alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Sabtu, 03 Oktober 2015

STUDI GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI BERBAGAI KAWASAN KHUSUSNYA DI TIMUR TENGAH, ASIA SELATAN DAN ASIA TENGGARA

Studi Geopolitik dan Geostrategi Berbagai Kawasan Khususnya Di Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara


diposting oleh rinthania-kristi-fisip12 pada 18 June 2014
di Geopolitik dan Geostrategi - 0 komentar
TUGAS AKHIR GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI ( JURNAL KE-4 )
Studi geopolitik dan geostrategi merupakan srudi yang penting bagi para penstudi ilmu hubungan internasional, karena dengan begitu para penstudi maupun sebuah negara dapat mengerti bagaimana memahami sebuah mekanisme politik dan penerapan strategi yang terdapat di dalam sebuah kawasan. Penulis di dalam tulisan ini akan membahas mengenai geopolitik dan geostrategi yang diterapkan di dalam kawasan Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Pertama-tama, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu keadaan yang ada di kawasan Timur Tengah. Wilayah timur tengah atau middle east selama ini seakan tidak lepas dari konflik dan kekerasan yang selalu menghiasi setiap headline media-media seluruh dunia. Timur Tengah tempat dimana agama-agama besar lahir, yaitu Islam, Kristen, Yahudi. Selain itu juga terdapat tempat suci yang di klaim ketiga agama itu yaitu Jerusalem. Sangat ironis tempat lahirnya agama yang mengajarkan kedamaian kepada setiap umatnya menjadi wilayah yang nyaris jarang terdengar kata perdamaian.

Konflik di timur tengah pada abad modern ini, sebenarnya sudah dimulai sejak perang dunia I dimana konfigurasi politik jazirah arab waktu itu menjadi berubah setelah runtuhnya Kekhalifahan Usmani di Turki. Kekosongan kekuasaan (vacum of power) itu akhirnya diambil alih oleh Inggris sebagai pihak pemenang PD I yang tentunya atas bantuan Amerika Serikat dan sekutunya. Potensi ketegangan di Timur Tengah semakin terlihat setelah imigrasi besar-besaran entik Yahudi dari eropa yang waktu itu tersingkir oleh rejim Nazi di Jerman yang terkenal dengan peritiwa holocausts (Gerecht, Reuel Marc. 2008). Imigran itulah yang menempati daerah yang sekarang menjadi Negara Israel dan Palestina.

Sedangkan konflik antara Israel dan Palestina sebagai isu dominan, adalah lahir dari konflik antara Negara-negara Arab dengan Israel yang kemudian dikenal dengan perang Arab-Israel. Selanjutnya, konflik-konflik terus bermunculan seiring dengan semakin banyaknya Negara yang ikut campur di kawasan ini. Selain itu semakin meningkanya ‘kekuatan’ Negara-negara Arab sendiri serta berbagai situasi politik dalam negeri negara-negara tersebut juga sebagai faktor yang menentukan terjadinya konflik di wilayah itu. Konflik tersebut diantaranya, Perang Iran-Iraq (1980-1988), Konflik Iraq – Kuwait (Agustus 1990-Januari 1991) dan Pendudukan Uni Soviet di Afganistan. 

Semua konflik-konflik tersebut tidak lain adalah dampak dari international system yang mengendaikan konfigurasi politik global oleh kekuatan besar (super power) yang merupakan sebagian dari edisi Perang Dingin. Iraq memiliki 2 garis besar corak geostrategi yaitu mempertahankan sumber daya minyak dan gas alam mereka dan bertahan dengan hilangnya eksistensi AS sebagai back up pemerintahnya. Permasalahan minyak dan gas alam di Iraq kurang lebih sama dengan Indonesia. Mereka sama-sama memiliki sumber daya melimpah namun tidak memiliki kapabilitas untuk melakukan eksplorasi seara mandiri. Selain itu, Iraq juga terbagi menjadi 2 partai politik besar yang saling berkontradiksi yaitu KRG (Kurdistan Regional Government) dan Iraq Federeal Government yang disingkat Baghdad. 2 parati politik masih memperdebatkan entitas mana yang seharusnya berhak menguasai minyak dan gas alam di Irak (Al-Khatteeb 2013, 5).

Dalam konflik Timur Tengah, pada intinya peran kepentingan dan kekuatan hegemoni sebagai pemegang struktur global dalam hal ini Amerika dan sekutunya termasuk Uni Soviet, sangat besar dalam mempengarugi konfigurasi politik Timur Tengah. Disamping idiosyncratic (gaya kepemimpinan) serta struktur politik negara-negara Arab cukup besar pula dalam mempengaruhi peta politik Timur Tengah. Termasuk faktor ideologi, dalam hal ini konflik agama (Islam-Yahudi) juga tidak dapat dipandang sebelah mata dalam membentuk struktur politik, minimal dari sudut pandang masing-masing negara yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya, konfigurasi politik dapat dianalisis dari peristiwa-peristiwa historis dalam kawasan tersebut, sebagai berikut. 

