alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 03 Maret 2015

BENTUK PENYELESAIAN PERSENGEKETAAN INTERNASIONAL

30 September 2014 - dalam HUKUM INTERNASIONAL Oleh devi-anggraini-fisip12
Dewasa ini perkembangan dunia semakin menunjukkan kompleksitas yang signifikan, tidak hanya berbicara mengenai hal-hal yang positif dalam hubungan bernegara tetapi hal-hal negatif seperti adanya persengketaan juga menjadi urusan yang diatur baik dalam hukum nasional dan hukum internasional.
Tidak sedikit daftar kasus sengketa yang telah dan masih terjadi diantara negara-negara. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kepentingan masing-masing negara yang menjadi latar belakang tindakan represif negara terhadap negara lain. Peneyelesaian persengketaan dapat memperlihatkan bukti efektivitas penerapan hukum internasional serta memperlihatkan peranan PBB sebagai salah satu institusi yang autoritatif dalam mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia. Dalam hukum internasional tidak dinyatakan secara jelas mengenai metode apa yang disebut sebagai cara-cara damai. Oleh karena itu, dalam hukum internasional terdapat berbagai cara untuk mengakomodasi keinginan dari negara-negara sekaligus sebagai bentuk fleksibilitas dari hukum internasional (Thontowi & Jawahir, 2006: 223).
Merrills dalam Thontowi dan Jawahir (2006) memahami persengketaan sebagai terjadinya perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau objek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan dipihak lainSengketa internasional mencakup sengketa antar negara dan negara, negara dan individu, negara dan korporasi asing serta masih banyak lagi.
Hukum internasional mengatur sengketa internasional dengan tujuan agar sengketa tersebut dapat diselesaikan sedini mungkin dan dengan cara yang jujur dan adil. Istanto (2010: 121-122), pengaturan penyelesaian sengketa dalam hukum internasional tertuang dalam hukum kebiasaan internasional, dalam Konvensi Den Haag I tahun 1899 dan 1907 tentang penyelesaian sengketa secara damai serta Piagam PBB yang menetapkan pembentukan organisasi internasional dengan tujuan mempermudah penyelesaian sengketa negara secara damai. Pada dasarnya terdapat dua cara penyelesaian persengketaan internasional yakni penyelesaian secara damai dan penyelesaian dengan  kekerasan.
Menurut Istanto (2010: 122-136), penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan dengan beberapa cara yang 
pertama dengan negosiasi, penyelesaian yang dilakukan melalui usaha penyesuaian pendapat antara pihak-pihak yang bersengketa secara bersahabat.
Cara kedua adalah dengan pengawasan PBB yang memiliki peranan dalam penyelesaian sengketa melalui penyelesaian secara politik atau secara hukum dengan memberikan rekomendasi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk penyelesaian secara
damai. Ketiga, penyelesaian sengketa melalui arbitrasi yakni penyelesaian dengan
mengajukan sengketa kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak yang bersengketa untuk memutuskan sengketa itu tanpa harus memperhatikan ketentuan hukum secara terikat. Cara damai yang terakhir yakni melalui peradila internasional.
Apa yang dimaksud dengan peradila internasional adalah penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh badan peradilan internasional yang dibentuk secara teratur (Mahkamah Internasional). bentuk penyelesaian sengeketa internasional selanjutnya adalah dengan menggunakan kekerasan. Penyelesaian sengeketa dengan kekerasan adalah peneyelesaian sengketa dengan mengunakan sarana pemaksa. Sarana tersebut dapat berupa perang dan pertikaian senjata bukan perang, retorsi, pembalasan, blokade damai dan intervensi.
Berdasarkan Pasal 38 Ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice), menerapkan bahwa sumber hukum internasional yang digunakan oleh mahkamah dalam mengadili perkara-perakara yaitu
(1) traktat-traktat internasional,
(2) kebiasaan internasional, yang terbukti dari praktek umum telah terima sebagai hukum,
(3) prinsip-prisip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab, dan
(4) keputusan-keoutusan pengadilan dan ajaran para sarajana yang terkemuka dari berbagai sumber tambahan untuk menetapkan aturan kaidah hukum (Starke, 2014: 43).
