21 November 2014 - dalam ORGANISASI INTERNASIONAL Oleh devi-anggraini-fisip12
Organisasi
internasional ditujukan mempermudah negara anggota untuk mencapai
kepentingannya masing-masing. Beragam teori dalam hubungan internasional
menjelaskan peran organisasi melalui kacamata atau pandangan masing-masing,
yang mana memberi gambaran kepada penstudi untuk menganalisa sebuah fenomena.
Dua teori besar
dalam hubungan internasional yakni realis dan liberalis telah menawarkan
pandangan mereka terhadap organisasi internasional, di mana dua teori besar
tersebut memberikan poin-poin yang saling bertolak belakang satu sama lain
dalam menjelaskan satu fenomena atau objek.
Tidak lagi relevan
apabila dewasa ini menjelaskan fenomena terutama eksistensi organisasi
internasional hanya melalui dua teori besar tersebut, karena pada faktanya
ruang lingkup organisasi mengalami revolusi signifikan yang memuat problematika
baru didalamnya. Oleh sebab itu, untuk menjawab problematika baru yang notabene
lebih kompleks maka dibutuhkan pendekatan lain sebagai teori alternatif yang
mampu memberikan penjelasan secara rigid.
Teori principal-agent adalah suatu
teori yang banyak digunakan dalam berbagai kajian penelitian dalam ranah
ilmu ekonomi. Pada artikelnya, Daniel dan Michael menjelaskan member government satau yang memiliki
modal menggunakan organisasi internasional yang berperan sebagai agen untuk
memainkan peranannya yang dapat memberikan keuntungan kepada member.
Kerangka dasarnya,member government sejak awal
telah menggagaskan kepentingan-kepentingannya yang akan dicapai oleh organisasi
internasional yang kemudian member harus mengikuti alur kerja organisasi
tersebut untuk mencapai kepentingan yang telah digagas sebelumnya (Daniel dan
Michael, 2003: 245). Sebuah organisasi dalam menjalankan kegiatannya umumnya
melibatkan adanya perjanjian atau dengan kata lain kontrak dalam kerjasama.
Dengan adanya
sebuah kerjasama yang melibatkan dua pihak atau lebih menempatkan salah satu
pihak sebagai pemilik sumber daya (principal) dan pihak lainnya sebagai pengelola sumber daya (agent). Dalam melakukan
kerjasama, pihak agentditugaskan oleh pihak principal untuk mengelola
sumber daya dengan se-efisien mungkin. Jensen dan
Meckling (1976)
dalam agency theory menjelaskan
bahwa tujuan principal menunjuk agentsebagai pelaksana
adalah agar dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan biaya se-efisien
mungkin.
Hubungan keagenan
adalah suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) mengikat orang
lain (agen) untuk melakukan layanan atas kehendak mereka, dengan mendelegasikan
kekuasaan beberapa pengambilan keputusan kepada agen. Adanya hubungan tersebut
keagenan antara prinsipal dan agen dalam mendelegasikan agen, maka menurut
Kiewiet dan McCubbins (1991) dalam artikelnya Daniel dan Michael (2003: 246),
prinsipal akan menemukan tiga spesifik problem atau menurut Copelovitch (2010)
hal ini disebut sebagai agency slack ketika mendelegasikan satu atau lebih agen.
Pertama, agen dapat
melakukan penyembunyian informasi dari prinsipal. Problem ini bisa juga disebut
sebagai asimetri informasi yakni ketika agen lebih mengetahui informasi
internal dibandingkan prinsipal sehingga akan mendorong terjadinya dysfunctional
behavior.
Kedua, agen dilihat dapat melakukan suatu tindakan tanpa
pengetahuan dari prinsipal atau disebut sebagai concealing actions, yang mana apabila
tindakan tersebut diketahui maka akan diberikan sanksi oleh prinsipal.
Ketiga, tidak menutup kemungkinan prinsipal akan
menghadapai Madison’s dillema, dilema tersebut diartikan sebagai pemberian otoritas
delegasi kepada agen yang menyebabkan adanya power di tangan agen, dan
sewaktu-waktu dapat digunakan oleh agen untuk menentang prinsipal. Hal tersebut
dijelaskan oleh Daniel dan Michael (2003) sebagai konsekuensi dimana
kepentingan antara prinsipal dan agen tidak akan pernah beriringan, sehingga
sering terjadi tumpang tindih kepentingan.
Untuk mengatasi
tiga problem yang telah dijelaskan diatas, prinsipal setidaknya mempunyai empat
alat untuk membantu mereka dalam menciptakan suatu sistem yang dapat memonitor
perilaku agen supaya bertindak sesuai dengan harapan.
