desa ke kota-kota besar yang menyediakan
lapangan pekerjaan.
Lapangan pekerjaan ini tidak akan ditemui di
desa-desa tempat mereka berasal.
Untuk itulah tingkat pendidikan dan ketrampilan
pekerja sektor informal umumnya rendah. Ini
berimplikasi pada upah yang juga rendah dibandingkan dengan pekerja sektor
formal karena hanya mengandalkan teknologi sederhana, bahkan sering hanya
mengandalkan tenaga kasar saja. Motivasi pekerja sektor informal tidak
dimaksudkan untuk memaksimalkan keuntungan. Mereka memperoleh pendapatan cukup
sekedar mempertahankan hidup (survival). Makanya mereka terpaksa harus
tinggal dipemukiman kumuh (kolong jembatan/jalan layang, dipinggir rel kereta
api, pinggir sungai, menumpang sementara di tanah-tanah milik negara yang belum
dimanfaatkan, di pesisir pantai, emper-emper pertokoan dan lain-lain) yang
minim akan pelayanan publik seperti :
1.
Listrik;
2.
Air
bersih;
3.
Kesehatan’
4.
Pendidikan
dll. (Kompas, 15-4-2006).
Sekilas Sejarah
Timbulnya Inpres (INSTRUKSI PRESIDEN DESA TERTINGGAL ATAU IDT)
Berbagai upaya pemerintah mengurangi
penduduk di bawah garis kemiskinan dalam dua dekade terakhir memperlihatkan
keberhasilan yang luar biasa.
Jumlah orang miskin di Indonesia telah
turun dari 70 juta pada tahun l970 menjadi hanya 23 juta pada tahun l995.Selain
itu ketidakmerataan pendapatan yang diukur oleh Rasio Gini juga telah turun
dari 0,38 di tahun l978 menjadi 0,32 di tahun l990. Meskipun
demikian, masalah pengentasan kemiskinan sangat mendesak pada saat ini.
Beberapa penyebab dari kondisi
tersebut antara lain adalah, upaya mengurangi tingkat kemiskinan menghadapi
tahap jenuh sejak pertengahan l980-an. Ini juga berarti bahawa upaya mengurangi
orang miskin di tahun l970-an tidaklah maksimal. Oleh karena itu pada awal l990-an
orang miskin masih tetap berlimpah ruah Secara bersamaan dengan kejenuhan upaya di
atas, terdapat kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup
antarsektor, antarkelompok, dan ketidakmerataan antarwilayah Isu yang muncul
tentang kemiskinan dimana lebih dari 11,5 juta keluarga yang hampir miskin di
tahun l990.
Sadar bahwa isu kemiskinan absolut
dan ketidakmerataan mempunyai dampak negative atas pembangunan dan integrasi
nasional secara umum, maka pemerintah pada decade 1990-an memunculkan kembali
program pengentasan kemiskinan dan ketidakmerataan sebagai salah satu isu
sentral dari perspektif pembangunan nasional. Sehubungan dengan upaya pengentasan
kemiskinan, terdapat 3 program besar yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah
yaitu pengentasan kemiskinan melalui :
1.Inpres Desa Tertinggal
(IDT),
2.Tabungan Keluarga
Sejahtera (Takesra) dan
3.Kredit Keluarga Sejahtera
(Kuksesra).
Selain itu berbagai kemitraan antara
tiap kelas bisnis baik besar, menengah, dan kecil, pemberdayaan koperasi dan
desentralisasi adalah upaya yang diambil pemerintah untuk memberdayakan
kelompok ekonomi lemah dan mengurangi tingkat ketidakmerataan sekarang ini. Program
IDT (Instruksi Desa Tertinggal) atau program Instruksi Presiden No.5/1993
mengenai pengentasan kemiskinan secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 April
l994, hari pertama dari dimulainya Rencana Lima Tahun yang ke-6.
Program IDT mempunyai
3 tujuan pokok :
1. Untuk
memicu dan menggalakkan gerakan nasional bagi pengentasan kemiskinan,
2.
Untuk
mengurangi disparirtas social didalam masyarakat,
3.
Mengaktifkan kembali ekonomi rakyat dengan memberdayakan kaum miskin.
Program ini terdiri dari 3 komponen
dasar, dimana
Hibah Pemerintah sebesar Rp.20 juta
(US$.9000) pertahun bagi setiap desa untuk tiga tahun berturut-turut (Rp.60 juta/
3 tahun).
Provisi dari fasilitator untuk
membantu kelompok “mandiri” kaum miskin mengembangkan perusahaan kecil
mereka.Membangun infrastruktur fisik pedesaan dalam bentuk jalan pedesaan,
jembatan, dll., berjumlah Rp.100 juta sampai Rp.130 juta (US$.40000 sampai US$ 60000)
per desa yang dimulai pada tahun l994 sampai dengan 2004, keberhasilan program pengentasan kemiskinan,
sama seperti program pembangunan yang lain, terletak pada identifikasi akurat
terhadap kelompok dan wilayah yang ditargetkan. Oleh karena itu keberhasilan
pengentasan kemiskinan terletak kepada beberapa langkah, yang dimulai dari
formulasi kebijaksanaan yaitu mengindentifikasi siapa yang miskin, dan di mana mereka berada.
Kedua pertanyaan tersebut dapat
dijawab dengan mempertimbangkan :
1. Karakteristik
ekonomi penduduk, antara lain adalah : sumber-sumber pendapatan, pola-pola
konsumsi dan pengeluaran, tingkat ketergantungan, dll.
2. Karakteristik
demografi social, di antaranya tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas
kesehatan, jumlah anggota rumah tangga, dll.
Pertanyaan kedua tentang bagaimana
menemukan yang miskin, dapat dijawab dengan menguji karakteristik georafis,
yaitu:
1.
Di
mana orang miskin tersebut terkonsentrasi,
2.
Apakah
mereka di wilayah pedesaan atau perkotaan, atau
3.
Apakah
mereka di Pulau Jawa atau di luar Pulau Jawa dll.
