Kapitalisme Global sebagai Penyebab Krisis Ekonomi Finansial
diposting oleh rinthania-kristi-fisip12 pada 18 June 2014
di Ekonomi Politik Internasional - 0 komentar
RINTHANIA KRISTI / 071211231007/EPI MINGGU KE-13
Topik : From Asian Crisis to US Crisis to What? Prospects in International Political Economy
di Ekonomi Politik Internasional - 0 komentar
RINTHANIA KRISTI / 071211231007/EPI MINGGU KE-13
Topik : From Asian Crisis to US Crisis to What? Prospects in International Political Economy
Dinamika sistem Politik Politik
Internasional adalah merupakan dinamika yang dinamis, disampaing
globalisasi yang mempengaruhinya. Globalisasi telah mendorong terjadinya
transformasi dalam berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi, politik,
sosial, maupun budaya. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
terhadap prospek berbagai aspek kehidupan yang diperkirakan oleh para
ahli dan pengamat melalui berbagai analisisnya terkait berbagai
perubahan yang terjadi dalam proses globalisasi, baik positif maupun
negatif. Frieden (2006) dalam tulisannya Global Capitalism Troubled
membahas permasalahan-permasalahan dalam globalisasi yang terfokus pada
globalisasi kapitalisme dan permasalahan finansial yang ditimbulkan
oleh globalisasi. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan lebih
banyak membicarakan tentang perdagangan bebas, tingkat suku bunga, kebijakan
moneter, pengangguran, dan inflasi. Hal-hal tersebut dinilai sebagai
akar dari terjadinya berbagai krisis ekonomi yang terjadi dari masa ke
masa. Persoalan pertama yang dihadapi dalam globalisasi adalah munculnya
gerakan anti-globalisasi. Peristiwa The Battle of Seattle pada
tahun 1999 adalah salah satu contohnya, dimana para demonstran
ramai-ramai melakukan demonstrasi di Seattle, yang mana bertepatan
dengan Third Ministerial Conference of World Trade Organization
(WTO). Mereka menuntut agar hak-hak asasi pekerja dan buruh dimasukkan
dalam agenda ekonomi tahunan konferensi WTO (Frieden,2006:458).
Selain itu aksi ini juga merupakan salah
satu bentuk protes terhadap hasil agenda WTO di Singapore pada tahun
1996 yang mana dianggap merugikan negara berkembang karena diterapkannya
aturan investasi yang semakin longgar. Third Ministerial Conference merupakan salah satu agenda WTO yang akan membahas perdagangan global dan membuat peraturan–peraturan yang mendukung free trade.
Pada awalnya konferensi ini dirumuskan untuk membahas pencarian pasar
baru untuk perdagangan, mengurangi proteksionisme negara terhadap
hasil-hasil pertanian dan jasa, merevisi tentang pengertian dari dumping, membuat standar mengenai buruh dan lingkungan untuk melakukan perdagangan (Frieden,2006:457).
Berbagai krisis ekonomi yang terjadi
dalam kapitalisme global diasumsikan oleh Robert Mundell (dalam Frieden,
2006) adalah diakibatkan oleh kerapuhan finansial dan ketidakmurnian
trinitas. Trinitas disini maksudnya antara lain: capital mobility, a stable exchange rate, dan monetary independence. “The
most globalized component of the international economy, finance, seemed
to be its weakest link, as the global finance system was hit by wave of
currency and banking crises” (Frieden,2006:460). Dapat dikatakan
bahwa didalam sistem keuangan global, komponen perekonomian dan
finansial merupakan hal yang paling rentan terhadap terjadinya suatu
krisis. Pemerintah didalam era ekonomi global harus mengkondisikan nilai
mata uangnya agar tetap stabil, akan tetapi mereka juga harus
menyesuaikan dengan kondisi domestiknya yang menuntut untuk dilaukannya
devaluasi mata uang (Frieden,2006:462).
Sedangkan Louis W Pauly mencoba
mengkarakteristikan krisis keuangan yang pernah terjadi di dunia ini.