Pertama, konflik Iran – Iraq (1980-1988), dimana peran Amerika sangat besar dalam membentuk struktur politik Timur Tengah pada waktu itu. Sudah dapat diketahui bahwasannya minyak adalah incaran utama AS (Barro, Robert J. and McCleary, Rachel M.. 2002). Perlu diketahui bahwa Iran adalah negara penghasil minyak terbesar setelah Arab Saudi. Selain itu, motivasi dari kedua negara yang ingin memimpin Timur Tengah patut menjadi perhatian mengingat sumber daya alam dari kedua negara tersebut yang begitu besar sangat berpotensi menjadi hegemoni baru yang berarti mengancam Amerika. Kondisi politik dalam negeri kedua negara juga mendukung, apalagi Iran dalam masa Revolusi Islam oleh Khomaeni semakin gencar menjadi kekhawatiran tersendiri dari Amerika yang berpotensi untuk menjadi hegemoni baru termasuk Iraq sendiri yang khawatir revolusi itu akan menggilas Irak yang sudah di ‘cap’ Sunni oleh Khomaeni. Bahka dengan lantang mengatakan “Iran would not end the war until the downfall of President Saddam Hussein”.

Disini terjadi ‘keanehan-keanehan’, keanehan itu tampak pada dukungan AS kepada Irak beserta Arab Saudi dan disisi lain Israel mendukung Iran diikuti Syria. Secara singkat sebenarnya dapat dilihat bahwa Arab Saudi jelas memiliki kedekatan historis dengan Irak dari pada Iran yang Syriah. Amerika justru pada pilihan yang sulit, sebab keduanya sangat berpotensi untuk menyingkirkan AS di Timur Tengah, pilihan yang sulit itu jatuh ke Irak yang mana kebencian ke Iran lebih tinggi mengingat kekhawatiran akan dampak Revolusi Iran, apalagi dalam menggulingkan Shah Iran yang sangat dekat dengan AS. Kedua,dalam konflik Iraq – Kuwait juga tidak lepas dari campur tangan AS pada akhirnya. Walaupun niat pertama Iraq melakukan invasi jelas bahwa Iraq berkepentingan atas Kuwait yang juga kaya minyak. Iraq mengklaim bahwa Kuwait merupakan bagian dari wilayahnya. Namun, pada akhirnya pun AS ’turun tangan’ dengan menerjunkan pasukannya yang sangat terkenal dengan sebutan ’gulf war’ atas inisiatif presiden G. Bush senior. Dari hal tersebut dapat kita lihat bagaimana kuatnya kepentingan AS atas wilayah tersebut. Mengingat dengan munculnya Irak sebagai kekuatan baru di Timur Tengah, sangat dikhawatirkan AS karena jelas dominasi dan hegemoni AS di Timur Tengah akan berkurang atau mungkin akan hilang jika Iraq benar-benar menjadi penguasa wilayah ini.

Ketiga, konflik Israel-Palestina. Sebenarnya konflik antara bangsa Yahudi sebelum membentuk Israel dimulai ketika imigrasi besar-besaran etnik Yahudi dari Eropa yang terdesak rejim Hitler. Dengan berdatangannya bangsa Yahudi ke Palestina secara besar-besaran, menyebabkan kemarahan besar penduduk Palestina. Gelombang pertama imigrasi Yahudi terjadi pada tahun 1882 hingga 1903. Ketika itu sebanyak 25.000 orang Yahudi berhasil dipindahkan ke Palestina. Mulailah terjadi perampasan tanah milik penduduk Palestina oleh pendatang Yahudi. Bentrokan pun tidak dapat dapat dihindari. Kemudian gelombang kedua pun berlanjut pada tahun 1904 hingga 1914. 

Pada masa inilah, perlawanan sporadis bangsa Palestina mulai merebak. Sehingga, menurut pendapat penulis,fenomena di Timur Tengah tidak pernah lepas dari masalah Palestina-Israel dimana isu selalu menjadi inti dari Timur Tengah. Turun langsungnya Amerika ke dalam kawasan Timur Tengah juga dipicu dari masalah Palestina Israel dimana Amerika Serikat mencoba menghindari terhapusnya Israel dari dunia akibat serangan gabungan negara-negara Arab pada tahun 1973. Seperti diketahui bahwa Israel merupakan perpanjangan tangan Amerika Serikat di Timur Tengah yang dikemudian hari akan menjadi isu Politic Oil. Pasca Perang Arab di tahun 1973,Amerika dan Israel mengambil pelajaran penting bahwa pada saat itu negara-negara Arab tidak bisa dihabisi melalui peperangan mengingat kekuatan mereka cukup besar mengingat peran besarnya Arab Saudi dan Mesir pada saat itu.