Dengan memperhatikan profil kemiskinan,
diharapkan kebijaksanaan yang dibuat dalam pengentasan kemiskinan dapat lebih
langsung. Juga program tersebut dapat dievaluasi apakah kebijaksanaan
pemerintah yang dilaksanakan telah atau belum berhasil dalam mengurangi jumlah
penduduk miskin dan tingkat ketidakmerataan. (Prof.Dr.Hj.Sutyastie Soemitro
Remi-Prof.Dr.Prijono Tjiptoherijanto, Kemiskinan
Dan Ketidakmerataan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2002 : 1-3).
Program peningkatan penanggulangan
kemsikinan yang disadari oleh Intruksi Presiden (Inpres) No.5/l993, yang
kemudian kita kenal dengan nama Program IDT (Inpres Desa Tertinggal) adalah
bagian dari gerakan nasional penanggulangan
kemiskinan. Program ini hingga tahun l997 mencapai, 28.223 desa, 3,4 juta
kepala keluarga (KK) dan 123.000 kelompok masyarakat (Pokmas), dan sudah memasuki tahun keempat. Salah satu upaya
penting dalam program IDT, selain pemberian modal usaha dan penyelenggaraan kegiatan
secara kelompok-kelompok masyarakat dalam, penyelengaraan kegiatan secara
kelompok, adalah pendampingan.
Para pendamping bertugas :
·
Pembantu
kelompok-kelompok masyarakat dalam usaha dan
·
pengorganisasian kelompok.
· Pada
umumnya para pendamping berasal dari masyarakat setempat, yakni anggota
masyarakat yang telah lebih maju kehidupannya.
·
Selain
itu, aparat pemerintah di daerah dapat juga menjadi pendamping.
· Untuk
desa-desa yang tingkat ketertinggalannya parah, pemerintah pusat dan pemerintah
daerah menempatkan pendamping purnawaktu dari kalangan para sarjana yang ingin
mengabdi di perdesaan dan membantu masyarakat miskin.
Dalam rangka itu, telah ditempatkan
kurang lebih 4.000 sarjana pendamping purnawaktu (SP2W) di desa-desa
miskin/tertinggal parah di seluruh
Indonesia.
SP2W berasal dari
berbagai lembaga pemerintah dan
nonpemerintah, yaitu antara lain dari,
1.
Keluarga
Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar,
2.
Departemen
Tenaga Kerja (Tenaga kerja pemuda
mandiri professional),
3.
Departemen
Sosial (Petugas social kecamatan),
4.
Departemen
Pendidikan da Kebudayaan (Sarjana penggerak
pembangunan pedesaan) dan, perguruan tinggi serta pemerintah daerah dan
sejumlah provinsi di luar Jawa – Bali.
5.
Seperti
halnya desa-desa di wilayah terpencil dan amat terisolasi, diperlukan waktu
lima hari empat malam bagi SP2W dengan berjalan kaki untuk mencapainya.
Maka dapat dipahami betapa di banyak
desa seperti ini, program IDT diibaratkan, di satu pihak, sebagai benar-benar,
·
menjebol
tembok tebal kemiskinan dan keterbelakangan, dan di pihak lain,
· membangun
dari titik paling awal kesadaran, harapan, dan masa depan penduduk miskin.
Pada Repelita VI penduduk miskin di
Indonesia masih 27.2 juta jiwa dan, masih terdapat 20.644 desa tertinggal, yang tersebar dalam 1.236 kecamatan miskin.
Untuk mengatasi masalah ini pemerintah mencanangkan suatu Program Inpres Desa
Tertinggal (IDT) melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun l993,
“Tentang Peningkatan Penanggulangan
Kemiskinan”.
Program pengentasan kemiskinan dengan
cara memperkuat kemampuan penduduk untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan
membuka kesempatan beruaha. Pada prakteknya
berupa pemberian bantuan modal kepada kelompok masyarakat miskin agar
mempunyai kemampuan untuk berusaha, di bimbing/didampingi dalam pengelolaannya
baik secara teknis maupun manajerial sampai ke pamasarannya.
Modal yang diberikan bersifat bergulir. Artinya, walaupun modal tersebut
berupa bantuan, masyarakat yang memperoleh dana IDT ini berkewajiban untuk
mengembalikan modal tersebut agar, dapat
dimanfaatkan kembali oleh warga masyarakat lainnya. Sifat Program IDT yang
merangsang keswadayaan menuju kemandirian masyarakat desa telah tercermin dalam
berbagai kegiatannya dibanyak desa. Semoga program IDT ini bermanfaat dan
menambah keyakinan bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat lapisan bawah bukanlah
usaha yang sia-sia dan bahkan telah banyak berhasil mengubah nasib rakyat
menjadi betul-betul sejahtera dan mandiri. Pada tahap pertama, setiap desa
tertinggal mendapat bantuan dana sebesar Rp.20 juta selama 3 tahun
berturut-turut. Dana tersebut di distribusikan kepada usaha-usaha masyarakat
miskin yang produktif.
Program IDT ini
merupakan penyempurnaan dari program-program yang sudah dilaksanakan dalam
pembangunan desa, antara lain seperti :
1.
Proyek
pengembangan kawasan terpadu (PKT),
2.
Proyek
peningkatan pendapatan petani dan
nelayan kecil (P4K),
3.
Usaha
peningkatan pendapatan keluarga akseptor KB (UUPKPA-KB),
4.
Program
serupa yang dilakukan PKK.
5. Program yang terbaru (2005) adalah bantuan langsung tunai
(BLT) atau sumbangan langsung tunai (SLT),
6.
UMKM,
7. Dana
Perwalian, walaupun versinya agak berbeda, namun tujuannya sama yaitu, membantu
orang miskin
Menurut Inpres No.5
Tahun l993 tujuan program selain yang
disebutkan diatas, adalah sebagai berikut :
1. Memadukan
gerak langkah semua instansi, lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, dan dunia
usaha serta perbankan, untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan.
2. Membuka
peluang bagi penduduk miskin di desa tertinggal untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya dengan cara menciptakan dan meningkatkan berbagai kegiatan pembangunan
di desa-desa tertinggal.