Krisis yang terjadi pada akhir Perang Dunia II ini menunjukkan bahwa
krisis dapat menular dan sifatnya sepeti domino dimana ketika ada suatu
negara yang terjangkit krisis maka ia akan menulari partner dagangnya
dan begitu juga seterusnya (Pauly, 2008 : 247). Krisis juga dapat
disebabkan oleh hutang piutang dimana negara peminjam berusaha memajukan
perekonomiannya dengan cara berhutang ke negara lain atau ke institusi
terkait, dengan hutang tersebut diharapkan perekonomian negaranya dapat
tumbuh dan dapat mengembalikan hutang tersebut secara bertahap namun
yang sering kali di lupakan oleh negara adalah sistem pasar yang serba
bebas dan terbuka menjadikan tidak ada sesuatu hal yang pasti sehingga
tidak ada jaminan bahwa keadaan pasar akan terus stabil (Pauly, 2008 :
248). Selain itu, krisis juga lebih sering menjangkit negara – negara
baru. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa salah satu instrumen
kebijakan penting suatu negara dalam menghadapi krisis yang melanda di
dunia adalah berusaha mencegah krisis memasuki pasar mereka. Paska 1973,
kontrol kapitalisme semakin tidak efektif, bagi negara – negara
industri produksi mereka menjadi lambar dan cenderung usang.
Mereka
menjadi rentan terhadap korupsi politik serta menggangu investasi jangka
panjang di negara tersebut (Pauly, 2008 : 263). Sedangkan di negara
berkembang, mereka cenderung masih mengatur pasar seperti yang dilakukan
oleh Chili dimana ia memperhatikan kebijakan pajak dalam investasi
jangka pendek disana. Hal yang lebih ekstrem di lakukan Malaysia yakni
dengan mengintervensi pasar dengan cara – cara yang sangat kuno untuk
menghambat aliran dana keluar Malaysia. Hal ini mengakibatkan tidak
dibutuhkannya waktu yang relatif lama untuk menghadapi tekanan modal di
Chili dan Malaysia paska krisis berakhir, mereka juga tidak mengalami
tekanana dari pihak luar untuk kembali terlibat di dalam pasar global
(Pauly, 2008 : 263).
Selain itu, Krisis yang dialami oleh
negara negara dapat terjadi akibat pengeluaran yang melebihi anggaran,
impor yang berlebihan atau pembagunan negara yang bersumber pinjaman
dari pihak swasta tidak dapat di bayarkan (Pauly, 2008 : 264). Situasi
–situasi yang memungkinkan dilakukan pemerintah untuk menghadapi krisis
antara lain seperti peningkatan tingkat produksi. Ilikuiditas yang
sering kali dilakukan pemerintah adalah melakukan penyesuaian keadaan
internal terlebih dahulu akan tetapi jika negara tersebut justru
berhutang kepada pihak asing dan hutang tersebut dikurskan dalam mata
uang asing hal ini tidak akan menyelesaikan krisis yang dihadapi oleh
negara tersebut namun justru memperparah kondisi krisis karena adanya
inflasi dalam mata uang local suatu negara justru menaikkan nilai hutang
dalam mata uang asing (Pauly, 2008 : 264).
Ketika suatu negara yang
dilanda krisis memutuskan untuk berhutang kepada negara lain dan negara
tersebut tidak mampu membayar hutangnya maka negara yang dipinjami di
hadapkan pada 3 pilihan yang pertama krisis akan merajalela ke sistem
domestik mereka, pilihan yang kedua melakukan intervensi langsung kepada
negara yang mengalami krisis dan mengatasi krisis sampai ke akar –
akarnya dan yang terakhir mereka secara tidak langusng melakukan hal
yang sama melalui lembaga moneter lainnya (Pauly, 2008 : 266).
Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa
adanya perdagangan akan mendorong persamaan harga dan mengurangi
perbedaan faktor produksi diantara negara-negara tersebut (tanah, tenaga
kerja, tenaga kerja terampil, dan modal). Integrasi ekonomi inilah yang
kemudian mendorong meningkatnya investasi asing dari home country ke host country,
yang mana investasi dilakukan oleh firma dengan mencari daerah yang
memiliki upah rendah, peraturan yang longgar, dan pajak yang rendah.
Selain itu, Sejak tahun 1980an, krisis yang terjadi mampu menjatuhkan
sistem yang sedang terjadi di pasar dan IMF disini berupaya untuk berada
di antara keanarkian keuangan global dan pemerintahan global (Pauly,
2008 : 265).