Di sisi lain, ada beberapa negara arab yang tidak mendukung langkah Amerika seperti Suriah,Iran dan Lebanon. Kelompok kecil ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Rusia untuk mengimbangi kekuatan barat yang telah berhasil menghimpun negara-negara arab lainnya. Akan tetapi, sejauh ini baru Iran yang turut andil dalam proses campur tangannya Rusia ke dalam stabilitas politik Timur Tengah mengingat Iran sebagian besar didukung oleh Rusia. Kekuatan militer yang hampir seimbang antara Israel dan negara-negara Arab membuat Amerika dan Israel mencari jalan lain untuk mendapatkan pengaruh di Timur Tengah yakni menggandeng negara-negara Arab yang moderat seperti Arab Saudi dan Mesir.

Kondisi geopolitik di Timur Tengah sungguh berbeda dengan geopolitik di Asia Selatan. Asia Selatan adalah sebuah wilayah geopolitik di bagian selatan benua Asia, terdiri dari daerah-daerah di dan sekitar anak benua India. Wilayah ini dibatasi oleh Asia Barat, Tengah, Timur, dan Tenggara. Wilayah Asia Selatan meliputi 10% luas benua Asia, kira-kira 4.480.000 km² tetapi populasinya mencakup 40% populasi Asia. Kebanyakan dari daerah itu mendapat pengaruh budaya India. India merupakan salah satu negara bekas jajahan Inggris, dan seperti negara-negara daerah imperialism Inggris lainnya, India juga ditinggalkan kemajuan di bidang ekonomi dan teknologi. Isu-isu yang sedang merembak di India terkait dengan kondisi demografisnya dengan jumlah penduduknya yang banyak dan bersifat multikulturalisme (Oldenburg, 2007), Sehingga tak ayal sering terjadi konflik-konflik etnis dan muncul gerakan-gerakan separatisme. 

Di samping semua itu, tak dapat dipungkiri bahwa India merupakan kawasan yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling maju di kawasannya, hal ini mulai terlihat di era globalisasi, dengan berubahnya kebijakan pemerintah India, yang tidak hanya mengkonsentrasikan ekonominya pada sektor pertanian, tapi juga mulai merambah ke sektor industri dan jasa, reformasi ini terjadi pada tahun 1991. Hal ini juga tidak lepas dari kedekatannya dengan Amerika Serikat, di mana Amerika Serikat berusaha untuk merangkul India sebagai koleganya, hubungan ini semakin erat dengan dijadikannya India sebagai salah satu buffering zone Amerika Serikat terhadap teroris. Selain itu kedekatan India dengan Amerika Serikat dan Israel juga terkait dengan bidang pertahanan dan pengembangan nuklir (Guttinger, 2011: 6). Selain dengan Amerika Serikat dan Israel, India juga menjalin kerja sama bilateral dengan Rusia, Eropa, dan Asia Tenggara (Kapila, S., 2000)

Menurut pendapat penulis, kemajuan pertumbuhan ekonomi tersebutlah yang memunculkan keinginan India untuk menjadi hegemoni di kawasan Asia Selatan.  Kemudian Pakistan merupakan negara yang terbentuk karena adanya kelompok-kelompok Islamis yang dipimpin oleh Muhammad Ai Jinnah yang kemudian ingin melindungi masyarakat muslim di India dari diskriminasi masyarakat Hindu di sana, oleh sebab itu pada akhir tahun 1930 kelompok ini memisahkan diri dari India dan mendirikan Republik Islam Palestina. Posisi Pakistan diperkuat dengan warisan nuklir yang diberikan oleh USSR semasa Perang Dingin, ini pula yang menjadikan Pakistan secara otomatis sebagai saingan utama India untuk menjadi hegemoni di kawasan Asia Selatan. Hubungan bilateral antara Pakistan dengan Amerika Serikat awalnya berlangsung baik, namun semenjak ditemukan dan terbunuhnya Osama Bin Laden di Pakistan, menjadikan kepercayaan Amerika Serikat terhadap Pakistan menjadi luntur. 