3. Mengembangkan,
meningkatkan, dan memantapkan kehidupan ekonomi penduduk miskin melalui
penyediaan dana bantuan khusus.
4.
Meningkatkan
kesadaran, kemauan, tanggung jawab, rasa kebersamaan, harga diri, dan percaya
diri masyarakat.
5.
Menciptakan
lapangan kerja baru, penampungan tenaga-tenaga pengangguran.
6. Ruang
lingkup dari program IDT adalah, kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin di
desa tertinggal melalui : pembangunan dan pengembangan potensi ekonomi desa, dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pokok, pelayanan desa, dan penciptaan suasana yang
mendukung dalam penanggulangan kemiskinan.
A.Sasaran IDT
Sasaran dari program IDT mencakup
empat sasaran khusus sebagai berikut.
1.
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia penduduk miskin.
2.
Mengembangkan
permodalan usaha penduduk miskin
3.
Mengembangkan peluang kesempatan kerja dan berusaha di
desa.
4.
Memperkuat kelembagaan kelompok masyarakat desa miskin,
khususnya kelembagaan ekonomi.
B.Prinsip Dasar Program IDT
1.
Prisip
keterpaduan : Kegiatan IDT harus terkait dan terpadu dengan kegiatan lain yang
ada di desa, baik lokasi, dana, sasaran, prasarana, dan aparat pelaksana,
sehingga dapat mengoptimalkan sumber daya atau potensi yang ada di desa. Dengan demikian,
semua kegiatan akan lebih efektif dan efisien serta tertumpu pada proses pengentasan
kemiskinan melalui program IDT.
2.
Prinsip kepercayaan : Kelompok usaha sasaran, bukan hanya
sebagai obyek program IDT, melainkan sebagai subyek. Kelompok masyarakat miskin
yang mendapat batuan diberi kepercayaan untuk memilih dan menentukan kegiatan
usahanya sesuai dengan kemampuan dan potensi yang ada, asal kegiatan tersebut
produktif/menghasilkan dan berkelanjutan. Bantuan IDT tidak mengharapkan adanya
paksaan dari aparat untuk menjalankan suatu usaha tertentu. Namun, peranan
pembimbing, atau pendampingan perlu memberikan arahan-arahan dan
alternatif-alternatif usaha yang produktif dikembangkan di desa binaannya.
3.
Prinsip kebersamaan dan gotong royong (partisipasi). :
Kegiatan IDT berdasarkan prinsip kebersamaan dalam menentukan langkah-langkah
yang akan ditempuh dengan menyatukan tekad yang kuat untuk maju bersama-sama
dalam upaya bersama menanggulangi kemiskinan. Semangat kebersamaan ini harus
terjalin antara aparat, pembina, dan kelompok usaha masyarakat lainnya dengan
cara saling menolong, membantu, dan bekerjasama dengan semua pihak yang terkait
dalam kegiatan IDT.
4.
Prinsip kemandirian (swadaya) : Kelompok usaha yang
menjadi sasaran IDT didorong dan ditumbuhkan menjadi kelompok mandiri sehingga
mereka tidak lagi tergantung pada bantuan pemerintah. Bahkan, dapat segera
menggulirkan danannya kepada kelompok masyarakat miskin lainnya. Peranan
pendamping tidak terlalu dominan sehingga kebebasan untuk menentukan
langkah-langkah kelompok tersebut dapat diputuskan oleh mereka secara mandiri.
5.
Prinsip ekonomi : Semua kegiatan yang dilaksanakan pada
program IDT harus mempunyai nilai ekonomis/plus.. Adanya, setiap kegiatan
dititikberatkan pada upaya peningkatan keuntungan yang optimal, dengan
pengeluaran sekecil-kecilnya sehingga mampu memberikan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhannya.
6.
Prinsip berkelanjutan : Kegiatan IDT bukan kegiatan
sesaat, tetapi merupakan program yang harus berkesinambungan sehingga dalam
merencanakan kegiatan usaha dipilih kegiatan yang dapat berkembang secara
berkelanjutan. Dengan demikian, dana
permodalan IDT tersebut dapat disalurkan kepada kegiatan usaha kelompok lain
secara terus menerus untuk meningkatkan penghasilan penduduk miskin.
Demikian pula bagi yang sudah
menerima permodalan dapat terus menekuni usahanya untuk memenuhi kebutuhannya
secara berkelanjutan.
Jenis Usaha Yang dibiayai Program IDT
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip
dan sasaran serta sistem dana bergulir pada program IDT ini maka harus
hati-hati dalam menentukan jenis usaha yang akan dibiayainya. Usaha yang dipilih
tentu harus yang produktif/menghasilkan dengan, faktor resiko yang kecil, tetapi
tetap bertumpu pada sasaran utama kelompok masyarakat miskin. Kegagalan dalam
menentukan jenis usaha, akan berdampak negatif pada kelancaran program IDT dan
pada sasaran program. Bila gagal dan dana tersebut hangus maka rantai
penggulingan dana akan putus dan, orang yang terangkat pun tidak akan
bertambah.
Bagi penerima modal, kegagalan akan
menjadi bumerang, karena beban mental akibat tidak bisa mengembalikan modalnya.
Apabila hal ini terjadi maka bukan menumbuhkan kepercayaan dan mengangkat harkat golongan miskin, tetapi
akan berdampak sebaliknya. Penentuan jenis usaha mengacu pada prinsip, tujuan,
dan sasaran yang ditetapkan dalam program IDT. Adapun jenis usaha yang dapat dikembangkan
melalui dana IDT ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Cepat menghasilkan, yaitu jarak waktu
antara pengeluaran yang harus dilakukan dengan penerimaan hasil kegiatan tidak
terlalu lama.
1.
Mendayagunakan potensi yang ada dan dimiliki oleh
desa/kelurahan.
2.
Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau memenuhi
permintaan pasar sehingga memberi nilai tambah.
3. Dapat memenuhi kebutuhan dasar yang sifatnya mendesak dan
melibatkan sebanyak-banyaknya pemduduk miskin.