Pertama, prinsipal dapat melakukan penyaringan dalam
merekrut agensi yang memiliki potensial. Seperti halnya metode screening and
selection, ditujukan untuk memperoleh agensi yang memiliki
kesamaan kepentingan dengan prinsipal.
Kedua, kewenangan prinsipal untuk memantau (monitoring) segala tindakan
yang diambil oleh agen.
Pelaksanaan monitoring dilakukan baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan mekanisme fire alarm
oversight.
Ketiga, prinsipal harus melakukan pengaturan pada kontrak
yang didalamnya memuat kredibilitas komitmen untuk penghukuman atau penghargaan
yang diberikan kepada agen. Alat terakhir yang harus digunakan prinsipal untuk
menanggulangi problem para agen adalah dengan mengadakan checks and balances yang pada
akhirnya dapat mengoptimalkan koordinasi kerja antara dua atau lebih agen
(Daniel dan Michael, 2003: 246).
Sebagai contoh
pendekatan prinsipal-agensi dalam organisasi internasional, Penulis
menggambarkan hubungan dua subjek tersebut dalam IMF (International
Monetery Fund). Beberapa tahun belakangan ini, penstudi hubungan
internasional telah secara signifikan mengubah pendekatan prinsipal-agensi ke
studi organisasi internasional pada umumnya, dan khususnya pada IMF.
IMF memiliki member-states dengan kata
lain pemegang saham sekaligus berperan sebagai formal prinsipal (shareholders) yang bertindak
melalui Executive Board. Perlu diketahui di dalam IMF bahwasannya ada
yang disebut sebagai voting power yang secara langsung merefleksikan proporsional
dalam kontribusi mereka dalam kuota IMF. Negara yang memiliki power yang besar
dalam voting yakni pemegang saham yang masuk dalam G5 (Amerika
Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, dan Perancis). Aturan dana dan norma-norma dalam pembuatan
keputusan berada di tangan G5 sebagaimana mereka mempunyai hak veto. Sebagai
organisasi internasional yang bertujuan untuk meminjamkan dana bagi
negara-negara yang membutuhkan, IMF jelas mempunyai staff atau karyawan yang
mana peran mereka pada pendekatan ini dianggap sebagai agen.
Negara-negara yang
termasuk dalam G5 memegang otoritas tinggi dalam memuat kebijakan IMF,
akan tetapi mereka juga mempunyai substansi otoritas yang telah didelegasikan
kepada mereka yakni karyawan birokratis yang terdiri dari 2.400 agen dengan spesifikasi
profesional seperti ekonom dan akuntan. Mereka sebagai agen dari member-states dalam IMF harus
melakukan negosiasi, merancang, dan mengajukan proposal pinjaman kepada Executive Board (Copelovitch,
2010: 55-56).
Pendekatan
prinsipal-agensi bukan merupakan teori asli dalam studi hubungan internasional,
teori ini diinduksikan dari teori mikroekonomi. Kendati demikian, teori ini
berhasil mendeskripsikan hubungan-hubungan antara prinsipal dan agen dalam
organisasi internasional yang masuk dalam ranah studi hubungan internasional.
Asumsi dasar yang diberikan di teori ini bahwasannya seorang agen pasti
mengejar kepentingan mereka sendiri, yakn subjek yang diberikan tugas oleh
prinsipal.
Oleh sebab itu,
prinsipal harus mengkontrol apara agennya yang tidak menutup kemungkinan
terjadi agency slack (Copelovitch, 2010: 55). IMF merupakan
organisasi internasional besar yang bertanggung jawab dalam mengatur sistem
finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggota untuk membantu
masalah keseimbangan neraca keuangan. Berdasarkan teori prinsipal-agensi, teori
tersebut mampu menjelaskan aktor yang bermain dalam IMF serta mekanisme
didalamnya. Sebagaimana hadir G5 yakni pemegang saham terbesar dan berlaku sebagai
prinsipal, serta susunan birokrasi atau staff yang bekerja
didalamnya berperan sebagai agen.
REFERENSI
Daniel, L. Nielson
dan Michael, Tierney. 2003. Delegation to International Organization: Agency
Theory and World Bank Environmental Reform. International Organization 57, hal.
241-276
Jensen, Micahel C.
Dan William, H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Menagerial Behavior,
Agency Costs and Ownership Structure”, dalam Journal of Financial
Economies. Harvard University Press, 3(4), hal: 305-360
Copelovitch, Mark
S. 2010. Master or Servant? COmmon Agency and The Political Economy of IMF
Lending. International Studies Quarterly 54 (1), hal. 49-77
Penulis : Drs.Simon
Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.