alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Sabtu, 03 Oktober 2015

KAPITALISME GLOBAL SEBAGAI PENYEBAB KRISIS EKONOMI FINANSIAL

Kapitalisme Global sebagai Penyebab Krisis Ekonomi Finansial


diposting oleh rinthania-kristi-fisip12 pada 18 June 2014
di Ekonomi Politik Internasional - 0 komentar
RINTHANIA KRISTI / 071211231007/EPI MINGGU KE-13
Topik : From Asian Crisis to US Crisis to What? Prospects in International Political Economy

Dinamika sistem Politik Politik Internasional adalah merupakan dinamika yang dinamis, disampaing globalisasi yang mempengaruhinya. Globalisasi telah mendorong terjadinya transformasi dalam berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi terhadap prospek berbagai aspek kehidupan yang diperkirakan oleh para ahli dan pengamat melalui berbagai analisisnya terkait berbagai perubahan yang terjadi dalam proses globalisasi, baik positif maupun negatif. Frieden (2006) dalam tulisannya Global Capitalism Troubled membahas permasalahan-permasalahan dalam globalisasi yang terfokus pada globalisasi kapitalisme dan permasalahan finansial yang ditimbulkan oleh globalisasi. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan lebih banyak membicarakan tentang perdagangan bebas, tingkat suku bungakebijakan moneter, pengangguran, dan inflasi. Hal-hal tersebut dinilai sebagai akar dari terjadinya berbagai krisis ekonomi yang terjadi dari masa ke masa. Persoalan pertama yang dihadapi dalam globalisasi adalah munculnya gerakan anti-globalisasi. Peristiwa  The Battle of Seattle pada tahun 1999 adalah salah satu contohnya, dimana para demonstran ramai-ramai melakukan demonstrasi di Seattle, yang mana bertepatan dengan Third Ministerial Conference of World Trade Organization (WTO). Mereka menuntut agar hak-hak asasi pekerja dan buruh dimasukkan dalam agenda ekonomi tahunan konferensi WTO (Frieden,2006:458).

Selain itu aksi ini juga merupakan salah satu bentuk protes terhadap hasil agenda WTO di Singapore pada tahun 1996 yang mana dianggap merugikan negara berkembang karena diterapkannya aturan investasi yang semakin longgar. Third Ministerial Conference merupakan salah satu agenda WTO yang akan membahas perdagangan global dan membuat peraturan–peraturan yang mendukung free trade. Pada awalnya konferensi ini dirumuskan untuk membahas pencarian pasar baru untuk perdagangan, mengurangi proteksionisme negara terhadap hasil-hasil pertanian dan jasa, merevisi tentang pengertian dari dumping, membuat standar mengenai buruh dan lingkungan untuk melakukan perdagangan (Frieden,2006:457).
Berbagai krisis ekonomi yang terjadi dalam kapitalisme global diasumsikan oleh Robert Mundell (dalam Frieden, 2006) adalah diakibatkan oleh kerapuhan finansial dan ketidakmurnian trinitas. Trinitas disini maksudnya antara lain: capital mobility, a stable exchange rate, dan monetary independence. “The most globalized component of the international economy, finance, seemed to be its weakest link, as the global finance system was hit by wave of currency and banking crises” (Frieden,2006:460). Dapat dikatakan bahwa didalam sistem keuangan global, komponen perekonomian dan finansial merupakan hal yang paling rentan terhadap terjadinya suatu krisis. Pemerintah didalam era ekonomi global harus mengkondisikan nilai mata uangnya agar tetap stabil, akan tetapi mereka juga harus menyesuaikan dengan kondisi domestiknya yang menuntut untuk dilaukannya devaluasi mata uang (Frieden,2006:462).