 Hal ini kemudian dipandang sebagai peluang oleh Cina untuk merangkul Pakistan sebagai koleganya. Hubungan ini terjalin melalui String of Pearls yang diciptakan oleh Cina ternyata melibatkan Pakistan, yakni melalui pelabuhan Gwader yang 75% pembangunannya didanai oleh Cina, sebagai timbal baliknya, Cina menjadikan pelabuhan tersebut sebagai pangkalan angkatan militer laut Cina. Di samping itu, Cina juga membantu Pakistan dalam pembelian Jet Tempur Cina JF-17.
Selain itu, di Asia Selatan juga terjadi konflik India-Pakistan. Pertikaian di antara keduanya dilatarbelakangi oleh perbedaan agama, budaya, dan ideologi yang sangat signifikan, hal ini seperti membuktikan teori clash of civilization-nya Samuel Huntington, dimana perbedaan kebudayaan yang sangat besar akan sangat riskan menciptakan benturan antara kedua bangsa tersebut apalagi mengingat bahwa antara India dan Pakistan, mereka berdua berbatasan secara langsung satu sama lain. Ketegangan dua negara mancapai klimaks pada September 1965 ketika pasukan India dan Pakistan kembali diarahkan ke medan perang. Kesepakatan damai akhinya ditandangani pada tahun 1966, tetapi tahun 1971 mereka kembali bertempur karena sengketa wilayah Pakistan Timur yang kemudian menjadi Bangladesh sebagai akibat tidak tertampungnya aspirasi politik (Baker, 2008).

Kepemilikan nuklir dan keberadaan dua negara besar yang juga berbeda ideologi, selain keduanya juga menjadi pemicu ketidakharmonisan hubungan antara India dan Pakistan, karena masing-masing mereka menganggap bahwa yang lain merupakan ancaman bagi keamanan dan tentunya menjadi penghalang mereka untuk menjadi negara hegemoni di kawasan Asia Selatan. Selain itu, konflik antara dua negara ini juga terkait dengan kepemilikan Lembah Kashmir yang dinilai menyimpan banyak sumber daya alam dan sebagai salah satu tempat terindah di dunia. sebenarnya sudah terdapat pembagian atas wilayah Kashmir, yakni Pakistan yang mengontrol wilayah barat laut, India yang mengontrol wilayah tengah dan bagian selatan Jammu dan Kashmir, dan Republik Rakyat Cina yang menguasai wilayah timur laut (Aksai Chin). Namun, setiap negara tidak mengakui adanya legitimasi kekuasaan negara lain atas wilayah tersebut, dimana India tidak mengakui wilayah yang dikuasai oleh Pakistan dan Cina, sebaliknya Pakistan juga tidak mengakui klain India atas wilayah ini. Sementara penduduk Kashmir menginginkan kedaulatannya sendiri yang jelas mendapat tentangan dari India maupun Pakistan. Ada beberapa alasan mengapa hingga saat ini identitas Kashmir masih menjadi status quo.

Pertama, pasukan tentara Pakistan berambisi untuk mengalahkan India karena dulu Bangladesh melepaskan diri karena mendapatkan bantuan dari India dan mengambil alih Kashmir. Kedua, secara geopolitik Pakistan menganggap Kashmir sebagai kawasan strategis namun tidak aman karena dikelilingi oleh kekuatan militer yang kuat sehingga harus dilindungi. Ketiga, pandangan Islamiah mengenai perang perebutan Kashmir adalah jihad karena Kashmir dianggap sebagai basis umat muslim di Asia Selatan. Keempat, inisial “K” pada Pakistan menunjukkan Kashmir yaitu Pakistan: Punjab, Afghanistan, Kashmir, Sind, dan Baluchistan (Anon, n.d).

Namun kedua negara, baik India dan Pakistan sudah mulai menunjukkan itikad baik untuk saling berdamai, hal ini ditunjukkan dengan adanya perundingan antara para pemimpin negara yang terjadi pada bulan Maret 2009 (Anon. n,d). India dan Pakistan sepakat untuk tidak bersikap reaksionis terhadap isu-isu terorisme dan fokus terhadap konsensus perdamaian yang mereka perjuangkan. Kesimpulan yang data diambil dari paparan di atas bahwa hubungan antara India dan Pakistan merupakan hubungan yang konfliktual. Hal ini didasari oleh perbedaan kebudayaan keduanya, keberadaan Amerika Serikat maupun Cina di belakang mereka, kepemilikan nuklir oleh keduanya yang kemudian dinilai sebagai ancaman keamanan oleh masing-masing pihak, adanya perebutan terhadap Lembah Kashmir, dan keinginan keduanya untuk menjadi negara hegemoni di kawasan Asia Selatan (Gupta, S., 1996) Adapun geopolitik dan geostrategik yang dilancarkan oleh masing-masing pihak hanya dinilai sebagai ancaman oleh pihak lawan. 