Tujuan IMF saat krisis adalah untuk membantu memecahkan
ketakutan serta ketidakpercayaan para anggotanya di dalam pasar selain
itu IMF juga membantu menstabilkan dasar-dasar keuangan yang diperlukan
bagi ekonomi nasional suatu negara untuk menjadi lebih saling memiliki
ketergantungan dan lebih dapat dipercaya melalui adanya perluasan
perdagangan. IMF disini memiliki kedekatan yang cukup intens dengan
Amerika Serikat dimana Amerika adalah negara penyumbang dana terbesar di
IMF sehingga IMF mampu melakukan penyesuaian dengan menganjurkan
kebijakan yang lebih baik dan management resiko yang lebih baik di masa
yang akan datang dengan memaksakan kebijakan yang dapat diterima oleh
negara yang mengalami krisis (Pauly, 2008 : 266). Namun, apabila penulis
mengacu pada pendapat Stiglitz (2002) dalam mengelola dan menangani
sebuah krisis, membiarkan pasar untuk menyembuhkan dirinya sendiri
adalah sebuah kesalahan besar. Stiglitz melihat cara untuk menangani
krisis sama halnya dengan cara seorang dokter dalam menangani sebuah
penyakit ( Stiglitz, 2002 : 90). Diagnosa mengenai sebuah penyakit itu
sangat diperlukan sebelum menyimpulkan tindakan selanjutnya dalam proses
penyembuhan sebuah penyakit. Oleh karena itu, dapat digunakan cara yang
tepat dalam menyembuhkan pasin yang sakit. Begitu juga halnya yang
terjadi sebaliknya dengan krisis. Untuk menangani sebuah krisis, maka
diagnosa penyebab krisis harus dilakukan dahulu sebelum memberikan
kesimpulan. Dengan demikian, Stiglitz (2002) menentang cara pandang
rezim ekonomi neo-liberalisme internasional yang meyakini bahwa
penanganan krisis dapat dilakukan hanya dengan satu cara, tanpa perduli
apa penyebab dan dampak dari penanganan terhadap krisis tersebut (
Stiglitz, 2002 : 121).
Sehingga kemudian, penulis menilai bahwa
krisis keuangan global yang pernah melanda dunia ini secara tidak
langsung berdampak terhadap kestabilan politik suatu negara. Krisis yang
terjadi pun memiliki sebab yang berbeda – beda dan cara penanggulangan
yang berbeda – beda sehingga ketika krisis melanda baik negara
berkembang maupun negara maju, dibutuhkannya institusi global yang mampu
menopang agar krisis tidak semakin merajalela. Keberadaan IMF disini
dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sistem perekonomian dunia. Meskipun
keberadaan IMF disini seolah menjadi global governance dalam
sektor perekonomian dunia dimana keberadaannya juga mendapatkan respon
positif dan negatif mengingat IMF sangat dekat dengan Amerika Serikat
dan Amerika memiliki ambisi yang cukup tinggi untuk mengendalikan
perekonomian dunia. Serta integrasi ekonomi internasional telah
menciptakan sistem perekonomian yang bersifat kapitalisme global.
Kapitalisme global yang terjadi telah ditunggangi oleh
kepentingan-kepentingan yang terimplementasikan didalam institusi
internasional, seperti di WTO dan IMF. Sedangkan negara dituntut untuk
tetap menjaga capital mobility, a stable exchange rate, dan monetary independence.
Inilah yang kemudian menimbulkan dilematis, antara kontrol dan
kebijakan domestik dengan regulasi-regulasi yang terdapat di pasar
internasional. Oleh karena itu, terdapat keinginan untuk menciptakan global governance
oleh kaum globalis dengan membentuk institusi politik baru yang bekerja
dengan menyelaraskan antara politik dan ekonomi. Namun, disisi lain
anti-globalis menginginkan institusi politik internasional yang
berfungsi untuk membatasi, meniadakan, dan mengurangi dampak dari
akibat-akibat ekonomi internasional. Dengan demikian diharapkan gap antara negara-negara maju dengan negara miskin dapat diminimalisir.
Referensi :
Frieden, Jeffrey A., 2006. “Global Capitalism Trouble”, dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W.W. Norton&Co. Inc., pp. 457 – 472
Pauly, Louis W., 2008. “The Political Economy of Global Financial Crisis”, dalam Ravenhill, John, Global Political Economy. Oxford: Oxford University Press, pp. 241 – 272
Sitglitz, Joseph E., 2002. “The East Asia Crisis: How IMF Policies Brought the World to Verge of a Global Meltdown”, dalam Globalization and Its Discontents. London: W.W. Norton&Co. Inc., pp. 89 – 132
fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-106118-Ekonomi Politik Internasional-Kapitalisme Global sebagai Penyebab Krisis Ekonomi Finansial.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.