4.
Memberikan
hasil dan dapat digulirkan pada seluruh anggota kelompok.
5. Dapat
dilakukan dengan cara-cara yang telah dikenal dan dikuasai oleh masyarakat
dengan memanfaatkan pengetahuan asli yang telah ada dan secara teknis dapat dan
mudah dilaksanakan.
6. Disesuaikan
dengan potensi dan kondisi ekologis setempat sehingga tidak merusak kelestarian
lingkungan.
7.
Saling
mendukung dan tidak bersaing dengan kegiatan lain yang dilaksanakan melalui
program pembangunan sektoral dan regional.
8.
Secara
sosial budaya dapat diterima oleh masyarakat.
Perencanaan kegiatan
Pembentukan kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah di desa yang termasuk sasaran program IDT.
Pembentukan kelompok harus berdasarkan
pada kebutuhan keluarga miskin, tidak dipaksakan. Pembentukan kelompok usaha dapat melalui
pendekatan pada kelompok yang sudah ada dan diarahkan pada kegiatan
perekonomian anggota yang miskin, dengan membentuk organisasi bersama (koperasi
simpan pinjam). Kelompok usaha menyusun rencana kebutuhan untuk membiayai
kegiatan usaha anggota, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip IDT dengan
bimbingan dari pendamping. Usulan tersebut dituangkan dalam daftar usulan
kegiatan kelompok (DUK-1).Usulan kelompok usaha dihimpun oleh LKMD (Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa) yang selanjutnya dibahas dalam musyawarah pembangunan
desa. Semua program yang disetujui direkapitulasi dalam daftar
usulan kegiatan (DUK-2). DUK-2 ini diajukan pada musyawarah di tingkat
kecamatan sebagai Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP).
Pada tingkat kecamatan diadakan
pembahasan usulan dari desa-desa yang termasuk program IDT di wilayahnya dalam
forum diskusi (UDKP). Selain menetapkan/mengesahkan usulan kegiatan dari desa,
pada forum ini dilakukan koordinasi program-program lintas sektoral yang
diperlukan untuk mendukung keberhasilan program IDT. Daftar usulan kegiatan (DUK-2)
yang telah disahkan tersebut sudah dapat dilaksanakan dan dipakai untuk
mengajukan pencairan dana dari bank yang ditunjuk.Selanjutnya dalam rangka koordinasi, hasil pembahasan di
tingkat kecamatan dilaporkan kepada bupati/walikota. Bupati/walikota kemudian
mengadakan rapat koordinasi pembangunan (rekorbang dati II).Program-program
dari seluruh kecamatan diiformasikan kepada gubernur kepala daerah tingkat I
untuk dilanjutkan ke pusat.
Pengelolaan Bantuan Dana Bergulir
Bantuan dana sebagai modal usaha merupakan suatu stimulant (rangsangan)
untuk mempercepat perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Penggunaan bantuan
dana sepenuhnya menjadi kewenangan masyarakat sesuai dengan budaya setempat dan
dalam batas kemampuan pelaksanaan oleh anggota-anggota kelompok masyarakat yang
bersangkutan. Kegiatan usaha di kelola sendiri oleh anggota kelompok sehingga
dapat menguntungkan, berkembang dan
meningkatkan kesejahteraan mereka. Sesungguhnya peran bantuan dana bergulir
tersebut adalah menggantikan tabungan yang semestinya di himpun dari kemampuan
masyarakat sendiri. Kemampuan masyarakat untuk menciptakan tabungan masih
sangat terbatas.
Ada tiga penyebabnya adalah :
- Karena memang tidak
ada surplus, atau kalaupun ada tipis sekali, yang dapat diciptakan dari
kegiatan sosial ekonomi sehingga tingkat tabungan rendah;
- Budaya
menabung belum berkembang di masyarakat.
- Di
desa tidak terdapat bank ataupun lembaga keuangan lainnya sebagai sarana
untuk tempat menabung uangnya atau meminjam uang.
Dalam rangka itu
bantuan dana harus menciptakan surplus dan di kelola
dengan menggunakan prinsip :
1. Mudah
di terima dan di dayagunakan oleh masyarakat sebagai kelompok sasaran (acceptable);
2. Dikelola
oleh masyarakat secara terbuka dan dapat di pertanggungjawabkan (accountable);
3. Memberi
pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara
ekonomis (profitable);
4. Hasilnya
dapat di lestarikan oleh masyarakat sendiri (sustainnable);
5. Pengelolaan
dana dan pelestarian hasil dapat dengan mudah di gulirkan dan di kembangkan
oleh masyarakat desa dalam lingkup yang lebih luas (replicable).
A.
Alokasi Dana
Bantuan dana program IDT sebesar Rp.20 juta per desa/tahun selama tiga tahun (Rp.60 juta), disalurkan langsung kepada kelompok masyarakat melalui Bank Penyalur yang ditunjuk di tingkat Kecamatan.
Pencairan dana oleh kelompok masyarakat di lakukan
berdasarkan :
1. DIKK (Daftar Isian
Kegiatan Kelompok) yang berasal dari
2. DUK (Daftar Usulan
Kegiatan) dari masing-masing anggota masyarakat miskin yang bersangkutan,
yang telah dibahas bersama dalam
musyawarah kelompok, disetujui
dalam forum diskusi UDKP (Usulan Daftar Kegiatan Proyek), dan, diketahui
oleh Lurah/Kepala Desa.
3.
Dengan berpedoman
pada DIKP tersebut, kelompok masyarakat dapat mencairkan dana sesuai kebutuhan
dan kesiapan dari anggota kelompok masyarakat sasaran.
PSMBAGIAN DANA
Tata cara pembagian dana kepada kelompok dalam satu desa dan antar
anggota dalam satu kelompok adalah :
Sepenuhnya menjadi kewenangan dari masyarakat penerima dana dan di
putuskan dalam musyawarah desa. Penggunaan dana untuk modal usaha produktif
anggota pada dasarnya di tetapkan oleh anggota sendiri, setelah di bahas dalam
musyawarah kelompok. Dana yang di gunakan oleh anggota kelompok di harapkan
berkembang tumbuh dengan keuntungan yang di hasilkan dalam kegiatan produktif.
