alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 03 Maret 2015

PENDEKATAN PRINSIPAL-AGENSI DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

 
21 November 2014 - dalam ORGANISASI INTERNASIONAL Oleh devi-anggraini-fisip12

Organisasi internasional ditujukan mempermudah negara anggota untuk mencapai kepentingannya masing-masing. Beragam teori dalam hubungan internasional menjelaskan peran organisasi melalui kacamata atau pandangan masing-masing, yang mana memberi gambaran kepada penstudi untuk menganalisa sebuah fenomena.
Dua teori besar dalam hubungan internasional yakni realis dan liberalis telah menawarkan pandangan mereka terhadap organisasi internasional, di mana dua teori besar tersebut memberikan poin-poin yang saling bertolak belakang satu sama lain dalam menjelaskan satu fenomena atau objek.
Tidak lagi relevan apabila dewasa ini menjelaskan fenomena terutama eksistensi organisasi internasional hanya melalui dua teori besar tersebut, karena pada faktanya ruang lingkup organisasi mengalami revolusi signifikan yang memuat problematika baru didalamnya. Oleh sebab itu, untuk menjawab problematika baru yang notabene lebih kompleks maka dibutuhkan pendekatan lain sebagai teori alternatif yang mampu memberikan penjelasan secara rigid.
Teori principal-agent adalah suatu teori yang  banyak digunakan dalam berbagai kajian penelitian dalam ranah ilmu ekonomi. Pada artikelnya, Daniel dan Michael menjelaskan  member government satau yang memiliki modal menggunakan organisasi internasional yang berperan sebagai agen untuk memainkan peranannya yang dapat memberikan keuntungan kepada member.
Kerangka dasarnya,member government sejak awal telah menggagaskan kepentingan-kepentingannya yang akan dicapai oleh organisasi internasional yang kemudian member harus mengikuti alur kerja organisasi tersebut untuk mencapai kepentingan yang telah digagas sebelumnya (Daniel dan Michael, 2003: 245). Sebuah organisasi dalam menjalankan kegiatannya umumnya melibatkan adanya perjanjian atau dengan kata lain kontrak dalam kerjasama.
Dengan adanya sebuah kerjasama yang melibatkan dua pihak atau lebih menempatkan salah satu pihak sebagai pemilik sumber daya (principal) dan pihak lainnya sebagai pengelola sumber daya (agent). Dalam melakukan kerjasama, pihak agentditugaskan oleh pihak principal untuk mengelola sumber daya dengan se-efisien mungkin. Jensen dan
Meckling (1976) dalam agency theory menjelaskan 
bahwa tujuan principal menunjuk agentsebagai pelaksana adalah agar dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan biaya se-efisien mungkin.
Hubungan keagenan adalah suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) mengikat orang lain (agen) untuk melakukan layanan atas kehendak mereka, dengan mendelegasikan kekuasaan beberapa pengambilan keputusan kepada agen. Adanya hubungan tersebut keagenan antara prinsipal dan agen dalam mendelegasikan agen, maka menurut Kiewiet dan McCubbins (1991) dalam artikelnya Daniel dan Michael (2003: 246), prinsipal akan menemukan tiga spesifik problem atau menurut Copelovitch (2010) hal ini disebut sebagai agency slack ketika mendelegasikan satu atau lebih agen.
Pertama, agen dapat melakukan penyembunyian informasi dari prinsipal. Problem ini bisa juga disebut sebagai asimetri informasi yakni ketika agen lebih mengetahui informasi internal dibandingkan prinsipal sehingga akan mendorong terjadinya dysfunctional behavior.
Kedua, agen dilihat dapat melakukan suatu tindakan tanpa pengetahuan dari prinsipal atau disebut sebagai concealing actions, yang mana apabila tindakan tersebut diketahui maka akan diberikan sanksi oleh prinsipal.
Ketiga, tidak menutup kemungkinan prinsipal akan menghadapai Madison’s dillema, dilema tersebut diartikan sebagai pemberian otoritas delegasi kepada agen yang menyebabkan adanya power di tangan agen, dan sewaktu-waktu dapat digunakan oleh agen untuk menentang prinsipal. Hal tersebut dijelaskan oleh Daniel dan Michael (2003) sebagai konsekuensi dimana kepentingan antara prinsipal dan agen tidak akan pernah beriringan, sehingga sering terjadi tumpang tindih kepentingan.
Untuk mengatasi tiga problem yang telah dijelaskan diatas, prinsipal setidaknya mempunyai empat alat untuk membantu mereka dalam menciptakan suatu sistem yang dapat memonitor perilaku agen supaya bertindak sesuai dengan harapan.