Mahkamah internasional merupakan organisasi PBB yang memiliki wewenang untuk mengadili sengketa antar negara. mahkamah internasional berkedudukan di Den Haag-Belanda, yang mana mempunyai susunan struktur yang terdiri dari 15 hakim yang mewakili kebangsaan berbeda dan dipilih oleh oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Biasanya mahkamah bersidang dengan 11 anggota tidak termasuk hakim-hakim ad hoc. Mahkamah memiliki ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan tga tahun dan dapat dipilih kembali. Selain itu Mahkamah juga mengangkat panitera dan pegawai-pgawai lain yang dianggap perlu. Adapun bahasa-bahasa resmi yang digunaka menurut Pasal 39 Statuta, yaitu Perancis dan Inggris (Abdulkarim, 2006: 124).
Adapun demikian Istanto (2010: 134-135) menjelaskan tentang mekanisme penyelesaian sengeketa melalui mahkamah internasional dikatakan hanya dapat diminta oleh negara dalam persengketaannya dengan negara lain. Pemeriksaan perkara oleh Mahkamah Internasional dilakukan dengan pemeriksaan naskah dan pemeriksaan lisan.
Pemeriksaan  naskah dilakukan dengan memeriksa tuntuutan dan sanggahan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang bersengketa, dan dokumen-dokumen. Pemeriksaan lisan dilakukan dengan mendengarkan keterangan para saksi, pakar, agen yang diajukan oleh negara  bersengketa.
Mahkamah Internasional memutuskan berdasarkan hukum, dimana keputusan Mahkamah Internasional ditetapkan berdasarkan suara mayoritas hakim yang hadir. Bila suara hakim yang hadir yang menyetujui dan yang menolak keputusan berjumlah sama maka keputusan Mahkamah Internasional ditentukan oleh pendapat Presiden Mahkamah Internasional. Permohonan nasihat langsung kepada Mahakmah Internasional ialah Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB. Setelah permohonan tertulis itu disampaikan kepada Mahkamah, panitera Mahkamah memberitahukan permohonan itu kepada negara-negara yang berhak berpekara di hadapan mahkamah.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa penyelesaian sengketa melalui cara damai dapat dilakukan dengan cara salah satunya dengan penggunaan arbitrasi. Thontowi dan Jawahir (2006: 231) mengatakan arbitrasi merupakan metode penyelesaian sengketa yang dapat dipergunakan secara ad hoc sebagaimana konsiliasi ketika persengketaan muncul.
Secara tradisional arbitrasi digunakan bagi persoalan-persoalan hukum, yaknni persengketaan mengenai perbatasan dan wilayah merupakan persoalan yang paling sering dijadikan objek arbitrasi. Penyerahan penyelesaian persengketaan kepada arbitrasi dapat dilakukan dengan menetapkannya dalam perjanjian internasional antar negara yang  bersangkutan.
Dalam perjanjianinternasional itu diatur pokok sengeketa yang dimimtakan arbitrasi, penunujukkan tribunal arbitrasi, batas wewenang arbitarsi, prosedur arbitrasi dan ketentuan yang diajdikan dasar pembuatan keputusan arbitasi. Tribunal arbitrasi dapat terdiri dari satu atau lebih arbitrator yang merupakan pilihan atau ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa. Batas wewenang tribunal arbitrasi ditentukan oleh negara-negara bersangkutan dalam perjanjian arbitarsinya (Istanto, 2010: 126-128).
            Sengketa internasional mencakup sengketa antar negara dan negara, negara dan individu, negara dan korporasi asing, serta antar negara dan kesatuan kenegaraan bukan negara. Hukum internasional mengatur sengketa internasional dengan tujuan agar sengketa tersebut dapat diselesaikan sedini mungkin dan dengan cara yang jujur dan adil.
Pengaturan penyelesaian sengketa dalam hukum internasional itu tertuang dalam hukum kebiasaan internasional, dalam Konvensi Den Haag tahun 1899 dan 1907 tentang penyelesaian sengketa secara damai serta PBB. Piagam ini menetapkan pembentukan organisasi internasional yang dimaksudkna untuk mempermudah penyelesaian sengketa secara damai.

REFERENSI
Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Grafindo Media Utama
Istanto, Sugeng. 2010. Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Starke, J.G. 2014. Pengantar Hukum Internasional (terj. Bambang Iriana Djajaatmadja,Intrroduction to International Law). Jakarta: Sinar Grafika
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: PT Refika Aditama

Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.