Tata cara peminjaman, penggunaan, pengembalian, biaya, sanksi-sanksi,
dan aturan main lainnya menjadi tanggung jawab, kewenangan dan kesepakatan bersama
dalam musyawarah kelompok. Tata cara pengelolaan ini disusun dengan bimbingan
pendamping dan, Lembaga Musyawarah Desa (LMD).Dengan
prinsip pengelolaan dana tersebut, dalam lembaga masyarakat desa dengan
persetujuan kelompok yang bersangkutan, dana yang telah terhimpun dapat di
manfaatkan oleh kelompok atau anggota kelompok lain yang belum memperoleh
kesempatan yang sama sehingga mendorong pemupukan modal dan penguatan kapasitas
masyarakat.
C.
Pengertian Bergulir
Dana program IDT sebagai dana bergulir dapat difungsikan serta diartikan
sebagai :
- “Dana Abadi” (dana yang bergulir di antara anggota kelompok
sampai kapan pun) dalam
bentuk bantuan modal kepada kelompok masyarakat yang tetap berada dan
tumbuh berkembang di desa bersangkutan.
- Bagi
anggota kelompok, dana tersebut merupakan pinjaman yang harus di
kembalikan kepada kelompok.
3. Dana tersebut dapat di pinjamkan kembali oleh anggota
yang bersangkutan atau anggota lainnya dalam lingkup kelompok.
4. Atau di pinjamkan kepada kelompok lain yang belum
memperoleh kesempatan mendapatkan dana IDT.
5. Dengan dana ini di harapkan kelompok “Simpan Pinjam” ini
dapat berkembang menjadi “Lembaga Dana Masyarakat Desa Makmur” misalnya, milik
desa dan di kelola oleh warga desa setempat dengan penuh tanggung jawab..
6. Cara pengguliran dana yang telah umum di gunakan dalam
kelompok masyarakat dapat di terapkan dengan penyesuaian seperlunya.
7.
Kebiasaan umum tersebut antara lain adalah sistem angsuran harian,
mingguan atau bulanan, sesuai kesepakatan bersama kelompok.
Namun harus di usahakan agar dana terus berkembang
dengan cara misalnya :
1. Angsuran ke-l sampai angsuran ke-l0 di gunakan untuk melunasi pinjaman
pokok,
2.
Angsuran ke-11 digunakan untuk membayar biaya yang di tanggung kelompok
dan
3.
Sisanya menjadi pemupukan modal kelompok.
4.
Bahkan dapat pula di lakukan angsuran ke-l2 sebagai tabungan anggota untuk
membesarkan dana bergulir.
5.
Dengan tata cara
simpan pinjam semacam ini, anggota mempunyai tabungan pribadi, kelompok
masyarakat menjadi makin berkembang, dan dana abadi tersebut bertambah besar
jumlahnya.
6.
Kegiatan simpan
pinjam semacam ini telah di laksanakan oleh Lembaga Dana dan Kredit dimiliki
oleh penduduk desa dan di bentuk berdasarkan rembug desa atau musyawarah
LMD/LKMD.
7.
Dana yang di berikan
kepada masyarakat ini adalah, “hibah” yang di kelola oleh
kelompok masyarakat, dengan pencatatan secara tertib/pembukuan sederhana
tentang, penerimaan dan pengeluaran uang, dilengkapi dengan buktinya, dan
transparan.
Pencatatan
di maksudkan untuk :
Pemantauan
dan penyempurnaan program. Selain itu pencatatan merupakan sarana peningkatan
kemampuan dalam pengolahan dan sejalan dengan proses transformasi struktur yang
terjadi dalam masyarakat luas dan merupakan keharusan dan keterbukaan, selain
mencegah adanya korupsi oleh pengurus atau pihak terkait lainnya juga sebagai
keterbukaan/pengawasan bagi anggota kelompok atau oleh pihak luar.
D. Penyaluran Dan
Pencairan Dana IDT
Dana program IDT bersumber dari APBN
untuk disalurkan kepada kelompok usaha miskin di desa teringgal melalui bank
dan lembaga keuangan lain yang ditunjuk pemerintah. Bappenas dan Departemen
Keuangan mengeluarkan “Surat Pengesahan Anggaran Bantuan Pembangunan (SPABP).
Khusus untuk dana IDT disalurkan kepada :
1.
Kantor
pusat BRI kemudian disalurkan ke
2.
Kantor
wilayah BRI sampai,
3.
Ke
unit desa atau,
4.
Lembaga
keuangan lain yang ditunjuk pemerintah.
5.
Dana
yang tersedia di BRI unit desa dicairkan oleh kelompok masyarakat dengan
persetujuan kepala desa/lurah berdasarkan rencana yang telah disahkan camat.
Adapun ketentuan-ketentuan pencairan
dana IDT adalah sebagai berikut :
Dana diberikan dalam bentuk modal
kerja yang disertai pembimbing dan pendamping khusus. Tanpa bimbingan terlebih
dahulu oleh pembimbing dan pendamping khusus, modal kerja yang diterima oleh
anggota kelompok dapat disalahgunakan, karena mungkin ditafsirkan sebagai dana
sumbangan kepada orang miskin untuk konsumsi seperti anggapan pada BLT (Bantuan
Langsung Tunai) atau SLT (Sumbangan
Langsung Tunai) tahun 2005, tentang
kompensasi kenaikan BBM kepada rakyat miskin. Oleh karena itu sebelum pemberian
modal kerja ini, perlu dikumpulkan semua yang bersangkutan diberi penjelasan
mendetail sebagai pegangan bersama. Bahwa modal yang diberikan adalah merupakan
pinjaman/kredit untuk berusaha, dan wajib dikembalikan ke kelompok lagi sesuai
jadwal-jadwal waktu yang ditetapkan bersama.Dana disalurkan kepada kelompok secara
bertahap sesuai dengan rencana kerja yang telah disahkan kepala desa dan
camat.Pencairan dana hanya dapat dilakukan oleh bendahara kelompok setelah
disetujui kepala desa/kelurahan dengan melampirkan DUK-1 dan DUK-2.Dana harus
diterima langsung dan utuh oleh pengurus kelompok.