Pertama, prinsipal dapat melakukan penyaringan dalam merekrut agensi yang memiliki potensial. Seperti halnya metode screening and selection, ditujukan untuk memperoleh agensi yang memiliki kesamaan kepentingan dengan prinsipal.
Kedua, kewenangan prinsipal untuk memantau (monitoring) segala tindakan yang diambil oleh agen.
Pelaksanaan monitoring dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan mekanisme fire alarm oversight.
Ketiga, prinsipal harus melakukan pengaturan pada kontrak yang didalamnya memuat kredibilitas komitmen untuk penghukuman atau penghargaan yang diberikan kepada agen. Alat terakhir yang harus digunakan prinsipal untuk menanggulangi problem para agen adalah dengan mengadakan checks and balances yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan koordinasi kerja antara dua atau lebih agen (Daniel dan Michael, 2003: 246).
Sebagai contoh pendekatan prinsipal-agensi dalam organisasi internasional, Penulis menggambarkan hubungan dua subjek tersebut dalam IMF (International Monetery Fund). Beberapa tahun belakangan ini, penstudi hubungan internasional telah secara signifikan mengubah pendekatan prinsipal-agensi ke studi organisasi internasional pada umumnya, dan khususnya pada IMF.
IMF memiliki member-states dengan kata lain pemegang saham sekaligus berperan sebagai formal prinsipal (shareholders) yang bertindak melalui Executive Board. Perlu diketahui di dalam IMF bahwasannya ada yang disebut sebagai voting power yang secara langsung merefleksikan proporsional dalam kontribusi mereka dalam kuota IMF. Negara yang memiliki power yang besar dalam voting yakni pemegang saham yang masuk dalam G5 (Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, dan Perancis). Aturan dana dan norma-norma dalam pembuatan keputusan berada di tangan G5 sebagaimana mereka mempunyai hak veto. Sebagai organisasi internasional yang bertujuan untuk meminjamkan dana bagi negara-negara yang membutuhkan, IMF jelas mempunyai staff atau karyawan yang mana peran mereka pada pendekatan ini dianggap sebagai agen.
Negara-negara yang termasuk dalam G5 memegang otoritas tinggi dalam memuat kebijakan IMF, akan tetapi mereka juga mempunyai substansi otoritas yang telah didelegasikan kepada mereka yakni karyawan birokratis yang terdiri dari 2.400 agen dengan spesifikasi profesional seperti ekonom dan akuntan. Mereka sebagai agen dari member-states dalam IMF harus melakukan negosiasi, merancang, dan mengajukan proposal pinjaman kepada Executive Board (Copelovitch, 2010: 55-56).
Pendekatan prinsipal-agensi bukan merupakan teori asli dalam studi hubungan internasional, teori ini diinduksikan dari teori mikroekonomi. Kendati demikian, teori ini berhasil mendeskripsikan hubungan-hubungan antara prinsipal dan agen dalam organisasi internasional yang masuk dalam ranah studi hubungan internasional. Asumsi dasar yang diberikan di teori ini bahwasannya seorang agen pasti mengejar kepentingan mereka sendiri, yakn subjek yang diberikan tugas oleh prinsipal.
Oleh sebab itu, prinsipal harus mengkontrol apara agennya yang tidak menutup kemungkinan terjadi agency slack (Copelovitch, 2010: 55). IMF merupakan organisasi internasional besar yang bertanggung jawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggota untuk membantu masalah keseimbangan neraca keuangan. Berdasarkan teori prinsipal-agensi, teori tersebut mampu menjelaskan aktor yang bermain dalam IMF serta mekanisme didalamnya. Sebagaimana hadir G5 yakni pemegang saham terbesar dan berlaku sebagai prinsipal, serta susunan birokrasi atau staff yang bekerja didalamnya berperan sebagai agen.
REFERENSI
Daniel, L. Nielson dan Michael, Tierney. 2003. Delegation to International Organization: Agency Theory and World Bank Environmental Reform. International Organization 57, hal. 241-276
Jensen, Micahel C. Dan William, H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Menagerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”, dalam Journal of Financial Economies. Harvard University Press, 3(4), hal: 305-360
Copelovitch, Mark S. 2010. Master or Servant? COmmon Agency and The Political Economy of IMF Lending. International Studies Quarterly 54 (1), hal. 49-77


Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.