SENGKETA
PULAU PASIR
RABU, 17 SEP
2008, | 602
Tuntutan Kepemilikan Pulau Pasir
(Ashmoro Reef)
Oleh : Yanto
M.P. Ekon, SH, M.Hum
Akhir-akhir
ini Pemerintah Australia sering melakukan penangkapan terhadap para nelayan
Indonesia karena mereka dituduh melakukan penangkapan ikan secara ilegal
(illegal fishing) di wilayah perairan sekitar Pulau Pasir yang
merupakan...Pulau Pasir yang oleh orang Rote disebut ”Nusa Solokaek“ merupakan
salah satu pulau yang terletak di sebelah Selatan Pulau Rote dengan jarak
kurang lebih 78 mil laut. Pulau ini telah dijadikan tempat untuk mencari nafkah
oleh nelayan Indonesia, khususnya asal Rote kurang lebih sejak 500-an tahun
yang lalu, bahkan terdapat pula orang Rote yang meninggal dan dikuburkan di
pulau tersebut. Namun akhir-akhir ini Pemerintah Australia sering
melakukan penangkapan terhadap para nelayan Indonesia karena mereka dituduh
melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di wilayah perairan
sekitar Pulau Pasir yang merupakan bagian dari wilayah kedaulatan
Australia.
Harian Timor
Express 12 Juli 2006 memberitakan bahwa nelayan Indonesia khususnya yang
berasal dari NTT yang tertangkap melakukan penangkapan ikan secara ilegal di
perairan laut Australia dan telah dideportasi dari Darwin, melalui Bandara El
Tari Kupang selama tahun 2006 telah berjumlah 1414 orang. Jumlah ini
bukanlah jumlah yang sedikit bahkan jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Pemerintah Australia
menunjukkan angka yang cenderung meningkat.
Kondisi ini
telah mendorong tokoh-tokoh intelektual NTT untuk memperjuangkan hak-hak
nelayan Indonesia dalam hal ini melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan
sekitar Pulau Pasir.
Salah satu
tokoh intelektual tersebut tidak lain adalah Dr. Yusuf Leonard Henuk yang
memperjuangkan hak nelayan Indonesia dalam melakukan penangkapan ikan di
wilayah perairan sekitar Pulau Pasir dengan cara menerbitkan semua tulisannya
di media cetak dan media internet terkait Pulau Pasir dalam buku berjudul:
”Pulau Pasir: Nusa Impian Orang Rote – Pasir Island: Dream Island of Rotenese
People“ (ISBN: 978-979-16445-7-0).
Penulis
ditunjuk untuk membedah buku ini dari aspek hukum internasional dalam acara
bedah buku ini yang telah dilaksanakan di Badan Perpustakaan Provinsi NTT pada
tanggal 15 September 2008 (Yusuf L. Henuk: “Tesis, Buku, Laut Timor dan Pulau
Pasir“, Timor Express, 5 Agustus 2008: 4; “Ada Bukti Historis di Pulau Pasir –
Bedah Buku: “Pulau Pasir: Nusa Impian Orang Rote”,
Timor
Express, Selasa, 16 September 2008: 1 & 7).
Penerapan
kedaulatan Australia atas Pulau Pasir sampai dengan sekarang ini tidak pernah
dipermasalahkan oleh Pemerintah RI, bahkan RI secara terang-terangan mengakui
Pulau Pasir berada dalam kedaulatan atau milik Australia melalui pembentukan
dan pelaksanaan MoU 1974 tentang penangkapan ikan oleh nelayan tradisional
Indonesia di zona perikanan eksklusif dan landas kontinen Australia.
Pihak yang selalu mempermasalahkkedaulatan/kepemilikan Australia atas Pulau
Pasir antara lain Komite Nasional Pulau Pasir (KNPP) dan Kelompok Kerja (Pokja)
Celah Timor dan Pulau Pasir, termasuk di dalamnya adalah seorang pakar ilmu
peternakan dari Universitas Nusa Cendana, Dr. Yusuf Leonard Henuk (penulis buku
yang dibedah ini). Dasar tuntutan kepemilikan Pulau Pasir oleh KNPP dan
Pokja Celah Timor dan Pulau Pasir sesuai yang dipaparkan dalam buku yang
dibedah ini, antara lain:
(1) Surat
Register Gubernur Jenderal VOC tahun 1751 yang membuktikan bahwa Gugusan Pulau
Pasir sudah 400 tahun lampau dikelola oleh orang Rote, NTT,
(2) Nelayan
Indonesia telah ratusan tahun mencari ikan, tripang dan biota laut lainnya di
sekitar Pulau Pasir,
3) Kuburan
orang Rote yang berada di Pulau Pasir sebanyak 161 buah,
(4) Pulau
Pasir milik Kerajaan Rote dan sejak abad 15 sudah berada dibawah pengelolaan
Hindia Belanda. Hal ini dapat dibuktikan melalui prasasti Raja Thie ke-5 (FoE
Mbura: 1729-1746) di Pulau Pasir yang dibuat pada saat raja ini terdampar di
pulau tersebut pada tahun 1729,
(5) Kedekatan
wilayah Pulau Pasir dengan Rote, Indonesia (78 mil laut), sedang jarak dari
Pantai Barat Australia sejauh 190 mil,
(6) Keputusan
Mahkamah Internasional tentang sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan yang
memenangkan Malaysia, karena penduduk Malaysia terbukti melakukan aktivitas
secara berkelanjutan di kedua pulau tersebut.