Pelaporan – Pemantauan
dan Evaluasi
· Dalam
rangka pengawasan program-program IDT dilakukan satu sistem pelaporan, pemantauan,
dan evaluasi.
· Hal
ini dilakukan untuk mengukur keberhasilan serta mengetahui kendala-kendala yang
dihadapi serta, menekan penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi.
· Mekanisme
pelaporan berawal dari catatan-catatan/pembukuan kelompok usaha masyarakat yang
selanjutnya disajikan dengan laporan bulanan.
Laporan bulanan
dibuat dalam bentuk formolir PK (Pelaporan Kelompok) yang berisi :
1.
nama
2.
lokasi
kelompok,
3.
jumlah
anggota,
4.
jenis
usaha yang dikembangkan,
5.
dan
rincian penerimaan serta pengeluaran kelompok.
Pada tingkat desa
formolir dirangkum ke dalam :
1. Formolir PP 1, yang diisi oleh kepala desa/ketua umum LKMD
sebagai bahan laporan bulanan kepada camat.
2. Camat dan kasi pembangunan masyarakat Desa (PMD)
merangkum PP-1 dari desa IDT di wilayahnya ke dalam PP 2,
3.
Setiap
bulan camat melaporkan kegiatan program IDT kepada bupati/walikota.
4. Bupati/walikota
membuat laporan triwulan kepada gubernur kepala daerah tingkat I dalam bentuk
formolir PP-3.
5. PP-3
selanjutnya digunakan sebagai bahan laporan kepada pemerintah pusat dalam
formolir PP-4 yang dibuat setiap semester/tahunan.
Sistem pelaporan
semacam ini memiliki tujuan tertentu, adalah :
· Tertip
Administrasi, untuk semua pihak yang terkait mulai dari kewajiban pencatatan
penerimaan dan pengeluaran dari kelompok usaha,
yang akan dipakai sebagai laporan ke lurah/desa atas hasil usahanya.
· Di
tingkat desa/kelurahan, untuk mengkopilasi laporan dari kelompok usaha sebagai
bahan laporan ke Camat;
· Di
Tingkat Kecamatan, untuk kompilasi laporan dari tiap-tiap desa/kelurahannya
sebagai bahan laporan ke Kabupaten.
· Di
tingkat Kabupaten, mengkompilasi lapran dari semua kecamatan sebagai bahan
laporan ke Gubernur.
· Di
tingkast Gubernur, mengkompilasi laporan seluruh Kabupatennya sebagai bahan
laporan ke tingkat Pusat di Jakarta.
· Laporan
dan evaluasi kegiatan kelompok usaha IDT tersebut, yang dikerjakan secara Tertip
Administrasi ini bertujuan untuk memudahkan pemantauan sejauh mana keberhasilan
maupun kegagalan kelompok usaha IDT tersebut dalam pemanfaatan dana yang
bergulir.
Ternyata tidak dijalankan secara tertip, sehingga
masing-masing tingkat
pemerintahan tersebut diatas kehilangan informasi tentang
perkembangan program IDT, sebagai pertanggungjawaban penyaluran dan pemanfaatan
dana IDT tersebut.
Akhirnya IDT ini : “GAGAL”
dan tak belanjut lagi alias “tutup
buku” dan
“dilupakan”. Ini akibat dari, “Pengelolaan Kemiskinan di
Indonesia tanpa
Manajemen yang baik”
Pertanyaannya
:Siapa yang harus bertanggungjwab atas kegagalan proyek IDT tersebut?
Jawabnya
: Aparatur Negara pelaksana IDT ini sendiri.
Tentang bentuk dari
formolir-formolir baik di tingkat, desa, camat, kabupaten,
gubernur untuk hal-hal yang
disebutkan diatas dapat dibuat sendiri, namun seragam disesuaikan dengan
masing-masing program yang disesuaikan dengan kondisi yang diharapkan. Tentu
perencanaan bentuk-bentuk formolirnya dirancang oleh gubernur/jajarannya untuk
kepentingannya hingga ke tingkat desa. Pemantauan dilakukan dalam rangka
mengetahui perkembangan pelaksanaan program di lapangan. Kegiatan ini
disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan yang timbul di lapangan.
Hasil
pemantauan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk mencocokkan dengan laporan
yang ada. Pelaksanaannya mulai dari tingkat kelompok, desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kotamadya, sampai provinsi dengan jalur dari tingkat atas
ke tingkat di bawahnya. Dari hasil pelaporan dan pemantauan lapangan dilakukan
evaluasi program. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan
program IDT dengan tujuan pokok pembangunan-- kemiskinan.
Evaluasi dilakukan terhadap
hal-hal sebagai berikut :
1.
Perkembangan
jumlah penduduk miskin; apakah terdapat pengaruh positif dengan pemanfaatan
modal kerja, sehingga jumlahnya sudah menurun atau terdapat kendala lainnya.
2.
Penyerapan
dana, yaitu perbandingan antara jumlah pengeluaran dan alokasi dana.
3.
Bagaimana
perkembangan usaha anggota kelompok.
4. Apakah
pendapatan per rumah tangga penerima program IDT, sesuai dengan tahap
perkembangan kesejahteraannya.
5.
Jenis
usaha apa saja yang menguntungkan dan meningkatkan pendapatan penduduk miskin.
6.
Jelaskan
hambatan, permasalahan yang timbul, dan penanggulangannya sejak tahap
persiapan, perencanaan, sampai dengan pelaksanaan kegiatan mulai dari tingkat
desa/kelurahan sampai pusat.
7. Pelaksanaan
evaluasi secara mendalam dapat ditempuh melalui penelitian/survei secara nasional
mulai dari tingkat kelompok sampai pusat.
Untuk menilai keberhasilan atau dampak
dari program IDT terhadap pengentasan kemiskinan diperlukan indikator penentu.