Secara keseluruhan konstelasi geopolitik di India dan Pakistan berkaitan dengan isu terorisme, persoalan nuklir, sengketa perbatasan di Kashmir,  isu nasionalisme dan globalisasi, prospek regionalisme di kawasan Asia Selatan, dan strategi kekuatan eksternal untuk ikut mempengaruhi dinamika geopolitik di kawasan tersebut. Asia Selatan selalu diiringi ketidakstabilan apabila dua negara besar ini Pakistan dan India terus menerus memiliki hubungan tidak stabil. Misalnya Pakistan selalu menjadi berseberangan dengan India, dan menjadi sasaran tuduhan kelompok terorisme di Kashmir dan serangan terorisme baru-baru ini di Mumbai, India (Pakistan Country Profile, 2011). Dikarenakan ketegangan internal tersebut, Pakistan selalu memainkan strategi ganda guna mengkonter India antara lain Cricket Diplomacy yaitu menghalangi India berkoalisi dengan Uni Soviet pada era Perang Dingin (Nasir, Haroon. 2009). Sementara Pakistan bersekutu dengan Uni Soviet, saat ini Pakistan cenderung dekat dengan China, berhubungan dengan Amerika Serikat terkait isu terorisme, dan lainnya (Overholt, H. W., 2008).

Sedangkan Kawasan Asia Tenggara merupakan empat dari sembilan choke points strategis yang tersebar di seluruh penjuru dunia, sehingga tidak mengherankan isu-isu politik maupun keamanan kerap mewarnai konstelasi kawasan ini. Dinamika geopolitik kawasan yang mewarnai perjalanan negara-negara Asia Tenggara tidak terlepas dari interaksi yang dibangun antarnegara dalam kawasan (Yudhoyono, n.d: 4). Potensi  sumber daya alam yang melimpah ditambah posisi yang strategis membuat kawasan Asia Tenggara kerap menjadi sasaran geostrategi aktor-aktor di dalam dan luar kawasan, bahkan tak jarang sejumlah kekuatan eksternal berupaya menyusupi maupun menanamkan pengaruhnya di kawasan ini. Banyaknya aktor yang terlibat kerap mengakibatkan clash of interests yang berujung pada ketegangan.Hal ini bisa dilihat dari sengketa maritim di Laut China Selatan dan Selat Malaka. 

Kedua titik ini merupakan titik maritim dan energi yang paling vital bagi sejumlah negara. Geopolitik yang akan dibahas adalah geopolitik Asia Tenggara serta perspektif negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura terhadap posisi strategis Selat Malaka. Dinamika geopolitik Indonesia banyak dipengaruhi oleh dinamika kawasan. Presiden Yudhoyono (n.d) dalam artikelnya yang bertajuk “Geopolitik Kawasan Asia Tenggara: Perspektif Maritim” mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki kepentingan geopolitik utama untuk menjaga keutuhan dan kesatuan negara dari semua sektor, yakni politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan.
Geostrategi pertahanan yang telah diupayakan Indonesia antara lain: (1) perjanjian Military Training Area (MTA) dengan Singapura; (2) latihan militer bersama dengan Malaysia (KEKAR MALINDO, MALINDO JAYA, ELANG MALINDO, AMAN MALINDO, dan DARSASA); (3) Joint Commission for Bilateral Cooperation bersama Filipina terkait masalah Moro dan isu perbatasan; (4) kerjasama dengan Thailand untuk menangani isu separatism; (5) penguatan kerjasama pertahanan dengan ASEAN; (6) kerjasama dengan Eropa, Australia, China, dan Rusia terkait pelatihan militer dan fasilitas perlengkapan TNI, dan lain sebagainya (Universitas Indonesia, n.d: 40-41). 

Sedangkan Geopolitik Malaysia adalah mempertahankan keutuhan wilayahnya yang dipisahkan Laut Natuna. Wilayah semenanjung dengan wilayah Sabah dan Serawak juga dianggap menjadi salah satu tantangan geopolitik yang harus dihadapi Malaysia di masa depan. Malaysia memiliki sejumlah hubungan yang cukup intim dengan negara tetangganya, namun tidak bisa dipungkiri bahwa ia masih menyimpan kecurigaan dan belum sepenuhnya percaya terhadap negara-negara sekitarnya tersebut. Salah satu kecurigaan Malaysia dilatarbelakangi oleh sengketa batas maritim wilayahnya dengan Singapura dan Indonesia yang hingga kini masih belum ditemukan solusinya. Geopolitik Malaysia juga mendapat ancaman terkait The Rising China yang mengklaim Laut China Selatan yang meliputi gugusan Spratly Island (Yudhoyono, n.d: 4-5). Geostrategi yang dilakukan Malaysia antara lain penguatan alutsista –kapal permukaan dan kapal selam− yang dipasok dari negara lain; pembangunan pangkalan baru Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) di Lumut dan Sabah; dan pengembangan pangkalan Angkatan Laut di Teluk Sepanggar (Sabah) demi memperkuat pertahanan maritim di kawasan Laut Sulu, Laut Sulawesi, dan Laut China Selatan (Yudhoyono, n.d: 12).