Pada umumnya,
arah perjuangan masyarakat NTT atas Pulau Pasir sebagaimana yang terbaca dalam
buku ini tidak tepat dan saya berada pada posisi yang berseberangan jauh dengan
mereka (termasuk dengan penulis buku ini) jika diarahkan pada perjuangan untuk
memiliki kedaulatan atas Pulau Pasir oleh Indonesia sebab Indonesia tidak
memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengklaim pulau tersebut.
Catatan
Penulis :
Dasar
Hukumnya adalah Hukum Adat Hak Ulayat
Masyarakat Suku Rote, atas Pulau Pasir jauh sebelum Pelaut Portugis
Antonio Pigafetta rombongan Magelhans menemukan pulau Rote tahun 1522, (Sejarah
NTT)………
Wujud
perjuangan atau tuntutan yang paling tepat adalah tuntutan untuk melakukan
amandemen terhadap Memorandum of Understanding (MoU) 1974 antara Pemerintah
Indonesia dan Australia mengenai penangkapan ikan oleh nelayan tradisional
Indonesia di zona perikanan eksklusif dan landas kontinen
Australia.
Penulis BLOG ini telah melakukan suatu terobosan yang baik
sekali dalam salah satu tulisan bersama kelompoknya (Kelompok Pencari Keadilan
bagi Orang Timor dan Orang Rote di Laut Timor) yang telah dipresentasikan
di Konferensi Warisan Otoritarianisme Demokrasi dan Tirani Modal di FISIP UI, 5
– 7 Agustus 2008, berjudul: “MoU 1974
(Indonesia –
Australia): Warisan Otoritarianisme Indonesia di Laut Timor yang Merugikan
Orang Timor dan Orang Rote di Provinsi Nusa Tenggara Timur“.
Ketentuan MoU
tersebut yang perlu diamandemen adalah ketentuan yang menetapkan larangan bagi
nelayan tradisional Indonesia untuk mengambil air tawar, melakukan penangkapan
penyu dan telur-telurnya serta larangan penangkapan burung dan telur-telurnya
disekitar perairan laut atau pantai Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketentuan
mengenai semua larangan tersebut justru bertentangan dengan hak tradisional
nelayan Indonesia yang menurut hukum kebiasaan internasional yang kemudian
dikodifikasi dalam Pasal 51 Konvensi Hukum Laut PBB (The United Nations
Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) 1982 wajib memperoleh penghormatan dan
perlindungan dari Pemerintah Australia meskipun wilayah Pulau Pasir dan
sekitarnya tunduk di bawah kedaulatan Australia.
(Artikel yang
lengkap -- Tambahan dari Penulis).
Article 51
Existing
agreements, traditional fishing rights
and existing
submarine cables
1. Without
prejudice to article 49, an archipelagic State shall respect existing
agreements with other States and shall recognize traditional fishing rights and
other legitimate activities of the immediately adjacent neighbouring States in
certain areas falling within archipelagic waters. The terms and conditions for
the exercise of such rights and activities, including the nature, the extent and
the areas to which they apply, shall, at the request of any of the States
concerned, be regulated by bilateral agreements between them. Such rights shall
not be transferred to or shared with third States or their nationals.
2. An
archipelagic State shall respect existing submarine cables laid by other States
and passing through its waters without making a landfall. An archipelagic State
shall permit the maintenance and replacement of such cables upon receiving due
notice of their location and the intention to repair or replace them (Penulis).
Apalagi
penulis buku ini telah mengangkat adanya ketentuan universal baru dalam bukunya
juga bahwa kini telah berlaku Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang
Hak-hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous
Peoples) yang telah berlaku sejak 13 September 2007 yang menjamin hampir semua
masyarakat adat di dunia untuk dapat mengklaim wilayah daratan dan wilayah
kelautan yang telah lama mereka diami jauh sebelum para penjajah datang menjajah
dan mencaplok wilayah-wilayah mereka.
Apabila
Australia menolak untuk melakukan amandemen terhadap MoU 1974, maka terdapat
dua kemungkinan yang harus ditempuh oleh Pemerintah Indonesia, yakni :
---Menarik
kembali MoU RI-Australia 1974 atau
---Mengajukan
persoalan tersebut kepada Mahkamah Internasional (International Court of
Justice) atau Mahkamah Hukum Laut Internasional (International Tribunal For The
Law Of The Sea).
Jika
pengakhiran MoU yang ditempuh Indonesia, maka akibat hukumnya, MoU 1974 ini
menjadi berakhir dan hak nelayan Indonesia dikembalikan kepada kedudukan
sebelumnya yakni seperti yang dilakukan nenek moyang Indonesia sejak ratusan
tahun yang silam. Sebaliknya jika persoalan ini di bawah ke salah satu
peradilan internasional, maka hak nelayan Indonesia di sekitar Pulau Pasir
memiliki peluang untuk dipulihkan kembali sebab kewajiban penghormatan terhadap
hak nelayan tradsional secara turun-temurun telah memperoleh pengakuan secara
yuridis dalam UNCLOS 1982 maupun Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang
Hak-hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous
Peoples) yang telah berlaku sejak 13 September 2007.
Selamat
kepada Dr. Yusuf Leonard Henuk yang membidangi ilmu peternakan di Unversitas
Nusa Cendana, tetapi telah berhasil menerbitkan buku ini di luar bidang ilmunya
untuk dipresembahkan khusus kepada masyarakat nelayan tradisional Rote Ndao
untuk mereka gunakan dalam merebut hak adat mereka di Gugusan Pulau Pasir yang
telah lama dicaplok oleh Australia.
Penulis :
Dosen Hukum Internasional, FH UKAW, Kupang
pENULIS : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.