Indikator-indikator
Penentu
Beberapa indikator keberhasilan yang
dapat digunakan antara lain sebagai berikut :
1.
Jumlah penduduk yang termasuk dalam katagori miskin
berkurang.
2.
Usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk
miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia berkembang terus.
3. Kepedulian warga masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya meningkat.
4. Terjadi peningkatan kemadirian kelompok yang ditandai
dengan semakin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, semakin
luasnya interaksi kelompok lain dalam masyarakat.
Kegiatan Kelompok
Keberhasilan dari program IDT
terletak pada kelompok usaha itu sendiri yang menjalankan usaha sehingga mampu
menambah penghasilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dengan semangat
gotong royong dan kebersamaan. Oleh karena itu, bagi pendamping harus
benar-benar menjalankan fungsinya sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator
dalam kelompok binaannya.
Dalam pelaksanaan
kegiatan usaha benar-benar menggunakan prinsip :
1.
keterpaduan,
2.
kepercayaan,
3.
kebersamaan
dan gotong royong,
4.
mandiri/swadaya,
5.
prinsip
ekonomis,
6.
berkelanjutan.
7.
jenis usaha yang dijalankan merupakan usaha produktif,
8.
mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan jangka waktu yang
pendek,
9.
berorientasi
pada kebutuhan pasar,
10. lebih baik lagi bila usaha tersebut banyak menampung
tenaga kerja di desa.
A. Tahapan-tahapan
Kegiatan
Kegiatan di dalam kelompok dapat
ditempuh melalui tahapan sebagai berikut :
1.
Pembentukan kelompok yang organisasinya sederhana terdiri
dari : ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. Pengurus dipilih oleh anggota.
2.
Anggota
membuat rencana kegiatan produktif dengan memperhatikan kondisi dan tempat yang
diusulkan dalam musyawarah kelompok. Sebuah contohnya sebagai berikut :
· Bapak
Amin
mempunyai keahlian membuat telur asin sebab di lokasi tersebut banyak yang
beternak bebek, pemasaran ke pasar terdekat memerlukan biaya Rp.100.000,-
· Ibu
Inah
merencanakan membuat sapu lidi karena di lokasi banyak pohon kelapa dan banyak
anak-anak menganggur di kampungnya.
·
Selain
itu, ada saudaranya di kota yang siap menampung dengan modal Rp.150.000,-
·
Rencana
Bapak Amin dan Ibu Inah serta anggota lainnya dicantumkan ke dalam formolir DUK-1 oleh pengurus kelompok dengan
bimbingan dan pendamping.
3.
DUK-l
tersebut diproses mulai dari musyawarah LKMD sampai pengesahan camat dan
pencairan dana ke BRI unit desa oleh pengurus. Setelah dana cair langsung
disalurkan kepada anggota sesuai dengan usulan yang mereka ajukan (DUK-l).
4.
Pada
pelaksanaan/kegiatan usaha yang dibiayai IDT, pendamping harus benar-benar
membantu mereka dari mulai pengadaan bahan baku, proses produksi, dan terutama
dalam pemasarannya.
5.
Misalnya
untuk produk kerajinan, pendamping
berusaha menjadi penghubung dengan pasar, penyalur, atau penampung sehingga
memudahkan pemasaran produk yang dihasilkan.
6.
Setelah
diberi tenggang waktu (tergantung jenis usahanya), anggota kelompok diwajibkan
menyisihkan sebagian dari hasil usahanya sebagai tabungan bendahara kelompok.
Besarnya disepakati
bersama pada musyawarah kelompok.
Dengan demikian, dana IDT akan tetap
menjadi milik kelompok yang dapat berkembang besar untuk memenuhi kebutuhan
permodalan. Bila dana sudah memadai maka disalurkan kembali kepada anggota kelompok lainnya yang memerlukan
sebagai modal usahanya. Setiap anggota yang membuka usaha wajib membuat catatan
harian, atau pembukuan sederhana lengkap dengan bukti-bukti pendukungnya setiap hari kerja secara tertip waktu dan tertip
transaksi, yang menggambarkan pengeluaran dan penerimaan sebenarnya, sehingga
dapat dinilai untung ruginya secara tepat pula.
Untuk kepentingan ini para
pendamping/pembimbing perlu memberi petunjuk, bagaimana membuat atau menyusun
bentuk catatan/pembukuan sederhana yang mudah dipahami dan dilaksanakan oleh
anggota kelompok yang rata-rata hanya berpendidikan tamat/putus sekolah dasar, dan kurang paham
tentang administrasi. Bila hal ini tidak dilakukan, maka
besar kemungkinan pencatatan dilakukan hanya pada awalnya saja, tetapi kemudian
mengabaikannya dan kemabali pada cara tradisional yang hanya dengan cara mengingat-ingat saja. Tentu dengan cara
demikian data-data laporan yang disampaikan/dilaporkan ke tingkat atas, tidak
akurat/tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, akan menyulitkan evaluasinya.
Oleh karena itu, pemantauan/pengawasan oleh pendamping secara
rutin sangat diperlukan. Dari catatan harian/pembukuan
sederhana anggota kelompok, pengurus merekapitulasinya untuk disajikan dalam
formolir PK (Pelaporan Kegiatan) sebagai bahan laporan kepada LKMD.Kegiatan-kegiatan
dalam kelompok harus dikelola secara koperatif, menggunakan prinsip-prinsip
koperasi. Tiap anggota, ikut bertanggung jawab, saling mempercayai, dan
melayani. Dengan kesungguhan dan kerja sama antarsemua pihak yang terkait
program IDT, maka program ini akan berhasil dan mengena pada sasaran dan
tujuannya untuk mengangkat derajat masyarakat miskin menjadi masyarakat yang
lebih sejahtera.
B.Hakikat
dan Makna Program IDT
Bahwa Program IDT mengandung tiga pengertian dasar :
1.
Sebagai pemicu dan pemacu gerakan nasional penanggulangan kemiskinan;
- Strategi dalam pemerataan
dan penajaman program pembangunan;
- Upaya pengembangan ekonomi
rakyat.