Kemudian, Geostrategi Singapura dikenal dengan porcupine strategy yang dikembangkan dari poisonous shrimp strategy (Singapore Journal of International & Comparative Law, 1998). Porcupine strategy merupakan strategi pertahanan yang berasumsi bahwa Singapura tidak akan bisa mendestruksi secara total negara agresornya, namun pihak agresor memiliki kewajiban untuk membayar kompensasi tinggi terkait tindakan agresinya ke Singapura (Yudhoyono, n.d: 13). Strategi ini merupakan basis pengembangan Angkatan Laut Singapura. Pertahanan negara ini begitu kuat dengan kepemilikan kapal perang yang melebihi kebutuhan pertahanan domestik. Pengembangan Angkatan Laut ini bertujuan untuk menjaga keamanan SLOC Singapura di Selat Malaka, Laut China Selatan, Teluk Persia, dan Laut Merah (Yudhoyono, n.d: 14). Ketiga negara di atas memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap pengamanan Selat Malaka. Selat Malaka yang berada diantara Samudera Hindia dan Pasifik merupakan jalur transportasi yang vital bagi sejumlah negara di sekitarnya. 

Hal ini tidak mengherankan karena hampir 72% kapal tanker seluruh dunia dan lebih dari 500 kapal berlayar melewati kawasan ini setiap harinya (Universitas Indonesia, n.d: 42). Selat Malaka memiliki ukuran panjang sekitar 800 km, lebar 50 hingga 320 km, dan kedalaman minimal 32 meter. Selat ini merupakan selat terpanjang di dunia yang digunakan sebagai jalur pelayaran internasional. Sekitar 30% dari perdagangan dunia dan 80% dari impor minyak Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, melalui selat ini,  yakni sekitar 11,0 Mb/d pada tahun 2003. (Rodrigue, 2004: 13). Posisi yang strategis ini dinilai dapat mengundang kejahatan, misalnya peredaran barang ilegal dan aksi perompakan laut.

Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai perspektif dan geostrategi Indonesia, Malaysia, dan Singapura terhadap Selat Malaka. Indonesia memandang sebagian Selat Malaka sebagai ZEE Nusantara. Dalam mengamankan Selat Malaka pun Indonesia berpedoman pada ZEE ini. Dalam artikel yang bertajuk Singaporean Journal of International & Comparative Law (1998: 314), diketahui bahwa Indonesia memiliki strategi jangka panjang agar tidak terlalu bergantung pada Selat Malaka melalui pemberlakuan jalur lain, yakni Selat Sunda dan Lombok-Makassar (Singaporean Journal of International & Comparative Law, 1998: 314). Sedangakan bagi Malaysia, Selat Malaka memiliki arti penting bagi Malaysia mengingat lebih dari setengah kapal milik Angkatan Laut Kerajaan Malaysia ditempatkan di selat tersebut (Singapore Journal of International & Comparative Law, 1998: 314). Malaysia mengklaim bahwa Selat Malaka merupakan bagian dari perairannya yang berarti selat tersebut merupakan bagian dari kedaulatannya. Berkaitan dengan Selat Malaka, Malaysia juga merespon baik adanya rencana pembangunan jembatan Selat Malaka yang menghubungkan Pulau Rupat, Indonesia, dengan Teluk Gong, Malaysia (Kampung TKI, n.d). Dengan dibangunnya megaproyek jembatan ini, devisa negara dipastikan akan mengalami lonjakan. 