Sedangkan Louis W Pauly mencoba mengkarakteristikan krisis keuangan yang pernah terjadi di dunia ini. Krisis yang terjadi pada akhir Perang Dunia II ini menunjukkan bahwa krisis dapat menular dan sifatnya sepeti domino dimana ketika ada suatu negara yang terjangkit krisis maka ia akan menulari partner dagangnya dan begitu juga seterusnya (Pauly, 2008 : 247). Krisis juga dapat disebabkan oleh hutang piutang dimana negara peminjam berusaha memajukan perekonomiannya dengan cara berhutang ke negara lain atau ke institusi terkait, dengan hutang tersebut diharapkan perekonomian negaranya dapat tumbuh dan dapat mengembalikan hutang tersebut secara bertahap namun yang sering kali di lupakan oleh negara adalah sistem pasar yang serba bebas dan terbuka menjadikan tidak ada sesuatu hal yang pasti sehingga tidak ada jaminan bahwa keadaan pasar akan terus stabil (Pauly, 2008 : 248). Selain itu, krisis juga lebih sering menjangkit negara – negara baru. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa salah satu instrumen kebijakan penting suatu negara dalam menghadapi krisis yang melanda di dunia adalah berusaha mencegah krisis memasuki pasar mereka. Paska 1973, kontrol kapitalisme semakin tidak efektif, bagi negara – negara industri produksi mereka menjadi lambar dan cenderung usang. 
Mereka menjadi rentan terhadap korupsi politik serta menggangu investasi jangka panjang di negara tersebut (Pauly, 2008 : 263). Sedangkan di negara berkembang, mereka cenderung masih mengatur pasar seperti yang dilakukan oleh Chili dimana ia memperhatikan kebijakan pajak dalam investasi jangka pendek disana. Hal yang lebih ekstrem di lakukan Malaysia yakni dengan mengintervensi pasar dengan cara – cara yang sangat kuno untuk menghambat aliran dana keluar Malaysia. Hal ini mengakibatkan tidak dibutuhkannya waktu yang relatif lama untuk menghadapi tekanan modal di Chili dan Malaysia paska krisis berakhir, mereka juga tidak mengalami tekanana dari pihak luar untuk kembali terlibat di dalam pasar global (Pauly, 2008 : 263).
Selain itu, Krisis yang dialami oleh negara negara dapat terjadi akibat pengeluaran yang melebihi anggaran, impor yang berlebihan atau pembagunan negara yang bersumber pinjaman dari pihak swasta tidak dapat di bayarkan (Pauly, 2008 : 264). Situasi –situasi yang memungkinkan dilakukan pemerintah untuk menghadapi krisis antara lain seperti peningkatan tingkat produksi. Ilikuiditas yang sering kali dilakukan pemerintah adalah melakukan penyesuaian keadaan internal terlebih dahulu akan tetapi jika negara tersebut justru berhutang kepada pihak asing dan hutang tersebut dikurskan dalam mata uang asing hal ini tidak akan menyelesaikan krisis yang dihadapi oleh negara tersebut namun justru memperparah kondisi krisis karena adanya inflasi dalam mata uang local suatu negara justru menaikkan nilai hutang dalam mata uang asing (Pauly, 2008 : 264). 

Ketika suatu negara yang dilanda krisis memutuskan untuk berhutang kepada negara lain dan negara tersebut tidak mampu membayar hutangnya maka negara yang dipinjami di hadapkan pada 3 pilihan yang pertama krisis akan merajalela ke sistem domestik mereka, pilihan yang kedua melakukan intervensi langsung kepada negara yang mengalami krisis dan mengatasi krisis sampai ke akar – akarnya dan yang terakhir mereka secara tidak langusng melakukan hal yang sama melalui lembaga moneter lainnya (Pauly, 2008 : 266).

Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa adanya perdagangan akan mendorong persamaan harga dan mengurangi perbedaan faktor produksi diantara negara-negara tersebut (tanah, tenaga kerja, tenaga kerja terampil, dan modal). Integrasi ekonomi inilah yang kemudian mendorong meningkatnya investasi asing dari home country ke host country, yang mana investasi dilakukan oleh firma dengan mencari daerah yang memiliki upah rendah, peraturan yang longgar, dan pajak yang rendah. Selain itu, Sejak tahun 1980an, krisis yang terjadi mampu menjatuhkan sistem yang sedang terjadi di pasar dan IMF disini berupaya untuk berada di antara keanarkian keuangan global dan pemerintahan global (Pauly, 2008 : 265). 