Pada tingkat
kelompok sasaran, program IDT bertujuan untuk :
- pemberdayaan
masyarakat,
- mendorong perubahan
struktur masyarakat, dan
- membangun kapasitas
masyarakat (capacity building) melalui
- pengembangan,
peningkatan dan pemantapan kondisi sosial ekonomi.
Sebagai satu gerakan yang sifatnya Nasional, program IDT memberikan
peluang bagi berbagai pihak untuk memberikan dukungan dalam upaya menanggulangi
kemiskinan.
Keberhasilan program IDT mewujudkan kesejahteraan seluruh anggota
masyarakat ditentukan oleh adanya :
1.
Motivasi penduduk miskin itu sendiri untuk merubah nasibnya sendiri;
- Dukungan aparat
perencanaan dan pelaksanaan yang penuh dedikasi dalam penanggulangan kemiskinan;
- Peran serta aktif
berbagai pihak baik Perguruan Tinggi, organisasi kemasyarakatan, pers,
maupun unsur masyarakat lainnya yang mendorong dan menunjang keberhasilan
program.
Dukungan berbagai pihak dalam pelaksanaan program IDT bertalian erat
dengan, upaya untuk memadukan gerak langkah semua instansi dan lembaga
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, serta mengembangkan kelembagaan yang
akomodatif untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Keseluruhan
gerak langkah itu diarahkan, untuk mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan
kehidupan ekonomi penduduk miskin melalui, peningkatan berbagai kegiatan
pembangunan di desa-desa tertinggal dan
penyediaan bantuan khusus.
Sebagai suatu strategi pembangunan terkandung moral pembangunan bahwa pembangunan,
dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, adanya pemihakan kepada penduduk
miskin di desa tertinggal, serta terselenggaranya koordinasi program
pembangunan prasarana dan sarana yang diarahkan untuk membuka keterisolasian,
dan meningkatkan peran serta dan produktivitas rakyat dalam kegiatan sosial
ekonomi.
Program IDT adalah upaya pembangunan moral melalui :
1. peningkatan
kesadaran,
2. kemauan,
3. tanggung jawab,
4. rasa kebersamaan,
5. harga diri dan
Percaya Diri (PD) masyarakat.
Aparatur pemerintah dituntut untuk semakin, peka, peduli dan tanggap,
terhadap permasalahan pembangunan sehingga dapat memberikan pelayanan dan
pengayoman kepada masyarakat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat.
Indikator
Keberhasilan
Mengenai
indikator keberhasilan yang dapat dipakai untuk mengukur pelaksanaan program
IDT antara lain adalah :
- Berkurangnya jumlah
penduduk miskin;
- Berkembangnya usaha
peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia;
- Meningkatnya kepedulian
warga masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin
dilingkungannya;
- Meningkatnya
kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha
produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin
rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi
kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat.
B.Sebab-sebab Kegagalan IDT
Sekarang ini program IDT tidak
berlanjut, atau dapat dikatakan gagal alias “tutup buku”.
(1) Karena pada pelaksanaannya tidak
mengikuti berbagai mekanisme yang disebutkan diatas.
(2) Disamping, aparat pemerintah
daerah tidak mensosialisasikan program ini secara mendalam kepada kolompok penerima dana IDT tersebut.
(3) Juga tidak berfungsinya tugas
para pendamping/pembina di pedesaan.
(4) Malahan oleh sebagian besar para
penerima sumbangan bantuan IDT itu berpendapat,
seolah-olah merupakan bantuan/sumbangan pemerintah, sebagai biaya konsumsi, maka tamatlah riwayat
Program IDT dan tidak terdengar lagi.
Inilah suatu kegagalan pemerintah
dalam upaya memberantas kemiskinan di desa tertinggal oleh beberapa alasan
seperti aparat di daerah sebagai ujung
tombak pelaksanaan IDT kurang/tidak memahami mekanisme yang telah diatur dalam program
tersebut. Mungkin karena dianggap program mendadak yang segera harus dijalankan
tanpa mendapat pengarahan terlebih dahulu tentang mekanismenya secara intensif kepada para pelaksana
lapangan. Petugas mengira, dengan menyerahkan bantuan IDT kepada desa, maka dianggap
tugasnya telah selesai.
Para pendamping yang seharusnya
berfungsi membimbing kelompok miskin, juga tidak berjalan, malahan tanpa
pendamping. Kurangnya pemahaman para kelompok miskin tentang tujuan pemanfaatan
dana yang diterimanya, sehingga dipergunakan untuk konsumsi semata. Tidak berfungsinya sistem pelaporan yang seharusnya
dilaksanakan mulai kelompok penerima, desa, camat, bupati, gubernur hingga
pusat, seperti yang disyaratkan dalam Program IDT tersebut, sehingga tidak
diketahui dengan jelas manfaat dari bantuan dana tersebut. Pemerintah pada
akhirnya cuek saja atas program ini, dan dibiarkan berlalu dan akhirnya
dilupakan bigitu saja.
(Sayonara IDT). Triliunan
rupiah dana yang telah dikeluarkan Negara akhirnya sia-sia, dan orang miskin
tetap miskin. Ini salah siapa? Program IDT ini akhirnya dianggap oleh petugas
lapangan sebagai tugas bagi-bagi uang; begitu uang disampaikan kepada kepala
desa/kelurahan, berarti tugasnya telah rampung dan tidak ada beban lagi
baginya. Sedang pada pihak penerima dana
IDT menganggap sebagai mendapatkan setitik air untuk menghilangkan
dahaganya di gurun pasir, tanpa beban
apapun juga.
Akhirnya Program
IDT GAGAL TOTAL
Pertanyaannya :Kini muncul
Wajah Baru namanya the Millennium
Development
Goals, apakah akan senasib serupa dengan
Program IDT?
Kita
tunggu perkembangannya hingga Tahun 2015. Ini adalah PR untuk
Pemerintah
Indonesia.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
–Telp.0274.588160
– HP.082135680644-Jogjakarta.
Email
: saj_jacob1940@yahoo.co.id
Blog : sajjacob.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.