Kerjasama pertahanan yang digelar Malaysia untuk mengamankan Selat Malaka antara lain (1) Malacca Strait Sea Patrol atau Masilindo Trilateral Coordinated Patrol bersama Indonesia dan Singapura; dan (2) The Eyes in the Sky oleh Malacca Strait Security Initiative (MSSI) bersama Indonesia, Singapura dan Thailand (Vavro, 2008: 13-14). Begitu juga dengan Singapura, mengingat Singapura merupakan negara yang “mini” dari segi luas wilayah, maka kewaspadaannya terhadap negara lain menjadi tinggi. Namun hal inilah yang menjadikan Singapura memiliki mentalitas baja dalam mempertahankan wilayahnya. Sehingga tidak mengherankan jika negara ini begitu concern pada pertahanan negaranya melalui pemberlakuan anggaran pertahanan yang sangat besar. Nilai penting Selat Malaka bagi negara ini bisa dlihat dari segi ekonomi dan strategis, navigasi, sumber daya laut, dan pariwisata (Singapore Journal of International & Comparative Law, 1998: 315). Dalam mengamankan Selat Malaka, Singapura tidak mengambil langkah sendirian. Bersama dengan Indonesia, Singapura mengadakan perjanjian mengenai Military Training Area (MTA) pada tahun 2000 (Universitas Indonesia, n.d: 49). Masih berkaitan dengan pengamanan Selat Malaka, keduanya juga terlibat latihan militer bersama secara rutin dimana Singapura telah mendirikan Air Combat Maneuvering Range di Pekanbaru untuk digunakan bersama (Universitas Indonesia, n.d: 42). Strategi pertahanan Singapura, porcupine strategy, juga bertambah kuat karena disokong oleh aktifnya Singapura dalam dialog dan forum internasional terkait kerjasama keamanan (Cipto, 2007: 136-7).

Sehingga apabila disimpulkan dari ketiga kawasan ini. Timur Tengah merupakan kawasan yang sangat sensitive dalam hal geopolitik. Amerika Serikat yang hingga tahun 2000 didukung oleh beberapa negara Arab membuat mereka menjadi semena-mena dan hal ini menimbulkan efek negatif terhadap stabilitas kawasan Timur Tengah dimana masalah Palestina Israel tidak membuat negara-negara arab yang sudah berkoalisi dengan Amerika Serikat membantu permasalahan utama ini dari kawasan Timur Tengah. Dengan berdiam dirinya negara-negara arab seperti Arab Saudi,Kuwait,Oman,dan Mesir membuat Amerika dan Israel semakin semena-mena dalam mengatur perpolitikan dan mengejar tujuan mereka dari awal yaitu masalah minyak. Setelah negara-negara yang kaya akan minyak sudah jatuh ke tangan Amerika, otomatis mereka mencari lagi negara arab lainnya yang memiliki minyak banyak untuk memasok kebutuhan dalam negeri mereka. 

Tidak hanya itu,ada efek lain yang ditimbulkan dari masalah politik minyak ini yaitu membangun jaringan dengan negara-negara arab guna memuluskan jalan Israel dalam membentuk negara Israel Raya. Sedangkan di Asia Selatan, secara keseluruhan konstelasi geopolitik di India dan Pakistan berkaitan dengan isu terorisme, persoalan nuklir, sengketa perbatasan di Kashmir,  isu nasionalisme dan globalisasi, prospek regionalisme di kawasan Asia Selatan, dan strategi kekuatan eksternal untuk ikut mempengaruhi dinamika geopolitik di kawasan tersebut. Misalnya Pakistan selalu menjadi berseberangan dengan India, dan menjadi sasaran tuduhan kelompok terorisme di Kashmir dan serangan terorisme baru-baru ini di Mumbai, India. Persoalan baru yang melatarbelakangi hubungan dua negara yakni perbedaan pertumbuhan ekonomi yang mana perekonomian India seakan lebih besar daripada Pakistan. Sulit sekali untuk membuat perbandingan dua negara dengan satu atau dua variabel determinan, misalnya kepemilikan nuklir dan perekonomian karena tingkat kapabilitas nuklir dua negara ini masih simpang siur sehingga sulit diestimasi. Asia Selatan selalu diiringi ketidakstabilan apabila dua negara besar ini Pakistan dan India terus menerus memiliki hubungan tidak stabil. 

Selain itu,dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dinamika geopolitik ketiga negara dipengaruhi oleh dinamika kawasan Asia Tenggara. Segala macam kebijakan geopolitik yang diambil tiap negara berkaitan erat dengan fenomena-fenomena yang muncul di kawasan. Selat Malaka sebagai salah satu choke point strategis di kawasan Asia Tenggara memiliki arti penting bagi negara-negara sekitarnya, khususnya dari segi ekonomi. Tidak mengherankan jika banyak sekali aktor yang ingin menanamkan dominasinya kepada selat ini, baik aktor intra maupun ekstra kawasan. Beragamnya kepentingan yang terlibat tak pelak mengakibatkan terjadi ketegangan-ketegangan yang berujung pada konflik. Sejumlah negara yang menyadari akan potensi konflik ini berupaya melakukan tindakan preventif demi mengamankan kawasan perairan Selat Malaka, mengingat ketidakkondusifan keamanan kawasan ini akan berimbas pada konstelasi keamanan secara domestik maupun regional.