Tujuan IMF saat krisis adalah untuk membantu memecahkan ketakutan serta ketidakpercayaan para anggotanya di dalam pasar selain itu IMF juga membantu menstabilkan dasar-dasar keuangan yang diperlukan bagi ekonomi nasional suatu negara untuk menjadi lebih saling memiliki ketergantungan dan lebih dapat dipercaya melalui adanya perluasan perdagangan. IMF disini memiliki kedekatan yang cukup intens dengan Amerika Serikat dimana Amerika adalah negara penyumbang dana terbesar di IMF sehingga IMF mampu melakukan penyesuaian dengan menganjurkan kebijakan yang lebih baik dan management resiko yang lebih baik di masa yang akan datang dengan memaksakan kebijakan yang dapat diterima oleh negara yang mengalami krisis (Pauly, 2008 : 266). Namun, apabila penulis mengacu pada pendapat  Stiglitz (2002) dalam mengelola dan menangani sebuah krisis, membiarkan pasar untuk menyembuhkan dirinya sendiri adalah sebuah kesalahan besar. Stiglitz melihat cara untuk menangani krisis sama halnya dengan cara seorang dokter dalam menangani sebuah penyakit ( Stiglitz, 2002 : 90). Diagnosa mengenai sebuah penyakit itu sangat diperlukan sebelum menyimpulkan tindakan selanjutnya dalam proses penyembuhan sebuah penyakit. Oleh karena itu, dapat digunakan cara yang tepat dalam menyembuhkan pasin yang sakit. Begitu juga halnya yang terjadi sebaliknya dengan krisis. Untuk menangani sebuah krisis, maka diagnosa penyebab krisis harus dilakukan dahulu sebelum memberikan kesimpulan. Dengan demikian, Stiglitz (2002) menentang cara pandang rezim ekonomi neo-liberalisme internasional yang meyakini bahwa penanganan krisis dapat dilakukan hanya dengan satu cara, tanpa perduli apa penyebab dan dampak dari penanganan terhadap krisis tersebut ( Stiglitz, 2002 : 121).

Sehingga kemudian, penulis menilai bahwa krisis keuangan global yang pernah melanda dunia ini secara tidak langsung berdampak terhadap kestabilan politik suatu negara. Krisis yang terjadi pun memiliki sebab yang berbeda – beda dan cara penanggulangan yang berbeda – beda sehingga ketika krisis melanda baik negara berkembang maupun negara maju, dibutuhkannya institusi global yang mampu menopang agar krisis tidak semakin merajalela. Keberadaan IMF disini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sistem perekonomian dunia. Meskipun keberadaan IMF disini seolah menjadi global governance dalam sektor perekonomian dunia dimana keberadaannya juga mendapatkan respon positif dan negatif mengingat IMF sangat dekat dengan Amerika Serikat dan Amerika memiliki ambisi yang cukup tinggi untuk mengendalikan perekonomian dunia. Serta integrasi ekonomi internasional telah menciptakan sistem perekonomian yang bersifat kapitalisme global. Kapitalisme global yang terjadi telah ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan yang terimplementasikan didalam institusi internasional, seperti di WTO dan IMF. Sedangkan negara dituntut untuk tetap menjaga capital mobility, a stable exchange rate, dan monetary independence. Inilah yang kemudian menimbulkan dilematis, antara kontrol dan kebijakan domestik dengan regulasi-regulasi yang terdapat di pasar internasional. Oleh karena itu, terdapat keinginan untuk menciptakan global governance oleh kaum globalis dengan membentuk institusi politik baru yang bekerja dengan menyelaraskan antara politik dan ekonomi. Namun, disisi lain anti-globalis menginginkan institusi politik internasional yang berfungsi untuk membatasi, meniadakan, dan mengurangi dampak dari akibat-akibat ekonomi internasional. Dengan demikian diharapkan gap antara negara-negara maju dengan negara miskin dapat diminimalisir.

Referensi :

Frieden, Jeffrey A., 2006. “Global Capitalism Trouble”, dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W.W. Norton&Co. Inc., pp. 457 – 472
Pauly, Louis W., 2008. “The Political Economy of Global Financial Crisis”, dalam Ravenhill, John, Global Political Economy. Oxford: Oxford University Press, pp. 241 – 272
Sitglitz, Joseph E., 2002. “The East Asia Crisis: How IMF Policies Brought the World to Verge of a Global Meltdown”, dalam Globalization and Its Discontents. London: W.W. Norton&Co. Inc., pp. 89 – 132
fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-106118-Ekonomi Politik Internasional-Kapitalisme Global sebagai Penyebab Krisis Ekonomi Finansial.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.