Penulis memandang bahwa konstelasi keamanan Selat Malaka masih diwarnai sejumlah konflik tapal batas dan kejahatan transnasional (terorisme, sea piracy). Seiring globalisasi, nilai Selat Malaka ini akan terus bertumbuh dengan intensitas perdagangan yang kian meningkat. Pertempuran kepentingan dan upaya perluasan sphere of influence diprediksi masih akan terjadi di selat ini, mengingat banyaknya keuntungan yang menggiurkan dari nilai strategis yang ditawarkannya. Hal ini merupakan tantangan bagi ASEAN agar semakin meningkatkan kiprahnya di kawasan. Sebagai organisasi regional, ASEAN harus menjalankan fungsinya secara maksimal dalam mereduksi setiap potensi konflik di kawasan ini agar tidak menjadi konflik terbuka.

Referensi :
Al-Khatteeb, Luay J. 2013. “Natural Gas in The Republic of Iraq” (PDF). Harvard University’s
         Belfer Center and Rice University’s Baker Institute Center for Energy Studies [online]
         dalam www.gulfinthemedia.com/files/article_en/675702.pdf. [diakses pada 16 Juni 2014].
 :
Anon, n.d. Global Security,          Konflik India-Pakistan,         [Online]       dalam
           http://www.globalsecurity.org/military/world/war/indo-pak.htm [Diakses pada 16 Juni
           2014]
Anon. n,d. India and Pakistan - Nuclear States in Conflict, [Online] dalam
            war/india-pakistan/index.htm [Diakses pada 16 Juni 2014]
Baker, A., 2008. The Key to Afghanistan: India-Pakistan Peace, [Online] dalam
           http://www.time.com/time/world/article/0,8599,1857953,00.html [Diakses pada 16 Juni
           2014]
Barro, Robert J. and McCleary, Rachel M.. 2002. “Religion and Political Economy in an International Panel”. Harvard University
Cipto, Bambang. 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gerecht, Reuel Marc. 2008. “A New middle East After All”. The Weekly Standard, vol 13, no.
            22, pp. 1-8
Gupta, S., 1996. Kashmir: Study of India-Pakistan Relations. Bombay: Orient Longmans
           Ian, Talbot (1999). The Armed Forces of Pakistan . Macmillan publishers
Guttinger, Anne F. 2011. India, Pakistan-ppt. Surabaya : Universitas Airlangga
Kapila, S., 2000. India-Israel Relations: the Imperatives for Enhanced Strategic Cooperation,
             [Diakses: 16 Juni 2014]
Nasir, Haroon. 2009.  Membangkitkan kembali Prinsip-prinsip Pendirian Negara Pakistan
             [Online]      dalamhttp://www.commongroundnews.org/
             article.php?id=25899&lan=ba&sid=1&sp=0      [Diakses 16 Juni 2010]
Overholt, H. W., 2008. Asia, America, and Transformation of Geopolitics. UK:Cambridge
             Univesity
Pakistan Country Profile.2011. BBC News. [Online].
            Tersedia dalam http://www.foreignpolicy.com/articles/2011/06/03pakistan_s_black_pearl
            BBC Corporation, [Dikutip: 16Juni 2014]
Press. World Nuclear Association, n.d.. India, China, and the Non-Proliferation Treaty, [Online]
            dalam: www.world-nuclear.org/info/inf80.html [Diakses: 16 Juni 2010]



Rodrigue, Jean-Paul. 2004. Straits, Passages and Chokepoints: A Maritime Geostrategy of
            Petroleum Distribution. New York: Department of Economics & Geography, Hofstra
             University., pp. 1-17. PDF Version.
Singapore Journal of International & Comparative Law. 1998. The Importance Of The Straits Of
            Malacca and Singapore. Singapore: University of Singapore., pp. 301-322.
UNIVERSITAS INDONESIA. n.d. Defence Cooperation Agreement (DCA) RI – Singapura
            [WWW] Available from: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/133050-T%2027872
              Faktor%20faktor%20penyebab-Metodologi.pdf [Diakses pada 16 Juni 2012]
Vavro, Caroline, 2008. Piracy, Terrorism and the Balance of Power in the Malacca Strait dalam
            Canadian Naval Review Volume 4, Number 1 (SPRING 2008)
YUDHOYONO, SUSILO BAMBANG. n.d. Geopolitik Kawasan Asia Tenggara: Perspektif
            Maritim [WWW] Available from:http://binkorpspelaut.tnial.mil.id/
            index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=5&Itemid=22
            ( Diakses pada 16 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.